BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 468/PDT.P/2020/PN JKT SEL YANG MEMBATALKAN PUTUSAN NOMOR
USAHA TERTENTU DALAM UU NO. 5/1999
D. Perjanjian Tertutup (Tying-In) dan Ketentuan Hukumnya Dalam UU No
5 Tahun 1999
Tying-in adalah salah satu perjanjian tertutup yang dilarang dalam UU No.
5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tying-in merupakan perjanjan yang mana berdasar pada perjanjian tersebut, si penjual menjual produknya kepada pembeli dengan menetapkan syarat bahwa selain membeli produk yang diinginkan oleh pembeli (tying product), juga harus membeli produk yang diwajibkan penjual untuk dibeli si pembeli sebagai produk ikatan (tied product).156 Melalui praktik tying-in pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying product (barang atau jasa yang pertama kali dijual) ke tied product (barang atau jasa yang dipaksa harus dibeli juga oleh pembeli). Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying product dan tied product), pelaku usaha dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha pesaing untuk masuk ke dalam pasar.157
Bagi pembeli yang tidak paham mengenai praktik tying-in, akan mengira mendapatkan tambahan produk lain secara gratis, padahal sebenarnya harga yang dia bayarkan merupakan harga dari kedua produk yang dia terima tersebut. Oleh karena itu, praktik tying-in juga dapat membuat konsumen kesulitan dalam menentukan harga sebenarnya dari produk yang dia beli, di mana sebelumnya dia hanya ingin membeli satu produk, tetapi karena dipaksa harus membeli produk
156 KPPU, Peraturan KPPU No. 5/2011 tentang Pedoman Pasal 15 UU No. 5/1999, hal.
10.
157 Andi Fahmi Lubis, dkk, Op. Cit., hal. 127.
yang lain sehingga membuat konsumen menjadi bingung berapa harga dari masing-masing produk.158
Ketentuan mengenai perjanjian tertutup (tying-in) diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 Pasal 15 Ayat (2) yang menyatakan bahwa:
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
KPPU juga mengeluarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) UU No. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pedoman ini menjelaskan prinsip-prinsip umum dan standar-standar dasar yang digunakan oleh KPPU dalam melaksanakan analisis untuk menilai suatu perjanjian tertutup sebagaimana diatur dalam pasal l5 UU No. 5 Tahun 1999. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 15 Ayat (2) ini dikenakan sanksi denda administratif yang diatur dalam Pasal 47 UU No. 5/1999 dan mengenai pedoman Pasal 47 ini diatur dalam Peraturan KPPU No.3/2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif.
Perjanjian tertutup tidak serta merta hanya menimbulkan dampak negatif melainkan juga terdapat dampak positif dalam pembuatan perjanjian tertutup. Bila melihat Pasal 15, ketentuan ini dirumuskan secara per se illegal yang mana ketika pelaku usaha telah terbukti memenuhi unsur-unsur pelanggaran Pasal 15, maka tidak diperlukan lagi pembuktian terhadap akibat dari perjanjian tersebut. Akan tetapi, dalam Pedoman ini dijelaskan bahwa perjanjian tertutup tidak hanya
158 Ibid.
berdampak negatif tetapi juga berdampak positif. Namun, sebagaimana tersebut di atas, Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 menyatakan bahwa untuk melarang perjanjian tertutup termasuk perjanjian tying-in, harus dibuktikan terlebih dahulu dampak negatifnya lebih besar dari dampak positifnya.159 Khusus untuk tying agreement, menurut peraturan tersebut, dampak negatifnya antara lain adalah:
1. Merupakan salah satu bentuk pembatasan akses pasar yang diberlakukan oleh pelaku perjanjian ini terhadap pelaku usaha pesaingnya;
2. Merupakan hambatan masuk ke pasar, terutama bagi pelaku usaha yang tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi produk yang disertakan atau disyaratkan di luar produk utamanya;
3. Dapat menciptakan pasar monopoli, terutama dalam layanan purna jual, sebagai akibat ketergantungan pembeli terhadap kondisi purna jual yang diberikan oleh produsen;
4. Sebagai sarana untuk menyamarkan praktik penetapan harga dan atau praktik menjual rugi.160
Sedangkan dampak positif dari tying-in ialah:
1 Penjualan berbagai produk secara bersamaan akan mengurangi biaya transaksi, terutama dalam proses pengumpulan informasi, negosiasi serta manajemen logistik.
2 Dalam kasus tertentu (misalnya untuk mesin yang rumit), produsen dapat mengikat pembeli sehingga kontrol kualitas terhadap bahan baku yang digunakan mesin tersebut dapat dilakukan. Dengan demikian tidak akan terjadi kesalahan penggunaan bahan baku yang memperburuk kinerja mesin.161
159 KPPU, Peraturan KPPU No. 5/2011 tentang Pedoman Pasal 15 UU No. 5/1999, hal.
19.
160 Ibid., hal. 21.
161 Ibid.
78
Daftar Putusan KPPU Dugaan Pelanggaran Pasal 15 Ayat (2) Tentang Perjanjian Tertutup (Tying-In)
No. Putusan Jumlah Indonesia (Persero) Tbk., untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan-perusahaan asuransi agar dapat bersaing secara sehat dan terbuka, serta membatalkan perjanjian yang berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat, yaitu perjanjian tanggal 16 April 2002 antara Terlapor masing-masing Wahana Tata dengan perjanjian No. DlR/008 No. 066/DIR/IV/2002, Tri Pakarta dengan perjanjian No. DIR/006 No.
146/DIR/PKS/2002, MAI dengan perjanjian No.
DIR/009 No. 068/DIR,2002 dan Jasindo dengan
- Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a, b dan d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Memerintahkan Terlapor membatalkan perjanjian eksklusif dual access dengan Saksi I;
- Memerintahkan Terlapor untuk mencabut persyaratan Abacus connection dalam penunjukan keagenan pasasi dalam negeri;
- Menghukum Terlapor untuk membayar denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000 (satu milyar Rupiah).
Kasasi
(Putusan MA No. 01K/KPPU/2004 t) Amar: Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Menguatkan Putusan KPPU
79
- Terlapor I Dan Terlapor II Tidak Terbukti Melanggar Ketentuan Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
7 Terlapor - Menyatakan Terlapor I-Terlapor VII tidak terbukti melanggar Pasal 9 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Menyatakan Terlapor I-Terlapor VII tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undangundang Nomor 5 Tahun 1999;
- Menyatakan Terlapor I-Terlapor VII terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Meyatakan Terlapor I-Terlapor VII terbukti melanggar Pasal 19 huruf (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
- Menghukum Terlapor II denda sebesar Rp.
1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah);
- Menghukum Terlapor III denda sebesar Rp.
1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah);
- Menghukum Terlapor IV denda sebesar Rp.
250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
- - -
5 Perkara Nomor
02/KPPU-I/2013
1 Terlapor - Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 Huruf a dan b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Memerintahkan kepada Terlapor untuk mencabut setiap klausul yang mengatur penyerahan kegiatan
Kasasi (Putusan MA Nomor 302 K/Pdt.Sus-KPPU/2014)
Amar :
Menolak Permohonan Kasasi Dari Pemohon Kasasi Komisi Pengawas
80
bongkar muat barang kepada Terlapor dalam Perjanjianperjanjian sewa lahan di Pelabuhan Teluk Bayur yang mengkaitkan antara penyewaan lahan dengan penggunaan jasa bongkar muat serta memerintahkan kepada Terlapor membayar denda sebesar Rp4.775.377.781,00 (empat miliar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu rupiah).
Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU Rl) Tersebut huruf c dan d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Memerintahkan Terlapor I untuk membayar denda sebesar Rp3.402.000.000,00 (tiga miliar empat ratus dua juta rupiah);
-Memerintahkan Terlapor II untuk membayar denda sebesar Rp2.109.240.000,00 (dua miliar seratus sembilan juta dua ratus empat puluh ribu rupiah).
Keberatan
- Menetapkan pembatalan perjanjian-perjanjian yang memuat persyaratan kewajiban Debitur KPR BRI hanya menggunakan asuransi jiwa dari konsorsium Terlapor II dan Terlapor III;
- Memerintahkan kepada Terlapor I untuk menghentikan kegiatan yang menghalangi perusahaan asuransi jiwa lainnya untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
- Memerintahkan Terlapor I untuk membayar denda sebesar Rp 25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah);
- Memerintahkan Terlapor II untuk membayar denda sebesar Rp 19.000.000.000,- (Sembilan Belas Miliar Rupiah);
- Memerintahkan Terlapor III untuk membayar denda
Keberatan
81 Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
- Membatalkan Surat Direksi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Nomor TM.15/3/15/PI.II-11 tanggal 8 November 2011, Surat Direksi PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Nomor TM.15/2/7/PI.II-12 tanggal 9 Mei 2012, Surat Nomor FP.003/103/10/CPTK-12 tanggal 21 September 2012, dan surat-surat atau kesepakatan lainnya yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan alat bongkar muat crane darat Gantry Luffing Crane di dermaga 101, 101 utara dan 102;
- Membatalkan Surat Edaran PT Multi Terminal Indonesia Nomor HM.498/8/17/MTI-2011 tanggal 30 November 2011, Kesepakatan Bersama antara PT Multi Terminal Indonesia (PT MTI) dengan Mitra Kerja PT Multi Terminal Indonesia tentang Pemakaian Crane Darat (GLC) Untuk Kegiatan Bongkar Muat, Surat Pemberitahuan Nomor TH.12/1/12/MTI-2012 tanggal 27 Agustus 2012, dan surat-surat atau kesepakatan lainnya yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan alat bongkar muat crane darat Gantry Luffing Crane di dermaga 114 dan 115;
- Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp 5.332.500.000,00 (lima milyar tiga ratus tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
- - -
82
1 Terlapor Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c
1 Terlapor Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
- - -
E. Diskriminasi Terhadap Pelaku Usaha Tertentu dan Ketentuan Hukumnya