• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH:"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

DAVID CHRISNA PANGIHUTAN LUMBAN GAOL

NIM: 170200269

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)
(3)

DAVID LUMBAN GAOL Medan, Februari 2021 Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak manapun

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.

I. Skripsi yang saya tulis adalah benar dan tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

Dengan ini menyatakan bahwa:

JUDUL SKRIPSI :ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN NOMOR 36291PID.B/20I 9IPN MDN DAN NOMOR 2961PID.B/20201PN MDN)

: HUKUM PIDANA DEPARTEMEN

: 170200269 NIM

: DAVID CHRISNA PANGlHUTAN LUMBAN GAOL NAMA

Denganinisaya:

LEMBARPERNYATAAN

(4)

ABSTRAK

David Chrisna Lumban Gaol Syafruddin Kalo

M.Ekaputra

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang berhubungan dengan kejahatan, yang dalam perkembangannya selalu merugikan dan menyiksa orang lain. Bertitik tolak dari latar belakang masalah terdapat beberapa permasalahan diantaranya Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Apakah faktor-faktor penyebab dan upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan Apakah putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dapat memberikan efek jera dan mencegah pelaku potensial untuk melakukan perbuatan yang sama. Untuk menjawab permasalahan diatas dilakukan metode penelitian. Tujuan penelititan ini adalah Untuk mengetahui tentang pengaturan tindak pidana pencurian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor penyebab dan upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Untuk mengetahui tentang putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dapat memberikan efek jera dan mencegah pelaku potensial untuk melakukan perbuatan yang sama. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Analisa data yang digunakan adalah pendekatan deduktif-induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum mengenai tindak pencurian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu terdapat dalam KUHP Buku Kedua Bab XXII tentang kejahatan terhadap harta dari Pasal 362 KUHP sampai dengan Pasal 367 KUHP. Faktor-faktor penyebab tindak pidana pencurian dengan kekerasan, yaitu Faktor Internal yang terdiri dari faktor individu, faktor keluarga, faktor ekonomi dan faktor pendidikan.

Sedangkan Faktor Eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor perkembangan teknologi. Adapun upaya penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, yaitu melalui upaya penal dan upaya non penal.

Analisis Putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN MDN dan Nomor 296/PID.B/2020/PN MDN, bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada terdakwa terlalu ringan yaitu berupa penjara hanya 4 (Empat) tahun dan 2 (Dua) tahun 6 (Enam) bulan, sedangkan dalam Pasal 365 KUHP paling sedikit terdakwa dapat dijerat dengan 9 (Sembilan) tahun penjara.

Kata Kunci : Tindak Pidana, Pencurian, Kekerasan, Kriminologi

(5)

berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul: “ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI

PUTUSAN NOMOR 3629/PID.B/2019/PN MDN DAN NOMOR

296/PID.B/2019/PN MDN).”

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta tidak lupa untuk kedua orangtua penulis, Ayahanda Ir. Charles Lumban Gaol dan Ibunda Hotmaria Panjaitan, Amd yang telah memberikan semangat, kasih sayang, selalu mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai harganya dan mengiringi setiap langkah penulis dengan doa restunya yang tulus setiap harinya.

Dalam penulisan skripsi ini juga saya mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi:

(6)

disetiap waktu untuk Penulis agar bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dan Adik Tersayang Naomi dan Daniel yang selalu mendukung Penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Ibu Liza Erwina, SH.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof.Dr. Syafruddin Kalo,SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis. Terima kasih banyak kepada Bapak atas arahan, bimbingan dan waktu yang diberikan pada penulis demi terciptanya penelitian yang baik oleh penulis.

(7)

penulis.

10. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat berkenaan dengan pencapaian akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama saya menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Seluruh Staf Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut serta membantu saya dalam proses administrasi selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Teman serta Sahabat di Fakultas Hukum yang selalu mendukung, memberikan semangat dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis terimakasih banyak atas segala dukungannya.

14. Kepada para sahabat penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis, Akbar Shah, Bopa Sitanggang, Heru Siahaan, Tamado Pardede, Juan Tampubolon, Azis Siregar, Rony, Reza, Diky. Dan teman teman lain yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(8)

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna lagi, baik dari segi isi/materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.

Medan, 05 Februari 2021 Hormat Penulis,

David Chrisna Pangihutan Lumban Gaol NIM. 170200269

(9)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian... 12

F. Tinjauan Kepustakaan ... 16

1. Hukum Pidana... 16

2. Tindak Pidana... 20

3. Kriminologi ... 23

4. Pengertian Kekerasan... 30

G. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DIATUR DI DALAM KUHP... 34

A. Tindak Pidana Pencurian Di Dalam KUHP ... 34

B. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan ... 41

C. Sanksi pidana terhadap Kasus Pencurian dengan Kekerasan Berdasarkan Pasal 365 KUHP ... 45

(10)

1. Faktor Internal ... 54

2. Faktor Eksternal ... 61

B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan 65 1. Upaya Penal ... 65

2. Upaya Non Penal... 68

BAB IV PENGARUH PUTUSAN HAKIM NOMOR 3629/PID.B/2019/ PN MDN DAN NOMOR 296/PID.B/2020/PN MDNDALAM MEMBERIKAN EFEK JERA SERTA MENCEGAH PELAKU POTENSIAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN YANG SAMA ... 70

A. Putusan Nomor 3629/PID.B/2019/PN MDN... 70

1. Kasus Posisi ... 70

2 Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum ... 72

3 Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 72

4 Fakta Hukum ... 73

5 Putusan Hakim ... 75

6 Analisis Kasus... 76

a. Analisis Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum ... 76

b. Analisis Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 77

c.Analisis Putusan Hakim………...78

B. Putusan Nomor 296/Pid.B/2020/PN MDN……… 82

1 Kasus Posisi……… 82

2 Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum………. 84

(11)

6 Analisis Kasus……… 87 a. Analisis Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum 87 b. Analisis Tuntutan Jaksa Penuntut Umum……….. 88 c. Analisis Putusan Hakim………. 89 C. Perbandingan Putusan Nomor 3629 dan Nomor 296…………. 93 BAB V PENUTUP... 95 A. Kesimpulan ... 95 B. Saran... 97 DAFTAR PUSTAKA

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia Sebagai negera hukum menjadikan hukum itu sendiri sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi setiap warga negaranya.1 Seluruh aspek kehidupan di negara ini diatur berdasarkan aturan hukum, segala tingkah laku individu diatur oleh hukum, baik hukum yang berlaku di suatu daerah atau hukum adat maupun hukum yang berlaku di seluruh Indonesia. Hal ini berarti hukum tidak terlepas dari pengaruh timbal balik dari keseluruhan aspek yang ada dalam masyarakat dan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat guna mengatur hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dan hubungan antara manusia dengan negara agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Hal penting dari negara hukum adalah adanya penghargaan dan komitmen menjunjung tinggi hak asasi manusia serta jaminan semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum (equality before the law).

Pemerintah selaku organisasi yang mengatur dan menjalankan suatu Negara memiliki tanggung jawab dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakatnya. Usaha itu tidaklah semudah membalikkan telapak

1 C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. Ke-8, (Jakarta: Balai Pusataka, 2015), h. 346.

(13)

tangan. Indonesia adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang dengan tujuan pokok untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, permasalahan di bidang sosial dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah banyak, masalah tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor dan gejala sosial, yaitu semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan dan hukum formal. Faktor dan gejala tersebut disebut dengan Patologi Sosial. Dengan kata, lain Patologi Sosial adalah Kriminalitas. Patologi sosial berisi tentang berbagai macam bentuk kejahatan atau penyimpangan sosial, dari waktu ke waktu berkembang secara dinamais dan membentuk pola baru, baik dari segi cara bertindaknya maupun akibat yang ditimbulkannya.2

Tindakan penyimpangan tentunya dapat mengganggu stabilitas sebuah kelompok masyarakat, bahkan lebih luas lagi dapat menimbulkan gangguan dan ancaman bagi stabilitas dan keamanan nasional. Penyimpangan sosial dapat terjadi dalam hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, individu dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan masyarakat yang lain.

Salah satu contohnya adalah permasalahan mengenai tingkah laku yang bertentangan dengan hak kepemilikan seseorang. Kejahatan adalah masalah manusia dan gejala sosial karena dapat terjadi dimana dan kapan saja dalam

2 Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, (Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2013), h. 92.

(14)

pergaulan hidup, sedangkan tinggi rendahnya angka kejahatan tersebut tergantung pada keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian, dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini memungkinkan orang orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media-media massa dan media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan berbagai jenis dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tak tercukupi. Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin bertambah, sehingga tercipta kondisi pertumbuhan penduduk yang sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama menyangkut masalah pemenuhan akan kebutuhan hidup dan lapangan pekerjaan, hal ini mudah sekali menimbulkan kerawanan di bidang keamanan dan ketenangan hidup masyarakat, seperti terjadinya kejahatan atau tindak pidana.

Akhir-akhir ini berbagai bentuk pencurian semakin merebah, menjamur, bahkan sangat meresahkan orang dalam kehidupan masyarakat sehari- hari. Berbagai modus operandi dilakukan dalam aksi pencurian mulai dari Hipnotis, menggunakan obat bius, bahkan pencurian secara bergerombol menggunakan senjata api, yang membuat korban tidak mampu berkutik.

Pencurian yang dilakukan pun skalanya semakin besar dengan sasaran pencurian yang tidak lagi terfokus kerumah-rumah di malam hari melainkan justru dilakukan di siang hari di tempat keramaian seperti Bank, Toko emas, pengadaian, swalayan, dengan hasil rampokan yang tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Hal tersebut menunjukkan bagaimana seseorang begitu kreatif dalam melakukan kejahatan.

(15)

Bahkan sebagian besar masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang kejahatan pencurian tersebut merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan baik perorangan maupun kelompok.

Berbagai cara atau modus operandi (cara pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara kejahatan satu dengan lainnya apalagi didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana untuk melakukan kejahatan dewasa ini, modus operandi para penjahat mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi. Cara-cara yang dilakukan dapat dikelompokkan misalnya pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, pencurian ringan, pencurian dalam keluarga, pencurian dengan kekerasan, dan lain-lain.

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan dimana dengan sejalannya perkembangan peradaban manusia hampir semua memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam realita kehidupan sesungguhnya. Terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan merupakan hasil interaksi antar manusia dengan lingkungannya. Hasil interaksi itu berawal dari timbulnya motivasi yang kemudian berkembang menjadi niat negatif untuk berbuat kejahatan atau tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya.

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah mencuri sesuatu yang bukan miliknya disertai dengan perbuatan terhadap fisik dengan menggunakan tenaga atau kekuatan badan yang cukup besar dan ditujukan kepada

(16)

orang yang merupakan objek pencurian dan mengakibatkan orang tersebut menjadi tidak berdaya.3

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang sering terjadi misalnya dilakukan atau disertai dengan adanya orang lain luka berat, kematian, pencurian itu dilakukan di malam hari, pencurian itu dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama atau lebih dengan cara membongkar melumpuhkan, memanjat, menodong korban menggunakan senjata api, menggunakan kunci palsu, perintah palsu, dan lain-lain dengan tujuan untuk memudahkan melakukan pencurian.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah faktor ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, meningkatnya pengangguran, kurangnya kesadaran hukum, mengendurnya ikatan keluarga dan sosial masyarakat.4 Tidak satupun norma yang membolehkan pencurian.

Pencurian dengan kekerasan bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang meregenerasi dan merugikan orang lain.

Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu sebagai berikut:5

3 Soerjono Soekanto, et al, Penanggulangan Pencurian Tinjauan Kriminologi, (Jakarta: Aksara, 2016), h. 20.

4 http://beritasore.com/2012/01/03/pengangguran-picu-kejahatan-di-medan/, diakses tanggal 2 Desember 2020.

5Adami Chazawi, Kejahatan terhadap benda, (Malang: Bayumedia, 2013), h. 5.

(17)

1. Unsur subjektif : met het oogmerk om het zich wederrechtelijk toe te eigenen. “Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara

melawan hukum”.

2. Unsur objektif :

a. Hij atau barang siapa.

b. Wegnemen atau mengambil.

c. Eenig goed atau sesuatu benda.

d. Dat gehell of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.

Tindak pidana pencurian yang diatur dalam pasal 365 KUHP juga merupakan gequalificeerdediefstal atau pencurian dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan . Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas tindak pidana pencurian dan kejahatan pemakain kekerasan terhadap orang, dari tindak pidana pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.6

Hakikatnya tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, moral dan hukum serta membahayakan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional penyelenggaraan pencurian dengan kekerasan merupakan perilaku yang negatif dan sangat merugikan moral masyarakat.

6 Leerboek Simons, Van het Netherland Strafrecht II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 54.

(18)

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang berhubungan dengan kejahatan, yang dalam perkembangannya selalu merugikan dan menyiksa orang lain. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat dapat menjauhi perbuatan kejahatan pencurian dengan kekerasan terhadap orang lain.7Apabila diperhatikan jumlah tindak pidana pencurian dengan kekerasan akhir-akhir ini meningkat dan dampak kejahatan tersebut sangat besar dalam mempengaruhi serta mengganggu ketentraman dan kehidupan masyarakat. Patut diakui bahwa tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut menyebabkan jatuhnya korban benda dan jiwa manusia. Oleh karena itu tindak pidana pencurian dengan kekerasan tidaklah dapat dipandang sebagai suatuhal yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian yang sangat kompleks, termasuk kompleksitas dari akibat yang ditimbulkannya.

Bagaimanapun juga tindak pidana pencurian dengan kekerasan dapat berakibat buruk terhadap masyarakat, misalnya mengganggu ketertiban, ketentramaan, dan keamanan masyarakat serta dapat pula menimbulkan kerugian yang besar kepada masyarakat, baik kerugian fisik maupun kerugian materil.

Tindak pidana merupakan produk dari masyarakat, demikian kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan dengan kekerasan, hampir dipastikan aparat penegak hukum terutama polisi mengalami kesulitan dalam mengungkap faktanya oleh karena itu perlu ditumbuhkan kesadaran Hukum di dalam masyarakat itu sendiri. Menyikapi fakta tersebut maka kejahatan dengan kekerasan tidak mungkin dihilangkan secara keseluruhan, termasuk didalamnya

7Untung S. Rajab, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945, (Bandung, CV. Utomo, 2013), h. 36.

(19)

tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hanya dalam upaya lintas sektoral, berkesinambungan dan terpadu pasti dapat diatasi, paling tidak kuantitas dan kualitasnya dapat dikurangi.

Adapun untuk mengurangi kuantitas dan kualitasnya dari tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah dengan melakukan tindak pidana dinamakan sanksi atau hukuman atau pidana yaitu reaksi atas delikdan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja di timpakan negara kepada pembuat delik itu dengan demikian maka setiap orang yang telah melanggar aturan atau hukum pidana (yang memang telah ditetapkan telebih dahulu aturannya) sudah barang tentu dapat di pidana.

Adapun hukum pidana ini bertujuan untuk mencegah atau mengahambat perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan- aturan hukum yang berlaku, karena bentuk hukum pidana merupakan bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, serta meletakkan dasar- dasar dan aturan-aturan dengan tujuan untuk:

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa, kepada mereka yang telah melanggar larangan-larang itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana penanganan itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang dapat disangka telah melanggar larangan tersebut.

(20)

Dengan keadaaan yang demikian maka kehadiran kriminologi sebagai salah satu ilmu bantu hukum pidana sangat diperlukan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan, bertujuan memahami gejala-gejala kejahatan di tengah pergaulan hidup manusia, menggali sebab-sebab kejahatan, dan mencari atau menyusun konsep-konsep penanggulangan kejahatan seperti upaya mencegah atau mengurangi kejahatan yang mungkin akan terjadi.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut kedalam sebuah judul skripsi yang berjudul “ANALISIS TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN NOMOR 3629/PID.B/2019/PN MDN DAN STUDI PUTUSAN NOMOR 296/PID.B/2020/PN MDN)”.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahaan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?

2. Apakah faktor-faktor penyebab dan upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan?

3. Apakah putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dapat memberikan efek jera dan mencegah pelaku potensial untuk melakukan perbuatan yang sama?

(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tentang pengaturan tindak pidana pencurian diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?

b. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor penyebab dan upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulanagan tindak pidana pencurian dengan kekerasan?

c. Untuk mengetahui tentang putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dapat memberikan efek jera dan mencegah pelaku potensial untuk melakukan perbuatan yang sama?

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuaan hukum pidana, khususnya terkait mengenai analisis hukum mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam perspektif kriminologi (Studi Putusan Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Studi Putusan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn).

b. Secara praktis

Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang analisis hukum mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam perspektif

(22)

kriminologi (Studi Putusan Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Studi Putusan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn) kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi sesama rekan-rekan mahasiswa.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi berjudul “Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Studi Putusan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn)”, berdasarkan hasil penelusuran berkaitan dengan judul tersebut di atas, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya di Fakultas Hukum USU, namun ada beberapa judul penelitian di Indonesia yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, antara lain:

1. Hannda Mandela, FH Universitas Sumatera Utara (2012), dengan judul penelitian “Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan di Polsek Bagan Sinembah Riau”.

2. Frans Fredrik Demak Hutapea, FH Universitas Medan Area (2017), dengan judul penelitian “Kajian Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam Keadaan Memberatkan (Study Putusan Nomor:

4026/PID.B/2016/PN. Medan)”.

Dari kedua judul penelitian terdahulu diatas jelas berbeda dengan apa yang penulis sedang teliti pada saat ini, dimana penulis memfokuskan pada putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN MDN dan Nomor 296/PID.B/2020/PN MDN yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dapat memberikan efek jera dan

(23)

mencegah pelaku potensial untuk melakukan perbuatan yang sama, sementara pada judul pertama membahas penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, sementara judul kedua membahas tentang dasar pertimbangan hakim dalam memutus serta menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian. Oleh sebab itu, penulisan skripsi ini dapat penulis yakini merupakan karya asli penulis yang disusun dan diteliti berdasarkan asas- asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah. Dan dapat disimpulkan pula bahwa skripsi penulis ini adalah karya asli penulis dan tidak meniru atau memplagiat karya ilmiah dari peneliti lain. Apabila dikemudian hari ditemukan kesamaan judul, maka penulis akan mempertanggungjawabkannya baik secara akademisi maupun hukum.

E. Metode Penelitian

Diperlukan metode penelitian sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis yang dipergunakan dalam penelitian ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penelitian ini.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran dan literatur-literatur terhadap peraturan-peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.8

8Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 2016), h. 13-14

(24)

Adapun sifat penelitian ini termasuk penelitian hukum deskriptif analitis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan.9

Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka jenis penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian deskriptif analisis dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji putusan-putusan Pengadilan Negeri Medan terkait tindak pidana pencurian dengan kekerasan guna mengetahui pengaruh putusan hakim Nomor 3629/PID.B/2019/PN Mdn dan Studi Putusan Nomor 296/PID.B/2020/PN Mdn dalam memberikan efek jera serta mencegah pelaku potensian untuk melakukan perbuatan yang sama.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan pengumpulan informasi berdasarkan data yang ada seperti membaca di perpustakaan atau literatur, mengutip yang mempunyai hubungannya dengan permasalahan penelitian10, yang terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.11 Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

9Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014), h. 35

10Dr. H. Ishaq. S.H., M.Hum, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2017), h. 73

11Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2016), h. 52

(25)

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 Tentang Pencurian Biasa;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 363 Tentang Pencurian dengan Kekerasan sebagai Pemberatan;

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 364 Tentang Pencurian Ringan; dan

4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 365 Tentang Pencurian dengan Kekerasan.

5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal Pasal 90.

6) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal Pasal 339.

7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.12 Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

c. Bahan Hukum Tersier

12Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media, 2014), h. 295

(26)

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa Kamus Umum, Kamus Bahasa, surat kabar, artikel dan internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, maka dipergunakan teknik penelitian kepustakaan (Library Research) dalam menganalisa suatu Putusan. Menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan (library research) ialah penelitian yang menggunakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpus, seperti buku, majalah, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah.13Teknik pengumpulan data dilakukan dengan meneliti berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan dalam Prespektif Kriminologis.

4. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif, yaitu suatu teknik analisis data yang tidak didasarkan pada angka-angka tetapi dilakukan dengan menguraikan dan menerangkan data-data yang diperoleh melalui kalimat dan

13Abdul Rahman Sholeh, Pendidikan Agama dan Pengembangan untuk Bangsa, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2005), h. 63.

(27)

kata-kata yang disusun secara sistematis. Metode berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir secara deduktif, yakni cara berfikir dan pernyataan yang bersifat umum untuk ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.14

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Hukum Pidana

Hukum Pidana pada dasarnya berpokok kepada dua hal utama yaitu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan pidana.15 Hukum pidana menentukan pula sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum pidana dengan hukum yang lainnya.16

Menurut W.L.G Lemaire hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu)

14 M. Muhdar , Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum (online), (Balikpapan, 2010), h. 23.

15 Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip Semarang, 2016), h. 9.

16M. Van Bemmelen, Hukum Pidana I Hukum Material Bagian Umum, (Bandung : Bina Cipta, 2014), h. 17.

(28)

dan dalam keadaaan-keadaan bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.17

Dengan demikian Hukum Pidana diartikan sebagai suatu ketentuan hukum/undang-undang yang menentukan perbuatan yang dilarang/pantang untuk dilakukan dan ancaman sanksi terhadap pelanggaran larangan tersebut. Banyak ahli berpendapat bahwa Hukum Pidana menempati tempat tersendiri dalam sistemik hukum, hal ini disebabkan karena hukum pidana tidak menempatkan norma tersendiri, akan tetapi memperkuat norma-norma di bidang hukum lain dengan menetapkan ancaman sanksi atas pelanggaran norma-norma di bidang hukum lain tersebut.18 Pengertian diatas sesuai dengan asas hukum pidana yang terkandung dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dimana hukum pidana bersumber pada peraturan tertulis (undang-undang dalam arti luas) disebut juga sebagai asas legalitas. Berlakunya asas legalitas memberikan sifat perlindungan pada undang-undang pidana yang melindungi rakyat terhadap pelaksanaan kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah.

Karakteristik hukum adalah memaksa disertai dengan ancaman dan sanksi. Tetapi hukum bukan dipaksa untuk membenarkan persoalan yang salah, atau memaksa mereka yang tidak berkedudukan dan tidak beruang. Agar peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga menjadi kaidah hukum, maka peraturan kemasyarakatan tersebut harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian, hukum mempunyai sifat

17P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 2014), h. 1-2.

18M. Ali Zaidan, Menuju Pembaruan Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 3.

(29)

mengatur dan memaksa setiap orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mau mematuhinya.19

Adanya aturan-aturan yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh dan menaatinya, akan meyebabkan terjadinya keseimbangan dan kedamaian dalam kehidupan mereka. Para pakar hukum pidana mengutarakan bahwa tujuan hukum pidana adalah pertama, untuk menakut-nakuti orang agar jangan sampai melakukan kejahatan (preventif). Kedua, untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan sukamelakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabi’atnya (represif).20

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat. Tujuan hukum pidana di Indonesia harus sesuai dengan falsafah Pancasila yang mampu membawa kepentingan yang adil bagi seluruh warga negara. Dengan demikian hukum pidana di Indonesia adalah mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:21

a. Tujuan hukum pidana sebagai hukum Sanksi.

Tujuan ini bersifat konseptual atau filsafati yang bertujuan memberi dasar adanya sanksi pidana. Jenis bentuk dan sanksi pidana dan sekaligus sebagai parameter dalam menyelesaikan pelanggaran pidana. Tujuan ini

19Suharto dan Junaidi Efendi, Panduan Praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana, Mulai Proses Penyelidikan Sampai Persidangan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2015), h. 25-26.

20 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT.

Refika Aditama, 2013), h. 20.

21Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 7.

(30)

biasanya tidak tertulis dalam pasal hukum pidanatapi bisa dibaca dari semua ketentuan hukum pidana atau dalam penjelasan umum.

b. Tujuan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap orang yang melanggar hukum pidana.

Tujuan ini bercorak pragmatik dengan ukuran yang jelas dan konkret yang relevan dengan problem yang muncul akibat adanya pelanggaran hukum pidana dan orang yang melakukan pelanggaran hukum pidana. Tujuan ini merupakan perwujudan dari tujuan pertama.

Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:22

a. Fungsi yang umum

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat.

b. Fungsi yang khusus

Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai

22Sudarto, Op.Cit., h. 9.

(31)

“mengiris dagingnya sendiri” atau sebagai “pedang bermata dua”, yang bermakna bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum (misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum pidana adalah subsidair, artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.

2. Tindak Pidana

Tindak Pidana dalam Bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata yaitu, straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana juga merupakan terjemahan dari starbaarfeit tetapi tidak terdapat penjelasannya. Tindak pidana biasanya disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yaitu kata delictum.

(32)

Menurut Sudarsono delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana).23

Menurut Teguh Prasetyo tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana. Pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif dan perbuatan yang berifat pasif.24

Menurut Jan Remelink tindak pidana adalah perilaku yang ada pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat di tolerir dan harus di perbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum.25

Sedangkan menurut Pompe tindak pidana merupakan suatu pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku yang penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.26

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang ataupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan

23Sudarsono, Kamus Hukum Cetakan Kelima, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2014), h.

12.

24Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), h. 49.

25Jan Remelink, Hukum Pidana (Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia), (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2013), h. 61.

26P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 182.

(33)

tersebut diancam dengan hukuman dan atas perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku.

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. Menurut Lamintang menjabarkan unsur-unsur subjektif, yaitu sebagai berikut:27

a. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa).

b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dll.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

e. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Menurut Adami Chazawi terdapat beberapa unsur objektif, yaitu sebagai berikut:28

a. Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid.

b. Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri.

c. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

27Ibid.,

28Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 79.

(34)

Selain itu, unsur-unsur tindak pidana dapat di lihat menurut beberapa teoritis. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum yang tercermin pada bunyi rumusannya.

3. Kriminologi

Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi kriminologi adalah ilmu atau ilmu pengetahuan tentang kejahatan.29 Istilah kriminologi untuk pertama kali digunakan oleh P. Topinand (1897), ahli antropologi Perancis. Sebelumnya kriminologi menggunakan istilah antropologi kriminal.30

Beberapa sarjana terkemuka memberikan definisi kriminologi, yaitu sebagai berikut:

a. Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial.

b. Menurut W.ABonger, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

c. Menurut Wood, menyatakan istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasaran teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan para penjahat.

d. Menurut Noach, menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut oran- orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.

29I.S. Susanto, Kriminologi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), h. 1.

30H.R. Abdussalam, Kriminologi, (Jakarta: Restu Agung, 2016), h. 4.

(35)

Menurut Bonger, ruang lingkup kriminologi dibedakan antara kriminologi murni dan kriminologi terapan, yaitu sebagai berikut:

a. Ruang lingkup kriminologi murni meliputi:

1) Antropologi Kriminal

Antropologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan meneliti mengenai manusia yang jahat dari tingkah laku, karakter dari sifat dan ciri tubuhnya seperti apa, juga meneliti apa ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.

2) Sosiologi Kriminal

Sosiologi kriminal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan meneliti mengenai kejahatan sebagai suatu gejala sosial atau gejala masyarakat, untuk mengetahui sampai dimana sebab-sebab kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Seperti apakah masyarakat yang melahirkan kejahatan termasuk kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan.

Apakah norma-norma masyarakat tidak berfungsi dalam mencegah kejahatan.

3) Psikologi Kriminal

Ilmu pengetauan ini mmperlajari dan meneliti kejahatan dari sudut kejiwaannya. Apakah kejiwaannya melahirkan kejahatan atau karena lingkungan atau sikap masarakat yang mempengaruhi kejiwaan, sehingga menimbulkan kejahatan.

4) Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal

(36)

Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan menelitik kejahatan dan penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. Apakah sakit jiwa atau urat syaraf yang menimbulkan kejahatan dan kejahatan apa yang timbul akibat akit jiwa atau urat syaraf.

5) Penologi

Ilmu pengetahuan inimempelajari dan meneliti kejahatan dari penjahat-penjahat yang telah dijatuhi hukuman. Apakah penjahat yang dijatuhi hukuman tersebut akan menjadi warga masyarakat yang baik atau masih melakukan kejahatan, bahkan mungkin lebih meningkat kualitas kejahatannya. Apakah pemidanaan dikaitkan dengan latar belakang dan adanya keseimbangan antara pemidanaan dengan kejahatan yang dilakukan.

b. Ruang Lingkup Kriminologi Terapan Meliputi:

1) Hygiene Kriminal

Tujuannya untuk mencegah terjadinya kejahatan, maka usaha-usaha pemerintah yaitu menerapkan Undang-Undang secara konsisten, menerapkan sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah timbulnya kejahataan serta sejauh mana pemerintah memperhatikan hygiene warganya untuk mencegah kejahatan.

2) Politik Kriminal

Pencurian dan penjambretan banyak dilakukan para pengangguran yang tidak memiliki pendidikan dan keteraampilan kerja, maka

(37)

pemerintah harus melaksanakan program pendidikan ketrampilan kepada para pengangguran sesuai dengan bakat yang dimiliki dan menyediakan pekerjaan serta penampungannya. Pengemis pengamen dan PHK yang banyak terjadi pada pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan warga dan rakyat. Apakah program-program pemerintah yang menimbulkan kejahatan.

3) Kriminalistik

Ilmu tentang penyelidikan teknik kejahatan dan penangkapan pelaku kejahatan.31 Untuk mengungkap kejahatan, menerapkan teknik pengusulan dan penyidikan secara scientific. Dalam mengungkap kejahatan dengan menggunakan scientific criminlistic antara lain yaitu identifikasi, laboratorium kriminal, alat mengetes golongan darah (DNA), alat mengetes kebohongan, balistik, alat pembantu keracunan kedokteran kehakiman, forensic toxicology, dan lain-lain scientific criminalistics lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi.

Objek studi kriminologi meliputi kejahatan, pelaku atau penjahat dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat, berikut penjelasan mengenai kejahatan, pelaku atau penjahat dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku atau penjahat.

a. Kejahatan

1) Kejahatan Menurut Hukum (yuridis)

31A.S. Alam, Pengantar Kriminologi, (Makassar: Pustaka Refleksi Books, 2014), h.

4.

(38)

Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi.

Dengan mempelajari dan meneliti perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai kejahatan (tindak pidana). Kejahatan adalah delik hukum (rechtdelicten) yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai peristiwa pidana, tetap dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.32 Setiap orang yang melakukan kejahatan akan diberi sanksi pidana yang telah diatur dalam KUHP yang dinyatakan didalamnya sebagai kejahatan. Bahwa kejahatan sebagaimana terhadap dalam perundang-undangan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara.33 Pelanggaran terhadap norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan, dan tidak boleh dibiarkan.34 Dan ciri pokok dari kejahatan adalah pelaku yang dilarang oleh Negara karena merupakan perbuatan yang merugikan bagi Negara dan terhadap perbuatan itu Negara beraksi dengan hukum sebagai upaya pamungkas.

2) Kejahatan Menurut Non Hukum atau Kejahatan Menurut Sosiologis

Kejahatan dalam sosiologis meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun tidak atau bukan ditentukan dalam undang- undang, karena pada

32Rusli Effendy, Ruang Lingkup Kriminologi, (Bandung: Alumni, 2013), h. 1.

33 J.E. Sahetapy, Teori Kriminologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2015), h. 100.

34Soedjono, Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2015), h. 3

(39)

hakikatnya warga masyarakat dapat merasakan dan menafsirkan bawah perbuatan tersebut menyerang dan merugikan masyarakat.35

Kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi memiliki pola yang sama. Gejala kejahatan terjadi dalam proses interaksi antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan kelompok-kelompok masyarakat mana yang memang melakukan kejahatan.

Kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkannya atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompoknya, sehingga perbuatan-perbuatan tersebut merugikan kepentingan masyarakat luas, baik kerugian materi maupun kerugian/ bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana.

b. Pelaku atau Penjahat

Penjahat atau pelaku kejahatan merupakan para pelaku pelanggar hukum pidana dan telah diputus oleh pengadilan atas pelanggarannya dan dalam hukum pidana dikenal dengan istilah narapidana. Para pelaku kejahatan biasanya dikarenakan bukan karena pembawaan tetapi karena kecenderungan, kelemahan, hawa nafsu dan karena kehormatan dan keyakinan.36 Dalam mencari sebab-sebab kejaahatan, kriminologi positive, dengan asumsi dasar bahwa penjahat berbeda

35R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Bogor: Politea, 2015), h. 13.

36W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Jakarta: Ghalia, 2012), h. 82.

(40)

dengan bukan penjahat, perbedaan mana ada pada aspek biologik, psikologis maupun sosio-kultural.

Oleh karena itu dalam mencari sebab-sebab kejahatan dilakukan terhadap narapidana atau berkas narapidana, dengan cara mencarinya pada ciri-ciri biologiknya (determinis biologik) dan aspek kultural (determinis kultural). Keberatan utama terhadap kriminologi positivis, bukan saja asumsi

dasar tersebut tidak pernah terbukti, akan tetapi juga karena kejahatan konstruksi sosial.37

3) Reaksi Masyarakat Terhadap Kejahatan, Pelaku dan Korban Kejahatan

Dalam hal ini mempelajari dan meneliti serta membahas pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbutan-perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas, tetapi undang-undang belum mengaturnya. Berdasarkan studi ini bisa menghasilkan apa yang disebut sebagai kriminalisasi, dekriminalisasi atau depenalisasi.

Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidana dan diancam dengan suatu penetapan dalam hukum pidana, itu merupakan dari reaksi negatif masyarakat atas suatu kejahatan yang diwakili oleh para pembentuk Undang-Undang. Penjara itu diadakan untuk memberikan jaminan keamanan kepada rakyat banyak, agar terhindar dari gangguan kejahatan. Jadi pengadaan

37Ibid., hlm. 17.

(41)

lembaga kepenjaraan itu merupakan respon dinamis dari rakyat untuk menjamin keselamatan diri.38 Dengan begitu penjara itu merupakan tempat penyimpanan penjahat-penjahat “ulung”, agar rakyat tidak terganggu, ada tindakan preventif agar para penjahat tidak merajalela.

4. Pengertian Kekerasan

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal (yang bersifat, berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.39 Dari uraian diatas tampaklah bahwa batasan dan pengertian tentang tindak kekerasan yang diberikan adalah meliputi setiap aksi atas perbuatan yang melanggar undang-undang hal ini adalah hukum pidana.

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.

Kekerasan dapat diartikan sebagai perihal keras atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.40

Menurut Santoso kekerasan juga bisa diartikan sebagai serangan memukul (Assault and Battery) merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan ilegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan pembunuhan secara resmi

38Kartini Kartono, Pathologi Sosial, (Jakarta: Rajawali Jilid III, 2013), h. 167.

39Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN.

Balai Pustaka, 2013), h. 550.

40 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 2014), h. 425.

(42)

dipandang sebagai tindakan kolektif. Jadi, tindakan individu ini terjadi dalam konteks suatu kelompok, sebagaimana kekerasan kolektif yang mucul dari situasi kolektif yang sebelumnya didahului oleh berbagai gagasan, nilai, tujuan, dan masalah bersama dalam periode waktu yang lebih lama.41

Kejahatan kekerasan oleh Yesmil Anwar diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.42

Pasal 89 KUHP menyatakan bahwa:

“Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan lain sebagainya. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.”

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika skripsi ini merupakan suatu ketentuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain yang dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

41 Topo Santoso, Kriminologi, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), h. 24.

42 Yesmil Anwar, Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosio kultural Kriminologi Hukum, (Bandung: UNPAD Press, 2014), h. 5.

(43)

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi ini yang terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENCURIAN

Pada bab II ini akan membahas 4 (empat) sub bab, yang pertama menjelaskan tentang Pengaturan Tindak Pidana Pencurian, kedua menjelaskan tentang Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencurian dalam Pasal 365 KUHP, dan ketiga menjelaskan tentang Sanksi pidana terhadap Kasus Pencurian dengan Kekerasan Berdasarkan Pasal 365 KUHP.

BAB III : FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

Pada bab III ini akan membahas 3 (tiga) sub bab, yang pertama menjelaskan tentang Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam Perspektif Kriminologi, dan Upaya Penanggulangan Kejahatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan melalui upaya penal dan upaya non penal.

BAB IV : PENGARUH PUTUSAN HAKIM NOMOR 3629/PID.B/2019/PN MDN DAN NOMOR 296/PID.B/2020/PN MDN DALAM MEMBERIKAN EFEK JERA SERTA MENCEGAH

(44)

PELAKU POTENSIAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN YANG SAMA

Pada bab IV ini menjelaskan 3 (tiga) sub bab, yang pertama menjelaskan tentang Kasus Posisi, Pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Fakta-Fakta Hukum, Putusan Hakim dan Analisis Kasus yang terdiri atas Analisis Pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, Analisis tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan Analisis Putusan Hakim.

BAB V : PENUTUP

Pada bab V ini memaparkan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian penulis.

(45)

A. Pengaturan Tindak Pidana Pencurian

Pencurian secara umum diartikan sebagai mengambil barang orang lain yang bukan miliknya. Dari segi Bahasa (etimologi) pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapat awalan “pe”, dan akhrinya “an”. Arti kata curi adalah sembunyi-sembunyi atau diam-diam atau tidak dengan jalan yang sah atau melakukan pencurian secara sembunyi-sembunyi atau tidak dengan diketahui orang lain perbuatan yang dilakukannya itu.43 Pencurian adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum.44

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) sebagai lex generalis, namun ketentuan yang diatur menyangkut kekerasan atau ancaman kekerasan dalam KUHPidana tidak secara tegas memuat pengertian tindak pidana kekerasan atau kejahatan kekerasan. Misalnya Pasal 89 KUHPidana, kekerasan menurut ketentuan ini hanya menegaskan membuat orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya (lemah). Pasal 89 KUHPidana ini hanya menegaskan perbuatan yang disamakan dengan kekerasan. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan yang besar dan secara

43 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), h. 225.

44Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Bandung: Citra Umbara, 2016), h. 44.

(46)

tidak sah misalnya memukul dengan menggunakan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya.

Menurut Pasal 89 KUHPidana ini ukuran pingsan yang dimaksud adalah bahwa korban tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya karena diberi (umpanya) minum racun kecubung, racun tikus, dan berbagai macam obat atau alat yang dapat membuat seseorang menjadi pingsan. Sehingga orang (korban) tersebut tidak sadar, tidak bisa mengingat sesuatu lagi, tidak dapat mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Perlu diketahui bahwa yang dapat membuat orang pingsan bukan hanya dalam bentuk minuman (obat) atau makanan, lebih dari itu juga bisa membuat seseorang pingsan misalnya melalui pukulan dengan menggunakan batu atau kayu ke arah kepala seseorang, bisa seseorang itu menjadi pingsan dalam beberapa saat.

Makna lainnya yang terkandung dalam Pasal 89 KUHPidana ini membuat orang tidak berdaya maksudnya tidak memiliki kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat membuat perlawanan sedikitpun. Misalnya mengikat tangan dan kakinya dengan tali yang ketat, mengurungnya dalam kamar, memberikan suntikan jenis obat, sehingga orang itu menjadi lumpuh. Bedanya dengan pingsan adalah bahwa jika tidak berdaya, orangnya masih sadar, masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. Terlalu luas pemaknaan kekerasan menurut Pasal 89 KUHPidana. Begitu juga pemaknaan kekerasan atau ancaman kekerasan dalam pasal-pasal menyangkut pencurian misalnya dalam Pasal 365 KUHPidana.

(47)

Pengaturan tindak pidana pencurian sebagaimana yang diatur dalam KUHPidana terdapat dalam Buku II Bab XXII Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Batasan pengertian tentang pencurian diatur dalam Pasal 362, tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan diatur dalam Pasal 363, tentang pencurian ringan diatur dalam Pasal 364, tentang pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365, dan Pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga. Salah satu yang memberatkan pelaku tindak pidana adalah pencurian yang disertai dengan kekerasan.

Ketentuan dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana di atas, dinamakan pencurian dengan kekerasan (kekerasan yang dimaksud di sini didasarkan pada Pasal 89 KUHPidana), misalnya termasuk pula mengikat orang yang punya rumah, menutup dan menguncinya dalam kamar, dan lain-lain. Kekerasan atau ancaman kekerasan ini harus dilakukan pada orang bukan kepada barang atau harta benda korban, dapat dilakukan sebelumnya secara bersama-sama atau setelah pencurian itu selesai dilakukan, asal maksudnya untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, dan jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya atau kawannya yang turut melakukan akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya. Seorang pencuri dengan merusak rumah atau pekarangannya, tidak termasuk delik yang diatur dalam Pasal 365 KUH Pidana ini, sebab kekerasan merusak itu tidak dikenakannya kepada orang melainkan pada benda-benda atau barang.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang disebutkan dalam Pasal 365 KUHPidana yang mana harus dipenuhi misalnya pada

(48)

ayat (1) “diikuti dengan kekerasan untuk memudahkan pencurian”, ayat (2) ke-1

“pencurian itu dilakukan di malam hari”, ayat (2) ke-2 “pencurian itu dilakukan oleh dua orang secara bersama-sama atau lebih”, ayat (2) ke-3 “dengan cara membongkar atau memanjat, menggunakan kunci palsu, perintah palsu, atau jabatan palsu”, ayat (2) ke-4 “pencurian yang menyebabkan ada orang lain luka berat”, ayat (3) “menyebabkan kematian”, ayat (4) “menyebabkan ada orang lain luka berat atau mati yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama”.

Menurut Mahmud Mulyadi mengatakan bahwa pencurian dengan kekerasan sama saja dengan perampokan. Tampaknya beliau menegaskan hal itu dalam bukunya yang berjudul ”Criminal Policy” terdapat dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana, yang objek kekerasan itu adalah orang, bukan benda-benda atau barang milik korban.45 Apabila dilihat dari sisi tujuan dilakukannya kekerasan perlu dikatehui hal-hal seperti misalnya ada seorang pencuri yang dimaki-maki oleh orang yang melihatnya, karena pencuri itu sakit hati dimaki-maki lalu memukul orang yang melihat tersebut. Peristiwa seperti ini tidak termasuk dalam pasal ini karena seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kekerasan (dalam hal ini memukul) itu dilakukan pencuri disebabkan karena sakit hati, bukan untuk keperluan mempermudah keperluannya mencuri. Jadi, dapat dipahami bahwa kekerasna atau ancaman kekerasan yang dilakukan pencuri karena tujuannya untuk mempermudah pencurian itu dilaksanakannya, bukan karena unsur lain

45Ibid., h. 28.

(49)

seperti di atas. Ancaman sanksi dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana adalah 9 (sembilan) tahun penjara.

Kajian terhadap ketentuan Pasal 365 ayat (2) KUHPidana adalah pencurian yang diperberat. Maksudnya ancaman hukuman menurut ayat ini ditambah sebagai pemberatan terhadap delik pencurian yang dilakukannya.

Kategori pemberatan dimaksud adalah:

1. Jika pencurian itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

2. Jika Pencurian itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih;

3. Jika pencuri itu masuk dengan cara membongkar atau memanjat atau dengan cara memalsukan kunci, memalsukan surat perintah atau menggunakan jabatan palsu; dan

4. Jika perbuatan pencurian itu menyebabkan ada orang mendapat luka berat.

Luka berat yang dimaksud di sini sebaiknya dirujuk pada Pasal 90 KUHPidana yang menegaskan dikatakan luka berat melekat pada tubuh korban, dimana luka dimaksud menjadi penyakit yang tidak bisa lagi disembuhkan dengan sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi menjalankan jabatan atau pekerjaannya, tidak lagi memakai salah satu panca indra, kudung (rompong), lumpuh, cacat seumur hidup, berubah pikiran lebih dari empat minggu lamanya, menggugugurkan atau membunuh anak dalam kandungan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana secara umum diatur dalam Pasal 45 KUHP, namun keberadaan pasal tersebut

Untuk Putusan Nomor 833/Pid.B/2020/PN Plg, Majelis hakim menjatuhkan putusan dikarenakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal 363 ayat (1) Ke-4,

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi main hakim sendiri bagi pelaku tindak pidana pencurian di Kelurahan Bendan

Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai “Dampak Putusan Maffezini terhadap Interpretasi Klausul Most-Favored Nation dalam hal Persetujuan (Consent)

Skripsi ini berbicara mengenai analisis yuridis penerapan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap hasil tindak pidana

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 9.000,-, barangsiapa

Kemudian Majelis Hakim dalam perkara ini menjatuhkan putusan, Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dengan kekerasan

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika menurut hukum pidana di indonesia, bagaimana pengatura