• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk. Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: YOHANNES UNGGUL NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk. Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: YOHANNES UNGGUL NIM:"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

(STUDI KASUS: PUTUSAN KPPU NO. 22/KPPU-I/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

YOHANNES UNGGUL NIM: 140200447

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

Nama : Yohannes Unggul NIM : 140200490

Judul : KAJIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PENGUASAAN PASAR YANG DILAKUKAN OLEH DISTRIBUTOR AIR MINUM DALAM KEMASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (Studi Kasus: Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil penelitian saya sendiri dan tidak menjiplak ataupun meniru hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan, Juni 2018

YOHANNES UNGGUL NIM. 140200447

(4)

Segala hormat, puji, dan syukur Penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkatNya yang melimpah dan kasih karuniaNya yang tiada berkesudahan yang selalu menguatkan serta membimbing Penulis. Ada suatu ayat dalam Alkitab yang tertulis di Keluaran 14 ayat yang ke 14 yang mengatakan bahwa “Tuhan akan berperang untuk kamu dan kamu akan diam saja”. Lantunan kalimat tersebut yang membuat Penulis merasakan berkat serta kekuatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Penguasaan Pasar yang Dilakukan Oleh Distributor Air Minum Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus: Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016)”.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis juga mendapatkan banyak bimbingan, arahan, semangat, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., M.LI. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan dan masukan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan dan masukan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

9. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Lindawaty Simanihuruk, wanita terhebat, ibunda tercinta yang tiada henti dan tiada lelah dalam mengajarkan anaknya mengenai segala sesuatu.

Karena dukungan beliau maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih sekali lagi penulis sampaikan kepada ibu. Melihat dirimu tersenyum adalah salah satu alasan mengapa skripsi ini ada;

11. Yulina Lestari dan Lita Yennifer selaku kakak dari penulis yang turut memberi semangat dan dukungan kepada penulis dalam mengerjakan tugas akhir. Semoga kita bisa cepat berkumpul lagi ya;

12. Keluarga besar Sagala dan Manihuruk yang telah memberikan semangat, doa, dan nasihat-nasihat kepada penulis;

(6)

Kak Evi Situmorang) yang turut memberi dukungan dan doa kepada penulis setiap kali penulis berjumpa dengan mereka sejak masa perkuliahan hingga sekarang. Sukses untuk kita semua, semoga kita bisa cepat berkumpul kembali. Terima kasih atas segalanya. Terima kasih, karena kalianlah kehidupan perkuliahan yang membosankan menjadi lebih memiliki variasi warna. Tuhan Yesus memberkati kalian;

14. Dian Meinar Manurung, yang telah memberi perhatian serta waktu dalam menemani dan memberi dukungan kepada penulis dalam menjalankan perkuliahan hingga tahap tugas akhir;

15. Teman-teman satu perantauan dari Jakarta (Gary Ekatama Bangun, Gian Edith Sojuaon, Tony Adam Lingga, Hans Maskulin Saragih, dan bang Wardiman Silalahi) yang selalu membuat hari-hari penulis semakin „tidak jelas‟. Senang bisa mengenal kalian, khususnya Gary Ekatama Bangun yang sudah penulis kenal sejak kelas 1 SMA. Sukses untuk kita semua, ditunggu petualangan berikutnya;

16. Sahabat Gundaling (bang Jan Sinaga, bang Yesaya Singarimbun, bang Anggie Sihotang, bang Chrispo Simanjuntak, bang Clinton Simanungkalit Yudika Sormin, Ishak, Ray, Star, Yan Reinold, dan masih banyak lagi yang penulis tidak mungkin tulis satu per satu). Terima kasih sudah memberikan tempat sebagai rumah ke dua bagi penulis. Sukses untuk kita semua, Tuhan memberkati;

(7)

Muchtar, Andre Pasaribu, Sonny Siregar, Mahmuddin, Dede Arifin, Rejeki Nainggolan, dan masih banyak lagi yang penulis tidak mungkin tulis satu per satu), terima kasih atas segala bantuan, hiburan, serta mengisi kekosongan hidup penulis selama perkuliahan;

18. Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Hukum Usu;

19. Legatura (OSIS SMAN 16 Jakarta Barat angkatan 2014) khususnya Amanda Putri Paramitha yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas literaturnya;

20. Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum USU.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2018 Penulis

Yohannes Unggul NIM. 140200447

(8)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA ... 19

A. Gambaran Umum Persaingan Usaha ... 19

1. Sejarah Hukum Persaingan Usaha ... 22

2. Pengertian Persaingan Usaha ... 30

B. Asas dan Tujuan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 ... 36

C. Metode Pendekatan Dalam Hukum Persaingan Usaha ... 38

(9)

2. Pendekatan Rule of Reason ... 41

D. KPPU Sebagai Badan Penegak Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ... 43

1. Tugas dan Wewenang ... 45

2. Tahapan Beracara Dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 49

BAB III PENGUASAAN PASAR SEBAGAI KEGIATAN YANG DILARANG DALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 ... 59

A. Perjanjian yang Dilarang ... 59

B. Kegiatan yang Dilarang Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 ... 65

C. Konsep Penguasaan Pasar ... 68

1. Pengertian Pasar ... 68

2. Struktur Pasar Dalam Konsep Persaingan Usaha ... 70

3. Penguasaan Pasar ... 75

D. Bentuk-bentuk Penguasaan Pasar ... 77

E. Akibat Hukum Penguasaan Pasar ... 82

(10)

PELANGGARAN YANG DILAKUKAN AQUA DAN

DISTRIBUTORNYA ... 86

A. Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016 ... 86

1. Kasus Posisi ... 86

2. Pertimbangan Hukum KPPU ... 88

3. Putusan ... 98

B. Analisa Hukum Terhadap Putusan Majelis Komisi Dalam Memutus Perkara No. 22/KPPU-I/2016 ... 99

BAB V PENUTUP ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(11)

Yohannes Unggul*

Mahmul Siregar**

Natasya Ningrum Sirait***

Persaingan Usaha di antara pelaku usaha yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis biasa terjadi. Dalam prakteknya perilaku persaingan usaha yang terjadi di Indonesia masih banyak yang tidak sesuai dengan Undang-undang No. 5 tahun 1999. Melalui Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016, KPPU menyatakan bahwa Aqua telah terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Pasar bersangkutan yaitu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pengumpulan data-data yang ada serta dengan penelitian kepustakaan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia khususnya penguasaan pasar sebagai kegiatan yang dilarang, dan untuk mengetahui apakah tindakan Aqua sebagai terlapor memang benar melanggar ketentuan UU No. 5/1999 atau sebaliknya.

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penguasaan pasar dalam UU No. 5/1999 merupakan penguasaan dalam arti negatif pada saat pelaku usaha menguasai pasar maka akan melakukan tindakan-tindakan anti persaingan yang bertujuan agar dapat tetap menjadi penguasa pasar dan mendapatkan keuntungan yang maksimal. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Putusan KPPU No.

22/KPPU-I/2016 yang telah memenuhi aspek hukum formiil sehingga putusan tersebut sah menurut hukum. Dari segi penalaran hukum, Majelis KPPU sudah menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada karena para terlapor terbukti memenuhi unsur Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b. Dimana para terlapor terbukti menghalang-halangi konsumen pelaku usaha pesaingnya untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya.

Kata Kunci: Persaingan Usaha, Air Minum Dalam Kemasan.

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing II

*** Dosen Pembimbing I

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pesat dunia di bidang usaha mengakibatkan pelaku usaha harus selalu mengedepankan unsur efisiensi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ilmu ekonomi memiliki prinsip yang didalamnya terkandung asas dengan pengorbanan tertentu dapat diperoleh hasil yang maksimal. Singkatnya, prinsip ekonomi menekankan panduan dalam kegiatan ekonomi untuk mencapai perbandingan rasional antara pengorbanan yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Segala macam hal dilakukan oleh pelaku usaha agar terjalannya prinsip ekonomi tersebut seperti melakukan inovasi-inovasi produk maupun jasa, melakukan perjanjian dengan perusahaan lain, penggunaan teknologi yang lebih termutakhir, hingga perbuatan-perbuatan curang yang berakibat pada kerugian konsumen maupun pelaku usaha lain.

Banyak orang memberi argumentasi bahwa persaingan yang hidup menurunkan harga barang dan meningkatkan pengalokasian sumber daya secara efisien. Persaingan juga membatasi kekuasaan bisnis dalam suatu pasar yang bersaing.1 Sejak dahulu hingga sekarang, terus bermunculan perbuatan-perbuatan curang yang dilakukan antar pelaku usaha yang biasanya terjadi karena rasa ingin menjadi yang paling unggul dan kuat di pasar. Namun terkadang keinginan tersebut tidak diikuti dengan kemampuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkannya. Sehingga demi mewujudkan

1 John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, (Jakarta: ELIPS II, 2002), hlm. 9.

(13)

cita-citanya tak jarang dilakukan berbagai macam cara untuk menarik pelanggan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya sendiri atau pemasarannya dalam menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian.

Oleh karena itu diperlukan suatu hukum untuk mengatur iklim perekonomian di Indonesia. Menurut Jeremy Bentham, hukum itu sebagai

“rangkaian perintah dan larangan yang disampaikan oleh badan atau Lembaga yang memiliki wewenang yang sah untuk membentuk hukum yang disertai sanksi atas pelanggaran terhadap perintah dan larangan tersebut”.2

Untuk menciptakan suatu undang-undang diperlukan proses yang panjang agar terciptanya norma hukum yang sesuai dengan sistem sosial yang dianut Indonesia. Hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.3

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) merupakan dasar konstitusional perekonomian di Indonesia. Orientasi perekonomian di Indonesia menganut sistem ekonomi kerakyatan4 berdasarkan instruksi UUD NRI 1945. Pasal 33 UUD NRI 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial

2 E. Sumaryono, Etika dan Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 221.

3 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.

5.

4 Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem perekonomian yang dibangun pada kekuatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan yang luas untuk masyarakat dalam berpartisipasi sehingga perekonomian dapat terlaksana dan berkembang secara baik, Rennata Hariatna,

“Pengertian Ekonomi Kerakyatan dan Ciri-cirinya”, https://dosenekonomi.com/ilmu- ekonomi/ekonomi-mikro/pengertian-ekonomi-kerakyatan, (diakses pada tanggal 24 Maret 2018).

(14)

bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.5

Ketentuan Pasal 33 UUD NRI 1945 secara lengkap menyatakan:

a. Perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasar atas asas kekeluargaan

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan

c. Bumi, air dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat indonesia

Perekonomian Indonesia berupaya menghindarkan diri dari sistem free fight liberalism6 yang mengeksploitasi manusia atau dominasi perekonomian oleh negara serta persaingan curang dalam berusaha dengan melakukan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu saja. Praktek ini muncul dalam berbagai bentuk monopoli ataupun monopsoni yang merugikan serta bertentangan dengan instruksi Pasal 33 UUD NRI 1945.7

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 5 Tahun 19998 yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan perekonomian yang kondusif dan demi tercapainya asas ekonomi kerakyatan, telah muncul harapan baru bagi bangsa Indonesia agar terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan membangun.

Ternyata masih banyak penyimpangan dan pelanggaran yang terjadi. Selama

5 Ningrum Natasya Sirait (a), Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hlm. 1.

6 Free fight liberalism merupakan sistem persaingan bebas yang saling menghancurkan dan dapat menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain sehingga dapat menimbulkan kelemahan struktural ekonomi nasional, dikutip dari “Sistem Ekonomi di Indonesia”, http://utamanyailmu.com/sistem-ekonomi-di-indonesia/ (diakses pada tanggal 24 Maret 2018)

7 Ningrum Natasya Sirait (a), op. cit, hlm. 2.

8 UU No. 5 Tahun 1999, Undang-undang tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817.

(15)

berlakunya UU No. 5/1999, dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia masih kerap diwarnai berbagai persaingan usaha tidak sehat seperti halnya masalah persekongkolan tender, penguasaan pasar, perjanjian kartel, dan perbuatan anti persaingan yang mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berkumpulnya para pelaku usaha untuk menguasai pasar adalah tindakan kolusif yang dapat mendistorsi pasar.9

Salah satu pelanggaran yang muncul dan menjadi sorotan publik adalah penguasaan pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menguasai pasar dari hulu hingga hilir. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus yang masih dalam proses pemeriksaan maupun yang sudah diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut sebagai KPPU). Pada dasarnya hukum persaingan memperbolehkan penguasaan pasar dengan persyaratan penguasaan pasar tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan cara persaingan usaha yang sehat. Tolak ukur persaingan usaha yang sehat yaitu jika para pelaku usaha bersaing meningkatkan mutu barang dan jasa dari produk masing-masing pelaku usaha, tanpa adanya penyimpangan dan perbuatan terlarang yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, salah satu parameter untuk menentukan persaingan usaha yang sehat adalah tidak adanya hambatan bagi pelaku usaha pesaing untuk masuk pasar (barrier to entry10).

Kasus pelanggaran penguasaan pasar objek perkara Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang dilakukan PT. Tirta Investama (Danone Indonesia)

9 Ningrum Natasya Sirait (b), Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan:

Pustaka Press, 2003), hlm. 16.

10 Barrier to entry adalah kegiatan yang menghalangi atau menghambat pelaku usaha lain masuk ke dalam persaingan terhadap produk barang, jasa, atau barang dan jasa yang sama. Lihat Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 233.

(16)

selaku produsen dan PT. Balina Agung Perkasa sebagai distributor merupakan bukti sikap tidak sportif dalam menjalankan usaha ataupun perdagangan dalam dunia bisnis. Kasus dengan nomor putusan 22/KPPU-I/2016 merugikan pelaku usaha pesaingnya dan dapat mematikan usaha pelaku usaha pesaingnya. Dimana dalam putusan KPPU, terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa Terlapor I dan Terlapor II melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-undang No. 5/1999 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-undang No. 5/1999. Terlapor I yaitu PT. Tirta Investama dikenakan sanksi denda sebesar Rp.13.845.450.000 (Tiga Belas Miliar Delapan Ratus Empat Puluh Lima Juta Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dan Terlapor II untuk membayar denda sebesar Rp.6.294.000 (Enam Miliar Dua Ratus Sembilan Puluh Empat Juta Rupiah). 11

Larangan yang terdapat pada Pasal 15 ayat (3) b dikaitkan dengan suatu prakondisi, yaitu pemberian insentif dalam kaitannya dengan harga atau potongan harga tertentu atas produk yang diperjualbelikan mensyaratkan bahwa pembeli produk tersebut tidak akan membeli produk yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pemasok.12 Sedangkan pasal 19 huruf a dan b dikaitkan dengan indikasi menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usahanya serta membatasi peredaran penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.13

Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke Kantor KPPU pada September 2016. Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT

11 Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016

12 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 131.

13 Ibid, hlm. 137.

(17)

Tirta Investama untuk menjual produk Le Minerale yang diproduksi PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group). Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan, apabila pedagang menjual produk Le Minerale maka statusnya akan diturunkan dari star outlet (SO) menjadi whole saler (eceran). Atas perbuatan itu, PT Tirta Fresindo Jaya selaku Pelapor ini melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2017. Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh otoritas persaingan usaha. KPPU mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat dalam industri Air Minum Dalam Kemasan Kemasan (selanjutnya disebut sebagai AMDK).14

Walaupun volume kasus penguasaan pasar yang masuk ke dalam KPPU tidak sebanyak kasus persekongkolan tender15, perilaku penguasaan pasar juga sangat merugikan bagi pelaku usaha pesaing serta konsumen. Kondisi tersebut menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam judul: “Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Penguasaan Pasar yang Dilakukan Oleh Distributor Air Minum Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Untuk itu, penulis akan membahas tentang kegiatan yang dilarang dalam hal ini penguasaan pasar, serta menganalisis Putusan KPPU Nomor: 22/KPPU- I/2016 tentang penguasaan pasar Air Minum Dalam Kemasan yang dilakukan

14 Deliana Prahita Sari dkk., Persaingan Usaha Tidak Sehat: Asal Mula Kasus Aqua versus Le Minerale, dikutip dari http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan- usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-minerale, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

15 Hingga 2017, kata Hakim, KPPU sudah menerima 2.537 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999. Sebanyak 1.278 laporan di antaranya terkait tender. Wahyudi Aulia Siregar, Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat

Paling Banyak Terjadi di Jakarta, dikutip dari

https://economy.okezone.com/read/2017/06/15/320/1717063/wah-kasus-persaingan-usaha-tidak- sehat-paling-banyak-terjadi-di-jakarta, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

(18)

oleh Aqua (PT Tirta Investama selaku produsen dan PT Balina Agung Perkasa selaku distributor) terhadap Le Minarale (PT Tirta Fresindo Jaya).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, ada beberapa pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penguasaan pasar yang dimaksud sebagai kegiatan yang dilarang dalam sudut pandang Undang-undang No. 5 Tahun 1999?

2. Bagaimanakah analisis hukum terhadap putusan KPPU Nomor: 22/KPPU- I/2016 tentang kasus pelanggaran penguasaan pasar Air Minum Dalam Kemasan yang dilakukan Aqua dan distributornya (PT. Tirta Investama dan PT. Balina Agung Perkasa) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini untuk:

1. Mengetahui Tinjauan umum mengenai penguasaan pasar yang terdapat dalam bab kegiatan yang dilarang dalam sudut pandang Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

2. Mengetahui apakah tindakan Aqua beserta distributornya memang benar bersalah karena telah melanggar ketentuan Undang-undang No. 5/1999 sesuai keputusan Majelis KPPU No. 22/KPPU-I/2016.

(19)

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Secara umum, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum persaingan usaha. Serta dapat menambah wawasan pemikiran dalam menganalisis masalah pelanggaran penguasaan pasar yang dalam hal ini dilakukan oleh Aqua dan distributornya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran penulis bagi perkembangan hukum persaingan usaha dalam memberi masukan serta penilaian kepada pemerintah terhadap peraturan perundang- undangan saat ini. Serta untuk pelaku usaha sebagai pedoman untuk menjalankan usahanya agar dapat terciptanya persaingan yang sehat. Dan tulisan ini juga memiliki manfaat bagi penulis, dengan adanya tulisan ini diharapkan penulis dapat menambah wawasannya serta pengetahuannya di bidang Hukum Persaingan Usaha.

D. Keaslian Penulisan

Sebagai tugas akhir serta syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, penulis mengajukan skripsi dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Penguasaan Pasar yang Dilakukan Oleh Distributor Air Minum

(20)

Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus: Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016)”, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dari Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 23 Februari 2018 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”

dalam arsip/dokumen skripsi yang telah ditulis oleh mahasiswa maupun alumni Universitas Sumatera Utara berkenaan dengan judul tersebut diatas.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh penulis, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat judul tersebut. Maka berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Kajian Hukum Terhadap Pelanggaran Penguasaan Pasar yang Dilakukan Oleh Distributor Air Mineral Dalam Kemasan Ditinjau Dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus: Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016)” belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan penulis.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang didasarkan pada pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang berlaku yang diperoleh dari media cetak, media elektronik, maupun bantuan dari beberapa pihak. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(21)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Monopoli

Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dana atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.16 Istilah monopoli berasal dari Bahasa Inggris, yaitu monopoly dan istilah tersebut menurut sejarahnya berasal dari Bahasa Yunani, yakni “monos polein” yang berarti sendirian menjual. Kebiasaan masyarakat di Amerika menyebut monopoli sebagai “antitrust” untuk antimonopoly atau istilah

“dominasi” yang banyak digunakan oleh orang Eropa untuk menyebut istilah monopoli. Istilah monopoli harus dibedakan dengan istilah monopolis yang berarti orang yang menjual produknya secara sendirian (monopolist).17

Pengertian monopoli secara umum adalah jika ada satu pelaku usaha (penjual) ternyata merupakan satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu, dan pada pasar tersebut tidak terdapat produk substitusi (pengganti).

Akan tetapi karena perkembangan jaman, maka jumlah satu (dalam kalimat satu- satunya) kurang relevan dengan kondisi riil di lapangan, karena ternyata banyak pelaku usaha industri yang terdiri dari lebih dari satu perusahaan mempunyai perilaku seperti monopoli. Berdasarkan kamus Ekonomi Collins yang dimaksud dengan monopoli adalah: 18

16 UU No. 5/1999, op. cit, Pasal 1 angka 1.

17 Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usahaa Antara Teks & Konteks deutch gesellschaft fur technische zusammenarbeit (GTZ), 2009, hlm. 127.

18 Ibid, hlm. 128.

(22)

“Salah satu jenis struktur pasar yang mempunyai sifat-sifat, bahwa satu perusahaan dengan banyak pembeli, kurangnya produk substitusi atau pengganti serta adanya pemblokiran pasar (barrier to entry) yang tidak dapat dimasuki oleh pelaku usaha lainnya”.

Selain itu, Black’s Law Dictionary memberikan definisi tentang monopoli dari segi yuridis sebagai berikut:

“Monopoly is a privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry out on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity.”

2. Praktek Monopoli

Selain definisi monopoli, undang-undang juga memberi perngertian dari praktek monopoli, yaitu pemusatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.19 Dari penjabaran pasal 1 angka 2 ini dapat dinilai bahwa perbuatan praktek monopoli tersebut memiliki indikasi seperti halnya pemusatan kekuatan ekonomi dimana pemusatan tersebut dapat dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha ekonomi yang menimbulkan perbuatan persaingan usaha tidak sehat hingga merugikan kepentingan umum.

3. Pelaku Usaha

Istilah pelaku usaha terdapat juga dalam UU No. 5/1999. Dimana pasal 1 angka 5 menjelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

19 UU No. 5/1999, op. cit, pasal 1 angka 2.

(23)

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Klasifikasi menurut sistematik undang-undang terhadap subyek hukum yang melakukan kegiatan usaha, yaitu apakah yang bersangkutan dianggap perorangan atau badan hukum, tidak berpengaruh disini. Ini nyata dalam formulasi undang- undang tersebut melalui kalimat “orang perorangan atau badan usaha”.

Pengecualian hanya terdapat dalam Pasal 50 Huruf I UU No. 5/1999, yang mengecualikan usaha koperasi dari jangkauan undang-undang, sepanjang kegiatan koperasi tersebut secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pengecualian tersebut tidak bermaksud mengecualikan sama sekali koperasi dari jangkauan UU No. 5/1999, akan tetapi hanya apabila kegiatannya bertujuan mengabdi kepada kesejahteraan umum anggotanya, yaitu apabila terdapat upaya pengembangan koperasi terhadap anggotanya.20

4. Persaingan usaha tidak sehat

Ketentuan ini terdapat pada Pasal 1 angka 6 UU No. 5/1999 yang menjabarkan pengertian persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Menurut sistematik Pasal 1 angka 6 UU No.

5/1999, persaingan usaha tidak sehat ditandai tiga alternatif kriteria, yaitu21:

20 Knud Hansen dkk, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Jakarta: Deutsche gesellschaft für technische zusammenarbeit (GTZ), 2002), hlm. 50.

21 Ibid, hlm. 61.

(24)

a. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara tidak jujur, b. Melawan hukum dan

c. Menghambat persaingan usaha.

5. Pasar Bersangkutan

Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.22 Pengertian pasar bersangkutan berdasarkan Pasal 1 angka 10 diatas menekankan pada konteks horizontal yang menjelaskan posisi pelaku usaha beserta pesaingnya. Cakupan pasar bersangkutan dalam UU No. 5/1999 dapat dikategorikan dalam dua perspektif, yaitu pasar berdasarkan geografis dan pasar berdasarkan produk. Pasar berdasarkan cakupan geografis terkait dengan jangkauan dan/atau daerah pemasaran. Sementara, pasar berdasarkan produk terkait dengan kesamaan, atau kesejenisan dan/atau tingkat substitusinya.23

Definisi istilah “pasar bersangkutan” berdasarkan Pasal 2 I Huruf c UNCTAD Model Law: “Pasar bersangkutan” menunjuk kepada sektor perdagangan yang mengalami hambatan persaingan usaha dan menunjuk kepada daerah geografis pasar bersangkutan, didefinisikan agar meliputi semua barang dan jasa yang dapat mensubstitusi, serta semua pesaing di daerah berdekatan yang

22 UU No. 5/1999, op. cit, Pasal 1 angka 10.

23 Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2009 tentang pedoman penerapan pasal 1 angka 10 tentang pasar bersangkutan berdasarkan undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(25)

dapat dihubungi pembeli apabila hambatan atau penyalahgunaan tersebut mengakibatkan kenaikan harga yang berarti”.24

6. Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar merupakan keinginan dari sebagian besar pelaku usaha, karena melalui penguasaan pasar pelaku usaha dapat mewujudkan efisiensi biaya atau menjamin pasokan bahan baku atau produk untuk mencapai skala ekonomi.

Dalam UU No.5/1999 terdapat bentuk kegiatan yang dilarang yaitu penguasaan pasar. Namun, UU No.5/1999 tidak menentukan pengertian penguasaan pasar, namun demikian penguasaan pasar ini adalah kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 UU No.5/1999. Di samping dilarangnya penguasaan pasar yang besar oleh satu atau sebagian kecil pelaku usaha pasar, juga dilarang penguasaan pasar secara tidak adil, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau praktik persaingan usaha tidak sehat.25

F. Metode Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian, diperlukan metode sebagai suatu tipe pemikiran yang secara sistematis untuk memperoleh data kredibel dan akurat.

Oleh karena itu metode yang dipergunakan dalam penelitian sangatlah menentukan hasil akhir. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

24 Knud Hansen dkk, op. cit, hlm. 93-94.

25 Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm. 383.

(26)

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian normatif yang bersifat kualitatif. Metode normatif digunakan untuk meneliti penguasaan pasar dihubungkan dengan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif artinya tidak mementingkan data secara kuantitas tetapi lebih menekankan kepada analisis pendalaman. Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian perpustakaan karena penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian ini memiliki sifat deskriptif yang menurut Soerjono Soekanto yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru.26

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menganalisa permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penulis juga menggunakan pendekatan kasus (Case Approach) yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. Kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum,

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2014), hlm.10.

(27)

serta menggunakan hasil analisis untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.27

2. Data yang digunakan

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain: Undang-Undang, yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Pasal 1 angka 10 UU No. 5/1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1/2010 mengenai Tata Cara Penanganan Perkara.

b. Bahan hukum sekunder, berupa Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016, buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, koran, majalah, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana hukum dan ekonomi, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh penulis baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang penulis gunakan seperti kamus hukum, majalah, serta bahan- bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

27 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 321.

(28)

3. Analisa Data

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data-data yang ada, maka penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisa data yang dilakukan penulis adalah bersifat kualitatif, yaitu dengan:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

b. Melakukan penelitian terhadap bahan-bahan hukum yang relevan agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk penulisan yang lebih terarah dan lebih mudah untuk dipahami, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur. Secara sistematis, penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:

Bab satu merupakan bab pendahuluan. Adapun pendahuluan tersebut berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

(29)

Bab dua menguraikan tentang Tinjauan Umum Persaingan Usaha di Indonesia. Bab Terdiri dari 4 bagian, yaitu mengenai gambaran umum persaingan usaha, asas dan tujuan UU No. 5/1999, Metode pendekatan dalam Hukum Persaingan Usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai badan Penegak Hukum persaingan usaha di Indonesia.

Bab tiga menggambarkan tentang penguasaan pasar dalam UU No.

5/1999. Pada bab ini, akan membahas penguasan pasar secara keseluruhan dalam sudut pandang UU No. 5/1999. Terdiri dari 4 sub bab yaitu Kegiatan yang dilarang, konsep penguasaan pasar, bentuk-bentuk penguasaan pasar, dan akibat hukum penguasaan pasar.

Bab empat menguraikan tentang Analisis terhadap putusan KPPU No.

22/KPPI-I/2016. Merupakan hasil analisis hukum yang berfokus pada pelanggaran penguasaan pasar, bab ini juga menjabarkan kasus posisi, pertimbangan hukum KPPU, serta Putusan Majelis.

Pada bab terakhir yaitu bab lima akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Gambaran Umum Persaingan Usaha

Indonesia sudah cukup dikenal dengan kebudayaannya yang berorientasi pada kebersamaan, gotong royong. Hal-hal tersebut merupakan nilai hidup pada kehidupan masyarakat. Bersaing kerap dikatakan kegiatan yang bersifat individualistis dan hanya berorientasi pada kepentingan sepihak dengan cara melakukan berbagai cara dan upaya semaksimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang sebesar besarnya. Pandangan tersebut menjadi salah apabila dilakukan dengan cara yang tidak jujur.28

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa terminologi

„persaingan‟ berasal dari kata dasar „saing‟ yang memiliki dua makna. Pertama, artinya “perihal berlomba (bersaing); konkurensi”. Dan kedua, artinya “suatu usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan perseorangan (perusahaan, negara pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan, dan lain sebagainya)”29. Istilah persaingan pada umumnya adalah suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. 30

28 Ningrum Natasya Sirait (a), op.cit, hlm. 14-15.

29 Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari http://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 23 Mei 2018.

30 Pengertian persaingan dan contohnya, dikutip dari

http://artikelsiana.com/2015/06/pengertian-persaingan-competition-contoh.html, diakses pada tangga 23 Mei 2018.

(31)

Sesungguhnya, bersaing bukanlah sesuatu yang harus dihindarkan.

Disamping mendapat kesempatan untuk melihat dan sekaligus mendapatkan hasil yang terbaik dari suatu persaingan, banyak hasil positif yang ditemukan dalam persaingan. Fenomena ini sering muncul secara alamiah diantara para pelaku bisnis di dunia usaha. Persaingan memang timbul secara natural demi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya dari masyarakat konsumen produknya merupakan tujuan utama dari para pelaku usaha.31

Pada dasarnya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen merupakan hubungan yang bersifat ketergantungan, karena pelaku usaha membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan, dan sebaliknya konsumen juga kebutuhannya sangat bergantung dari pelaku usaha. Kebutuhan kedua pihak tersebut dapat menciptakan hubungan yang bersifat terus-menerus dan berkesinambungan, sesuai dengan tingkat ketergantungan akan kebutuhan yang tidak terputus-putus.32

Dalam aktivitas bisnis dapat dipastikan terjadi persaingan diantara pelaku usaha. Pelaku usaha akan berusaha menciptakan, mengemas, serta memasarkan produk yang dimilikinya sebaik mungkin agar diminati dan dibeli oleh konsumen.

Persaingan dalam usaha dapat berimplikasi positif, sebaliknya dapat juga menjadi negatif jika dijalankan dengan perilaku negatif dan sistem ekonomi yang menyebabkan tidak kompetitif.33

31 Ibid, hlm. 15.

32 Amad Sudiro, “Nilai Keadilan Pada Hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen Dalam Hukum Transportasi Udara Niaga” dalam Amad Sudiro dan Deni Bram (ed), Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional & Internasional), (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 7.

33 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.8.

(32)

Indonesia bukan hanya negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga negara demokrasi terbesar di Asia. Dengan populasi lebih dari 250 juta orang, bukan hal yang mudah bagi pemerintah untuk membuat lapangan pekerjaan demi tercapainya kesejahteraan rakyat. Hal tersebut juga merupakan salah satu faktor munculnya sikap persaingan untuk mendapatkan suatu lapangan pekerjaan.34

Indonesia yang sedang dalam tahap liberalisasi ekonomi dan tengah beradaptasi terhadap ekonomi pasar saat ini sedang banyak mengadakan deregulasi dalam berbagai perundangan. Hukum Persaingan adalah suatu elemen yang esensial dalam perekonomian modern sehingga kebutuhan akan Hukum Persaingan merupakan kebutuhan akan adanya suatu “code of conduct” yang mengarahkan pelaku usaha untuk bersaing secara sehat. Disamping memberikan landasan bagi persaingan usaha maka negara juga mempunyai objektivitas bahwa kebijakan persaingan adalah untuk menjaga kelangsungan proses kebebasan persaingan itu sendiri yang diasosiasikan dengan freedom of trade (kebebasan berusaha), freedom of choice (kebebasan untuk memilih) dan access to market (terobosan memasuki pasar).35

Para ekonom dan praktisi hukum persaingan sepakat bahwa umumnya persaingan menguntungkan bagi masyarakat. Pembuat kebijakan persaingan pada berbagai jenjang pemerintahan perlu memiliki pemahaman yang jelas mengenai keuntungan persaingan, tindakan apa saja yang dapat membatasi maupun mendorong persaingan dan bagaimana kebijakan yang mereka terapkan dapat

34 Tulus Tambunan, Competition Law and SMEs in Indonesia, http://cambridge.org/core/books/competition-law-regulation-and-smes-in-the-

asiapacific/competition-law-and-smes-in-indonesia/D971F42FD206478DD81F10B2BDE358DE, diakses pada tanggal 13 Maret 2018.

35 Ningrum Natasya Sirait (a), op. cit, hlm. 17.

(33)

berpengaruh terhadap proses persaingan. Pemahaman ini akan membantu pembuat kebijakan untuk bisa mengevaluasi dengan lebih baik apakah kebijakan tertentu, misalnya dalam hukum persaingan usaha atau perdagangan menciptakan suatu manfaat luas bagi rakyat.36

Sebelum mengenal persaingan usaha di Indonesia lebih lanjut, alangkah baiknya mempelajari sejarahnya terlebih dahulu. Karena sejarah diperlukan untuk menjabarkan serta membahas suatu variabel yang ada, yang berguna untuk mengetahui asal usul variabel tersebut sehingga dapat dimengerti eksistensinya.

1. Sejarah Hukum Persaingan Usaha

Indonesia baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaigan usaha, setelah atas inisiatif DPR disusun RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut akhirnya disetujui dalam sidang paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan. Setelah seluruh prosedur legislasi terpenuhi, akhirnya Undang-undang tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani Presiden Bachruddin Jusuf Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu tahun setelah diundangkan.

Sebelumnya persaingan usaha tidak sehat dan tindak pidana monopoli, diatur baik secara eksplisit maupun implisit dalam berbagai perundang-undangan

36 Andi Fahmi Lubis, op. cit, hlm. 3.

(34)

yang ada. Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengatur persaingan usaha di Indonesia37;

a. Pasal 382 bis W.V.S (KUHP)

“Barangsiapa mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu diancam karena persaingan curang dengan pidana paling lama satu (1) tahun empat bulan atau denda paling banyak Rp.13.500,00 jika hal itu dapat menimbulkan kerugian bagi saingannya sendiri atau saingan orang lain.”

b. Pasal 1365 KUHPerdata

“Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan suatu kerugian tersebut karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”

c. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Upaya pencegahan terhadap terjadinya praktik monopoli dan usaha tidak sehat terdapat dalam ketetapan-ketetapan MPR, yaitu:

1) Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 tentang GBHN bidang pembangunan ekonomi.

2) Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi pada Sub Bidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah.

3) Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1983 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Sub Bidang Usaha Swasta Nasional dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah

37 Mustafa Kamal Rokan, op. cit, hlm. 21.

(35)

4) Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1988 tentang GBHN pada Bidang Pembangunan Ekonomi Sub Bidang Dunia Usaha Nasional.

5) Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang GBHN pada Bidang Pembangunan Ekonomi Sub Bidang Usaha Nasional.

6) Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN pada kondisi umum

d. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria

Pada pasal 13 ayat (2) UU No. 5/1960 tentang Pokok Agraria menentukan pemerintah harus mencegah usaha-usaha dari organisasi- organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Dalam ayat 3 disebutkan bahwa monopoli pemerintah dalam lapangan agrarian dapat diselenggarakan asal dilakukan berdasarkan undang- undang.

e. Undang-undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian

“Dalam pasal 7 memuat ketentuan tentang kewenangan pemerintah untuk melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri untuk: (1) mewujudkan pengembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna, (2) mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan tidak jujur, (3) mencegah pemutusan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.”

f. Pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 14 Tahun 1997

(36)

Pasal 81 dan 82 berintisarikan melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar milik orang lain atau milik badan hukum untuk barang dan jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan. Menurut pasal 83 perbuatan yang diatur dalam pasal 81 dan 82 merupakan kejahatan.

g. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

Pada Pasal 15 (1) disebutkan, merger dan konsolidasi hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Menteri Keuangan.

h. Undang-undang No, 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Dalam Undang-undang ini khususnya Bab VII Pasal 102 hingga 109 yang mengatur mengenai penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi).

i. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

Undang-undang ini menyatakan pemerintah harus menjaga iklim usaha dalam kaitannya dengan persaingan dengan membuat peraturan- peraturan yang diperlukan. Untuk melindungi usaha kecil, pemerintah juga harus mencegah pembentukan struktur pasar yang mengarah pada pembentukan monopoli, oligopoli, dan monopsoni.

j. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Dalam Pasal 10 melarang adanya ketentuan yang menghambat adanya persaingan sehat dalam pasar modal.

k. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

(37)

Dalam pasal 4 (b) disebutkan bahwa penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan, hanya dapat dilakukan dengan memerhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha.

Latar belakang yang mendorong penyusunan undang-undang antimonopoli adalah perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dengan pemerintah Republik Indonesia, pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut, IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara Republik Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Hal ini menyebabkan diperlukannya undang-undang antimonopoli.38

Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting dalam mendorong pemerintah untuk melakukan deregulasi pada beberapa materi perundang-undangan baru khususnya yang menyangkut mengenai persaingan usaha. Walaupun ditentang sebagian pihak, tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa peran IMF sebagai bagian dari Letter of Intent cukup signifikan dalam menentukan beberapa perubahan yang terjadi terutama dalam kebijakan perekonomian dan hukum. Beberapa diantara butir-butir kesepakatan Letter of Intent tersebut yang menyentuh dalam persaingan usaha adalah39:

a. Butir (31) bulan November, pemerintah menyusun strategi ambisius untuk reformasi structural yang bertujuan untuk membawa ekonomi kembali kearah pertumbuhan yang cepat dengan mengubah ekonomi biaya tinggi ke ekonomi lebih terbuka, kompetitif, dan efisien. Untuk mencapai perubahan itu strategi yang ditujukan untuk liberalisasi

38 Ibid, hlm. 12

39 Natasya Ningrum Sirait, op. cit, hlm. 8.

(38)

perdagangan dan investasi asing, deregulasi kegiatan domestic dan mempercepat program swastanisasi. Pada saat yang bersamaan, dipertimbangkan langkah-langkah lanjutan untuk menghadapi kemiskinan.

b. Butir (32) pemerintah sudah menyiapkan strategi ekonomi yang lebih terbuka dan meningkatkan daya saing dengan mencabut monopoli Bulog untuk produk gandum, kedelai, bawang putih. Importir diperkenankan menjual seluruh produk ini di pasar dalam negeri, kecuali gandum. Untuk mempermudah penyesuaian ongkos bagi petani, tarif yang saat ini masih dibatasi 20% akan diturunkan sampai 5% pada tahun 2003.

c. Butir (33) Harga Patokan Sementara (HPS) semen dihapus serta penurunan harga bahan-bahan konstruksi pada bulan November. Tarif produk kimiia akan diturunkan menjadi 5% mulai 1 Januari 1998, sedangkan untuk barang metal dan baja akan dimulai sejak 1 Januari 1999. Dengan demikian tarif maksimum produk-produk ini ditargetkan mencapai 10% pada tahun 2003.

d. Butir (41) terhitung sejak 1 Februari 1998 para pedagang produk- produk pertanian seperti cengkeh, jeruk, dan vanilla akan memiliki kebebasan membeli, menjual, komoditinya tanpa ada batasan wilayah.

Cengkeh, para pedagang bisa membeli dan menjualnya dengan harga bebas, dan BPPC akan dibubarkan pada bulan Juni 1998.

e. Butir (43) monopoli Bulog akan dibatasi pada beras. Efektif sejak 1 Februari 1998, semua pedagang akan diizinkan untuk mengimpor gula dan memasarkannya pada pasar domestik, dan petani akan dibebaskan dari ketentuan formal dan informal untuk menanam tebu.

Perjanjian tersebut memang bukan satu-satunya alasan penyusunan undang-undang antimonopoli. Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai perlunya perundang-undangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta berusaha

(39)

untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta pasar keuangan.40

Kalangan konglomerat tersebut bahkan menikmati perlindungan undang- undang melalui serangkaian kartel untuk semen, kaca, kayu, serta penetapan harga semen, gula, dan beras, pengaturan akses ke pasar untuk kayu dan kendaraan bermotor, lisensi istimewa untuk pajak pabean, dan kemudahan kredit dalam sektor industri pesawat dan mobil.41 Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran ekonomi yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk membangun suatu perekonomian yang bersaing.42

Disadari juga hal-hal yang merupakan dasar pembentukan setiap undang- undang antimonopoli, yaitu justru pelaku usaha itu sendiri yang cepat atau lambat melumpuhkan dan menghindarkan dari tekanan persaingan usaha dengan melakukan perjanjian atau penggabungan perusahaan yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan posisi kekuasaan ekonomi untuk merugikan pelaku usaha yang lebih kecil. Disadari adanya keperluan bahwa negara menjamin keutuhan proses persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha dengan menyusun undang-undang, yang melarang pelaku usaha mengganti hambatan perdagangan oleh Negara yang baru saja ditiadakan dengan hambatan persaingan swasta.43

Fenomena diatas berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambilan keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara

40 Ibid, hlm. 13.

41 Suyud Margono, Hukum Antimonopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 26.

42 Andi Fahmi Lubis, loc.cit.

43 Ibid.

(40)

langsung maupun tidak langsung, sehingga makin memperburuk keadaan, serta cenderung menunjukkan corak yang monopolistik. Para pelaku usaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak pada kesenjangan sosial. Dengan memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.44

Tahun-tahun awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa keprihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. Dengan berbagai cara mereka berusaha mempengaruhi berbagai kebijakan ekonomi pemerintah sehingga mereka dapat mengatur pasokan atau supply barang dan jasa serta menetapkan harga-harga secara sepihak yang tentu saja menguntungkan mereka.45

Koneksi yang dibangun dengan birokrasi Negara membuka kesempatan luas untuk menjadikan mereka sebagai pemburu rente. Apa yang mereka lakukan sebenarnya hanyalah mencari peluang untuk menjadi penerima rente (rent seeking) dari pemerintah yang diberikan dalam bentuk lisensi, konsesi, dan hak- hak istimewa lainnya. Kegiatan pemburuan rente tersebut, oleh pakar ekonomi

44 Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.

11.

45 Andi Fami Lubis, loc.cit.

(41)

William J. Baumol dan Alan S. Blinder dikatakan sebagai salah satu sumber utama penyebab infisiensi dalam perekonomian.46

2. Pengertian Persaingan Usaha

Persaingan atau „competition’ dalam Bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai “a struggle or contest between two or more persons for some objects”. Dalam memperhatikan terminology persaingan usaha tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur dua pihak atau lebih yang terdapat dalam upaya saling mengungguli dan adanya kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.47

Terdapat berbagai istilah yang dikenal dan sering digunakan untuk menunjuk instrumen hukum yang mengatur persaingan dan monopoli, yakni sebagai berikut48:

a. Hukum anti Monopoli atau Undang-undang Anti Monopoli (Antimonopoly Law) yang berisi ketentuan-ketentuan untuk menentang atau meniadakan monopoli

b. Hukum Antitrust atau Undang-undang Antitrust (Antitrust Law) secara hakiki istilah hukum anti monopoli. Keduanya dipakai untuk menunjuk ketentuan-ketentuan hukum yang ditujukan untuk meniadakan monopoli.

46 William J. Baumol dan Alan S Bliner, Economic, Principles and Policy, 3rd ed.

(Florida: Harcourt Brace Jovanovich Publisher Orlando, 1985) p.550 dalam Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks (Jakarta: GTZ, 2009), hlm. 13.

47 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 13.

48 Ibid, hlm. 30

(42)

c. Hukum Persaingan (Competition Law)

Hukum persaingan merupakan instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan, yaitu mengatur sedemikian rupa sehingga tidak menjadi sarana untuk mendapatkan monopoli.

d. Hukum Praktik-Praktik Perdagangan Curang (Unfair Trade Practices Law) dimana istilah ini secara khusus memberi penekanan pada persaingan di bidang perdagangan.

e. Hukum Persaingan Sehat (Fair Competition Law), merupakan istilah yang memiliki pengertian yang sama dengan Competition Law.

Perbedaannya adalah secara sekilas istilah ini menegaskan bahwa yang ingin dijamin adalah persaingan yang sehat.

Dengan melihat istilah tersebut diatas, istilah-istilah tersebut pada dasarnya membahas tentang pencegahan atau peniadaan monopoli. Lalu membahas mengenai terjadinya persaingan yang sehat. Kemudian larangan persaingan yang tidak jujur. Istilah yang lebih sering digunakan adalah “hukum persaingan usaha” yang mencakup ketentuan-ketentuan anti monopoli maupun ketentuan persaingan dalam bidang usaha.

Persaingan sering dikonotasikan negatif yang berkorelasi dengan mementingkan kepentingan sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan economic freedom

(43)

(kebebasan ekonomi) dalam menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan.49

Kamus lengkap Ekonomi yang ditulis oleh Christoper Pass dan Bryan Lowes mengartikan Competition Law sebagai bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjijan perdagangan yang membatasi praktik anti persaingan.50 Dari pengertian diatas, Hermansyah menyimpulkan bahwa hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha.51

Adapun Black Law‟s Dictionary memberikan pengertian persaingan atau persaingan usaha sebagai the effort or action of two or more commercial interest to obtain the same business from third parties. Dengan memperhatikan terminologi „persaingan‟ di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur yaitu adanya dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli dan ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.52

Undang-undang No. 5/1999 memberikan pengertian persaingan usaha tidak sehat dalam pasal 1 angka 6 sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

49 Ningrum Natasya Sirait (a), op. cit, hlm. 50.

50 Christoper Pass & Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, ed. 2, (Jakarta: Erlangga, 1994) dalam Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008), hlm. 2

51 Hermansyah, op. cit, hlm. 2.

52 Arie Siswanto, op.cit, hlm. 13.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Persekongkolan tender merupakan kegiatan dilarang karena menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Akibatnya

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana

DEDI menjemput 2 (dua) orang cewek TIARA dan SARI untuk dibawa ke lokalisasi Pulau Bay Bengkulu. b) Terdakwa III menjelaskan, benar orang yang menjadi korban dalam

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

yuridis yang cukup berarti dalam perkembangan jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 12 dengan tegas mengatur bahwa satuan rumah susun dapat dijaminkan dengan ikatan

Adapun yang menjadi rumusan masalah penulisan ini adalah bagaimana pengetahuan tradisional dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, bagaimana pengaturan mengenai

Dakwaan tesebut merupakan rujukan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa yang menyatakan tindak pidana pencurian dengan kekerasan “(2) Diancam dengan