• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: MEI INDAH SARI SIHOMBING NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: MEI INDAH SARI SIHOMBING NIM:"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR: 468/PDT.P/2020/PN JKT SEL TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN KPPU NOMOR: 13/KPPU-I/2019 DUGAAN PELANGGARAN PASAL 14, PASAL 15 AYAT (2) DAN PASAL 19 HURUF D UU NOMOR 5

TAHUN 1999 LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT OLEH JASA ANGKUTAN SEWA KHUSUS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

MEI INDAH SARI SIHOMBING NIM: 170200518

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang tetap setia atas berkat, anugerah, bimbingan dan penyertaan-Nya kepada Penulis.

Perjalanan studi Penulis juga selama 4 tahun ini bukan karena kuat dan hebatnya Penulis, melainkan karena Kasih Kemurahan Tuhan Yesus Kristus yang memampukan. Penulis juga sangat bersyukur atas ijin-Nya, bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul yang diangkat oleh Penulis dalam skripsi ini ialah “Tinjauan Yuridis Mengenai Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel Tentang Pembatalan Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU-I/2019 Dugaan Pelanggaran Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2) Dan Pasal 19 Huruf D UU Nomor 5 Tahun 1999 Oleh Jasa Angkutan Sewa Khusus”. Skripsi ini menguraikan mengenai tinjauan yuridis pembatalan putusan KPPU di Pengadilan Negeri.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekuranagn dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis akan dengan senang hati menerima segala kritik dan saran dari para pembaca tentunya yang bersifat membangun. Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan di dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Penulis sendiri. Terima kasih telah berjuang, semangat, dan bertahan untuk tetap menyelesaikan skripsi ini hingga selesai, serta terima kasih karena

(5)

menjadi kuat dan tetap tersenyum ditengah-tengah masalah yang sedang dihadapi;

2. Kedua orangtua Penulis yang sangat Penulis sayangi dan hormati, yaitu Ayah tersayang, Monang Sihombing dan Mama tersayang, Linda Tamba, yang telah memberikan kasih sayang, nasihat, semangat serta kekuatan doa yang luar biasa selama penulis menempuh pendidikan sampai dengan saat ini dan selalu meyakinkan Penulis dalam menggapai cita-cita;

3. Saudara kandung Penulis yang sangat Penulis kasihi, Wulan Dia Lucy Sari Sihombing, Jordan Igo Wahyu Sihombing, Agnes Theresia Sihombing, Nada Lestari Sihombing, dan Agung Nathanael Sihombing, yang selalu memberi semangat, dukungan serta doa dan menjadi saksi Penulis dalam perjalanan studi Penulis;

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Huku Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(6)

9. Ibu Tri Murti Lubis, SH, MH, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., M.Li, selaku Dosen Pembimbing I.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktu, tenaga, pikiran, arahan-arahan serta kritik-kritik yang membangun hingga skripsi ini selesai;

11. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pendapat baik saran maupun kritikan dalam membimbing penulis untuk penulisan skripsi ini;

12. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

13. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis, baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun;

14. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

15. Kelompok Kecil “Rogate Dafandra” yaitu Kak Penita Azriani Nababan tersayang dan terkasih selaku PKK dan Tridayanti Purba serta Endang Sihombing, selaku KTB Penulis. Terima kasih atas pengisian rohani dan sharing kondisi selama ini;

16. Terkhusus kepada sahabat Penulis yang Penulis sangat kasihi yaitu Tridayanti Purba dan Endang Sihombing yang sejak semester pertama hingga saat ini

(7)

telah menjadi sahabat sekaligus keluarga Penulis dalam suka maupun duka selama perjalanan studi di FH USU. Penulis ucapkan terima kasih untuk saling sharing kondisi mulai dari kondisi perkuliahan sampai kondisi percintaan.

Terima kasih sudah menjadi tempat curhat Penulis dan mengerti semua jokes- jokes Penulis, karena Penulis senang kalian tertawa. Terima kasih juga atas tumpangan kosnya. Dengan adanya kalian, masa-masa perkuliahan Penulis menjadi lebih berwarna dan penuh cerita yang sangat mengesankan dan mungkin tanpa kalian masa-masa kuliah Penulis akan sangat hambar tetapi sangat disayangkan Pandemi Covid-19 mengurangi cerita masa kuliah kita.

Intinya, Penulis bersyukur dipertemukan dengan kalian, semoga kita sukses ;

17. Teman-teman seperjuangan “GUCCI GANG”, yang turut serta menemani perjalanan Penulis dalam menempuh studi di Fakultas Hukum USU. Mereka ialah Tridayanti Purba, Endang Sihombing, Angel G. F. Silitonga, dan Dewi Megawati Manalu. Manusia-manusia yang kalau ketemu pasti ngakak padahal gadak yang lucu, manusia-manusia yang selalu bersama ketika di kampus dan semuanya satu departemen pula kecuali Dewi. Teman-teman gibah Penulis kapan dan dimanapun. Intinya, Penulis juga bersyukur dipertemukan dengan kalian, semoga kita sukses .

Medan, 2021

Penulis

Mei Indah Sari Sihombing 170200518

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISTILAH... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 11

D. Keaslian Penulisan... 12

E. Tinjauan Pustaka... 14

F. Metode Penelitian... 20

G. Sistematika Penulisan... 24

BAB II: PENGATURAN HUKUM PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN SEWA KHUSUS DI INDONESIA A. Pengertian Jasa Angkutan Sewa Khusus... 27

B. Sejarah dan Perkembangan Jasa Angkutan Sewa Khusus di Indonesia... 33

C. Pengaturan Hukum Jasa Angkutan Sewa Khusus dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus... 39

(9)

BAB III: PENGATURAN INTEGRASI VERTIKAL, PERJANJIAN TERTUTUP (TYING-IN), DAN PRAKTIK DISKRIMINASI TERHADAP PELAKU USAHA TERTENTU DALAM UU NO. 5/1999

A. Konsep Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam UU No. 5 Tahun 1999...48 1. Sejarah dan Perkembangan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.... 48 2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)... 52 3. Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU dalam Perkom No. 1 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU... 55 4. Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU... 61 5. Penanganan Perkara Secara Elektronik dalam Peraturan KPPU No.

1/2020 Tentang Penanganan Perkara Secara Elektronik... 64 B. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason... 66 C. Integrasi Vertikal dan Ketentuan Hukumnya dalam UU No. 5 Tahun

1999... 69 D. Perjanjian Tertutup (Tying-In) dan Ketentuan Hukumnya dalam UU No. 5 Tahun 1999... 74 E. Praktik Diskriminasi Terhadap Pelaku Usaha Tertentu dan Ketentuan Hukumnya dalam UU No. 5 Tahun 1999... 81

(10)

F. Perubahan Mengenai Pengaturan Hukum Persaingan Usaha dalam UU No.

11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja... 90 BAB IV: ANALISIS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR: 468/PDT.P/2020/PN JKT SEL TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN KPPU NOMOR: 13/KPPU-I/2019

A. Analisis Hukum Terhadap Pertimbangan Hukum Majelis KPPU dalam Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU-I/2019... 95

1. Kasus Posisi... 95 2. Analisis Hukum Terhadap Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU- I/2019... 96 2.1 Pertimbangan Hukum Majelis KPPU dan Amar Putusan... 96 2.2 Analisis Hukum Terhadap Pertimbangan Hukum dan Amar

Putusan Majelis KPPU…... 99 B. Analisis Hukum Terhadap Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel Tentang Pembatalan Putusan Nomor: 13/KPPU-I/2019…... 105 1. Kasus Posisi…... 105 2. Pokok-Pokok Keberatan... 108 3. Analisis Hukum Terhadap Putusan Majelis Hakim Dalam Putusan

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel... 109 3.1 Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dan Amar Putusan... 109 3.2 Analisis Hukum Terhadap Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

dan Amar Putusan... 113

(11)

C. Putusan Mahkamah Agung No. 485K/Pdt.Sus-KPPU/2021 Tentang Kasasi KPPU Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel... 117 1 Kasus Posisi... 117 2 Amar Putusan... 117 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 120 B. Saran... 121 DAFTAR PUSTAKA... 123

(12)

ABSTRAK

Mei Indah Sari Sihombing *

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI.**

Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum.***

Kemunculan usaha aplikasi online tidak menutup kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Kasus aplikasi online yang diduga melanggar hukum persaingan usaha ialah kasus PT Solusi Transportasi Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia dalam Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU- I/2019. Para Terapor mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam Perkara Nomor: 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel yang mana amar putusannya membatalkan putusan KPPU tersebut.

Skripsi ini membahas tinjauan yuridis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel Tentang Pembatalan Putusan KPPU Nomor:

13/KPPU-I/2019. Untuk mendukung pemahaman secara utuh, skripsi ini juga membahas pengaturan hukum mengenai penyelenggaraan jasa angkutan sewa khusus di Indonesia, pengaturan integrasi vertikal, perjanjian tertutup (tying-in), dan diskriminasi dalam UU No. 5/1999. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder guna memperoleh yang dibutuhkan yakni meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terkait dengan permasalahan.

Kesimpulannya ialah Putusan Pengadilan Negeri Nomor:

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel tentang pembatalan Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU- I/2019 tersebut telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 5/1999 karena berdasarkan Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2) dan Pasal 19 Huruf d, PT Solusi Transportasi Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia tidak terbukti melanggar. Disarankan agar KPPU segera membuat Peraturan KPPU yang baru tentang Pedoman Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19 huruf d, serta tentang Pedoman tindakan adminitratif sesuai dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja perintahkan. Selain itu Mahkamah Agung juga harus membuat Peraturan MA yang baru tentang upaya keberatan terhadap putusan KPPU sesuai dengan UU No.

11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kata Kunci: monopoli, jasa angkutan, perjanjian , KPPU.

* Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(13)

x

DAFTAR ISTILAH

No. Istilah Pengertian Sumber

1 Angkutan

Konvensional

Angkutan konvensional adalah transportasi umum yang biasa kita gunakan, yang telah tersedia dijalan konvensional. Di Indonesia ada beberapa jenis transportasi konvensional seperti bus, taksi, angkutan umum, bajaj, dan ojek.

https://lucakristiani.wordpress.com/2016/04/27/ (diakses pada 26 Maret 2021).

2 Angkutan Sewa Khusus

Angkutan sewa khusus adalah pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan pengemudi, memiliki wilayah operasi dalam wilayah perkotaan, dari dan ke bandar udara, pelabuhan, atau simpul transportasi lainnya serta pemesanan menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi dengan besaran tarif tercantum dalam aplikasi.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 118 Tahun 2018, Pasal 1 angka 7.

3 Carter Carter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah memesan, menyewa sesuatu (mobil dan sebagainya) untuk dipergunakan secara pribadi dalam jangka waktu menurut kebutuhan.

https://kbbi.web.id/carter (diakses pada 13 April 2021).

4 Dana Moneter

Internasional

Dana Moneter Internasional (DMI; bahasa Inggris:

International Monetary Fund; IMF) adalah organisasi internasional beranggotakan 189 negara yang bertujuan mempererat kerja sama moneter global, memperkuat kestabilan keuangan, mendorong perdagangan internasional, memperluas lapangan pekerjaan sekaligus pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Moneter_Internasional (diakses pada 10 Maret 2021).

5 Demokrasi Ekonomi Demokrasi ekonomi diartikan sebagai kedaulatan ekonomi berada di tangan rakyat. Dalam hal ini rakyatlah yang berhak menentukan tiga masalah ekonomi, yaitu apa yang harus diproduksi, bagaimana memproduksi, dan untuk siapa barag dan/atau jasa diproduksi.

Tarmizi Abbas dan Win Konadi Manan, “Keterkaitan Antara Demokrasi Politik, Demokrasi Ekonomi Dan Sistem Ekonomi Kerakyatan”, Mimbar Volume XXI No. 3, Juli – September 2005, hal. 431.

6 Deregulasi Deregulasi adalah proses pencabutan atau pengurangan regulasi negara, biasanya regulasi yang berhubungan dengan ruang lingkup ekonomi. Deregulasi menjadi kebijakan yang umum dalam ekonomi industri maju pada tahun 1970-an dan 1980-an, sebagai dampak dari kecenderungan baru dalam pemikiran ekonomi tentang ketidakefisiensian dari regulasi

https://id.wikipedia.org/wiki/Deregulasi (diakses pada 10 Maret 2021).

(14)

xi

yang dilakukan oleh pemerintah, dan ancaman yang berasal dari badan regulasi yang mungkin dikendalikan oleh industri demi meningkatkan keuntungannya sendiri, sehingga merugikan konsumen dan ekonomi secara keseluruhan.

7 Diskriminasi Diskriminasi dapat mempunyai arti sebagai perlakuan yang berbeda terhadap satu pihak tertentu. Dalam industri bisnis, alasan pelaku usaha melakukan praktek diskriminasi yaitu karena berbagai hal.

Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 19 huruf d (Praktek Diskriminasi)

8 Economic Welfare Economic welfare adalah tingkat kemakmuran dan kualitas standar hidup dalam suatu perekonomian. Kesejahteraan ekonomi dapat diukur melalui berbagai faktor seperti PDB dan indikator lain yang mencerminkan kesejahteraan penduduk (seperti melek huruf, jumlah dokter, tingkat polusi dll).

Tejvan Pettinger, “Economic Welfare”,

https://www.economicshelp.org/blog/1041/ (diakses pada 03 Maret 2021).

9 Ekonomi Pasar Ekonomi pasar (market economy) adalah sebuah sistem ekonomi yang menetapkan keputusan terkait investasi, produksi, dan distribusi dilandaskan pada hubungan antara permintaan dan penawaran yang menentukan harga-harga barang dan jasa.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_pasar (diakses pada 03 Maret 2021).

10 Final and Binding Final and binding (final dan mengikat), fiinal (final) artinya putusan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan. Akibat hukumnya secara umum, tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut.

Sedangkan arti putusan binding (mengikat) dalam putusan yaitu putusan tidak hanya berlaku bagi para pihak tetapi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56fe01b271988/arti- putusan-yang-final-dan-mengikat/ (diakses pada 11 Maret 2021).

11 Industri 4.0 Industri 4.0 adalah tren utama di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber. Jerman merupakan Negara pencetus adanya Industri 4.0 yang ditandai dengan strategi teknologi canggih pemerintah yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Pada Revolusi Industri ini, tenaga manufaktur sudah menjadi tren otomasi dan pertukaran data meliputi sistem ciber-fisik, cognitive computing dan lain - lain.

https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri_4.0 (diakses pada 25 Maret 2021).

(15)

xii

12 Inkracht Inkracht artinya berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya hukum biasa yang dapat ditempuh lagi.

https://kamushukum.web.id/arti-kata/inkracht/ (diakses pada 13 Maret 2021).

13 Integrasi Vertikal Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang bertujuan untuk menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/ jasa tertentu. Integrasi vertikal dapat dilakukan dengan strategi penguasaan unit usaha produksi ke hulu dimana perusahaan memiliki unit usaha hingga ke penyediaan bahan baku maupun hilir dengan kepemilikan unit usaha sehingga ke distribusi barang dan jasa kemudian hingga ke konsumen akhir.

Ningrum Natasya Sirait, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha, (Jakarta:

The Indonesian Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), 2010), hal. 61.

14 Letter of Intent (LOI) Letter of Intent (LOI) mengindikasikan keinginan suatu perusahaan (salah satu pihak) untuk menunjuk perusahaan lain (pihak lainnya) untuk melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan suatu kontrak yang sedang disusun.

https://iqsi.org/letter-of-intent-fungsi-dan-status/ (diakses pada 26 Maret 2021).

15 Level Playing field Dalam perdagangan , level playing field adalah konsep tentang keadilan, bukan bahwa setiap pemain memiliki peluang yang sama untuk berhasil, tetapi bahwa mereka semua bermain dengan seperangkat aturan yang sama.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Level_playing_field (diakses pada 10 Maret 2021).

16 Online Dalam bahasa Indonesia istilah online dipadankan menjadi dalam jaringan (daring), yaitu perangkat elektronik yang terhubung ke jaringan internet.

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/padanan- istilah-online-dan-offline# (diakses pada 20 Maret 2021).

17 Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan penelaahan tehadap buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan.

Milya Sari, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam Penelitian”, Jurnal Naturan Science Vol. 2 No. 2, September, 2020, hal.

43.

18 Pengujian Kendaraan Bermotor

Pengujian kendaraan bermotor disebut juga uji kir adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian- bagian kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan layak jalan.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengujian_kendaraan_bermotor (diakses pada 13 April 2021).

19 Perdagangan elektronik/e-

commerce

Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce atau e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet, televisi, dan jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data

https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik (diakses pada 28 Februari 2021).

(16)

xiii

elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

20 Persangan Destruktif Persaingan destruktif adalah persaingan yang memfokuskan diri untuk menjatuhkan perusahaan lawan dengan sengaja menurunkan margin keuntungan dari lawan dimana hal tersebut malah juga menurunkan margin keuntungan dari perusahaannya sendiri.

https://slcmarketinginc.com/ (diakses pada 26 Maret 2021).

21 Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hal. 1

UU No. 5/1999, Pasal 1 angka 6.

22 Per Se Illegal Per se illegal merupakan suatu perbuatan yang secara inheren yang bersifat dilarang atau ilegal. Tying-in merupakan perjanjan yang mana berdasar pada perjanjian tersebut, si penjual menjual produknya kepada pembeli dengan menetapkan syarat bahwa selain membeli produk yang diinginkan oleh pembeli (tying product), juga harus membeli produk yang diwajibkan penjual untuk dibeli si pembeli sebagai produk ikatan (tied product).

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 78.

KPPU, Peraturan KPPU No. 5/2011 tentang Pedoman Pasal 15 UU No.

5/1999, hal. 10.

23 Perusahaan Startup Istilah perusahaan startup biasanya mengacu pada perusahaan-perusahaan yang layanan atau produknya berbasiskan teknologi.

https://money.kompas.com/read/2020/10/21/093719826/apa-itu-startup- dan-perbedaanya-dengan-perusahaan-konvensional?page=all (diakses pada 05 Maret 2021).

24 Predatory Pricing Predatory pricing adalah suatu strategi usaha menetapkan harga yang sangat rendah untuk barang dan atau jasa yang dihasilkannya dalam suatu periode yang cukup lama, untuk menyingkirkan pelaku usaha lain yang menjadi pesaing- pesaingnya dari pasar, atau juga untuk menghambat pelaku usaha-pelaku usaha lain masuk ke dalam pasar tersebut.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Perkom No. 6/2011 tentang Pedoman Pasal 20 Tentang Jual Rugi (predatory pricing).

25 Rule of Reason Pendekatan rule of reason adalah kebalikan dari pendekatan per se illegal dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas.

Meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut telah memenuhi unsur-unsur ketentuan dalam undang-undang, namun bila ternyata terdapat alasan objektif (alasan ekonomi) yang membenarkan perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut tidak melanggar hukum.

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2013), hal. 99.

(17)

xiv

26 Server Server atau dalam bahasa Indonesia biasa disebut peladen merupakan suatu sistem komputer yang memiliki layanan khusus berupa penyimpanan data. Data yang disimpan melalui server berupa informasi dan beragam jenis dokumen yang kompleks.

https://www.dicoding.com/blog/apa-itu-server/ (diakses pada 26 Maret 2021).

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi di zaman sekarang semakin canggih serta penyebarannya yang sangat cepat ke berbagai negara di dunia membuat manusia naik satu tingkatan dengan istilah modern. Munculnya internet merupakan contoh nyata dari adanya perkembangan teknologi. Kebutuhan manusia yang semakin hari semakin meningkat dan rumit membuat manusia membutuhkan teknologi untuk mempermudah manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Seiring perkembangan jaman, kepraktisan semakin menjadi tuntutan manusia dalam melakukan aktivitasnya. Para pelaku usaha memanfaatkan keadaan ini untuk melakukan perdagangan secara elektronik atau e-commerce1. Saat ini, media internet menjadi pilihan oleh para pelaku usaha sebagai sarana untuk mendukung kegiatan usahanya. Adapun istilah pola pelaku usaha ini dikenal dengan istilah e- commerce. Revolusi Industri 4.02 merombak pergerakan perekonomian dunia.

1 Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce atau e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet, televisi, dan jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori

otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik diakses pada 28 Februari 2021.

2 Industri 4.0 adalah tren utama di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber. Jerman merupakan Negara pencetus adanya Industri 4.0 yang ditandai dengan strategi teknologi canggih pemerintah yang mengutamakan komputerisasi pabrik.

Pada Revolusi Industri ini, tenaga manufaktur sudah menjadi tren otomasi dan pertukaran data meliputi sistem ciber-fisik, cognitive computing dan lain - lain. Tren tersebut telah mengubah pola pikir dan kehidupan manusia di berbagai bidang, termasuk dunia kerja, pendidikan bahkan gaya hidup masyarakatnya. Singkatnya, revolusi industri 4.0 menjadikan teknologi cerdas atau robot[15] sebagai pusat utama untuk menghubungkan berbagai bidang kehidupan manusia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri_4.0 diakses pada 25 Maret 2021.

(19)

Jika tidak mempersiapkan diri dari sekarang, akan tertinggal jauh dalam perekonomian dunia.3

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang merasakan perkembangan teknologi dan globalisasi ekonomi yang semakin marak di kalangan dunia saat ini. Syarat mutlak bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasinya ialah suasana yang kompetitif.4 Perusahaan-perusahaan dalam pasar yang kompetitif akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk serendah mungkin, meningkatkan kualitas produk, dan memperbaiki kualitas pelayanan mereka kepada konsumen. Untuk mmperoleh keberhasilan dalam pasar yang kompetitif, perusahaan-perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan proses produksi baru yang efisien, serta mengembangkan produk-produk baru dengan desain baru yang inovatif.

Dengan demikian ini akan mendorong kemajuan teknologi dan diharapkan juga pertumbuhan ekonomi yang pesat.5

Perkembangan teknologi sendiri memberikan dampak pergeseran budaya pada masyarakat. Salah satunya pergeseran yang terjadi yaitu dari pemanfaatan angkutan konvesional6 menuju pemanfaatan angkutan berbasis aplikasi online

3 Osgar S Matompo I, 2 Oktober 2020, “ Revolusi Industri 4.0 Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia”, Maleo Law Journal Volume 4 Issue, hal. 129.

4 Susanti Adi Nugroho, 2020, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group), hal. 3.

5Ibid.

6 Angkutan konvensional adalah transportasi umum yang biasa kita gunakan, yang telah tersedia dijalan konvensional. Di Indonesia ada beberapa jenis transportasi konvensional seperti bus, taksi, angkutan umum, bajaj, dan ojek. https://lucakristiani.wordpress.com/2016/04/27/

diakses pada 26 Maret 2021.

(20)

atau disebut angkutan sewa khusus7. Salah satu hasil inovasi produk jasa angkutan yang dibuat oleh pelaku usaha tersebut sangat mempengaruhi kecepatan dan efisiensi aktivitas bagi masyarakat di era sekarang ini. Di Indonesia, angkutan sangatlah krusial, baik itu angkutan pribadi, angkutan umum maupun angkutan online yang kini sedang marak digunakan membuat jalanan penuh dengan kendaraan, utamanya kendaraan pribadi.8 Kini tranportasi online dianggap sangat membantu masyarakat dalam memenuhi mobilitas mereka.

Para pelaku usaha melihat antusias masyarakat terhadap jasa angkutan sewa khusus tersebut sebagai peluang yang bisa menghasilkan keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari kemunculan berbagai pelaku usaha yang menjalankan usahanya dengan memanfaatkan aplikasi berbasis online yang menggunakan internet9. Masa yang paling fenomenal bagi perkembangan layanan jasa angkutan sewa khusus ialah pada tahun 2015. Munculannya jasa angkutan sewa khusus dimulai oleh aplikasi Uber yang mengusung Ubertaxi sebagai bisnis layanan angkutan berbasis aplikasi online. Kemudian diikuti dengan kehadiran aplikasi Go-Jek, GrabBike, GrabTaxi, dan aplikasi berbasis online lainnya. Dalam rentang waktu satu tahun, Go-Jek mengalami perkembangan dari sebuah aplikasi mobile baru yang kemudian menjadi sebuah layanan besar, yang kemudian mendapat perlawanan dari GrabTaxi dengan layanan GrabBike. Semakin bertambah

7 Angkutan sewa khusus adalah pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan pengemudi, memiliki wilayah operasi dalam wilayah perkotaan, dari dan ke bandar udara, pelabuhan, atau simpul transportasi lainnya serta pemesanan menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi, dengan besaran tarif tercantum dalam aplikasi. Peraturan Menteri Perhubungan No. 118 Tahun 2018, Pasal 1 angka 7.

8 Agnes Cellyana Nainggolan, dkk, Maret 2020, “Polemik Kebijakan Angkutan Online”, JDKP (Jurnal Desentralisasi Dan Kebijakan Publik), Vol. 01 No. 01, hal. 27.

9 Internet merupakan sistem jaringan komputer yang saling terhubung secara global dengan menggunakan paket protokol internet (TCP/IP) untuk menghubungkan perangkat di seluruh dunia. https://id.wikipedia.org/wiki/Internet diakses pada 26 Maret 2021.

(21)

sengitnya persaingan tersebut dengan kemunculan layanan asal Amerika Serikat, Uber, yang hadir di tanah air sejak tahun 2015.10 Tidak menutup kemungkinan juga terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dalam industri jasa angkutan sewa khusus yang sedang marak di Indonesia akhir-akhir ini.

Persaingan merupakan syarat mutlak dalam industri usaha bagi terselenggaranya suatu perekonomian yang berorientasi pasar (market economy)11. Namun, dalam dunia indsutri usaha di zaman ini banyak ditemukan perjanjian dan kegiatan usaha yang mengandung unsur-unsur yang kurang adil terhadap pihak yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah dengan dalih pemeliharaan persaingan usaha yang sehat.12 Akan tetapi, persaingan dalam industri usaha juga terdapat berbagai macam persaingan, misalnya: ada persaingan yang sehat dan adil (fair competition), ada persaingan usaha tidak sehat (unfair competition)13, bahkan ada persaingan yang destruktif (destructive competition)14, seperti predatory pricing15. Perilaku anti-persaingan seperti persaingan usaha tidak sehat dan destruktif tersebut dapat mengakibatkan inefisiensi perekonomian berupa hilangnya

10 Nur Muharany, Skripsi: “Transformasi Sistem Angkutan Publik (Studi Pada Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi)”, (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2018), hal. 6.

11 Ekonomi pasar (market economy) adalah sebuah sistem ekonomi yang menetapkan keputusan terkait investasi, produksi, dan distribusi dilandaskan pada hubungan antara permintaan

dan penawaran yang menentukan harga-harga barang dan jasa.

https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_pasar diakses pada 03 Maret 2021.

12 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hal. 108.

13 Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. UU No. 5/1999, Pasal 1 angka 6.

14 Persaingan destruktif adalah persaingan yang memfokuskan diri untuk menjatuhkan perusahaan lawan dengan sengaja menurunkan margin keuntungan dari lawan dimana hal tersebut malah juga menurunkan margin keuntungan dari perusahaannya sendiri.

https://slcmarketinginc.com/ diakses pada 26 Maret 2021.

15 Secara umum, predatory pricing adalah suatu strategi usaha menetapkan harga yang sangat rendah untuk barang dan atau jasa yang dihasilkannya dalam suatu periode yang cukup lama, untuk menyingkirkan pelaku usaha lain yang menjadi pesaing-pesaingnya dari pasar, atau juga untuk menghambat pelaku usaha-pelaku usaha lain masuk ke dalam pasar tersebut. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Perkom No. 6/2011 tentang Pedoman Pasal 20 Tentang Jual Rugi (predatory pricing).

(22)

kesejahteraan (economic welfare)16, bahkan mengakibatkan keadilan ekonomi masyarakat terganggu dan timbulnya akibat-akibat ekonomi dan sosial yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban maupun kepentingan umum.17

Integrasi vertikal merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dilarang dilakukan dalam persaingan usaha jika dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Biasanya para pelaku usaha melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.18 Selain integrasi vertikal, biasanya dalam dunia industri usaha melakukan persaingan yang tidak sehat dengan melakukan perjanjian dalam bentuk perjanjian tertutup. Perjanjian tertutup merupakan perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang memuat syarat : 1) pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat tertentu; 2) pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; dan 3) pelaku usaha yang

16 Economic welfare adalah tingkat kemakmuran dan kualitas standar hidup dalam suatu perekonomian. Kesejahteraan ekonomi dapat diukur melalui berbagai faktor seperti PDB dan indikator lain yang mencerminkan kesejahteraan penduduk (seperti melek huruf, jumlah dokter, tingkat polusi dll). Tejvan Pettinger, “Economic Welfare”, https://www.economicshelp.org/blog/1041/ diakses pada 03 Maret 2021.

17 Susanti Adi Nugroho, Loc. Cit.

18 UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 14.

(23)

menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok : (a) harus bersedia membeli barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok, atau (b) tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.19 Diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dalam persaingan usaha juga dilarang jika mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, dimana pelaku usaha baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain membuat kegiatan yang melakukan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.20

Dalam hal pencegahan dan penanganan mengenai persaingan usaha yang tidak sehat, di Indonesia, aturan mengenai persaingan usaha dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini meletakkan asas demokrasi ekonomi21 dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum kepada pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2. Tujuan dibentuknya undang-undang ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 3, yaitu:

a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

19 Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group), hal. 37.

20 UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 15.

21 Demokrasi ekonomi diartikan sebagai kedaulatan ekonomi berada di tangan rakyat.

Dalam hal ini rakyatlah yang berhak menentukan tiga masalah ekonomi, yaitu apa yang harus diproduksi, bagaimana memproduksi, dan untuk siapa barag dan/atau jasa diproduksi. Tarmizi Abbas dan Win Konadi Manan, Juli – September 2005, “Keterkaitan Antara Demokrasi Politik, Demokrasi Ekonomi Dan Sistem Ekonomi Kerakyatan”, Mimbar Volume XXI No. 3, hal. 431.

(24)

c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai berbagai larangan- larangan yang mengakibatkan adanya persaingan usaha tidak sehat, mulai dari perjanjian yang dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16) yaitu diantaranya integrasi vertikal dan perjanjian tertutup, kegiatan yang dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24) yaitu diantaranya diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu, dan penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29).

Keberadaan UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut harus memerlukan pengawasan dalam penegakannya. Berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan kebijakan persaingan diikuti dengan pembentukkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).22

Dasar filosofis dalam pembentukan KPPU yaitu diperlukannya lembaga khusus untuk mengawasi pelaksanaan aturan persaingan usaha yang dalam menjalankan fungsinya dapat bertindak secara independen.23 Untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, diberikan tugas dan kewenangan kepada KPPU yang dituangkan dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU Nomor 5 Tahun 1999. KPPU sebagai lembaga penegak hukum memiliki peran yang multifungsi, karena bertindak sebagai penyelidik, pemeriksa bahkan pemutus serta berwenang dalam membentuk peraturan komisi yang mengikat para

22 Hermansyah, Op. Cit., hal. 73.

23 Luthfiya Nazla, Ningrum Sirait, dan Deta Sukarja, 2019, “Independensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai Lembaga Pengawas Persaingan Usaha (Berdasarkan Tinjauan Yuridis UU No. 5/1999”, TRANSPARENCY, Vol. 1, No. 1, hal. 9.

(25)

anggotanya.24Akan tetapi, dibalik tugas dan kewenangan luar biasa yang dimiliki, UU Persaingan Usaha juga membatasi bahwa putusan yang dijatuhkan oleh lembaga KPPU harus dimintakan penetapannya ke Pengadilan Negeri25. Selain itu, putusan KPPU juga dapat diajukan keberatan apabila terlapor merasa keberatan atas Putusan Majelis KPPU tersebut. Hal inilah yang membuat putusan KPPU menjadi batal, jika Hakim menilai bahwa KPPU melakukan kesalahan dalam memutus perkara persaingan usaha.

KPPU dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, memutus perkara persaingan usaha menggunakan dua pendekatan dalam pembuktian untuk memutus perkara.26 Adapun pendekatan itu ialah per se illegal yang mana tidak diperlukannya lagi pembuktian dampak larangan tersebut, sehingga bila terdapat pelaku usaha yang melakukan sesuatu yang dinyatakan secara eksplisit dilarang oleh undang-undang, pelaku usaha tersebut dinyatakan melanggar tanpa perlu membuktikan hasil atau akibat tindakan yang dilakukan, serta rule of reason yang memerlukan bukti atau tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha, apakah tindakan tersebut tergolong anti persaingan atau merugikan masyarakat.27

Putusan Nomor 13/KPPU-I/2019 Tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2) dan Pasal 19 Huruf D UU Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Jasa Angkutan Sewa Khusus yang dilakukan oleh PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab (Terlapor I) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia atau TPI (Terlapor II). Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU dan ditindaklanjuti ke

24 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 549.

25 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 46 Ayat (2).

26 Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika), hal. 94.

27 Ibid.

(26)

tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran integrasi vertikal (Pasal 14), tying-in (Pasal 15 ayat 2), dan praktek diskriminasi (Pasal 19 huruf d). Di awal perkara, KPPU menduga telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui order prioritas yang diberikan Grab (Terlapor I) kepada mitra pengemudi di bawah TPI (Terlapor II), yang diduga adanya rangkap jabatan antar kedua perusahaan tersebut. Setelah mempertimbangkan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan, Majelis KPPU di muka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis, 2 Juli 2020 memutuskan bahwa Grab dan TPI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 dan 19 huruf “d”, namun tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-undang No. 5/1999. Atas pelanggaran tersebut, Majelis KPPU menjatuhkan sanksi denda kepada Grab sebesar Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf “d”. Sementara TPI dikenakan sanksi denda sebesar Rp 4 miliar atas pelanggaran Pasal 14 dan Rp 15 miliar untuk pelanggaran Pasal 19 huruf “d”. Majelis KPPU juga memeritahkan agar para Terlapor melakukan pembayaran denda paling lambat 30 hari setelah Putusan memiliki kekuatan hukum tetap.

Setelah diputus telah melakukan pelanggaran atas Pasal 14 dan Pasal 19 huruf d UU No. 5/1999, Grab (Terlapor I) dan TPI (Terlapor II) mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kemudian, setelah memeriksa dan mempertimbangkan alasan-alasan keberatan yang disampaikan oleh Para Pemohon Keberatan (Terlapor I dan Terlapor II), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Putusan Nomor: PN 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel membatalkan Putusan KPPU Nomor: 13/KPPU-I/2019 yang isinya mengabulkan

(27)

untuk seluruhnya atas keberatan oleh Para Pemohon Keberatan dan menyatakan bahwa Para Pemohon Keberatan tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 14 dan Pasal 19 Huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Putusan Pengadilan Negeri Nomor 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel tentang pembatalan Putusan KPPU Nomor 13/KPPU-I/2019 menarik perhatian penulis untuk menganalisis bagaimana Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sehingga memutus untuk membatalkan putusan KPPU tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini Penulis akan menguraikan tinjauan yuridis mengenai Putusan Nomor 468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel tentang pembatalan Putusan Nomor 13/KPPU-I/2019 tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah yang ada antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai penyelenggaraan jasa angkutan sewa khusus di Indonesia?

2. Bagaimana pengaturan mengenai integrasi vertikal, perjanjian tertutup (tying-in) dan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dalam UU No.

5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?

3. Bagaimana analisis hukum Putusan Pengadilan Negeri Nomor:

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel tentang pembatalan Putusan KPPU Nomor:

13/KPPU-I/2019?

(28)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum mengenai penyelenggaraan jasa angkutan sewa khusus di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai integrasi vertikal, perjanjian tertutup (tying-in) dan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

3. Untuk menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel tentang pembatalan Putusan KPPU Nomor:

13/KPPU-I/2019.

Adapun manfaat dari penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis manfaat dari penulisan skripsi ini adalah menambah wawasan mengenai hukum persaingan usaha serta menambah pengetahuan terhadap persoalan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha khususnya mengenai persoalan persaingan usaha terkait integrasi vertikal, perjanjian tertutup (tying-in), dan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu di bidang industri jasa sewa angkutan khusus.

(29)

2. Secara Praktis

Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca terutama kepada pelaku usaha agar memahami bagaimana pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia terkait integrasi vertikal, penetapan harga, dan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu dalam bisnis jasa angkutan sewa khusus, guna terwujudnya cita-cita perekonomian negara yang baik dan persaingan usaha yang sehat. Dan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan serta memberikan tambahan dokumentasi karya tulis, litertur dan bahan-bahan informasi ilmiah lainnya.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum, penulis mengajukan skripsi dengan judul:

“Tinjauan Yuridis Mengenai Putusan Pengadilan Negeri Nomor:

468/Pdt.P/2020/PN Jkt Sel Tentang Pembatalan Putusan KPPU Nomor:

13/KPPU-I/2019 Dugaan Pelanggaran Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2) Dan Pasal 19 Huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Jasa Angkutan Sewa Khusus”.

Sebelum melakukan penulisan skripsi, terlebih dahulu telah dilakukan penelusuran terhadap buku-buku referensi di perpustakaan dan media elektronik serta berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sebelum melakukan penulisan skripsi, Penulis melakukan uji bersih di Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan universitas cabang fakultas hukum melalui surat tertanggal 09 November 2020 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”.

(30)

Penulis juga menelusuri berbagi judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian–

pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Mengenai Pasal 14 tentang integrasi vertikal, Pasal 15 Ayat (2) tentang perjanjian tertutup (tying-in), maupun Pasal 19 huruf d tentang diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sudah banyak yang membahasnya sebagai judul skripsi, namun substansi yang dibahas berbeda.

Adapun judul skripsi yang memiliki kemiripan dengan skripsi ini, yaitu:

1) Nama : Tasya Putri Ayuning

NIM : 150710101161

Universitas : Universitas Jember

Judul : “Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pada Sistem Reservasi Tiket Penerbangan Dual Acces (Studi Putusan KPPU Nomor: 01/KPPU-L/2003)”

Rumusan Masalah :

a. Apa bentuk persaingan usaha tidak sehat pada sistem reservasi tiket penerbangan PT Garuda Indonesia?

b. Apa akibat hukum dari adanya persaingan usaha tidak sehat bagi PT Garuda Indonesia?

c. Apakah Putusan KPPU Nomor: 01/KPPU-L/2003 telah sesuai dengan ketentuan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia?

2) Nama : Izzah Khalif Raihan

NIM : 031711133163

Universitas : Unversitas Airlangga

Judul : “Dugaan Pelanggaran Persaingan Usaha Terkait

Layanan Rapid Test untuk Diagnosis Covid-19 oleh Rumah Sakit”

Rumusan Masalah :

a. Apa dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan perjanjian tertutup (tying agreement) untuk layanan rapid test diagnosis Covid-19?

b. Apa upaya KPPU berkaitan berkaitan dengan tugas dan kewenangannya menangani dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh rumah sakit.

(31)

E. Tinjauan Pustaka

Jasa angkutan sewa khusus merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang angkutan. Moda angkutan terdiri dari angkutan darat, laut dan udara. Pada era saat ini, pergerakan telah terjadi di bidang usaha jasa angkutan. Hal ini disebabkan perkembangan digital yang membawa kepraktisan di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat juga menyambut baik hal tersebut. Jasa angkutan konvensional mulai ditinggalkan masyarakat dan beralih kepada jasa angkutan online (jasa angkutan sewa khusus). Melihat perubahan yang terjadi, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan untuk megawasi jalannya usaha jasa angkutan sewa khusus. Pengaturan jasa angkutan sewa khusus dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus yang kemudian dilakukan perubahan menjadi Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus. Perubahan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 hanya memuat perubahan terhadap Ketentuan Pasal 19 dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 7 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, Angkutan Sewa Khusus adalah pelayanan Angkutan dari pintu ke pintu dengan pengemudi, memiliki wilayah operasi dalam wilayah perkotaan, dari dan ke bandar udara, pelabuhan, atau simpul angkutan lainnya serta pemesanan menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi, dengan besaran tarif tercantum dalam aplikasi.

(32)

Dalam menjalankan industri usaha jasa angkutan sewa khusus, bergantung kepada dua hal pelayanan yaitu penyediaan perusahaan aplikasi dan perusahaan angkutan sewa khusus. Perusahaan Aplikasi adalah penyelenggara sistem elektronik yang menyediakan aplikasi berbasis teknologi di bidang angkutan darat28. Di Indonesia mulai bermunculan berbagai perusahaan aplikasi di bidang transporasi darat, seperti Go-Jek, Grab, Blue Bird, dll. Perusahaan aplikasi ini bersaing untuk menarik perusahaan jasa angkutan sewa khusus untuk melakukan kerja sama terhadap bisnisnya. Perusahaan angkutan sewa khusus adalah badan hukum atau pelaku usaha mikro atau pelaku usaha kecil yang menyelenggarakan jasa Angkutan Sewa Khusus.29

Tidak menutup kemungkinan persaingan dalam industri usaha di bidang angkutan melakukan kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat seperti industri usaha lainnya, baik dilakukan para pelaku usaha itu secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lainnya.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.30 Hal ini harus dicegah dan diawasi karena persaingan usaha tidak sehat menimbulkan kesenjangan ekonomi dan hilangnya kesejahteraan. Oleh karena itu, diperlukannya suatu hukum persaingan usaha sebagai jalan keluar untuk masalah ini, meskipun persaingan usaha tidak sehat sejatinya tidak akan

28 Peraturan Menteri Perhubungan No. 118/2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, Pasal 1 Angka 14.

29 Ibid., Pasal 1 Angka 8.

30 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 Angka 6.

(33)

bisa dihapuskan dari industri usaha, namun setidaknya hukum ini dapat meminimalisir terjadinya persaingan suaha yang tidak sehat.

Pada hakekatnya, selain hukum persaingan usaha, banyak istilah lain dalam penyebutannya, seperti hukum antimonopoli (antimonopoly law), hukum antitrust (antitrust law). Secara umum, pengertian hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha.31 Indonesia menggunakan istilah hukum persaingan usaha yang mulai dikenal sejak tanggal 5 Maret 1999 setelah melalui proses perdebatan yang panjang di Dewan Perwakilan Rakyat yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.32 Hukum persaingan usaha terbagi dalam tiga poin utama yaitu, perjanjian yang dilarang yang terdiri dari: oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; kemudian yaitu kegiatan yang dilarang, yang terdiri dari: monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan; serta posisi dominan yang terdiri dari: jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan kewenangan kepada Lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengawasi jalannya pengaturan dalam Hukum Persaingan Usaha ini. Dalam Undang-undang ini juga ditegaskan secara langsung tugas maupun kewenangan KPPU, yang dituangkan

31 Hermasnyah, Op. Cit., hal. 1.

32 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 2000, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), hal. 2.

(34)

dalam Pasal 35 dan Pasal 36. KPPU juga sebagai lembaga yang memutus perkara persaingan usaha di Indonesia.

Kewenangan untuk memutus perkara persaingan usaha yang diberikan oleh UU No. 5/1999 kepada KPPU tidak serta merta dapat dieksekusi langsung, melainkan putusan oleh Komisi KPPU tersebut harus mendapat penetapan Pengadilan Negeri agar putusan tersebut dapat dieksekusi33. Terhadap Putusan Komisi tersebut juga dapat dimintakan upaya keberatan apabila terlapor yang diputus bersalah merasa keberatan atas Putusan Komisi KPPU tersebut. Hal inilah yang bisa membuat kemungkinan terjadinya pembatalan terhadap putusan Komisi KPPU jika Hakim menilai bahwa Komisi KPPU melakukan kesalahan dalam memutus perkara persaingan usaha.

Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua pendekatan dalam penerapan hukumnya yang digunakan KPPU, yaitu pendekatan per se illegal dan pendekatan rule of reason. Landasan dari kedua pendekatan ini adalah apakah pelaku usaha harus dihukum karena melakukan suatu perjanjian atau perbuatan dengan alasan bahwa perbuatan tersebut dapat dianggap membahayakan persaingan.34 Pendekatan per se illegal dan rule of reason diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu yang dilakukan oleh pelaku usaha melanggar undang- undang persaingan usaha atau tidak.35 Kedua pendekatan ini digunakan KPPU untuk menganalisis terjadinya pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999

33 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 46 Ayat (2).

34 Ahmad Fajar Herlani, Awaliani Kharisma Septiana, Juli 2019, “Penggunaan Pendekatan Per Se Illegal Dan Rule Of Reason Dalam Penyelesaian Kasus Praktek Monopoli Dalam Pelayanan Regulated Agent Pada Pt Angkasa Pura Logistik Di Bandar Udara Sultan Hasanuddin”, Jurnal Supremasi Hukum Vol. 15 No. 2, hal. 71.

35 Ibid.

(35)

serta menindak pelaku usaha yang secara terang-terangan melanggar UU No. 5 Tahun 1999.36

Integrasi vertikal merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5/1999, yang pengaturannya diatur dalam Pasal 14. Adapun Pasal 14 menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat”.

Integrasi vertikal merupakan perjanjian yang bertujuan untuk menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/ jasa tertentu.37 Dalam menerapkan ketentuan Pasal 14, selain harus memenuhi unsur- unsur Pasal 14 (Pelaku usaha, perjanjian, pelaku usaha lain, menguasai produksi, barang/jasa, persaingan usaha tidak sehat, dan merugikan masyarakat), juga harus dibuktikan apakah akibat atau dampak dari perjanjian integrasi vertikal telah mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.38 Penjelasan lebih lanjut mengenai Pasal 14 dapat dilihat dalam Perkom No. 5/2010 tentang Pedoman Pasal 14 UU No. 5/1999.

Perjanjian tertutup (tying-in) merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha

36 Suhasril & Mohammad Taufik Makarao, 2010, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia), hal. 107.

37 Ningrum Natasya Sirait dkk, “Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha”, (Jakarta: The Indonesian Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), 2010), hal. 61.

38 KPPU, Perkom No. 5/2010 tentang Pedoman Pasal 14 (integrasi vertikal) UU No.

5/1999, hal. 5.

(36)

tidak sehat, yang pengaturannya diatur dalam Pasal 15 Ayat (2). Adapun Pasal 15 Ayat (2) menyatakan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok”.

Perjanjian tying Dalam pasal 15 Ayat (2) menjelaskan bahwa melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian tying yaitu pelaku usaha yang menjadi pemasok (sektor hulu) tidak diizinkan memberlakukan kewajiban kepada pelaku usaha lain (sebagai penerima pasokan dan/atau distributor) untuk membeli produk dan/atau jasa lain yang mempunyai karakter yang berbeda dengan produk pokoknya.39 Perjanjian tying dirumuskan secara per se illegal, yang berarti bahwa setiap pelaku usaha yang melakukan suatu praktik perjanjian tying dengan pelaku usaha lain tanpa harus melihat akibat dari praktik tersebut muncul, pasal ini sudah secara sempurna dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggarnya.

Namun, Peraturan KPPU No. 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 menyatakan bahwa untuk melarang perjanjian tertutup, termasuk perjanjian tying harus dibuktikan terlebih dahulu dampak negatifnya. Penjelasan lebih lanjut mengenai Pasal 15 Ayat (2) dapat dilihat dalam Perkom No. 5/2011 tentang Pedoman Pasal 15 UU No. 5/1999.40

Selain integrasi vertikal dan perjanjian tertutup (tying-in), diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu juga merupakan hal yang dilarang dalam UU No.

39 KPPU, Perkom No. 5/2011 tentang Pedoman Pasal 15 (perjanjian tertutup) UU No.

5/1999, hal. 12.

40 Andi Fahmi Lubis, dkk, 2017, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks Edisi Kedua, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha), hal. 128.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana secara umum diatur dalam Pasal 45 KUHP, namun keberadaan pasal tersebut

Hak pilih warga negara diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar; Pasal 2 ayat (1) Majelis

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka Majelis Haktim Tingkat Banding berpendapat, bahwa Pemohon /Pembanding adalah orang yang mampu secara finansial untuk

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

Persekongkolan tender merupakan kegiatan dilarang karena menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Akibatnya

Dakwaan tesebut merupakan rujukan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa yang menyatakan tindak pidana pencurian dengan kekerasan “(2) Diancam dengan

Penulis juga menyimpulkan bahwa pelanggaran yang dilakukan para terlapor merupakan pelanggaran penguasaan pasar yang dilakukan para pelaku usaha dalam hubungan

Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan nilai rata-rata setiap pertemuan hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa pada kelas X MIA. Rekapitulasi keseluruhan nilai