• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN ELEKTRONIK DIHUBUNGKAN DENGAN UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PENGGUNA OVO DI

MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ANNISA EROSSABILA PANE 160200485

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Annisa Erossabila Pane NIM : 160200485

Departemen : Hukum Keperdataan BW

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN ELEKTRONIK

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PENGGUNA OVO DI MEDAN

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa skripsi yang saya tulis ini tersebut diatas adalah benar merupakan tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian haru skripsi tersebut adalah jiplakan maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 2020

Annisa Erossabila Pane NIM:16020085

(4)

KATA PENGANTAR

Pertama tama penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT , karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL

BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN ELEKTRONIK

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PENGGUNA OVO DI MEDAN)” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum USU Medan..

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai perbaikan di masa mendatang.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar tidak akan terlepas dari bantuan beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Prof.Dr.Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof.Dr. O.K Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Puspa Melati Hasibuan,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Dr.Jelly Leviza,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

5. Prof.Dr.Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Syamsul Rizal, S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Dr.Edy Ikhsan,S.H.,M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi;

8. Rabiatul Syahriah,S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi;

9. Lasmaria Pane, selaku tante penulis yang selalu menemani penulis dari awal menempuh pendidikan di Fakultas Hukum USU;

10. Merry Indah Christanty Tumanggor, S.H dan Esti Suryani Pasaribu,S.H selaku sahabat penulis dari awal perkuliahan hingga sekarang yang tak henti hentinya memberikan semangat, dorongan dan motivasi hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini;

11. Rekan- rekan klinis penulis baik Pidana, Perdata, PTUN yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya. Semoga sukses untuk kita semua;

12. Sahabat penulis sejak SMA Ainul Safida, Ruth Nainggolan, Sri Rahayu,dan Aya Rohaya yang telah menghibur hari hari penulis selama penyusunan skripsi ini;

13. Rekan-Rekan seperjuangan di Grup C dan Departemen Perdata Fakultas Hukum USU;

(6)

14. Semua pihak yang terkait dan memberikan kontribusi bagi penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

15. Ayahanda tercinta Alm. Ir.Erwin Syahrul Pane,MM Ibunda Hj.Roslina Dewi Sirait, Abang Ir. Topan Eros Kurnia Pane,MM dan Kakak Elvira Erosshanty Pane,SE yang tak henti henti melimpahkan kasih sayang kepada penulis dan terus memberikan dukungan baik moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum USU ini.

Medan, 2020

Annisa Erossabila Pane

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

ABSTRAK...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah...5

C.Tujuan Penelitian...6

D.Manfaat Penulisan...6

E.Tinjauan Pustaka...6

F Metode Penulisan...12

G.Keaslian Penulisan...15

H. Sistematika Penulisan...17

BAB II PENGATURAN TENTANG JUAL BELI MENGGUNAKAN APLIKASI OVO DI KOTA MEDAN A. Tinjauan Umum Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli...20

(8)

2. Syarat Syarat Sah Jual Beli...21

3. Hak dan Kewajban Penjual dan Pembeli...26

4. Risiko Dalam Jual Beli...31

B. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen 1.Pengertian Perlindungan Konsumen...33

2.Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen...35

3.Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha...36

4.Penyelesaian Sengketa Konsumen...39

C. Tinjauan Umum Transaksi Elektronik 1 Pengertian Transaksi Elektronik...43

2.Pengaturan Hukum Transaksi Elektronik...45

3.Jenis-Jenis Transaksi Elektronik...48

4.Uang Elektronik...50

BAB III PRAKTIK TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN ELEKTRONIK OVO DI KOTA MEDAN A.Gambaran Umum 1. Profil OVO...54

2. Visi Misi Layanan OVO...55

(9)

3 Syarat dan Ketentuan Layanan OVO...55

B.Hak dan Kewajiban OVO...79

C.Praktik Jual Beli Menggunaka Sistem Elektronik OVO di Kota Medan...79

D.Keuntungan Layanan OVO...84

E Permasalahan Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Sistem Pembayaran Elektronik OVO di Kota Medan...86

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN

ELEKTRONIK OVO DI KOTA MEDAN

A.Tanggung Jawab OVO Sebagai Penyedia Jasa Pembayaran

Elektronik...88

B. Penyelesaian Masalah Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Pembayaran Elektronik OVO...96

C. Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli Menggunakan Pembayaran Elektronik OVO Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen...100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...108

(10)

B. Saran...109

DAFTAR PUSTAKA...110

(11)

ABSTRAK Annisa Erossabila Pane*

Dr.Edy Ikshan,S.H.,MA**

Rabiatul Syahriah,S.H.,M.Hum***

Pesatnya pertumbuhan pertumbuhan teknologi teknologi informasi informasi dan sistem transaksi secara elektronik telah menjadikan industri teknologi informasi menjadi industri yang diunggulkan. Saat ini transaksi pembayaran online semakin meningkat, maka penggunaan E-Money pun semakin diminati oleh masyarakat, karena penggunaannya yang sangat mudah dan efisien sehingga proses pembayarannya pun cepat. . Salah satu produk E-money yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Medan saat ini adalah OVO.Pada satu sisi kemajuan teknologi yang menawarkan kemudahan di bidang transaksi pembayaran digital namun di sisi lain juga menyimpan permasalahan bagi konsumen., seperti salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pengguna aplikasi OVO, yakni kegagalan transaksi namun mengakibatkan hilangnya saldo pada akun pengguna. Maka dari itu diperlukan suatu kajian khusus untuk mengetahui pembahasan yang lebih dalam diperlukan untuk memahami 1) bagaimanakah pengaturan hukum tentang jual beli menggunakan aplikasi OVO di Kota Medan? 2) bagaimanakah praktik transaksi jual beli dengan pembayaran elektronik OVO di kota Medan? 3) bagaimanakah perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli menggunakan pembayaran elektronik OVO di Kota Medan?.

Adapun jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 111 pengguna OVO di kota Medan. Dan data sekunder diperoleh melalui data primer, sekunder dan tersier. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan hukum terhadap transaksi jual beli menggunakan sistem pembayaran elektronik telah diatur di dalam Undang-Undangg Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik. Dan pada praktiknya penggunaan OVO dalam transaksi jual beli tidak jauh berbeda dengan transaksi konvensional Pihak OVO selaku pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh pengguna sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan catatan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan sistem ataupun kesalahan pihak OVO sendiri.Adapun bentuk ganti rugi yang diberikan oleh pihak OVO dalam bentuk pengembalian saldo pengguna.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Jual Beli, Transaksi Elektronik1

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Satu dekade terakhir ini sebuah fenomena telah terjadi dan merevolusi hampir semua sendi sendi kehidupan kita khususnya dalam hal bertransaksi.

Fenomena ini tidak lain berrnama teknologi yang sering dianggap dewa bagi sebagian orang khususnya pelaku usaha. Kesaktian teknologi ini terbukti ketika dengan mudahnya mampu merevolusi sistem pembayaran konvensional (cash) yang telah berjalan berabad-abad menjadi sistem elektronik (non-cash)2sehingga mendorong munculnya less cash society,dimana masyarakat menggunakan lebih banyak instrumen pembayaran non tunai dibandingkan dengan instrumen pembayaran dalam bentuk cash (tunai). Perkembangan tersebut telah memberikan pengaruh positif pada perkembangan teknologi pembayaran yang semakin inovatif, efisien serta mudah digunakan.

Saat ini telah dikenal beragam instrumen pembayaran non-tunai seperti cek/bilyet giro, kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit lain yang dapat dilakukan melalui sistem BI-RTGS (real time gross settlement) dan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia). Pada dasarnya seluruh instrumen pembayaran tersebut dirancang untuk berfungsi sebagaimana instrumen pembayaran tunai, yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi.3

Selain kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit saat ini telah berkembang pula uang elektronik sebagai bentuk dari perkembangan instrumen pembayaran

2Resa Raditio, Aspek Hukum Transaksi Elektronik , Graha Ilmu, Jakarta,2014, hal. 1 3Bank Indonesia, Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang ,http://www.bi.go.id diakses tanggal 27 Februari 2020 pukul 13:00

(13)

non-tunai di Indonesia. Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada fisik (cashless money) yang nilai uangnya berasal dari uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara elektronik dalam suatu media elektronik berupa server (hard drive) atau kartu chip yang berfungsi sebagai alat pembayaran non-tunai kepada pedagang yang bukan penerbit uang elektronik yang bersangkutan.4

Perkembangan transaksi uang elektronik di era kini tercatat begitu pesat.

Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan transaksi elektronik pada Januari 2020 mencapai hingga 172,85%5. Tentunya hal itu dipengaruhi oleh kehadiran teknologi dan digitalisasi di Indonesia yang mampu mengubah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran. Saat ini hampir seluruh perbankan besar di Indonesia memiliki layanan uang elektronik (e-Money).

Bahkan,langkah mereka juga dibuntuti oleh pelaku bisnis startup tepatnya di bidang financial technology (fintech).6

Salah satu contoh produk fintech yang berbasis uang elektronik yakni OVO, sebuah aplikasi dompet digital yang dikembangkan oleh PT.Visionet Internasional yang mana berafiliasi dengan Lippo Group. OVO adalah sebuah aplikasi pintar yang memberikan layanan pembayaran dan transaksi secara online (OVO cash).

Para pengguna OVO juga bisa berkesempatan untuk mengumpulkan poin setiap kali melakukan transaksi pembayaran melalui OVO (OVO points). Secara umum OVO cash dapat digunakan untuk berbagai macam pembayaran yang telah

4Rifqy Tazkiyaturrohmah, “Eksistensi Uang Elektronik sebagai Alat Transaksi Keuangan Modern” Institut Agama Islam Riyadlotul Mujahiddin Ponorogo, Vol. 3 No.1 2018

5Rina Anggraeni, “BI: Pertumbuhan Uang Elektronik Tumbuh 172,85% di Januari 2020” http://ekbis.sindonews.com diakses tanggal 27 Februari 2020 pukul 14:25

6Alief Reza, “Selamat Datang di Era Cashless, Pengamen Bersiaplah Pakai E- Money” http://www.kompasiana.com/alrezkc diakses tanggal 28 Februari 2020 18:00

(14)

bekerja sama dengan OVO menjadi lebih cepat. Sedangkan OVO points adalah loyalty rewards bagi pengguna yang melakukan transaksi denagan menggunakan OVO Cash di merchant- merchant rekanan OVO. Untuk OVO Points sendiri dapat ditukarkan dengan berbagai penawaran menarik hingga ditukarkan dengan transaksi di merchant rekanan OVO 7.

Selain adanya fitur OVO points yang memungkinkan pengguna untuk menukarkan dengan penawaran menarik, OVO juga acapkali memberikan promosi bagi penggunanya. Salah satu bentuk promosi yang diberikan adalah dengan adanya cashback dalam setiap transaksi jual beli menggunakan OVO di merchant-merchant tertentu. Besarnya cashback yang diberikan juga beragam, mulai dari 30% hingga 60%. Selain cashback, promosi yang kerap diberikan oleh OVO adalah diskon. Diskon yang sering ditawarkan adalah diskon untuk layanan transportasi online. Besarnya diskon yang ditawarkan juga cukup menggiurkan yakni hingga 60%.

Melihat besarnya kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan, maka tidak heran kalau layanan dompet digital OVO menjadi salah satu aplikasi pembayaran elektronik favorit konsumen di Indonesia. PT.Visionet Internasional atau OVO mencatatkan pertumbuhan transaksi double digit nencapai 1 miliar sepanjang 2019. Selain itu, peningkatan jumlah pengguna aktif bulanan mencapai lebih dari 40%. Dan kini OVO telah hadir di 115 juta perangkat di lebih dari 363 kota.8 Seluruh pengguna aplikasi OVO diwajibkan untuk menggunakan aplikasi OVO

7Annisa Safira Braza, “OVO Dalam Layanan Pembayaran Mobile”

https://sis.binus.ac.id/2019/08/13/ovo-dalam-layanan-penbayaran-mobile/ diakses tanggal 28 Februari 2020 pukul 21:00

8Maizal Walfajri, “Sepanjang 2019 OVO Catat 1 Miliar Transaksi”

https://kontan.co.id /news/sepanjang-2019-ovo-catat-1-miliar-transaksi diakses tanggal 02 Maret 2020 pukul 15:00

(15)

sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku, untuk tujuan yang sah dan tidak dipergunakan untuk tujuan penipuan, pelanggaran hukum, kriminal maupun tindakan, aktivitas, atau perbuatan lain yang melanggar atau bertentangan dengan hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku aupun hak atau kepentingan manapun. Selain itu pengguna juga diwajibkan untuk tidak memberitahukan informasi keamanan kepada pihak lain. Seluruh data yang disampaikan atau cantumkan baik langsung maupun tidak langsung dikemudian hari atau dari waktu ke waktu adalah benar, lengkap, akurat, terkini dan tidak menyesatkan serta tidak melanggar hak atau kepentingan hak manapun.

Dengan melaksanakan transaksi melalui aplikasi OVO pengguna memahami bahwa seluruh komunikasi dan instruksi yang diterima akan diperlakukan sebagai alat bukti solid meskipun tidak dibuat dalam bentuk dokumen yang ditandatangani dan dengan demikian pengguna setuju untuk mengganti rugi dan melepaskan pihak OVO dan rekanan-rekanan OVO dari segala kerugian, tanggung jawab, tuntutan dan pengeluaran (termasuk biaya litigasi) yang dapat muncul terkait denngan eksekusi dari instruksi Pengguna. Seluruh persetujuan, kuasa, wewenang dan atau hak yang diberikan kepada pihak OVO dalam syarat dan ketentuan ini tidak dapat berakhir karena alasan apapun termasuk karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1813, Pasal 1814 dan Pasal 1816 KUHPerdata selama pengguna masih menggunakan layanan aplikasi atau masih memiliki akun OVO9.

Apabila seseorang menggunakan aplikasi OVO sebagai alat pembayaran, maka ia wajib mematuhi syarat dan ketentuan yang sebagaimana diuraikan di atas.

9Terms and Conditions, diakses dalam www.ovo.id /syarat-ketentuan pada 03 Maret 2020

(16)

Pihak OVO wajib pula memberikan layanan atau jasa yang ditawarkan. Namun apabila layanan atau jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang ditawarkan atau dipromosikan maka sehubungan dengan hal ini timbullah suatu permasalahan yang terkait dengan perlindungan konsumen. Sehingga menurut hemat penulis diperlukan suatu kajian khusus yang membahas tentang persoalan ini. Untuk itu, penulis tertarik untuk mengangkat judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MENGGUNAKAN SISTEM PEMBAYARAN ELEKTRONIK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG- UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI KASUS PENGGUNA OVO DI MEDAN)”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok-pokok permasalahan di dalam skripsi ini yang selanjutnya akan dibahas dalam bab-bab berikutnya adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum dalam jual beli menggunakan aplikasi OVO di Kota Medan?

2. Bagaimanakah pelaksanaan praktik jual beli menggunakan pembayaran elektronik OVO di Kota Medan?

3. Bagaimanakah perlindungan konsumen terhadap pengguna aplikasi OVO dalam transaksi jual beli menggunakan pembayaran elektronik di Kota Medan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum mengenai jual beli dengan aplikasi OVO di Kota Medan

(17)

2. Untuk mengetahui bagaimana praktik jual beli menggunakan sistem pembayaran elektronik OVO di Kota Medan

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap konsumen/

pengguna dalam transaksi jual beli menggunakan pembayaran elektronik OVO di Kota Medan.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat secara teoretis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang perdata yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli menggunakan sistem pembayaran elektronik bagi masyarakat khususnya pengguna aplikasi OVO guna menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul di masyarakat.

2. Manfaat secara praktis, yakni guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum USU. Selain itu skripsi ini juga diharapkan dapat menjadi acuan/pedoman bagi masyarakat dalam memahami hak-hak dan kewajiban konsumen sehingga dapat berhati-hati dalam menggunakan layanan aplikasi pembayaran elektronik.

E. Tinjauan Pustaka

Pada masa kini, fungsi dan peran negara terhadap masyarakatnya bukan hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan tetapi lebih luas daripada itu yaitu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, atau dikenal juga dengan negara kesejahteraan. Dalam melaksanakan konsep negara kesejahteraan ini, perlindungan bagi warga negara baik sebagai individu maupun sebagai kelompok merupakan sisi yang penting, karena tanpa ada perlindungan yang menimbulkan

(18)

rasa aman bagi rakyat tidak mungkin tercapai suatu kesejahteraan bagi masyarakat.

Perlindungan bagi masyarakat ini berdimensi banyak, salah satunya adalah perlindungan hukum. Apabila dikaitkan dengan keseluruhan individu dalam masyarakat yang secara sendiri sebagai konsumen, perlindungan konsumen merupakan bagian dan pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat dihindarkan bagi negara untuk selalu berupaya memberikan perlindungan kepada konsumen.10

Setiap orang, pada suatu waktu baik dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun, pasti menjadi konsumen untuk suatu produk atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu, secara mendasar konsumen membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga.

Mengingat lemahnya kedudukan konsumen yang umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang.11

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika) atau consument (Belanda). Pengertian dari consumer dan consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah kata consumer itu adalah

‘(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. Begitu pula

10Erman Rajagukguk,dkk., Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2002. hal.42

11Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran Nusa Media, Bandung, 2008,hal.19

(19)

Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.12

UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disingkat UUPK memberikan pengertian tentang konsumen dalam Pasal 1 angka (2) sebagai berikut:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”

Dari definisi diatas dapat ditentukan unsur-unsur konsumen adalah:

1. Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah “orang”

sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon).Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk “pelaku usaha” dalam Pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon di atas, dengan menyebutkan kata-kata: “orang perseorangan atau badan usaha”.

Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.

2. Pemakai

12A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar , Diadit Media, Jakarta,2002,hal.3

(20)

Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK, kata

“pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate customer). Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari jual beli. Artinya, konsumen tidak selalu memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract).

3. Barang dan/atau Jasa

UUPK mengartikan barang setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bererak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan, maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. UUPK tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah

“dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan”

Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian “disediakan bagi masyarakat” menunjukkan, jasa itu harus ditawarkan kepada masyarakat. Artinya, harus lebih dari satu orang. Jika demikian halnya, layanan yang bersifat khusus (tertutup) dan individual, tidak tercakup dalam pengertian tersebut.

4. Yang tersedia dalam masyarakat

(21)

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (lihat jua bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK).

5. Bagi kepentingan diri sendiri,keluarga, orang lain, makhluk hidup lain, artinya bahwa transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.

6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Secara teoretis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersepit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya, sulit untuk menetapkan batas-batas seperti itu.13

Sedangkan yang dimaksud dengan pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

13Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen , Sinar Grafika, Jakarta,2016, hal .27-30

(22)

bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi”

Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapat perlindungan itu bukan sekadar fisik, melainkan terlebih- lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak- hak konsumen.

Secara umum dikenal ada 4 hak dasar konsumen, yaitu:

a. hak untuk mendapat keamanan (the right to safety);

b. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

c. hak untuk memilih (the right to choose);

d. hak untuk didengar (the right to be heard);14

Hak konsumen sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 UUPK adalah sebagai berikut:

1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5) Hak untuk mendapat advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindugan konsumen secara patut;

6) Hal untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8) Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya;

14 Ibid

(23)

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.15

Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/pbi/2018 yang dimaksud dengan uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut:

(a) Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;

(b) Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan

(c) Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Veithzal Rival menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Uang Elektronik adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik secara langsung maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan pendebitan rekening di bank, dan nilai uang dimasukkan menjadi nilai uang dalam media uang elektronik, yang dinyatakan dalam satuan rupiah, yang digunakan untuk melakukan transaksi pembayaran dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada media uang elektronik tersebut.16

F. Metode Penelitian

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan.

Usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk penelitian (research)

15Ibid, hal 31-32

16 Meruliala, “Uang Elektronik (E-Money)” https://meruliala.wordpress.com/2016/01/27/uang-elektronik-e- money diakses pada 03 Maret 2020 pukul 22:00

(24)

disebut methodoloy of research atau metodologi penelitian.17. Penelitian ilmiah, dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan-kecenderungan yang timbul. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka dari itu dalam penyusunan skripsi ini metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penyusunan skripsi ini adalah gabungan dari penelitian yuridis normatif dan dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di masyarakat.18

2. Sumber Data

a. Data primer, yakni data yang diperoleh secara langsung melalui studi lapangan dengan membagikan kuesioner kepada sejumlah responden yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

17 Muslan Abdurrahman, “Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum” (Malang: UMM Press, 2009) hal.91

18Zainuddin Ali Metode Penelitian Hukum (Jakarta:Jakarta: Sinar Grafika,2016) Sinar Grafika,2016) hal 105

(25)

b..Data sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,pendapat pakar hukum, laporan-laporan, jurnal dan bahan bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang- Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/pbi/2018 Tentang Uang Elektronik.

3. Data tersier, berupa data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan data sekunder misalnya kamus hukum dan ensiklopedia

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi pustaka,studi penelahaan buku-buku,literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Kuesioner atau angket yakni sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui Dalam hal ini menggunakan kuesioner campuran, yakni gabungan antara kuesioner tertutup dan terbuka.

4. Analisis Data

Data mentah yang telah dikumpulkan tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang amat penting

(26)

dalam metode ilmiah, karena dengan analisalah, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.19 Sugiono mengartikan analisis data sebagai proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari daan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisa penelitian skripsi ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data data yang dinyatakan responden secara lisan dan tulisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh.

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Sistem Pembayaran Elektronik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Pengguna OVO di Kota Medan)” adalah hasil pemikiran, ide dan gagasan penulis sendiri. Sejauh ini dari hasil penelusuran di Perpustakaaan Fakultas Hukum USU judul yang tersebut di atas belum pernah ditulis sebelumnya.

Seluruh isi dari skripsi ini diperoleh melalui dari berbagai referensi buku-buku, jurnal, majalah,media elektronik dan masukan dari dosen pembimbing. Sehingga

19 Moh.Nazir, Metode Penelitian , Ghalia Indonesia, Jakarta,1988,hal.405

(27)

dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya penulis sehingga dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

Adapun beberapa judul skripsi yang memiliki sedikit kesamaan antara lain sebagai berikut:

1) Tinjauan Yuridis Penggunaan Uang Digital dalam Transaksi Jual Beli di Indonesia (Agung Prasetyo Rianto, Universitas Sumatera Utara, 2019)

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana pengaturan jual beli dalam hukum perikatan di Indonesia?

2. Bagaimana sistem pembayaran yang sah dalam transaksi jual beli di Indonesia?

3. Bagaimana kedudukan mata uang digital sebagai alat pembayaran transaksi jual beli di Indonesia?

2) Penggunaan T-Cash Dalam Transaksi Pembayaran Elektronik Perspektif Hukum Islam Studi Pada Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Rokan Intan Lampung Jurusan Muamalah (Rizki Lucita Tiyani, Universitas Islam Raden Intan Lampung, 2018)

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana aplikasi penggunaan T-cash dalam transaksi pembayaran elektronik?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap fungsi T-cash dalam sistem pembayaran elektronik?

(28)

3) Kedudukan Hukum Uang Elektronik (E-Money) Dalam Melakukan Transaksi Pembayaran Non-Tunai Analisis Melalui Pendekatan Perundang-undangan dan Hukum Islam (Linda Nurhasanah, Universitas Islam Neegri Maulana Malik Ibrahim Malang,2018) Rumusan Masalah:

1. Bagaimana kedudukan Hukum Uang Elektronik (E-Money) dalam transaksi pembayaran non-tunai perspektif Perundang-undangan?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap Penggunaan Uang Elektronik (E-Money) dalam transaksi Non-Tunai?

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi ini dengan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai apa yang menjadi pokok pembahasan di dalam skripsi ini. Sisematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab yakni sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang, yaitu apa yang melatarbelakangi mengangkat judul ini. Permasalahan, yaitu mengenai hal-hal apa yang menjadi permasalahan di dalam skipsi ini. Tujuan penulisan, yaitu maksud dari penulis menulis skripsi. Manfaat penulisan, yaitu manfaat apa yang diberikan di dalam penyusunan skripsi ini bagi penulis maupun pembaca. Tinjauan Pustaka, berisi studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Metode penelitian, yaitu metode yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji setiap

(29)

permasalahan. Keaslian penulisan, pernyataan oleh penulis tentang keaslian skripsi yang ditulis.

Bab II Pengaturan Hukum tentang Jual Beli Menggunakan Aplikasi OVO di Kota Medan

Bab ini berisikan 3 subbab, yaitu tinjauan umum tentang jual beli, tinjauan umum tentang perlindungan konsumen dan tinjauan umum tentang transaksi elektronik

Bab III Praktik Jual Beli dengan Pembayaran Elektronik OVO di Kota Medan

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang dilakukan yang terdiri dari 5 subbab yaitu gambaran umum OVO,praktik menggunakan layanan OVO di Kota Medan, keuntungan menggunakan layanan OVO di Kota Medan hak dan kewajiban OVO serta permasalahan dalam transaksi jual-beli menggunakan OVO oleh pengguna di Kota Medan.

Bab IV Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Pembayaran Elektronik OVO di Kota Medan

Bab ini terdiri dari 3 subbab yaitu tanggung jawab OVO sebagai penyedia jasa layanan pembayaran elektronik, penyelesaian masalah dalam transaksi jual beli menggunakan pembayaran elektronik OVO dan perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli menggunakan pembayaran elektronik OVO menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(30)

Bab V Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan dan disertai dengan saran.

(31)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG JUAL BELI MENGGUNAKAN APLIKASI OVO DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Umum Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli

Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling lazim diadakan di antara para anggota masyarakat.20 Membeli dan menjual adalah dua kata kerja yang sering kita pergunakan dalam istilah sehari-hari yang apabila digabungkan antara keduanya, berarti salah satu pihak menjual dan pihak lainnya membeli, dan hal ini tidak dapat berlangsung tanpa pihak yang lainnya, dan itulah yang disebut perjanjian jual beli.21 Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual-beli disebut dengan

“sale” saja yang berarti “penjualan” (hanya dilihat dari sudut pandang si penjual), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut dengan “vente” yang juga berarti

“penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf” yang berarti “pembelian”.22

Salim H.S mendefinisikan perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Dimana dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan

20Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu , Sumur Bandung, Jakarta, 1974, hal.13

21 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak , Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2007, hal.125

22 R. Subekti, Aneka Perjanjian , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal.2

(32)

berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut23

Sedangkan menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”

Berdasarkan uraian definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian yang mengikat dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan suatu obyek barang kepada pihak lain dan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk menbayar harga obyek barang tersebut.

2. Syarat-syarat sah jual beli

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Untuk dianggap sah suatu persetujuan atau perjanjian jual beli, maka para pihak yang mengikat dirinya wajib memenuhi syarat sah persetujuan atau perjanjian jual beli yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, dipenuhi empat syarat:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang tidak terlarang;”

23 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 49

(33)

Keempat unsur selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

1). Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif) dan

2). Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif)24

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan ysng merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.25

a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Menurut Subekti, sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain.26 Kesepakatan .dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu pihak atau lebih akan

24Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 93

25 Ibid., hal. 94

26 R.Subekti, Hukum Perjanjian PT.Intermasa,Jakarta, 2005,hal. 17

(34)

menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak. Pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama “penawaran”. Penawaran berisikan kehendak dari salah satu pihak atau lebih dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Dalam hal dari pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran menerima penawaran yang diberikan, maka tercapailah kesepakatan tersebut.27

Cara –cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas,maupun tidak tegas yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan. Beberapa cara terjadinya kesepakatan/terjadinya penawaran dan penerimaan adalah:

1.1. Dengan cara tertulis;

1.2. Dengan cara lisan;

1.3 Dengan simbol-simbol tertentu; bahkan 1.4 Dengan berdiam diri.28

Cara yang paling banyak digunakan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan tertulis. Tujuan pembuatan secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.29

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yanng akan menimbulkan

27 Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaja.Op.Cit.,hal.96 28 Ahmadi Miru, Op.Cit., hal 14

29 Salim H.S., Op.Cit., hal. 33

(35)

akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang- orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang.30

Hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi dan orang-perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”

Rumusan tersebut membawa arti positif, bahwa selain yang dinyatakan tidak cakap, maka setiap orang adalah cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan limitasi orang-orang yang dianggap cakap hukum adalah:

1.1 anak yang belum dewasa;

2.2 orang yang di bawah pengampuan;

3.3 perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan31 (namun berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, seorang istri sudah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum) c) Suatu pokok persoalan tertentu

Sebagai syarat yang ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan adalah mengenai hak- hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit sudah harus ditentukan jenisnya.

30 Ibid., hal. 34

31Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 128

(36)

Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangan si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan32. Hal ini ditegaskan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1333 yang berbunyi:

“Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

d) Suatu sebab yang tidak terlarang (halal)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan pengertian atau definisi dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Hanya saja dalam Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa yang disebut sebab yang halal adalah:

1.1 bukan tanpa sebab;

2.2 bukan sebab yang palsu;

3.3 bukan sebab yang terlarang;33

Disini harus dibedakan “sebab” yang dimaksud Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sebab seseorang dalam berbuat perjanjian.

Sebab (bahasa Belanda orzaak, bahasa Latin causa) dalam hal ini mengacu kepada isi perjanjian. Karena pada dasarnya undang-undang hanya melihat pada apa yang tercantum dalam perjanjian, apa yang merupakan prestasi yang harus dilakukan para pihak, yang merupakan prestasi pokok, yang merupakan unsur essensialia atau yang terkait dengan unsur esensialia tersebut, yang tanpa adanya

32 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit., hal.19

33Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hal. 161

(37)

unsur esensialia dalam perjanjian tersebut, tidak mungkin perjanjian tersebut akan dibuat oleh para pihak.34Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Menurut Pasal 1513 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan di dalam persetujuan, hal tersebut merupakan hak yang harus diterima oleh penjual seperti pada umumnya. Kemudian pada Pasal 1517 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur juga jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli itu menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Adapun kewajiban pihak penjual adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyerahan

. Berdasarkan Pasal 1475 KUH Perdata, penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli.Walaupun perjanjian jual beli telah mengikat para pihak setelah tercapainya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa hak milik atas barang yang diperjualbelikan akan beralih pula bersamaan dengan tercapainya kata kesepakatan, karena untuk beralihnya hak milik atas barang yang diperjualbelikan dibutuhkan penyerahan.35

Adapun cara penyerahan tersebut adalah sebagai berikut:

34 Ibid

35Ahmadi Miru, Op.Cit., hal 128

(38)

1).Barang bergerak tak bertubuh, cara penyerahannya adalah penyerahan nyata dari tangan penjual atau atas nama penjual ke tangan pembeli, akan tetapi penyerahan secara langsung dari tangan ke tangan tersebut tidak terjadi jika barang tersebut dalam jumlah yang sangat banyak sehingga tidak mungkin diserahkan satu-persatu, sehingga dapat dilakukan dengan simbol-simbol tertentu (penyerahan simbolis), misalnya:

penyerahan kunci gudang sebagai simbol dari penyerahan barang yang ada di dalam gudang tersebut.36

2) Barang bergerak tidak bertubuh dan piutang atas nama, cara penyerahannya adalah dengan melalui akta di bawah tangan atau akta autentik. Akan tetapi, agar penyerahan piutang atas nama tersebut mengikat bagi si berutang, penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada si berutang atau disetujui atau diaki secara tertulis oleh si berutang 3) Barang tidak bergerak atau tanah, cara penyerahannya adalah

melalui pendaftaran atau balik nama.37

.Apabila karena kelalaian penjual, penyerahan tersebut tidak dapat dilaksanakan, pembeli dapat menuntut pembatalan perjanjian atas alasan bahwa si penjual tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa syarat batal selalu dianggap dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian timbal balik mana kala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Di samping menuntut pembatalan perjanjian, si pembeli juga dapat menuntut agar penyerahan barang tersebut dilakukan sepanjang penyerahan

36Ibid

37 Ibid., hal.129

(39)

tersebut masih memungkinkan untuk dilaksanakan bahkan dapat disertai penggantian biaya, rugi dan bunga.38

b) Menjamin Aman Hukum

Kewajiban ini timbul sebagai konsekuensi jaminan penjual kepada pembeli bahwa barang itu adalah betul-betul miliknya sendiri, bebas dari beban atau tuntutan dari pihak lain. Misalnya, pembeli digugat oleh pihak ketiga , yang menurut keterangannya barang itu miliknya sendiri. Dalam hukum acara perdata, pembeli dapat meminta kepada hakim, agar penjual diikutsertakan dalam gugatan itu.39

Apapun alasannya, bila terjadi penghukuman untuk menyerahkan barang yang telah dibelinya itu kepada orang lain, maka si pembeli berhak menuntut kembali dari si penjual:

1) pengembalian uang harga pembelian;

2) pengembalian hasil-hasil, jika diwajibkan ia menyerahkan hasil- hasil itu kepada pemilik sejati yang melakukan penuntutan penyerahan;

3) biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan gugatan si pembeli untuk ditanggung, begitu pula biaya yang telah dikeluarkan oleh penggugat asal;

4) penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahannya sekadar itu telah dibayar oleh si pembeli40. Apabila pada waktu dijatuhkan hukuman untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain, lalu barang itu merosot harganya, si penjual tetap

38 Ibid., hal.129-130

39 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan (Jakarta: Sinar Grafika, 2015) hal.168 40 Ibid.,hal.169

(40)

diwajibkan mengembalikan uang harga seutuhnya. Sebaliknya, bila harganya bertambah, meskipun tanpa perbuatan si pembeli, si penjual diwajibkan membayar kepada si pembeli kelebihan harga pembelian itu.

Selanjutnya, si penjual diwajibkan mengembalikan kepada pembeli segala biaya telah dikeluarkan untuk pembetulan dan perbaikan yang perlu pada barang itu.(1499 KUH Perdata) 41

Namun,walaupun undang-undang menentukan kewajiban penjual sebagaimana tersebut diatas,para pihak dapat memperjanjikan lain (mengurangi atau memperluas kewajiban tersebut) bahkan dibolehkan memperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung apapun. Akan tetapi, pembebasan penjual untuk menanggung apapun dalam perjanjian tersebut tidak berlaku terhadap kerugian yang dialami oleh pembeli yang merupakan akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh penjual, dan ketentuan terakhir ini tidak dapat dikesampingkan sehingga setiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal.42

c) Menanggung cacat yang tersembunyi

Si penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi (verbogen gebrekan) atas barang yang dijualnya, yang berakibat barang itu tidak bisa dipakai atau tidak masimal pemakaiannya, seandainya si pembeli mengetahui adanya cacat itu, maka ia tidak akan membeli barang itu kecuali dengan harga yang kurang.43

Jika cacat itu kelihatan atau tidak tersembunyi, penjual tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, dan dalam hal itu pembeli dianggap telah

41 Ibid

42 Ahmadi Miru, Op.Cit.,hal135 43 I Ketut Oka Setiawan, Loc.cit

(41)

menerima adanya cacat itu. Namun, dalam hal penjual menanggung cacat tersembunyi, ia tidak harus mengetahui hal itu, kecuali jika ia telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak menanggung suatu apapun.

Bila penjual mengetahui barang tersebut mengandung cacat, maka selain ia mengembalikan harga pembelian, ia juga diwajibkan mengganti segala kerugian. Dalam hal itu, sudah barang tentu pengetahuan penjual yang demikian itu harus dibuktikan.44

Sedangkan bagi pembeli, hak utama pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.

“harga” tersebut harus berupa sejumlah uang. Meskipun hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasal dalam undang-undang, namun sudah dengan sendirinya termaktub di dalam pengertian jual-beli. Bagaimana tidak, umpamanya harga itu adalah barang, maka itu akan merubah perjanjian menjadi “tukar-menukar” atau kalau harga itu berupa jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu perjanjian kerja, dan begitu seterusnya. Di dalam pengertian jual beli sudah termaktub pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan di lain pihak ada uang.45

Harga yang dimaksud harus ditetapkan oleh kedua belah pihak,namun diperkenankan untuk menyerahkan perkiraan atau penentuan harga kepada pihak ketiga. Dalam hal demikian, maka jika pihak ketiga ini tidak mampu untuk membuat perkiraan atau penentuan harga, maka tidaklah terjadi suatu pembelian (Pasal 1465). Hal ini berarti bahwa perjanjian jual-beli yang harganya ditetapkan

44 Ibid., hal.170

45 R.Subekti, Aneka Perjanjian., Op.Cit., hal 21

(42)

oleh pihak ketiga pada hakikatnya adalah suatu perjanjian dengan suatu “syarat tangguh”, karena perjanjian itu baru akan terjadi jika harga sudah ditetapkan oleh pihak ketiga tersebut.

Selain itu, si pembeli biarpun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan.46

Apabila si pembeli tidak membayar harga pembelian tersebut, hal itu merupakan suatu wanprestasi yang dapat memberikan alasan kepada si penjual untuk menuntut ganti-rugi atau pembatalan pembelian sesuai dengan ketentuan- ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata.47

4. Risiko dalam jual beli

Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) di luar kesalahan salah satu pihak. Misalnya barang yang diperjual-belikan musnah di perjalanan karena kapal laut yang mengangkutnya karam di tengah laut akibat serangan badai atau rumah yang disewakan terbakar habis karena korsleting listrik. Siapakah yang (menurut hukum) harus memikul kerugian-kerugian tersebut? Inilah persoalan yang dengan suatu istilah hukum dinamakan “risiko” itu.48

Mengenai risiko dalam KUH Perdata, ada tiga peraturan, yaitu risiko atas barang tertentu, risiko atas barang yang dijual menurut berat, jumlah dan ukuran serta risiko atas barang yang dijual menurut tumpukan.

Risiko atas barang tumpukan diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata yang berbunyi:

46 Ibid

47Ibid., hal.24 48 Ibid

(43)

“jika barang yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan maka barang ini sejak saat pembelian atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya”

Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian sudah ada dan ditunjuk oleh si pembeli. Misalnya, pembeli ini masuk ke sebuah toko mebel dan memilih sebuah lemari yang disetujui untuk dibelinya. Yang dibeli adalah lemari yang ditunjuk itu, bukan lemari yang lainnya dan bukan ia pesan untuk dibuatkan lemari yang seperti itu. Dalam istilah perdagangan lemari tersebut termasuk apa yang dinamakan “ready stock”.

Mengenai barang seperti itu dalam Pasal 1460 di atas menetapkan bahwa risiko dipikulkan kepada si pembeli, walaupun barangnya belum diserahkan. Jadi, misalnya lemari tersebut dalam perjalanan sewaktu diangkut kerumahnya si pembeli dimana ia akan diserahkan, hancur karena suatu kecelakaan, maka tetaplah ia si pembeli diharuskaan membayar harganya. Maka inilah yang dinamakan “memikul risiko” atas suatu barang.49

Menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1461 dan 1462 risiko atas barang- barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundak si penjual hingga barang-barang itu telah ditimbang atau diukur. Sedangkan, risiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukan diletakkan pada si pembeli.

Barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu sebelum dikirim (diserahkan) kepada si pembeli, boleh dikatakan baru akan dipisahkan dari barang-barang milik si penjual setelah dilakukan

49 Ibid., hal 25-26

(44)

penimbangan, penghitungan atau pengukuran. Baru setelah dipisahkan itu, barang tersebut merupakan barang yang disediakan untuk dikirimkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh si pembeli.

Sedangkan barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari awal disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik si penjual sehingga sudah dari awal barang tersebut sudah dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada si pembeli.50

B. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian perlindungan konsumen

Perkembangan perekonomian, perdagangan dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bisa dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.51

Realitas tersebut menjadi tantangan yang positif dan sekaligus negatif.

Dikatakan positif karena kondisi tersebut dapat memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih secara bebas barang dan/jasa yang diinginkannya selain itu juga konsumen juga dapat memiliki kebebasan untuk menentukan jenis dan kualitas barang dan/jasa sesuai dengan kebutuhannya. Dikatakan negatif karena

50 Ibid., hal.27

51Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hal.2

(45)

kondisi tersebut dapat menyebabkan posisi konsumen menjadi lemah daripada posisi pelaku usaha.

Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen yang sering terjadi adalah karena masih rendahnya tingkat konsumen akan haknya. Tentunya, hal tersebut terkait dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.52

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindnugan kepada konsumen” kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang- undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, diharapkan konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, sehingga konsumen bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.53 Menurut perlindungan konsumen, terdapat dua istilah hukum yakni hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

52Ibid

53Ibid., hal.4-5

Gambar

Tabel 1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin  Jenis Kelamin  Frekuenisi  Presentase
Tabel 4.  Penggunaan Aplikasi OVO Oleh Responden  Waktu Penggunaan  Frekuensi  Persentase

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Adapun yang menjadi rumusan masalah penulisan ini adalah bagaimana pengetahuan tradisional dalam pengaturan Hak Kekayaan Intelektual, bagaimana pengaturan mengenai

Berdasarkan penelitian tentang kajian efek samping obat antiretroviral pada pasien HIV rawat jalan menggunakan algoritma Naranjo dapat disimpulkan bahwa efek samping yang paling