• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

RAYNALDO DIVIAN WENDELL 150200210

DEPARTERMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga sampai detik ini penulis senantiasa menikmati berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi penulis kemukakan yaitu “ANALISIS YURIDIS

PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN PN DENPASAR No.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps)” yang diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan dunia, khususnya bagi penulis sendiri. Walaupun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum, selama, dan setelah penulis mengerjakan skripsi. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu Surya Dinata Bangun, ST dan juga Novita Lindawaty Tarigan atas dukungan dan perhatian kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua saudara penulis yaitu Rynalda Divita Agnes dan juga Raymond Divian Nathaniel atas perhatian dan dukungan kepada penulis. Mudah-mudahan yang penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga.

(4)

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. BudimanGinting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. IbuPuspaMelati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., Wakil Dekan III Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan dan mengarahkan penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah banyak meluangkan waktu untuk memimbing dan memberikan masukan kepada penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

(5)

Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara.

9. Seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhususnya staff administrasi Bagian Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10. Kepada Meydana Nurwasih Sitorus, terimakasih atas kebersamaannya selama 4 tahun ini, dimulai dari hari pertama PKKMB sampai habis masa perkuliahan ini yang selalu senantiasa mendukung, menemani, dan memberikan saran-saran kepada penulis. Terimakasih buat segalanya.

11. Kepada Putri Tresia Tampubolon, selaku sahabat selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sekaligus menjadi editor dan pengkoreksi yang banyak memberikan saran, masukan, dan kritikan untuk skripsi ini.

12. Immanuel Sinaga dan Yosua Sinaga yang senantiasa menemani penulis dalam perkuliahan dan juga menemani penulis dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan serta cobaan dan perlobian sebelum ujian selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Ekinia Karolin Sebayang, Kwartaria Gultom, Elisabeth Mustika Situmorang.

Terimakasih atas kebersamaannya dalam menjalankan kegiatan-kegiatan kampus.

Sukses buat kalian kedepannya.

(6)

Universitas Sumatera Utara.

15. IMKA ERKALIAGA Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terimakasih atas pelajaran dan juga ilmu berorganisasi kepada penulis dan juga terimakasih atas kepercayaan yang diberikan kepada penulis untuk dapat melaksanakan kegiatan kegiatan terkait.

16. Rekan-rekan Grup F Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

17. Teman-teman Panitia Natal FH USU 2018, terkhususnya buat Astria, Devy, Lidya, Ekinia, Indri, Revy, Kiki, dll selaku Panitia Natal Seksi Dana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terimakasih atas kerjasamanya dalam menggalang dana selama beberapa bulan. Sukses buat kita kedepannya.

Salam Hormat,

Penulis

(7)

Hal

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... v

Abstraksi ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Pengertian Anak Dalam Beberapa Undang-Undang ... 9

2. Sistem Peradilan Pidana Anak UU No.11 Tahun 2012 ... 12

3. Pengertian Tindak Pidana ... 16

4. Pengertian Tindak Pidana Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika ... 20

F. Metode Penelitian ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 28

BAB II. PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA ... 30

A. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia ... 30

B. Kedudukan Tindak Pidana Narkotika dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia ... 38

C. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang - Undang No 35 Tahun 2009 ... 44

BAB III. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP ANAK DALAM TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA ... 60

v

(8)

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM

NO.15/PID.SUS.ANAK/2016/PN DPS ... 78

A. Posisi Kasus ... 78

1. Kronologis ... 78

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 79

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 79

4. Fakta-Fakta Hukum ... 80

5. Pertimbangan Hakim ... 84

6. Putusan Hakim ... 86

B. Analisis Putusan No.15/Pid.Sus.Anak/2016/Pn.Dps ... 87

1. Aparat Penegak Hukum dan Lembaga Pemasyarakatan 89 2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 91

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 94

4. Analisis Putusan Hakim No.15/Pid.Sus.Anak/2016/Pn.Dps ... 96

BAB V. KESIMPULAN & SARAN ... 100 A. Kesimpulan 100

B. Saran 102

DAFTAR PUSTAKA

vi

(9)

Liza Erwina**

Mahmud Mulyadi***

Penyalahgunaan narkotika telah lama menjadi masalah yang serius di berbagai Negara, terkhususnya mengenai keikutsertaan anak dalam penyalahgunaan narkotika masuk dalam tingkatan yang memprihatinkan. Menurut Bidang Kesehatan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Siti Hikhmawati mengatakan bahwa dari total 87 Juta Anak yang berusia maksimal 18 Tahun tercatat 5,9 Juta yang terpapar sebagai pecandu narkoba, 27 persennya diantaranya adalah anak anak yakni 1,6 Juta Anak sebagai pengedar. Mengenai tersebut, tentu ini sangat mengkhawatirkan bagi negara ini dikarenakan sebagaian generasi penerus bangsa ini dirusak oleh narkotika. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkotika oleh anak yaitu dengan mengadili perkara Anak nakal di dalam Pengadilan Anak yang berada langsung dibawah Peradilan Umum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sistematika Pengadilan Anak tentu berbeda dengan Pengadilan Umum untuk orang dewasa, hakim dalam hal ini harus mempertimbangkan keadaan anak agar tidak merusak masa depannya. Berdasarkan pokok pemikiran diatas dirumuskan beberapa permasalahan yaitu Bagaimana pengaturan Hukum mengenai tindak pidana narkotika di Indonesia, Bagaimana Pertimbangan Hakim terhadap anak dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan Bagaimana Analisis Yuridis Terhadap Keputusan Hakim terkait.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normatif) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (library research) yang menitikberatkan pada data sekunder yaitu memamparkan paraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis secara kualitatif.

Pengaturan tindak pidana narkotika secara tegas diatur di dalam UU No.35 Tahun 2009. Bentuk proses pemidanaan terhadap perkara terdakwa dalam sistem peradilan pidana secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hakim dalam hal ini telah menerapkan pasal-pasal yang terdapat di dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.. Di samping itu, penerapan sanksi pidana di dalam perkara terdakwa anak Nomor.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps dalam hal ini sudah sesuai dengan menjatuhkan pidana penjara kepada anak, dikarenakan tidak ditemukannya alasan pembenar dan pemaaf sehingga terdakwa anak harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hal ini juga sudah sesuai dengan teori pemidanaan yaitu Teori Detterence (Pencegahan), guna untuk mencegah terdakwa anak mengulangi perbuatannya tersebut dan ancaman kepada masyarakat guna tidak berbuat seperti yang dilakukan terdakwa anak.

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU Medan

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotika telah lama menjadi masalah yang serius di berbagai negara, baik itu negara yang sudah maju maupun negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia. Dapat diketahui secara bersama, bahwa masalah narkotika di Indonesia ini menarik semua perhatikan baik itu dari kalangan masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Karena narkotika merupakan benda yang dapat merusak pemakai apabila dipergunakan diluar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.

Narkotika juga merupakan ajang lahan yang sangat menggiurkan bagi pengedarnya karena memberikan keuntungan yang sangat besar.

Secara aktual penyebaran narkotika telah mencapai tingkat yang sangat memperhatikan. Tindak kejahatan narkotika ini tidak lagi dilakukan secara bersembunyi, melainkan terang-terangan dilakukan oleh pemakai dan juga pengedar tanpa memperhatikan jerat hukum yang mengikat mereka. Dari fakta yang beredar, dapat kita saksikan bersama di media cetak maupun media elektronik, ternyata narkotika itu telah menyerang seluruh lapisan masyarakat tanpa ada pandang bulu, tidak peduli orangtua bahkan sampai anak-anak terkena dampak barang haram tersebut.

Berbicara mengenai keikutsertaan Anak akan penggunaan barang haram tersebut, Komisioner Bidang Kesehatan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Siti Hikhmawati mengatakan bahwa dari total 87 Juta Anak yang berusia maksimal 18

(11)

Tahun tercatat 5,9 Juta yang terpapar sebagai pecandu narkoba, 27 persennya diantaranya adalah anak anak yakni 1,6 Juta Anak sebagai pengedar1.

Mengenai tersebut, tentu ini sangat mengkhawatirkan bagi negara ini dikarenakan sebagaian generasi penerus bangsa ini dirusak oleh narkotika. Tentu hal ini bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat di alinea ke 4, yaitu

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”2

Guna mendukung tujuan Negara dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam hal ini diperlukan aturan dan hukum yang mengikat kepada seluruh orang yang melakukan tindak pidana dalam hal ini khususnya penyalahgunaan narkotika.

Dimana dalam pertanggungjawabannya tidak pandang umur, mulai itu dari anak anak sampai orang dewasa. Berbicara mengenai penyalahgunaan narkoba oleh anak merupakan pembahasan yang menarik, mengingat anak sebagai insan yang selalu ada di antara kita. Anak sebagai aset bangsa merupakan penerus perjuangan dan cita-cita bangsa, selayaknya mendapatkan bimbingan dalam pertumbuhannya.

Anak dalam konteks hukum merupakan sebagai subjek hukum, jadi dapat disimpulkan bahwa Anak dapat bertanggungjawab akan tindak pidana yang dilakukannya. Tetapi, dalam hal ini Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa

1 https://kumparan.com/@kumparannews/kpai-5-9-juta-anak-indonesia-jadi-pecandu-narkoba diakses pada tanggal 10 September 2018 Pukul 12.03 Wib.

2 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

(12)

dalam hal pertanggungjawaban pidana, dikarenakan dalam hal ini Anak dalam status hukumnya tergolong tidak mampu atau masih dibawah umur. Didalam konteks Anak yang masih dibawah umur, menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, disebutkan bahwa dalam perkara anak nakal batas usianya yaitu yang telah mencapai usia 12 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan belum pernah menikah.3 Maka mengenai itu, pemberlakuan hukumnya haruslah dibedakan dengan orang dewasa. Hal itu juga menjadi kewenangan sistem hukum nasional Indonesia untuk meletakkan hak-hak anak yang dimulai dari sistematika yang mendasar dalam Hukum Perlindungan Anak.

Mengingat mengenai perkata tindak pidana yang dilakukan oleh Anak nakal, haruslah mendasar dalam Hukum Perlindungan Anak, maka perkara Anak Nakal wajiblah disidangkan dalam Pengadilan Anak yang berada langsung dibawah Peradilan Umum. Dimana dalam hal ini, Pengadilan Anak sedikit berbeda dengan Peradilan pada umumnya, diantara lain yaitu:

1. Hakim Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat hukum dan petugas lainnya dalam sidang anak tidak memakai toga atau pakaian dinas

2. Sidang anak dilakukan secara tertutup 3. Perkara anak diputus oleh hakim tunggal

4. Adanya peran pembimbing pemasyarakatan dalam sidang perkara anak.

5. Penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh penyidik khusus4

Usaha menangani perkara anak terutama bagi para hakim diperlukan perhatian khusus. Pemeriksaanya atau perlakuannya tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.

Anak.

3 Baca ketentuan Pasal 1 Angka 3 UU RI Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

4 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Medan:RefikaAditama,2009),hlm.9.

(13)

Hakim dalam pemeriksaan awal di persidangan harus mempertimbangkan apakah anak akan ditahan atau tidak. Pertimbangan mengenai apakah anak masih sekolah atau tidak dan apakah orang tuanya masih mampu mendidik anak dan menghadirkan anak di persidangan dan berbuat baik selama sidang berlangsung. Hal ini untuk tetap memberi kesempatan anak mendapatkan pendidikan yang baik dan tidak terganggu dengan jalannya persidangan5. Jangan sampai, hal mengenai ini dapat mengakibatkan Anak tersebut terganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

Dalam perkara tindak pidana Anak khususnya mengenai ini tindak pidana penyalahgunaan narkotika, Anak tetap akan diproses secara hukum. Apabila secara jelas dan nyata Anak tersebut merupakan korban penyalahgunaan narkotika, maka ia wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Namun, berbeda halnya jika Anak Nakal tersebut terbukti secara sah sebagai penyalahguna narkotika maka ia dapat diancam pidana penjara tetapi dalam hal ini maksimum ancaman pidana penjara kepada Anak Nakal itu hanya ½ dari ancaman pidana maksimum bagi orang dewasa6.

Selain daripada ancaman pidana ada upaya diversi, yaitu pengalihan perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Oleh karena itu, peran aparat penegak hukum sebisanya menggunakan proses diversi ini untuk menyelesaikan perkara Anak Nakal ini. Dalam hal ini hakim mempunyai peran yang penting untuk memutuskan perkara ini, demi kelangsungan hidup dan masa depan Anak tersebut, karena sepenuhnya anak yang melakukan perkara tindak pidana jiwanya belum berkembang dan masih labil. Keadaan keluarga yang tidak normal seperti broken home

5 Ibid,hal 133.

6http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56964786cc7fc/hukuman-bagi-anak-di-bawah- umur-pengguna-sabu diakses pada tanggal 11 September 2018 Pukul 13.03 Wib.

(14)

dan gejala keluarga seperti broken home semu (quasi broken home) yang pada kenyataanya kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing –masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap pendidikan dan perkembangan anaknya7. Dalam hal ini Anak kurang pengawasan dari orangtuanya sehingga Anak bertindak dan bergaul diluar batas wajar sehingga menyebabkan penyimpangan-penyimpangan perilaku dan berakhir dengan perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak tersebut.

Selain daripada yang dipaparkan diatas mengenai fungsi keluarga dalam melakukan pengawasan dan pembinaan, Aparat Penegak Hukum juga mempunyai bagian yang penting. Adapun tugas dan wewenang aparat penegak hukum yaitu untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman kepada masyarakat, sehingga dalam pemberantasan kejahatan dalam hal ini secara khusus mengenai penyalahgunaan narkotika peranan Aparat Penegak Hukum sangat besar di dalam kehidupan bermasyarakat terutama untuk menekan para penyalahguna dan pengedar narkotika. Alasan penulis memilih topik mengenai analisis putusan hakim terhadap penyalahgunaan narkotika oleh anak adalah karena penyalahgunaan narkotika oleh anak sudah sangat meresahkan masyarakat.

Karena Anak merupakan para generasi bangsa yang kelak akan memimpin bangsa ini.

Sehingga perlu adanya perlindungan dan pengawasan kepada generasi muda bangsa ini, dan juga perlu adanya pertimbangan kepada Aparat Penegak Hukum dalam menegakkan hukum, jangan sampai tindak pidana yang dilakukan oleh Anak tersebut

7 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak (Bandung:Refika Aditama,2006), hlm.21.

(15)

mengakibatkan hilangnya masa depan dan menggangu petumbuhannya karena dampak dari penyalahgunaan narkotika tersebut.

Dari uraian dan latar belakang diatas, sebagaimana yang telah penulis paparkan, maka faktor inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasaan dalam penulisan skripsi dengan judul “ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK”

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka saya sebagai penulis ingin merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

a. Bagaimana pengaturan Hukum mengenai tindak pidana narkotika di Indonesia ? b. Bagaimana Pertimbangan Hakim terhadap anak dalam tindak pidana

penyalahgunaan narkotika ?

c. Bagaimana Analisis Yuridis Terhadap Keputusan Hakim No:15/PID.Sus.Anak/2016/PN Dps ?

Ketiga permasalahan diatas akan penulis uraikan lebih lanjut didalam penulisan dan pembahasan berikutnya di samping dari permasalahan kecil lainnya yang mungkin saja timbul dalam penulisan skripsi ini.

(16)

C. TUJUAN PENULISAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini juga memiliki tujuan yang ingin di capai agar dapat sekiranya bisa bermanfaat sebesar-besarnya.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai tindak pidana narkotika di Indonesia

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap anak dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika

c. Untuk mengetahui analisis yuridis terhadap putusan hakim No.

15/PID.Sus.Anak/2016/PN DPs 2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan dapat memberikan masukan dan penambahan ilmu pengetahuan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia khususnya mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh Anak. Dengan kata lain dapat diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan, serta memberikan kontribusi pemikiran mengenai penyalahgunaan narkotika yang tidak mengenal umur dan terutama kepada Anak, dimana mereka adalah generasi muda bangsa dan juga bagaimana upaya penegakan hukum

(17)

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terutama hakim dalam putusannya dalam menanggulangi dan mencegah serta memberantas tindak pidana narkotika ini.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil dari penulisan ini dapat menjadi masukan untuk kita dan juga dapat membantu para penegak hukum untuk upaya pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan kasus-kasus penyalahgunaan narkotika yang tidak lagi mengenal umur dan juga tempat untuk memakainya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Putusan Hakim Terhadap Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak (Studi Putusan PN Denpasar No.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps)” belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan cek uji bersih yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada hari Senin, 20 Agustus 2018 dan tidak ada judul yang sama pada Arsip Perpustakaan Universtas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dan pemahan dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku, yang dilakukan oleh anak dengan melalui referensi buku-buku, media elektronik, dan bantuan berbagai pihak. Apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang asma, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

(18)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Anak Dalam Beberapa Undang-Undang

Mengenai pengertian seseorang yang disebut anak, masih banyak pengertian dan belum ada keseragaman. Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak8. Mengenai batasan seseorang yang dapat dikatakan anak, sangat erat kaitannya dengan batas usia. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan anak itu.

Mengenai batasan usia yang dapat dikatakan sebagai anak, maka kita akan mendapatkan berbagai macam batasan usia dan pengertian anak itu sendiri mengingat beragamnya definisi batasan usia anak dalam beberapa undang-undang, misalnya:

a. Menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.9 Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

8 Andy Lesmana, Defisini anak, https://www.kompasiana.com/,11 September 2018 diakses pada tanggal 14 September 2018 Pukul 10.30Wib.

9 Baca Pasal 1 Ayat 1.

(19)

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.10

b. Menurut Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

Pengertian anak ynag terdapat didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana11

c. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45

Ada terdapat beberapa pasal di dalam KUHP yang secara langsung mengatur dan menunjuk proses hukum dan materi hukum anak-anak dibawah umur, atau belum dewasa. Pasal-Pasal yang terkait adalah Pasal 45, 46, 47 KUHP. Adapun pengertian anak yang terdapat didalam Pasal 45 KUHP yaitu Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Didalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun, atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun. Pasal ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan terakhir oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

10 Baca Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 2.

11 Baca Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 1 Ayat 3.

(20)

d. Menurut Hukum Perdata

Di dalam pasal 330 KUH Perdata, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Aturan mengenai batasan usia ini terdapat juga dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, hal ini didasarkan pada pertimbangan usaha kesejahteraan anak, dimana kematangan sosial, pribadi dan mentap seseorang anak dicapai pada umur tersebut. Pengertian ini digunakan sepanjang memiliki keterkaitan dengan anak secara umum, kecuali untuk kepentingan tertentu menurut undang- undang menentukan umur.

e. Anak Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 1 butir 26 menyebutkan anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.

f. Anak Menurut Undang-undang Perkawinan

Pasal 7(1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang No. 1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Penyimpangan atas hal tersebut hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan Negeri.12

12 Baca Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Pokok Perkawinanan Pasal 7 (1).

(21)

g. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Pasal 1 butir 2 merumuskan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Jadi intinya, pengertian atau batasan seorang anak dapat dikatakan belum ada keseragaman dalam beberapa peraturan perundang-undangan, namum setelah keluarnya Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak baru adalah suatu ketentuan yang mendasar yang dapat dipakai secara khusus mengenai anak ini, karena undang-undang ini bersifat lex specialis. Pengertian anak menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2014 adalah

“Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih kandungan.”

2. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Definisi sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenle Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedenfisi dengan sejumlah

institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum ,lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas fasilitas pembinaan anak.13

Di dalam pengertian sistem peradilan pidana anak, terdapat istilah sistem peradilan pidana dan istilah anak. Kata “anak” dalam frasa “sistem peradilan pidana anak” mesti dicantumkan, karena untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana

13 M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum (Jakarta Timur:Sinar Grafika,2013), hlm.43.

(22)

dewasa.14Apabila kita mengarah kedalam UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah anak nakal, yakni anak yang melakukan tindak pidana, ataupun anak yang melakukan perbuatan terlarang bagi anak.15Defenisi tersebut mengandung permasalahan secara teoritis yakni mencampurkan tindak pidana dengan perbuatan yang dilarang, sehingga mengakibatkan penafsiran yang tidak tunggal. Pada praktiknya, aparat penegak hukum bisa menangkap seorang anak yang hanya menempeli temannya dengan seekor lebah, padahal hal tersebut tidak perlu ditangkap.

Permasalahan definisi yang disebutkan diatas tentu saja dapat menimbulkan masalah, sehingga bisa menimbulkan multitafsir kepada para penegak hukum.

Permasalahan tersebut diperbaiki di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.16Mengenai penjelasan kata “Anak yang berhadapan dengan hukum” dijelaskan lagi bahwa anak Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.17Jadi setelah keluarnya Undang-Undang ini memperbaiki penafsiran yang tidak tunggal yang terdapat di undang-undang sebelumnya, sehingga para penegak hukum bisa fokus kepada anak yang menjadi korban tindak pidana, dan menjadi saksi tindak pidana.

Anak.

Anak.

14 M.Nasir Djamil, Loc.Cit.

15 Baca Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

16 Baca Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

17 Baca Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

(23)

Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dapat kita lihat secara bersama bahwa kategori anak didalam peraturan ini adalah anak yang berusia antara 12 sampai 18 tahun.18Berbeda dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,dimana di dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurnag-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas),19dimana mengenai batasan-batasan umur ini tidak relevan dengan keadaan yang terjadi di masa sekarang.

Selain perbedaan mengenai batasan umur, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 juga berbeda mengenai asas pengadilannya. Dimana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mempunyai asas sebagai berikut:

a. Pembatasan umur

b. Pengadilan anak memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan c. Pengadilan anak mengharuskan adanya “splitsing perkara”

d. Bersidang dengan hakim tunggal dan hakim anak di tetapkan oleh ketua Mahkamah Agung RI

e. Penjatuhan pidana lebih ringan dari orang dewasa.

f. Ditangani oleh pejabat khusus

g. Diperlukan kehadiran orangtua, wali atau orang tua asih serta diakuinya Pembimbingan Kemasyarakatan

Anak.

18 Baca Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

19 Baca Pasal 4 angka (1) Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentnag Pengadilan Anak.

(24)

h. Adanya kehadiran penasehat hukum20

i. Penahanan Anak lebih singkat daripada penahanan orang dewasa.21

Sedangkan di dalam UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tertuang asas-asas yang berbunyi sebagai berikut:

a. Perlindungan;

b. keadilan;

c. nondiskriminasi;

d. kepentingan terbaik bagi anak;

e. penghargaan terhadap pendapat Anak;

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;

g. pembinaan dan pembimbingan anak;

h. proporsional;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;dan j. penghindaran pembalasan.22

Di dalam UU No 11 Tahuh 2012 lebih ditekankan secara mendalam mengenai Perlindungan Terhadap Anak tersebut. Dimana Perlindungan dalam artian ini adalah meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik atau psikis dan keadilan pada setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak. Tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan Bahasa atau Non-Diskriminasi.

20 Angger sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak, (Yogyakarta:

Pustaka Yustia,2013) hlm 7.

21 Ibid., hlm.31.

22 Baca Pasal 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(25)

3. Pengertian Tindak Pidana

Istilah “tindak pidana” atau “peristiwa pidana” adalah sebagai terjemahan dari bahasa Belanda “Strafbaar feit” atau “delict”. Dalam bahasa Indonesia disamping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan “straafbaarfeict” atau “delict” itu dikenal pula beberapa terjemahan yang lain seperti:

a. Tindak pidana (antara lain dalam Undang-Undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi);

b. Peristiwa pidana Prof.Mulyatmo, dalam pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada VI pada tahun 1955 di Yogyakarta);

c. Pelanggaran pidana (Mr.M.H Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Pidana,

Penerbit Fasco, Jakarta 1955);

d. Perbuatan yang boleh dihukum (Mr.Karni, Ringkasan tentang Hukum Pidana,

Penerbitan Balai Buku, Jakarta, 1959);

e. Perbuatan yang dapat dihukum (Undang-Undang No.12/Drt Tahun 1951, pasal 3, tentang Mengubah Ordonnantie Tijdelijk Bijzondere Strafbepalingen23

Mengenai pengertian Tindak Pidana, tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit) di dalam KUHP maupun diluar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di

23 C.S.T.Kansil & Engelien R. Palandeng, Tindak Pidana Dalam Undang-Undang Nasional, (Jakarta: Jala Permata Aksara,2009) hlm 1.

(26)

dalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.24

Meskipun di dalam KUHP tidak dirumuskan mengenai pengertian Tindak Pidana, para ahli hukum tetap memberikan pendapat mengenai pengertian Tindak Pidana itu sendiri diantara lain adalah:

a. R.Soesilo

R.Soesilo meneyebutkan bahwa tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.

b. W.P.J Pompe

Menurut W.P.K Pompe suatu strafbaar feit (tindak pidana) itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori (definisi menurut teori) strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, yang

dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum (wederrechtelijk-heid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidak cukup, dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana.

c. Menurut H.B. Vos, straafbaar feit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang.

24 Moh Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan: Usu Press, 2013) hlm 74.

(27)

d. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.25

e. Menurut Moeljatno, tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.26 f. Menurut Wirjono Prodjodikoro, definisi tindak pidana berarti suatu perbuatan

yang pelakunya dapat dikenakan pidana.27

g. Menurut Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pengertian Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana, untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah pebuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi sanksi pidana. Hal ini sesuai dengan Pendapat Bambang Poernomo, semakin jelas bahwa pengertian strafbaar feit mempunyai dua arti yaitu menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana

25 Ibid, hal 81

26 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT.Citra Adya Bakti, 1997) hlm 37.

27 Ibid, hal 185

(28)

oleh undang-undang, dan menunuk kepada perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.28

Selain daripada pengertian Tindak Pidana diatas, perlu juga memperhatikan mengenai beberapa syarat perbuatan itu digolongkan sebagai tindak pidana, dimana syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Harus ada perbuatan manusia;

b. Perbuatan manusia itu bertentangan dengan hukum;

c. Perbuatan itu dilarang oleh Undang-undang dan diancam dengan pidana;

d. Perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggunjawabkan; dan e. Perbuatan itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat.29

Berbicara mengenai tindak pidana, sudah menjadi konsekuensi bahwa apabila terjadi suatu tindak apidana makan akan timbul Pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban pidana dalam Bahasa asing disebut sebagai “toereken-baarheid”,

“criminial responsibility”, “criminal liability”, pertanggungjawaban pidana disini

dmaksudkan untuk menentukan seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas pidana atau tidak terhadap tindak pidana yang dilakukannya itu. Jadi sangat erat kaitannya suatu tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana, karena ada beberapa alasan seseorang tidak dapat diminta pertanggungjawabannya secara umum sudah diatur di dalam KUHPidana itu sendiri yang tedapat di dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49 , Pasal 50 dan Pasal 51 KUHPidana.30

28 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995) hlm 91.

29 H.M Rasyid Ariman & Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2015) hlm 60.

30 M.Hamdan, Alasan Penghapusan Pidana, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012) hlm 77.

(29)

4. Pengertian Tindak Pidana Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika

Narkotika secara umum dapat diartikan sebagai zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengearuh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan cara memasukkan kedalam tubuh manusia. Di dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menyatakan bahwa narkotika hanya dapat gunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan untuk pengadaan, impor, ekspor, peredaran dan penggunaanya diatur oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan. Sehingga penggunaan narkotika selain disebutkan pada Pasal 7 diatas, mempunyai konsekuensi akibat yuridis yaitu penyalahgunaan narkotika sebagai bagian dari tindak pidana narkotika dan akan memperoleh pidana/ancaman pidana sesuai yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Secara umum, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak menyebutkan secara langsung mengenai pengertian tindak pidana narkotika. Akan tetapi di dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, memberikan pengertian yaitu:

“Peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tindak pidana narkotika adalah perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yaitu menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum selain yang ditentukan dalam undang-undang yang dimana dapat diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum termasuk dalam tindak pidana narkotika.

(30)

Selanjutnya pengertian Penyalah Guna narkotika secara yuridis diatur dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan pengertian Penyalah Guna Narkotika yaitu orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Ada juga beberapa ahli yang memberikan pendapat mengenai penyalahgunaan narkotika ini antara lain adalah:

a. Vronica Colondam

Menurutnya, penyalahgunaan narkoba adalah penyalahgunaan terhadap berbagai obat-obatan yang masuk dalam daftar hitam yakni daftar obat yang masuk Undang- Undang Narkotika dan Psikotropika. Ia pun mengatakan kembali, bahwa penyalahgunaan narkoba adalah penyalahgunaan yang berkonsekuensi pada hukum. Hal ini lantaran penyalahgunaan akan memberikan dampak pada perubahan mental, kecanduan, dan perilaku.

b. Steinberg

Penyalahgunaan narkoba adalah penyalahgunaan yang disebabkan adanya pengaruh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut menurutnya, yaitu faktor protektif, yaitu faktor yang dapat menyebabkan penurunan terhadap kecenderungan, keterlibatan terhadap penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya).

c. Martaniah

Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya) adalah penyalahgunaan yang disebutkan oleh komponen psikologis, seperti politik,

(31)

hukum, dan sosial.Penyalahgunaan ini dapat meningkatkan angka kriminalitas dan juga meningkatkan jumlah kemiskinan.31

Dari sejumlah pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian penyalahgunaan narkotika adalah penyalahgunaan terhadap zat yang tergolong dalam narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain sehingga dapat merusak mental, sikap dan cara berpikir para penggunanya. Dimana dalam penyalahgunaan narkotika ini dapat dikatakan penyalahgunaan apabila telah memenuhi unsur menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan hukum.

Sebenarnya penggunaan narkotika itu diperlukan bagi ilmu pengetahuan dan juga dalam ilmu kedokteran, karena dapat mengobati penyakit penyakit tertentu dan berfungsi sebagai anestasi (obat bius) dalam proses operasi. Akan tetapi apabila digunakan di luar medis dan juga tanpa izin dari pihak terkait, maka dapat diancam hukuman pidana sesuai yang diatur dalam undang-undang.

Selain memahami mengenai pengertian penyalahgunaan narkotika, maka harus juga dipahami mengapa orang tersebut menyalahgunakan narkotika. Menurut Dr.

Graham Blamie, penyebab penyalahgunaan narkotika, antara lain adalah:

a. untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul, bergaul dengan wanita dan lain- lain;

b. untuk menunjukkan tindakan menentang otoritas terhadap orangtua,guru atau terhadap norma-norma sosial;

c. untuk mempermudahkan penyaluran dan perbuatan seks;

31 http://www.indonesiastudents.com/pengertian-penyalahgunaan-narkoba-menurut-para-ahli/, diakses pada tanggal 19 September 2018 Pukul 10.34 Wib.

(32)

d. untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman sensasional dan emosional;

e. untuk mencari menemukan arti dari hidup;

f. untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan;

g. untuk menghilangkan kegelisahan,frustasi, dan kepenatan hidup;

h. untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan solidaritas;

i. untuk iseng-iseng dan didorong rasa ingin tahu.32

Berbicara mengenai penyebab penyalahgunaan narkotika tentu ada mekanisme mengapa seseorang tersebut menggunakan narkotika.Menurut penelitian HAWARI (1990), mekanisme terjadinya Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya) adalah sebagai berikut:

Penyalahgunaan NAPZA terjadi oleh interkasi antara faktor-faktor presdisposisi (kepribadian, kecemasan, depresi), faktor kontribusi (kondisi keluarga), dan faktor pencetus (pengaruh teman kelompok sebaya/peer group dan zatnya itu sendiri).

Selanjutnya dikemukakan bahwa penyalahgunaan NAPZA adalah suatu proses gangguan mental adiktif. Pada dasarnya seorang penyalahgunaan NAPZA adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (yaitu gangguan kepribadian, kecemasan dan atau depresi), sedangkan penyalahgunaan NAPZA merupakan perkembangan lebih lanjut dari gangguan jiwa tersebut; demikian pula dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.33

32 AR.Sujono & Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Rawamangun: Sinar Grafika, 2011) hlm 7.

33 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Jember: Mandar Maju, 2003) hlm 11.

(33)

Lebih lanjut lagi, penyalahgunaan narkotika tentu mempunyai dampak buruk bagi seseorang yang menyalahgunakannya. Adapun efek dari penggunaan narkotika dinataranya sebagai berikut:

a. Depresant yaitu mengendurkan atau mengurangi aktivitas atau kegiatan susunan syaraf pusat, sehingga dipergunakan untuk menenangkan syaraf seseorang untuk dapat tidur/istirahat.

b. Stimulant yaitu meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat, sehingga merangsang dan meningkatkan kemampuan fisik seseorang.

c. Hallusinogen yaitu menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak riil atau khayalan-khayalan yang menyenangkan.

Akibat yang ditimbulkan apabila narkotika disalahgunakan sehingga menimbulkan efek kecanduan antara lain:

a. Rusaknya susunan susunan syaraf pusat.

b. Rusaknya organ tubuh, seperti hati dan ginjal

c. Timbulnya penyakit kulit, seperti bintik-bintik merah pada kulit, kudis dan sebagainya.

d. Lemahnya fisik, moral dan daya pikir.

e. Timbul kecenderungan melakukan penyimpangan sosial dalam masyarkat, seperi berbohong, berkelahi, free seks, dan lain sebagainya.

f. Timbul kegiatan/aktivitas dis-sosial seperti mencuri, menodong, merampok dan sebagainya untuk mendapatkan uang guna membeli narkotika yang jumlah dosisnya semakin tinggi.34

34 A.R Sujono & Bony Daniel, Op.Cit hlm 6.

(34)

F. Metode Penelitian 1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Dimana pengertian yuridis selain mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu mengungkap peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.

3 Sumber data

Sumber data merupakan subyek dari mana data-data penelitian bisa diperoleh.Sumber data penelitian ada dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen yang kemudian diolah oleh peneliti. Sedangkan sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan dan juga peraturan perundang- undangan.

Adapun sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diambil melalui data sekunderyang dapat dijabarkan sebagai berikut:

(35)

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer ini merupakan berbagai ketentuan dan perraturan perundangang-undangan maupun Undang-Undang yang telah berlaku di Indonesia,seperti Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,dan juga Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder ini merupakan bahan yang berkaitan dengan hukum primer dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer.Peneliti mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan bahan hukum primber.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier ini adalah bahan hukum pelengkap daru bahan hukum primer dan sekunder. Penulis mengambilnya melalui berbagai jurnal maupun arsip-arsip penelitian yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Selanjutnya untuk teknik pengumpulan data, penulis memakai teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dimana penulis memperoleh data dengan cara mengumpulkan dan membahas bahan-bahan penelitian yang dapat menunjang penelitian hukum dalam skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ada dua macam yaitu metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yaitu:

(36)

a. Metode Penelitian Kepustakaan

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian

b. Metode Penelitian Lapangan

Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemaunnya) dan/atau random sampling

(ditentukan oleh peneliti secara acak).

Penulisan skripsi ini menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan penulis yakni dengan analisis data kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati. Data sekunder yang penulis peroleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skipsi ini. Analisis data dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah hasil yang diperoleh dari pengolahan data yang dilakukan dengan memberikan kritikan, dukungan, penolakan ataupun komentar terhadap data atau bahan hukum yang telah disusun secara sistematis.

(37)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermuyaidah penulis dalam mengkaji dan menelaah skripsi ini, dirasa perlu untuk menguraikan terlebih dahulu sistematika neulisan sebagai gambaran singkat skripsi, yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini merupakan Bab Pendahuluan yang isinya antara lain penulis terlebih dahulu menguraikan tentang gambaran umum atas keseluruhan skripsi ataupun konsep umm dari skripsi, baik berupa,later belakang skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitisan serta sistematika penulisan.

Bab II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

Di dalam Bab ini diuraikan Pengaturan Hukum mengenai Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, dimulai dari sejarah pengaturan tindak pidana narkotika, kedudukan tindak pidana narkotika di dalam sistem hukum pidana Indonesia sampai pengaturan hukum menurut Undang-Undang Narkotika.

Bab III Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

(38)

Dalam bab ini dipaparkan pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Bab IV Analisis Yuridis Terhadap Putusan Hakim Dalam Putusan No.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN DPS

Di dalam bab ini diuraikan mengenai analisa terhadap putusan hakim dalam putusan pengadilan No.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab yang terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran atas skripsi “Analisis Putusan Hakim Berupa Pemidanaan Terhadap Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan PN Denpasar No.15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps)”.

(39)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

A. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia

Secara historis, tindak pidana narkotika di Indonesia muncul pertama kali pada tahun 1969 dan pada waktu itu didapati seorang penyalahguna narkotika berobat kepada pskiater di Sanatorium Kesehatan Jiwa Dharmawangsa, Jakarta.35 Akan tetapi, pengaturan mengenai obat obatan keras diatur pertama kali dalam Staatsblaad 1949 Nomor 419 tanggal 22 Desember 1949 tentang Sterkwerendegeneesmiddelen Ordonantie yang kemudian diterjemahkan dengan pengertian Ordonansi Obat Keras.

Jadi pengaturan khusus mengenai NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) tidak diatur sendiri tetapi masih disatukan dengan bahan baku obat atau obat jadi lainnya yang termasuk obat keras. Baru kemudian pada tanggal 11 Maret 1997, Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika diundangkan. Di dalam undang-undang ini diatur mengenai produksi, pengadaan, peredaran, penyaluran, penyerahan ekspor dan impor obat obat tersebut karena dianggap obat-obat atau zat-zat itu berbahaya bagi kesehatan apabila disalahgunakan.36

Mengenai tindak pidana narkotika, pertama kali diperhatikan semenjak adanya kasus seorang penyalahguna narkotika yang berobat kepada psikiater di Sanotarium Kesehatan Jiwa Dharmawangsa pada tahun 1969 di Jakarta. Selepas dari kejadian tersebut, pemerintah berupaya untuk melahirkan pengaturan mengenai narkotika

35 Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), hlm 155.

36 Hari Sasangka, Op.Cit.hlm 5.

(40)

tersebut. Sampai pada tahun 1976, pemerintah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika tepatnya pada tanggal 26 Juli 1976 dan disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Suharto. Setelah itu, dikarenakan kejahatan terhadap narkotika berkembang sangat pesat, dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 dianggap tidak relevan lagi dengan keadaan yang ada. Maka pemerintah merevisi undang-undang yang lama dan menggantikannya dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang dianggap pada masa itu mempunyai sanksi dan pengaturan yang lebih tegas dibandingkan dengan undang-undang pendahulunya.

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 terdapat beberapa revisi yang dianggap masih ditemukan beberapa kelemahan selama pelaksanaan atau penerapannya sehingga undang-undang tersebut diratifikasi pada tahun 2009 sehingga melahirkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mana ada beberapa perbedaan dengan undang-undang sebelumnya. Uraian masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut yaitu:

1. Ordonansi Obat Bius (Verdoovende Ordonnantie, Staatblaad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927).

Pada zaman kolonialisme kebiasaan penyalahgunaan obat bius dan candu, sudah mulai terasa membahayakan masyarakat, yang dimana pemakainya terutama masyarakat golongan menengah. Oleh sebab itu, pada zaman tersebut pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Verdoovende Middelen Ordonnantie, Staasblad Nomor 278 Jo.535 Tahun 1927, yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, instrument hukum kolonial Belanda tersebut tetap diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Di dalam

(41)

undang-undang ini hanya mengatur mengenai perdagangan dan penggunaan narkotika, sedangkan tentang pemberian pelayanan kesehatan dan juga rehabilitasi pada pecandu narkotika tidak diatur sama sekali.

Berkembangnya zaman dan juga teknologi pasca masa kemederkaan menyebabkan perkembangan kejahatan di bidang narkotika meningkat dari tahun ke tahun, sehingga instrument hukum yang mengatur tindak pidana narkotika warisan Belanda tersebut dirasakan sudah ketinggalan jaman.Oleh karena itu, pada tahun 1976 pemerintah menetapkan Undang-Undang No 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

Berkembangnya zaman dan juga teknologi memengaruhi pemerintah untuk terus melakukan pembaharuan hukum khususnya peraturan mengenai narkotika. Dimana peraturan mengenai Ordonansi Obat bius (Verdoovende middelen Ordonnantie, Staatsblad Nomor 278 Jo. 536 Tahun 1927) dirasa tidak lagi mampu untuk meredam pertumbuhan kejahatan narkotika.Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini adalah:

a. mengatur jenis-jenis narkotika yang lebih terperinci;

b. pidananya juga sepadan dengan jenis;

c. mengatur pelayanan tentang kesehatan untuk pecandu dan rehabilitasinya;

d. mengatur semua kegiatan yang menyangkut narkotika yakni penanaman, peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas pengangkutan serta penggunaan narkotika;

e. acara pidananya bersifat khusus;

f. pemberian premi bagi mereka yang berjasa dalam pembongkaran kejahatan narkotika;

g. mengatur kerjasama internasional dalam penanggulangan narkotika;

h. materi pidananya banyak yang menyimpang dari KUHP;

(42)

i. ancaman pidananya lebih berat.37 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

Undang-undang ini diberlakukan pada tanggal 1 September 1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67 serta Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698.38

Latar belakang diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dapat dilihat dalam penjelasan undang-undang tersebut, yakni peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat rahasia.

Undang-undang ini sudah memberikan pengertian mengenai narkotika, dimana peraturan sebelumnya belum memberikan pengertian yang jelas mengenai narkotika.

Pengertian Narkotika di dalam UU No.22/Thn.1997 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.39Selain merumuskan mengenai pengertian narkotika secara rinci, undang-undang ini juga menyebutkan mengenai tujuan pengaturan narkotika, yaitu untuk:

a. menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan;

b. mencegah terjadinya penyalagunaan narkotia;dan

37 Ibid hlm.164.

38 Ibid hlm. 165.

39 Baca Pasal 1 angka 1 UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

(43)

c. memberantas peredaran gelap narkotika.40

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terdiri dari 15 bab.

Diantara bab-bab tersebut, terdapat perbuatan perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana, diantara lain adalah:

a. Berkaitan dengan Narkotika Golongan I b. Berkaitan dengan:

- menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai;

- memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan atau menguasai.

c. Berkaitan dengan produksi (Pasal 8 dan 9) serta ilmu pengetahuan (Pasal 10);

d. Berkaitan dengan mengimpor, mengekspor, mengangkut dan mentransito (Pasal 12-31);

e. Berkaitan dengan membawa, mengirim, menawarkan, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, dan menjadi perantara dalam jual beli (Pasal 35, 36, 39);

f. Berkaitan dengan label dan publikasi (Pasal 41 dan 42);

g. Berkaitan dengan penggunaan untuk diri sendiri atau orang lain;

h. Berkaitan dengan pengobatan dan rehabilitasi (Pasal 44 dan 46).

Tentunya setiap orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang diklasifikan sebagai tindak pidana akan mendapat hukuman. Mengenai hukuman ini sudah jelas diatur dalam KUHPidana yang memuat Pidana Pokok dan Pidana Tambahan yaitu:

a. Pidana Pokok:

- pidana mati;

- pidana penjara;

- pidana kurungan;

- pidana denda;

- pidana tutupan.

40 Baca Pasal 3 UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

(44)

b. Pidana Tambahan :

- pencabutan hak-hak tertentu;

- perampasan barang-barang tertentu;

- pengumuman putusan hakim.41

Selain daripada yang disebutkan diatas, di dalam UU No.22/Thn 1997 terdapat ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari ketentuan umum KUHP dalam hal pemidanaan. Penyimpangan tersebut adalah:

a. ancaman pidana penjara dan pidana denda dapat dijatuhkan secara kumulatif dalam pasal tertentu

b. khusus Pasal 78, 79, 80, 81 dan 82 yang berkaitan dengan percobaan atau pemufakatan jahat diancam pidana yang sama sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan Pasal yang bersangkutan ( Pasal 83)

c. tindakan pidana yang dikaitkan dengan anak-anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 78, 79, 80. 81, 82, 83, dan 84, ancaman pidananya sangat berat (Pasal 87).

4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Semakin maraknya penggunaan dan peredaran gelap narkotika membuat pemerintah mencari cara agar bisa menumpas tindak pidana narkotika. Maka dari itu, pada tanggal 12 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada hakekatnya, masih ada beberapa kesamaan esensi baik hukum materil maupun hukum formil antara undang-undang no.22 tahun 1997 dengan undang-undang no. 35 tahun 2009 , namun tetap ada beberapa perubahan.

Pertimbangan Pemerintah dalam menyusun UU No. 35 tahun 2009 adalah:

41 Baca Pasal 10 KUHPidana.

(45)

a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;

b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;

d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;

e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operasi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Tarkalil sebagai Kepala Bagian Humas yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2019 dan data

Adapun yang menjadi rumusan masalah penulisan ini adalah bagaimana pengetahuan tradisional dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, bagaimana pengaturan mengenai

Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan metoda uji small punch untuk studi awal sifat-sifat mekanik material meliputi kuat luluh, kuat tarik, temperatur transisi ulet ke

1655/SSD berbendera Indonesia di Nahkodai MAZLI, hasil pemeriksaan dokumen kapal bahwa nahkoda kapal melakukan penangkapan tidak dilengkapi dengan Surat Ijin Penangkap Ikan

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana

Pada unsur pertama termasuk dalam unsur subjektif (kesalahan) sedangkan unsur kedua dan ketiga termasuk dalam unsur objektif, yakni dalam melakukan tindak pidana