• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGUASAAN PASAR SEBAGAI KEGIATAN YANG

B. Analisa Hukum Terhadap Putusan Majelis Komisi Dalam

Dari putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016, Majelis menyatakan bahwa Terlapor I (PT Tirta Investama) dan Terlapor II (PT Balina Agung Perkasa) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b UU No. 5/1999. PT Tirta Investama dikenakan denda sebesar Rp.13.845.450.000 (tiga belas miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) dan PT Balina Agung Perkasa dikenakan denda sebesar Rp.6.294.000.000 (enam miliar dua ratus Sembilan puluh empat juta rupiah).

Dari Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016 dan denda yang diberikan KPPU kepada masing-masing terlapor, maka penulis akan memberikan Analisa hukum secara yuridis berdasarkan norma hukum yang ada yaitu sesuai dengan dasar hukum UU No. 5/1999. Apakah sanksi yang diberikan KPPU sudah sesuai norma hukum atau tidak. Namun, penulis tidak akan menyentuh perbuatannya yang melanggar pasal 15 ayat (3) huruf b, karena fokus sasaran penulis sekarang adalah tindakan penguasaan pasarnya.

Terlapor I dan Terlapor II melanggar Pasal 19 huruf a dan b UU No.

5/1999 yang berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya

untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;”

Penulis akan membahas huruf a terlebih dahulu dimana terdapat beberapa unsur didalam Pasal 19 huruf a yaitu:

a. Pelaku usaha

Unsur ini memiliki Batasan pengertian yang terdapat pada Pasal 1 angka 5 UU No. 5/1999 yang berbunyi:

“Pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui

perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”

Pasal ini memiliki unsur:

1) Orang atau Badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, Orang atau Badan Usaha tersebut adalah:

a) PT Tirta Investama (Terlapor I)

merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan Nomor 142 tanggal 16 Juni 1994 yang dibuat oleh Rachmat Santoso, S.H., Notaris di Jakarta dan terakhir diubah dengan akta perubahan Nomor 21 tanggal 08 Juni 2017 yang dibuat oleh Linda Herawati, S.H., Notaris di Jakarta Pusat serta telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.03-0144329 Tahun 2017 dicetak pada tanggal 09 Juni 2017.

b) PT Balina Agung Perkasa (Terlapor II)

merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan Nomor 33 tanggal 8 Juli 1999 yang dibuat oleh Dr. Purbandari, S.H., M.Hum., MM., M.Kn.

Notaris di Jakarta dan terakhir diubah dengan akta perubahan Nomor 09 tanggal 15 Oktober 2016 yang dibuat oleh Rahyu

Minarti, S.H., Notaris di Jakarta Pusat serta telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.03-0091305 Tahun 2016 Tanggal 20 Oktober 2016.

2) Unsur melakukan kegiatan usaha di bidang ekonomi

PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa adalah Perseroan Terbatas dengan bidang usaha di pasar air minum dalam kemasan (AMDK). Dimana Terlapor I sebagai produsen dan Terlapor II sebagai Distributor. Jadi, unsur melakukan kegiatan usaha di bidang ekonomi telah terpenuhi.

b. Praktek Monopoli dan atau Persaingan Usaha Tidak Sehat

Praktek Monopoli diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 5/1999 yang berbunyi:

“Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Persaingan Usaha tidak sehat diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No.

5/1999:

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”

Dalam hal ini, Terlapor I dan Terlapor II dinyatakan melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa menolak pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan dan menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Penulis sependapat dengan Majelis bahwa perilaku para terlapor ini dapat dikategorikan sebagai hambatan persaingan usaha.

Bahwa prilaku para terlapor yang melarang pedagang SO untuk tidak menjual produk Le minerale berdampak pada produk Le minerale selaku pesaing terdekat dari AQUA menjadi tidak tersedia lagi setidak-tidaknya di toko pedagang yang dilarang (availability product) menjadi tidak ada.

c. Unsur menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan

Berdasarkan alat bukti yang diperoleh selama proses persidangan, yaitu komunikasi dua arah oleh Terlapor I dan Terlapor II melalui e-mail, serta kesaksian para saksi di persidangan yang menyatakan pernah dilarang oleh Terlapor II untuk menjual Air Mineral merek Le Minerale dan juga para saksi yang mengaku telah mengalami degradasi toko yang telah di copot dari Star Outlet, Majelis Komisi menilai telah terbukti adanya perilaku Para Terlapor terhadap para Sub-Distributor untuk tidak menjual produk Le Minerale yang diproduksi oleh PT Tirta Fresindo Jaya sehingga perilaku para terlapor dapat dikategorikan sebagai tindakan menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha

yang sama pada pasar bersangkutan. Dengan demikian unsur menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan Terpenuhi.

Dari unsur-unsur diatas, penulis menyimpulkan bahwa perilaku para terlapor memenuhi segala unsur yang terdapat di pasal 19 huruf a. Para terlapor terbukti melakukan penolakan dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu (PT Fresindo Jaya, produsen AMDK Le Minerale) untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan. Penulis mengambil kesimpulan berdasarkan alat bukti yang didapat selama persidangan dimana Terlapor I dan Terlapor II melakukan perjanjian agar Terlapor II mengancam para sub-distributor untuk tidak memasarkan produk Le Minerale dengan ancaman degradasi toko.

Perjanjian tersebut diketahui karena adanya Surat Elektronik (email) antara karyawan Terlapor I dengan karyawan Terlapor II serta keterangan para saksi yang dihadirkan selama persidangan.

Kemudian penulis akan mengkaji pelanggaran Pasal 19 huruf b UU No.

5/1999 yang dilakukan Terlapor I dan Terlapor II. Berikut bunyinya:

“menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;”

Terdapat beberapa unsur di dalam Pasal 19 huruf b ini, yakni:

a. Unsur Pelaku Usaha

Yang dimaksud pelaku usaha sesuai Pasal 1 angka 5 UU No. 5/1999 sudah diuraikan sebelumnya pada kajian Pasal 19 huruf a. Yang dimaksud

Pelaku Usaha dalam perkara ini adalah PT Tirta Investama (Terlapor I) dan PT Balina Agung Perkasa (Terlapor II). Dengan demikian unsur ini terpenuhi.

b. Unsur melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain

Bahwa Terlapor I dan Terlapor II secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha untuk memasarkan barang yang diproduksi oleh Terlapor I.

Hal ini dibuktikan dalam rantai distribusi Terlapor I dan penunjukan Terlapor II sebagai distributor Terlapor I berdasarkan pada perjanjian penunjukan (exclusive agreement) sebagai distributor. Hal tersebut diperkuat dengan pengakuan Presiden Direktur Terlapor I (Corine Daniele Tap) dalam Sidang Majelis Komisi Tanggal 26 Oktober 2017. Dengan demikian unsur melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain terpenuhi.

c. Unsur Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaing untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya

Berkaitan dengan peran Terlapor I dalam pelaksanaan mekanisme degradasi toko, terdapat beberapa bukti dalam persidangan yang memperkuat unsur ini. Surat Elektronik (email) antara karyawan Terlapor I dengan karyawan Terlapor II merupakan bukti perjanjian yang dilakukan para terlapor untuk melarang Sub-Distributor memasarkan produk pelaku usaha pesaingnya (Le Minerale). Serta beberapa fakta persidangan dari beberapa saksi juga menguatkan dugaan pelanggaran tersebut. Dengan

demikian, penulis menyimpulkan bahwa perilaku para terlapor tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan menghalangi konsumen atau pelanggan produk Le Minerale yang diproduksi pesaing Terlapor I.

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa majelis hakim sudah tepat dalam mengambil keputusan. Terlapor I dan Terlapor II terbukti bersalah.

Karena segala unsur yang terdapat dalam Pasal 19 huruf a dan b tentang penguasaan pasar telah terpenuhi.

Penulis juga menyimpulkan bahwa pelanggaran yang dilakukan para terlapor merupakan pelanggaran penguasaan pasar yang dilakukan para pelaku usaha dalam hubungan secara vertical dimana para pelaku usaha tersebut terbukti menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha pada pasar bersangkutan serta menghalangi pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya bukti berupa surat elektronik antara Terlapor I dan Terlapor II yang melakukan pernjanjian untuk melaksanakan degradasi toko terhadap sub-distributor yang memasarkan produk Le Minerale sehingga bukti tersebut merupakan pelanggaran perjanjian tertutup dalam Pasal 15 angka 3 huruf b.

Kemudian, di dalam Putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016 terdapat sanksi administratif yang diberikan kepada masing-masing terlapor. Menurut pedoman Pasal 47 UU No.5/1999, Tindakan administratif denda merupakan usaha untuk mengambil keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang dihasilkan dari tindakan anti persaingan. Selain itu denda juga ditujukan untuk menjerakan pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh calon

pelanggar lainnya. Menurut penulis, penjatuhan sanksi administratif ini sudah sesuai dengan norma yang ada sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat 2 huruf g UU No. 5/1999, “komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 (Dua puluh lima miliar rupiah).

Menurut pandangan penulis, KPPU dalam meniliti dan menindaklanjuti perkara ini seharusnya tidak langsung memproses dugaan pelanggaran tersebut.

Dimana KPPU terkesan terburu-buru dalam menyusun dugaan pelanggaran.

Sehingga yang menjadi lawan Aqua merupakan KPPU sendiri bukannya pelaku usaha lain yang dirugikan dari perilaku para Terlapor (Le Minerale). Ditambah lagi kasus pelanggaran ini menurut penulis tidak terlalu besar dan masih masuk skala kecil karena pasar bersangkutannya adalah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) tidak seperti kasus-kasus lainnya seperti contohnya kasus Temasek maupun yang baru-baru ini terjadi yaitu tindakan kartel yang dilakukan Yamaha dan Honda.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penguasaan pasar merupakan salah satu kegiatan yang dilarang yang terdapat dalam UU No. 5/1999. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan oleh pelaku usaha yang cenderung menguasai pangsa pasar. Dimana pelaku usaha yang memiliki nama besar dalam pasar bersangkutan, cenderung melakukan perbuatan menyimpang agar dia bisa tetap menjadi penguasa pasar (market power) dan bisa menjadi price setter dalam suatu pasar. Pengaturan mengenai penguasaan pasar terdapat dalam Pasal 19 UU No.5/1999 yang terdiri dari 4 poin. Poin pertama yang mengatur tentang penolakan pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan (refuse to deal). Poin kedua mengenai penghalangan terhadap konsumen pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Kemudian yang ketiga mengenai pembatasan peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Dan yang terakhir pengaturan tentang larangan melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5/1999 ini memiliki beberapa bentuk yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Pengaturan kegiatan yang dilarang ini bertujuan untuk menghukum para pelaku usaha yang memiliki perilaku anti persaingan dalam

berusaha. Akibat hukum dalam penguasaan pasar diatur dalam Bab 8 mengenai sanksi Pasal 47 dan 48 UU No. 5/1999. Dimana terdapat sanksi administratif serta sanksi pidana.

2. PT Tirta Investama dan PT Balina Agung Perkasa terbukti secara sah melanggar Pasal 15 ayat 3 huruf b dan pasal 19 huruf a dan b sebagaimana dalam putusan KPPU No. 22/KPPU-I/2016 berdasarkan terpenuhinya segala unsur yang terdapat dalam pasal 15 ayat 3 huruf b dan pasal 19 huruf a dan b.

Adapun unsur melakukan praktek monopoli dalam kasus ini terbukti karena dari alat bukti yang didapat selama persidangan berupa pengakuan para sub-distributor yang dilarang oleh Terlapor II (PT. Balina Agung Perkasa) untuk menjual produk Le Minerale yang dikategorikan sebagai penghambat persaingan usaha. Perilaku ini juga sekaligus dinyatakan telah memenuhi unsur menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaing untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya. Penulis menyatakan pertimbangan hukum yang diberikan oleh majelis KPPU sudah tepat dan tidak melampaui batas sanksi dalam UU No.5/1999. Namun, saat ini, PT Tirta Investama mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas Putusan KPPU pada 31 Januari 2018 lalu.

B. Saran

1. Sebaiknya, amandemen UU No. 5/1999 yang sedang berlangsung dapat memperbaharui sanksi administratifnya. Karena, ukuran sanksi administratif maksimum yang terdapat dalam UU No. 5/1999 hanya Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar). Ukuran dua puluh miliar tersebut termasuk besar pada

tahun dimana Undang-undang tersebut lahir. Namun sekarang, dua puluh lima miliar termasuk rendah jika dibandingkan dengan penghasilan pelaku usaha yang melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Penulis juga menyarankan agar KPPU mengamandemen Peraturan KPPU No.

1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara untuk mengadopsi kembali metode perubahan perilaku dalam mekanisme pemeriksaan pendahuluan yang dulu pernah diatur dalam Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Namun metode tersebut dihilangkan sejak berlakunya peraturan KPPU No. 1 tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara dan dicabutnya peraturan KPPU No. 1 tahun 2006.

Karena dengan adanya metode perubahan perilaku, akan sangat efektif untuk meminimalisir perkara atau laporan yang masuk ke KPPU. Sehingga KPPU juga akan semakin produktif dalam menyelesaikan semua perkara atau laporan yang diterimanya. Kemudian, metode perubahan perilaku ini juga termasuk langkah awal yang baik dalam pencegahan praktik persaingan tidak sehat dan sebagai pembinaan untuk para Terlapor yang diduga melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anggraini, Tri. Hukum Persaingan Usaha: Studi Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga Dalam Persaingan Usaha. Malang: Setara Press, 2013.

Bakir, Herman. Filsafat Hukum: Tema-teman fundamental keadilan dari sisi ajaran fiat Justitia ruat caelum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

CICODS FH-UGM. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya.

Yogyakarta: CICODS, 2009.

Hansen, Knud dkk. Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Katalis, 2002.

Head, John W. Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: ELIPS II, 2002.

Hermansyah. Pokok-pokok Hukum Persaingan di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.

Ibrahim, Johnny. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing, 2006.

Juwana, Hikmahanto. Peran Lembaga Peradilan Dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha. Jakarta: PBC, 2003.

Kansil, CST. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, deutch gesellscahft fur technische zusammenarbeit (GTZ), 2009.

Margono, Suyud. Hukum Antimonopoli. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Maulana, Insan Budi. Pelangi Haki dan Antimonopoli. Jakarta: Yayasan Klinik Haki, 2000.

Nugroho, Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2012.

Prayoga, Ayudha, dkk (ed). Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. Jakarta: ELIPS, 1999.

Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, Jakarta: Rajawali pers, 2010.

Sidabalok, Janus. Pengantar Hukum Ekonomi. Medan: Bina Media, 2003.

Sirait, Ningrum Natasya (a). Hukum Persaingan di Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011.

Sirait, Ningrum Natasya (b). Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat. Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2003.

Sirait, Ningrum Natasya, dkk. Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha.

Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program, 2010.

Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2012.

Soekanto, Soerjono. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Sudiro, Amad dan Deni Bram (ed). Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional &

Internasional). Depok: Rajagrafindo Persada, 2013.

Sumaryono, E. Etika & Hukum. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Suhasril, Mohammad Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha.

Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli. Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1999.

Yuhassarie, Emmy (ed). Undang-undang No, 5/1999 dan KPPU. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 Mengenai Tata Cara Penanganan Perkara

Peraturan Komisi No. 3 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pasal 1 angka 10 UU No.5/1999

Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Artikel Ilmiah/ Jurnal, Skripsi, dan Tesis Melalui Media Cetak Maupun Elektronik

Amad Sudiro, Nilai Keadilan Pada Hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen Dalam Hukum Transportasi Udara Niaga

Deliana Prahita Sari dkk, Persaingan Usaha Tidak Sehat: Asal Mula Kasus Aqua

vs. Le Minerale,

http://kabar24.bisnis.com/read/20170711/16/670224/persaingan-usaha-tidak-sehat-asal-mula-kasus-aqua-vs.-le-minerale, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Kemdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari http://kbbi.kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 23 Mei 2018.

Suhayati, Monika, Tesis Magister: “Kajian Yuridis Perjanjian Tertutup dan Penguasaan Pasar Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi Atas Perkara Pemblokiran Terhadap SLI 001 dan 008 di Beberapa Warung

Telekomunikasi oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.)”. Jakarta:UI, 2006. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018.

Sukarni. Kedudukan KPPU dalam Lembaga extra auxiliary, Jurnal Persaingan Usaha edisi 6, Desember, 2011.

Wahyudi Aulia Siregar, Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat Paling Banyak

Terjadi di Jakarta,

https://economy.okezone.com/read/2017/06/15/320/1717063/wah-kasus-persaingan-usaha-tidak-sehat-paling-banyak-terjadi-di-jakarta, diakses pada tanggal 9 Maret 2018.

Pengertian persaingan dan contohnya, http://artikelsiana.com/2015/06/pengertian-persaingan-competition-contoh.html, diakses pada tangga 23 Mei 2018.

Tulus Tambunan, Competition Law and SMEs in Indonesia,

http://cambridge.org/core/books/competition-law-regulation-and-smes-in-

the-asiapacific/competition-law-and-smes-in-indonesia/D971F42FD206478DD81F10B2BDE358DE, diakses pada tanggal 13 Maret 2018.