• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Syarat Syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Syarat Syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh:"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Rahman NIM. 150200056

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

atas petunjuk dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul “PIDANA TERHADAP PELAKU PENDISTRIBUSI DAN PENTRANSMISI KONTEN PORNOGRAFI DI MEDIA KOMUNIKASI “LINE MESSENGER” ( STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR No.

217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim)” yang membahas tentang pengaturan hukum, pandangan norma sosial, hukum, agama terhadap pornografi dan bagaimana dampak dan faktor-faktor pornografi beserta bagaimana penanggulangan pornografi tersebut. Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun berkat arahan, bimbingan, dan petunjuk dari dosen pembimbing, maka penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera

(4)

ii

Utara, Puspa Melati Hasibuan, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk menasihati, mengajarkan, memberikan arahan, masukan serta bimbingan yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, kepedulian, bimbingan, arahan, saran, ilmu, serta semangat dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Abdul Rahman, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan memberikan ilmunya selama 7 semester kepada Penulis.

7. Untuk yang teristimewa kedua orangtua Penulis Almarhum M. Yusuf Usman, Amd. dan Ibunda Siti Aisyah yang paling saya sayangi yang selalu memberikan dukungan baik do’a, material maupun moral dan membimbing saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Beserta kakak saya Mentari, Am.Keb dan Adinda Purnama, S.Pd., M.Pd

8. Teristimewa kepada sahabat, teman berbagi, teman berkeluhkesah dan teman bersama yaitu Dewanta Mahesi Nugroho, Muhammad Aldi Lubis,

(5)

stambuk 2015 Grup B FH USU, Nurul Denisa Purba, Alfi Yola Ritonga, Jhosephine Sirait, Nurul Kamila, Reza Kurnia, M. Rizki, Iman Tondi.

10. Terimakasih terhadap teman-teman Komunitas penerima beasiswa Bank Indonesia Sumatera Utara yang tergabung dalam wadah GenBI (Generasi Baru Indonesia).

11. Teman-Teman Klinis saya di klinis Pidana, Perdata, dan PTUN.

12. Teman-teman stambuk 2015 lainnya. Terimakasih atas waktu dan bantuannya kepada penulis selama ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

Medan,12 Juli 2019

Penulis,

Rahman

Nim : 150200056

(6)

iv

ABSTRAK

Rahman1

Prof. Dr. Syafruddin Kalo S.H, M.Hum2 Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum3

Perubahan merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan zaman. Perubahan pun terjadi pada teknologi informasi dan komunikasi yang memberikan dampak positif dan negatif dengan munculnya berbagai jenis pelanggaran kejahatan. Penyalahgunaan yang terjadi dalam cyber space inilah yang kemudian dikenal dengan cyber crime lalu kejahatan tersebut semakin berkembang sampai menjadi kejahatan kesusilaan atau cyberporn.

Survey yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sepanjang tahun 2016 menyebutkan sebanyak 132 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet dan sekitar 136 miliar video porno diakses melalui smartphone. Dampak dari pornografi memunculkan maraknya kasus perzinahan, pemerkosaan, aborsi, dan munculnya penyakit menular seksual.

Penyerbaran pornograpi perlu mendapat perhatian secara serius mengingat kerugian yang dapat ditimbulkan dan dampaknya berakibat besar pada kerugian negara dan masyarakat. Perbuatan atau kejahatan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada saat ini yaitu penyebaran konten pornografi yang dilakukan melalui media komunikasi Line Massengger.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini meliputi pengaturan hukum terhadap tindak pidana pornografi melalui Line Massengger, upaya penanggulangan tindak pidana penyebaran konten pornografi dan bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku penyebar pornografi yang dilakukan melalui Line Massengger. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library researching). Penelitian ini mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer seperti menganalisis peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti dari buku-buku, artikel, jurnal, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa peredaran pornografi terjadi sangat massif dan dapat dilakukan melalui media apa saja termasuk media komunikasi Line Massengger. Hal ini menunjukan bahwa masih lemahnya peran pemerintah dan pembuat undang-undang dalam memerangi masalah pornografi yang terjadi.

Kata Kunci : Pornografi, Line Massengger,

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3 Dosen Pembimbing II Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

ABSTRAK ...iv

DAFTAR ISI ...v

BAB I : PENDAHULUAN ………1

A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...8

D. Keaslian Penulisan ...9

E. Tinjauan Kepustakaan ...10

1. Pengertian Tindak Pidana ... ...10

2. Pengertian Pornografi ………....13

3. Pengertian Media Komunikasi ………..15

4. Pengertian Hukum ……….17

F. Metode Penelitian ...18

1. Jenis Penelitian ...18

2. Sifat Penelitian ...18

3. Sumber Data ...19

4. Metode Pengumpulan Data ...19

5. Analisis Data ...20

G. Sistematika Penulisan ...20

(8)

vi

BAB II : KETENTUAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI YANG DISEBARLUASKAN MELALUI MEDIA KOMUNIKASI INTERNET ………23

A. Pengertian dan Sejarah Tindak Pidana Pornografi di Indonesia...…23 B. Pornografi Ditinjau Dari Prespektif Norma Sosial, Hukum, Agama

Islam……… 28 1. Pornografi Dalam Prespektif Norma Sosial …….. ……..………28 2. Pornografi Dalam Prespektif Hukum ………...30 3. Pornografi Dalam Prespektif Agama Islam ……….35 C. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pornografi Yang Disebarluaskan

Melalui Media Internet Menurut Hukum Positif di Indonesia

………..………39 1. Pengaturan Tindak Pidana Pornografi Dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana………..56 2. Pengaturan Tindak Pidana Pornografi di Luar Kitab Undang- Undang Hukum Pidana....………..

a. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi……….

b. Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik………...

BAB III : PENANGGULANGAN PELAKU PENDISTRIBUSI DAN PENTRANSMISI KONTEN PORNOGRAFI MELALUI MEDIA KOMUNIKASI………62

(9)

2. Faktor Penghambat Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pendistribusi dan Pentransmisi Konten Pornografi di Media Komunikasi Line Massengger ………..

3. Upaya Penanggulangan Penyebaran Konten Pornografi di Line

Massengger ……...………..65

a. Upaya Preventif………. b. Upaya Represif……….. BAB IV : PENERAPAN HUKUM TINDAK PIDANA PENDISTRIBUSI DAN PENTRANSMISI KONTEN PORNOGRAFI MALALUI MEDIA KOMUNIKASI LINE MESSENGER (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR NO.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim)………77

A. Kasus Posisi ……….……….77

1. Kronologi………77

2. Pasal Yang di Dakwakan…………..…...………...…78

3. Tuntutan………..78

4. Fakta Hukum………...80

5. Putusan………89

B. Analisis Kasus……….………...…90

1. Analisis Dakwaan………90

2. Analisis Tuntutan………94

(10)

viii

3. Analisis Putusan………..95 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...106 B. Saran ...107 DAFTAR PUSTAKA………110

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perubahan merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan zaman. Pergeseran zaman telah banyak mengubah aspek kehidupan. Secara perlahan, maupun yang terjadi begitu cepat.

Manusia ialah subjek yang paling rentan mengalami perubahan tersebut. Dimana, perubahan ini akan berpengaruh langsung kepada masyarakat. Perkembangan yang terjadi memberikan kemajuan di masyarakat dalam berbagai bidang. Baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, maupun teknologi. Seiring dengan perkembangan tersebut, interaksi antar masyarakat semakin kian terjadi, terlebih lagi pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial. Dimana, interaksi yang terjadi berpotensi menimbulkan banyak permasalahan yang jika tidak diatur sedemikian rupa dapat menimbulkan masalah. Tidak terkecuali, terjadinya tindak pidana.

Peradapan dunia masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan.

Apa yang disebut dengan globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke-20, yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika

(12)

2

yang menyebarluaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas dan jasa4.

Sehubungan dengan kemajuan teknologi dalam bidang Informasi. Perkembangan teknologi informasi di abad ke 21 telah menandai suatu kemajuan baru yang sangat penting dalam peradaban manusia dimana akses keterbukaan informasi telah membantu manusia dalam melakukan banyak aktifitas. Namun demikian, keberhasilan dari sisi positif penggunaan teknologi Informasi bagi kemajuan peradaban umat manusia juga menimbulkan sisi lain untuk diaksesnya penyalahgunaan dengan tujuan memperoleh keuntungan material secara tidak sah dan melawan hukum sehingga merugikan kepentingan individu, kelompok, dan Negara yang diidentifikasi sebagai tindak pidana 5. Kemajuan teknologi informasi (internet) dan segala bentuk manfaat di dalamnya membawa konsekuensi negatif tersendiri dimana semakin mudahnya para penjahat untuk melakukan aksinya yang semakin merisaukan masyarakat. Penyalahgunaan yang terjadi dalam cyber space inilah yang kemudian dikenal dengan cyber crime atau dalam literatur lain digunakan istilah computer crime.6

Internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru, Masyarakat baru dengan kebebasan beraktifitas dan berkreasi degan cara yang mudah. Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan manusia tentang berbagai kegiatan yang selama ini hanya di monopoli oleh aktivitas yang bersifat fisik

4 Juwono Sudarsono,Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, (Jakarta: artikel dalam Majalah Prisma, LP3ES No. 8 Tahun XIX 1990)

5 Naskah Akademik Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik

6 Maskun, S.H., LLM, KEJAHATAN SIBER Cyber Crime, (Jakarta: Kencana, 2013) hlm. 47.

(13)

belaka. Lahirnya internet mengubah paradigma komunikasi manusia dalam bergaul, berbisnis dan juga berasmara.7 Hal tersebut telah mengubah alur berkembangnya tindakan kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga memunculkan kejahatan dalam bentuk “cyber crime”. Ditandai dengan berkembang pesatnya situs-situs porno dalam berbagai tampilan situs yang sangat menggiurkan. Bahkan dalam berbagai data terakhir menunjukan bahwa tranksaksi terbesar perdagangan melalui internet diperoleh melalui bisnis pornografi ini8. Hal tersebut kini dikenal dengan istilah “cyber pornography”.

Perkembangan pornografi yang semakin marak tidak lepas kaitannya dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini. Pornografi yang pada awalnya hanya didistribusikan melalui video Betacam kemudian keping Digital Versatile Disk (DVD) maupun Versatile Compact Disk (VCD), saat ini dapat dikonsumsi melalui laptop, tablet, smartphone, serta perangkat digital lainnya dengan didukung oleh koneksi internet. Sejumlah riset menunjukkan bahwa akses konten pornografi paling banyak memalui smartphone. Data survey yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sepanjang tahun 2016 menyebutkan bahwa sebanyak 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet, data APJII juga menyebutkan bahwa rata-rata pengakses internet di Indonesia menggunakan perangkat telepon genggam, yaitu 47,6 persen berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Juniper Research, selama semester

7 Agus Raharjo, S.H, M.Hum Cyber Crime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Teknologi, (Bandung: PT: Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 59

8 Edmon Makarim, Komplikasi Hukum Telematika, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 196-197

(14)

4

pertama tahun 2015 terdapat sekitar 136 miliar video porno yang diakses melalui smartphone9.

Dampak dari Pornografi sendiri saat ini dapat dilihat dari seringnya terjadi kasus perzinahan , pembunuhan, aborsi, dan pemerkosaan. Lalu tak hanya orang dewasa yang menjadi korban dari pornografi tersebut melainkan juga melibatkan anak- anak dibawah umur dimana pornografi itu menyebabkan penyimpangan seksual dan menjadi penyebab terkikisnya nilai-nilai budaya dan moral untuk generasi bangsa.

Peredaran konten pornografi tidak hanya tersebar melalui akses laman- laman di website internet tetapi disebarkan melalui berbagai platform salah satunya adalah media komunikasi yang pada dasarnya digunakan untuk keperluan berbagi informasi, lokasi, file, foto, video dan sebagainya.

Perkembangan teknologi saat ini memberikan dampak negatif dengan munculnya berbagai jenis pelanggaran dan bahkan suatu kejahatan seperti cyber pornography. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, bahkan Negara.

Kenyataannya telah membuktikan bahwa kejahatan hanya dapat dicegah atau dikurangi tetapi sulit untuk diberantas secara tuntas. Kejahatan seperti penyerbaran pornograpi perlu mendapat perhatian secara serius mengingat kerugian yang dapat ditimbulkan yang dampaknya akan berakibat merugikan Negara, masyarakat maupun individu. Oleh karena itu Negara memberikan reaksi berupa larangan terhadap perbuatan melawan hukum serta sanksi bagi

9 Dikutip dari https://apjii.or.id/content/read/104/348/BULETIN-APJII-EDISI-22---Maret-2018 tgl 20 April 2019, pukul 19.00

(15)

pelanggarnya. Perbuatan atau kejahatan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada saat ini yaitu penyebaran konten pornografi yang dilakukan melalui akses media komunikasi.

Pornografi menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang pornografi ialah :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”10

Dalam hal ini penulis mengangkat masalah tentang tindak pidana penyebaran dan penyiaran konten pornografi yang dilakukan dalam platform media komunikasi Line Mesengger karena maraknya peyerbaran konten pornografi yang disebarluaskan melalui platform tersebut dengan tujuan untuk mencari keuntungan pribadi contoh kasus yang dapat diambil ialah kasus Fahmi Adriyanto atau Miget yang didakwa melanggar pasal 27 ayat (1) juncto. Pasal 45 ayat (1) UU RI No. 19 tahun 2016 atas Perubahan UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam kasus ini Fahmi Adriyanto alias Miget terbukti menjadi admin Group Line Porno TV Cabul VVP Show 18 yang mengupload atau menyebarkanluaskan video bermuatan konten pornografi yang sangat bertentangan dengan norma-norma agama dan kesusilaan, melalui

10 Undang – undang R.I. No. 44 tahun 2008 Tentang Pornografi

(16)

6

penyebaran konten pornografi terdakwa bertujuan untuk mencapai keuntungan pribadi dengan cara yang melawan ketentuan undang-undang.

Penggunaan platform media komunikasi sebagai tempat penyebaran pornografi sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius untuk disoroti. Saat ini mayoritas masyarakat dari berbagai golongan usia maupun golongan ekonomi sudah sangat akrab dengan media komunikasi online. Namun pelaku penyebar pornografi di internet atau melalui media komunikasi seakan-akan tidak merasa bersalah dan tidak takut terhadap hukum. Ketidaktahuan masyarakat terhadap aturan hukum dalam mengunggah/mentrasmisikan konten pornografi melalui media komunikasi menjadi suatu sebab tersendiri yang mengakibatkan masyarakat seakan-akan bebas mengakses dan membagikan pornografi.

Keberadaan hukum sebagai suatu aturan (rule of law) adalah berbanding lurus dengan melihat sejauh mana pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri terhadap informasi hukum yang tengah berlaku11.

Penegakan hukum terhadap suatu masalah hukum, baru dapat dilakukan bila ada hukum yang harus ditegakan/diterapkan. Penguasa dalam penegakan hukum dapat menjatuhkan hukum kepada seseorang atas perbuatan yang dilakukannya. Bila terlebih dahulu ada undang-undang yang mengatur perbuatan tersebut.

Penyalahgunaan fungsi media komunikasi menjadi tempat tersebarnya konten kesusilaan semakin hari semakin meningkat. meningkatnya penyalahgunaan ini perlu dibarengi dengan tindakan pencegahan, pengurangan, dan penjatuhan sanksi terhadap segala bentuk penyalahgunaan tersebut. Tulisan

11 Edrom Makarim, Opcit hlm. 9

(17)

ini dimasudkan oleh penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan hukum, mengenai kebijakan hukum pidana terhadap pelaku penyebar dan penyiar pornografi di media komunikasi line mesengger . pembahasan dalam penulisan ini akan membahas berbagai kebijakan dan pengaturan hukum yang berlaku mengenai tindak pidana penyebaran pornografi.

Penegakan hukum, norma dan moral kesusilaan sangat diperlukan dalam penggunaan media komunikasi online untuk mencegah terjadinya kejahatan dan pelanggaran yang lebih besar lagi, mengingat dunia online yang telah menjadi bagian penting dari infrastruktur perkembangan komunikasi dan informasi, terlebih semakin banyak pihak yang menyalahgunakan penggunaan teknologi dan informasi untuk menyebarluaskan hal-hal yang melanggar ketentuan hukum dan norma-norma sosial, etika dan budaya seperti pornografi. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini dalam skripsi yang berjudul “PIDANA TERHADAP PELAKU PENDISTRIBUSI DAN PENTRANSMISI KONTEN PORNOGRAFI DI MEDIA KOMUNIKASI “LINE MESSENGGER”

(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR NO.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim) ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka timbullah permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana ketentuan pengaturan tentang tindak pidana pornografi yang disebarluaskan melalui media komunikasi?

(18)

8

2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana terkait perbuatan mendistribusikan dan mentransmisikan konten pornografi yang dilakukan di Line Messengger ?

3. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku pendistribusi dan pentransmisi konten pornografi melalui media komunikasi Line Messengger (studi kasus putusan negeri jakarta timur No.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim)?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum masalah pidana pornografi yang disebarluaskan melalui media komunikasi

2. Sebagai media pembelajaran dalam menanggulangi pornografi menurut ketentuan undang-undang

3. Memberikan pengetahuan mengenai penerapan hukum pelaku yang melakukan penyebaran konten pornografi di media komunikasi.

Adapun manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam usaha untuk meningkatkan kesadaran terhadap bahaya penyebaran pornografi melalui media komunikasi yang penulis dapatkan setelah melalui serangkaian studi pustaka.

2. Manfaat Praktis

(19)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sanksi hukum apa yang diberikan oleh Hakim dalam memutus perkara pornografi yang disebarluaskan melalui media komunikasi online. Dan hasilnya memberikan sumbangan pemikiran kepada Polisi, Jaksa, Advokat/Pengacara, dan Hakim sebagai aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas profesi masing-masing sesuai ketentuan perundang-undangan.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Pidana Terhadap Pelaku Pendistribusi dan Pentransmisi Konten Pornografi di Media Komunikasi “Line Messengger” (studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur NO.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim) ”.

Judul skripsi ini telah melalui tahap pemeriksaan yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum USU pada tanggal 13 Mei 2019. Kalaupun terdapat judul yang hampir sama dengan judul ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda.

Penulisan skripsi ini merupakan hasil karya penelitian sendiri dengan berbagai masukan dari berbagai pihak yang membantu demi kelengkapan penulisan ini, sehingga secara substansi dapat di pertanggung jawabkan.

Pengambilan/pengutipan dari berbagai karya pihak lain dilakukan dengan menyebutkan sumbernya seperti yang tercantum Dalam Pustaka.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai : “Pidana Terhadap Pelaku Pendistribusi dan Pentransmisi Konten Pornografi di Media Komunikasi “Line

(20)

10

Messengger” (studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur NO.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim) ”

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai jenis yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa yang terjadi didalam hukum pidana12. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkret dalam lapangan hukum pidana. Sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat.

Tindak Pidana merupakan suatu istilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana, perbuatan tersebut dapat dikulifikasikan sebagai perbuatan pidana bila memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana. Istilah tindak pidana berasal dari kata strafbarfeit dalam bahasa belanda.

Kata strafbarfeit sering diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi “tindak pidana” , “Delik” ataupun “perbuatan pidana”

Para ahli menyimpulkan tindak pidana dalam arti sebagai berikut : a. R. Tresna

Sulit untuk mendefinisikan arti tindak pidana yang tepat, R.Tresna mengatakan bahwa : Peristiwa-peristiwa pidana ialah sesuatu perbutan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Ia menerangkan bahwa

12 Bambang Poernomo, Azas-Azas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Gahlia Indonesia, 1976), hlm.

124

(21)

perumusan tersebut jauh daripada sempurna, karena suatu perbuatan itu baru dapat dipandang sebagai peristiwa pidana, apabila telah memenuhi persyaratan yang diperlukan13

b. Moeljatno

Moeljatno memandang bahwa Tindak Pindana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut, dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau menghambat akan tercapainya tata pergaulan didalam masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Makna perbuatan pidana, secara mutlak harus unsur formil, yaitu mencocoki rumusan undang- undang (tatbestandmaszigkeit) dan unsur materil, yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaullan masyarakat atau dengan pendek. Sifat melawan hukum (Rechtwirdigkeit)14.

c. R. Soesilo

Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan tersebut akan diancama dengan hukuman15

Pengertian tindak pidana menurut Pompe ialah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja atau pun tidak sengaja

13 Sr Sianturi, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 207

14 Moelijatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab dalam Hukum Pidana, (Yogyakarta:

Bina Aksara, 1983), hlm. 17

15 M. Hamdan, Tindak Pidana Suap & Money Laundring, (Medan: Putstaka Bangsa Press, 2005), hlm. 8

(22)

12

telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terperliharanya ketertiban hukum.16

Berdasarkan rumusan yang ada maka tindak pidana (strafbarfeit) memuat beberapa syarat-syarat pokok sebagai berikut 17:

1) Suatu perbuatan manusia;

2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;

3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Pengertian Pornografi

Pornografi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographia, yang secara harfiah diartikan sebagai tulisan atau pengambaran tentang pelacur atau tubuh manusia dan perilaku seksual manusia dengan tujuan untuk membangkitkan rangsangan seksual. Secara etimologi, pornografi berasal dari dua suku kata, yakni pornos dan grafi. Pornos memiliki arti suatu perbuatan yang asusila dan grafi adalah gambar atau tulisan yang isi atau artinya menunjukan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan masyarakat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pornografi diartikan sebagai berikut:

A) Pengambaran tingkah laku secara erotis dengan tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.

16 P.A.F, Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: P.T.

Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 182

17 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Cetakan Kedua, (Jakarta: P.T Raja Grafindo, 2011), hlm. 48

(23)

B) Bahan bacaan yang dengan sengaja semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi atau seks.

Sedangkan menurut Andi Hamzah Pornografi adalah 18:

1. Suatu ungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacuran atau prostitusi

2. Suatu ungkapan dalam bentuk tulisan tentang kehidupan erotik dengan hanya untuk menimbulkan rangsangan seks kepada pembacanya atau yang melihatnya.

Pornografi sering kali hadir dengan cara yang beragam. Interpretasi pornografi diberi batasan yang berbeda-beda. Orang bebas memandang pornografi dengan cara yang tidak sama. ada pihak yang memandang pornografi sebagai seks (berupa tampilan gambar, aksi maupun teks), namun ada juga pihak yang memandang pornografi sebagai seni/art (berupa cara berbusana, gerakan, mimik, gaya, cara bicara, atau teks yang menyertai suatu tampilan).19

Jika dilihat dari asal katanya, sesungguhnya Pornografi berasal dari kata Yunani yaitu “porne” yang berarti pelacur dan “grape” yang berarti tulisan atau gambar.

Jadi pengertian pornografi sebenernya lebih menunjuk pada segala karya yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau lukisan yang menggambarkan pelacur.20 Batasan pornografi dirumuskan secara berbeda yang membatasi pornografi sebagai penyajian seks secara terisolir dalam bentuk tulisan, gambar, foto, film,

18 Andi Hamzah, Pornografi dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Mulia, 1997), hlm. 8

19 Alex A. Rachim, Pornografi Dalam Pers Sebuah Orientasi, (Jakarta: Dewan Pers, 1987), hlm.

10-11

20 Ade Armando, Mengupas Batas Pornografi.( Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2004), hlm. 1

(24)

14

video kaset, pertunjukan, pementasan dan ucapan dengan maksud merangsang nafsu birahi21. Pornografi menurut Undnag-Undang Pornografi pada Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Pornografi meliputi gambar, sketsa, ilutrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan /atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

3. Pengertiaan Media Komunikasi

Media komunikasi merupakan sebuah sarana atau alat yang dipakai sebagai penyampaian pesan dari komunikator kepada khalayak. Media sangat dominan dalam berkomunikasi ialah pancaindra manunsia seperti mata, telinga. Media juga adalah jendela yang memungkinkan semua orang dapat melihat lingkungan yang lebih jauh, untuk penafsir yang membantu memahami pengalaman, untuk landasan penyampai informasi, sebagai komunikasi interaksi yang merupakan opini audiens, sebagai penanda pemberi petunjuk atau intruksi, sebagai filter atau penbagi fokus dan pengalaman terhadap orang lain, cermin yang merefleksikan diri kita serta penghalang yang menutupi kebenaran.

Media komunikasi juga dijelaskan untuk sebuah sarana yang dipakai untuk memproduksi, mengolah, reproduksi, serta mendistribusikan sebagai alat menyampaikan sebuah informasi. Media komunikasi sangat berperan penting untuk kehidupan seluruh masyarakat. Dengan sederhana, media komunikasi merupakan perantara dalam menyampaikan sebuah informasi dari komunikator

21 Neng Djubaidah, Pornografi Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 137

(25)

kepada komunikan yang memiliki tujuan agar efisien dalam menyebarkan pesan atau informasi. Komunikasi adalah perdakapann yang berlangsung dengand dasar persamaan persepsi

Dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan komunikasi dimanapun secara umum komnikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima pesan dengan maksud untuk memengaruhi penerima pesan22. Everett M Rogers pakar sosiologi pedesaan Amerika mendefinisikan bahwa :

“ Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari seumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”

Komunikasi merupakan suatu aktifitas untuk mencapai tujuan komunikasi dengan tidak kebetulan melainkan dirancang dan diarahkan kepada pencapai tujuan dengan melibatkan tiga komponen penting yakni23:

1. Sumber pesan, yaitu orang yang akan menyampaikan atau mengkomunikasikan sesuatu;

2. Sumber pesan, yaitu orang yang akan menyampaikan sesuatu yang ingin disampaikan (materi komunikasi);

3. Penerima pesan, yaitu orang yang akan menerima suatu informasi yang dimaksud

4. Pengertian Hukum

22Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2017), hlm. 16

23 Ibid, Hlm. 16

(26)

16

Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.

Hukum Menurut Para Ahli :

a. Ceorg Frenzel yang berpaham sosiologi, “hukum hanya merupakan suatu rechtgewohnheiten.”

b. Holmes yang berpaham realis, hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan.

c. Paul Bohannan yang berpaham antropologis, hukum merupakan himpunan kewajiban yang telah di lembagakan dalam pranata hukum.

d. Karl Von Savigni yang berpaham Historis, keseluruhan hukum sungguhsungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam- diam.

e. Emmanuel Kant yang berpaham hukum alam, hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum tentang kemerdekaan.

(27)

f. Hans Kelsen yang berpaham positivis, hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia.24

A. METODE PENELITIAN

Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitan hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.25 Suatu penelitan harus menggunakan metode yang tepat agar orang yang membaca dapat memahami tentang jenis penelitan, sumber penelitian, dan manfaat peneliannya sehingga mengerti apa yang menjadi objek ilmu pengetahuan yang diteliti. Adapun metode penelitian yang penulis guakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen.

Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktrinal26, karena penelitian dilakukan atau ditunjukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi atau bahan hukum lain. Penelitian Hukum ini juga disebut

24 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm 18.

25 Peter Mahmud Marzuki, Penelitan Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 35

26 Joenadi Efendi dan Johny Ibrahim, Metode Penelitan Hukum Normatif dan Empiris (Depok:

Prenadamedia Group, 2016), hlm. 124

(28)

18

dengan penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan literatur-literatur buku yang ada diperpustakaan.

2. Sifat Penelitian

Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif, yaitu penelitian dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama dan teori baru.

3. Sumber Data

Bahan hukum yang digunakan adalah:

a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau keputusan pengadilan27 dan yang berhubungan dengan skripsi terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pornografi.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh untuk mendukung dan berkaitan dengan Bahan Hukum Primer yang berupa literatur-literatur yang terkait dengan bantuan hukum sehingga menunjang penelitian yang dilakukan.

27 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) hlm. 156

(29)

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum premier dan sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain28.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan ini adalah Study Kepustakaan (Library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan yakni : Buku- buku pendapat Sarjana, Bahan kuliah, Surat kabar, Artikel dan Berita yang diperoleh penulis dari Internet yang bertujuan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan atau doktrin-doktrin yang berkenaan dengan Teknologi Informasi dan juga Pornografi.

5. Analisis Data

Analisis data kualitatatif adalh dimana data yang berupa asas, konsepsi, doktrin hukum, serta isi kaedah hukum dianalisis secara kualitatif29.

B. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk menyusun skripsi ini, penulis membagi ke dalam 4 Bab yang terbagi pula atas beberapa sub-sub, maksudnya adalah untuk mempermudah penulis dalam menguraikan Pengertian, Masalah sampai kepada Kesimpulan dan Saran-saran berhubungan dengan materi pembahasan.

Secara garis besar gambaran skripsi ini adalah sebagai berikut :

28 Ibid, hlm. 158

29 Ibid, hlm. 160

(30)

20

BAB I : PENDAHULUAN

Merupakan Bab yang memberikan ilustrasi dan informasi yang besifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan kemudian penjelasan tinjauan kepustakaan seputar Pengertian Tindak Pidana, Pornografi, Media Komunikasi, Pengertian Hukum.

BAB II : KETENTUAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI YANG DISEBARLUASKAN MELALUI MEDIA KOMUNIKASI INTERNET

Pada bab ini berisikan pembahasan mengenai masalah bagaimana sejarah perkembangan tindak pidana pornografi di Indonesia, kemudian membahas ruang lingkup pornografi dalam prespektif hukum, norma sosial, dan keagamaan dan melihat bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penyebaran pornografi malalui media komunikasi menurut hukum positif di Indonesia berdasarkan Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pornografi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

BAB III : PENANGGULANGAN PELAKU PENDISTRIBUSI DAN PENTRANSMISI KONTEN PORNOGRAFI MELALUI MEDIA KOMUNIKASI INTERNET

Bab ini akan membahas dan menguraikan tentang bagaimana dampak dari pornografi pada masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum terhadap pelaku. Lalu selanjutnya akan dibahas mengenai

(31)

bagaimana penanggulangan pelaku pendistribusi dan pentransmisi konten pornografi di media komunikasi.

BAB VI : PENERAPAN HUKUM TINDAK PIDANA PENYEBARAN DAN PENYIARAN KONTEN PORNOGRAFI MELALUI MEDIA KOMUNIKASI LINE MESENGGER (STUDI KASUS PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR

No.217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim)

Dalam bab ini akan ditinjau secara yuridis putusan pengadilan terhadap perkara pidana Mendistribusikan dan Mentrasmisikan yang melanggar kesusilaan. Dalam hal ini, akan ditinjau putusan Nomor : 217/Pid.Sus/2018/Pn.Jkt.Tim. yang akan membahas mengenai kronologi kejadian yang didakwakan dan menganalisis dakwaan, tuntuan, dan putusan terhadap terdakwa.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini merupakan bagian penutup dari rangkaian penulisan skripsi ini, berisikan Kesimpulan dan Saran sebagai jawaban hasil pemecahan masalah yang diidentifikasikan

(32)

22 BAB II

KETENTUAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PORNOGRAFI YANG DISEBARLUASKAN MELALUI MEDIA KOMUNIKASI

INTERNET

A. Pengertian dan Sejarah Tindak Pidana Pornografi di Indonesia

Kehadiran internet sebagai sebuah fenomena kemajuan teknologi menyebabkan terjadinya percepatan globalisasi dan lompatan besar bagi penyebaran informasi dan komunikasi di seluruh dunia. Penggunaan internet sebagai media informasi multimedia membuat beragam karya digital dapat secara terus-menerus digandakan dan disebarluaskan ke ribuan orang dalam waktu singkat, hanya dengan mencari keynote tertentu tidak heran jika internet dipandang sebagai lautan informasi.30

Perkembangan teknologi informasi ini di satu sisi akan mempermudah manusia dalam menjalankan aktivitasnya, di sisi lain dapat menimbulkan berbagai masalah yang memerlukan penanganan yang serius, seperti munculnya berbagai bentuk kejahatan baru yang dikenal dengan cyber crime.31

Dunia maya ini memiliki aturan (kelaziman) yang di definisikan bersama. Aturan ini ada yang sama da nada yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum fisika tidak berlaku di dunia ini. Dua orang yang secara fisik berbeda di tempat yang jaraknya ribuan kilometer dapat berada di ruang virtual yang sama. Hal itu mengisyaraktkan, bahwa dunia maya yang

30 Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 1

31 Didik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom,Cyber Law-Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hlm. 122

(33)

dibangun atau di kontruksikan melalui jaringan internet dapatlah membangun daya rangsang dan emosi besar penggunanya. Di satu sisi, pengguna internet dapat memenuhi kepuasan psikologinya ketika problem yang dihadapinya dapat diselesaikan dengan jasa internet. Di sisi lain, mereka dapat memilih informasi yang sekedar memuaskannya, meskipun di beberapa hal bertolak belakang dengan norma hukum dan agama.32

Istilah pornografi merupakan suatu kata serapan dari bahasa Inggris yang telah masuk ke dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Dalam Black’s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa pornografi adalah semua materi yang bermuatan seksual dengan tujuan untuk meningkatkan atau menimbulkan nafsu seksual bagi penikmatnya.

Webster’s Third International Dictionary mendefiniskan bahwa Pornografi terdiri dari dua kata asal, yaitu porno dan grafi. Porno berasal dari kata Yunani yaitu porne artinya pelacur dan grafi bersal dari kata graphein yang artinya ungkapan (expression). Sehingga dapat disimpulkan bahwa makna pornografi adalah : a. Suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau prostitusi;

b. Suatu pengungkapan dalam bentuk tulisan atau lukisan tentang kehidupan erotik, dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks kepada yang membacanya atau melihatnya.

Arti pornografi menurut asal katanya tersebut, dari waktu ke waktu juga mengalami perubahan makna. Dalam artian makna ponografi itu sendiri secara bahasa dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan sosial atau bahkan

32 Drs. Abdul Wahid SH, MA, Kejahatan Mayantara Cyber Crime, (Bandung: Replika Aditama, 2005), hlm. 35

(34)

24

dipengaruh oleh pergeseran cara pandang masyarakat Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata pornografi diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan untuk membangkitkan nafsu birahi Jadi jika dicermati makna pornografi yang dirumuskan dalam kamus bahasa Indonesia, menekankan adanya maksud untuk membangkitkan birahi

Dalam perkembangannya kini pornografi tidak hanya sebatas buku, gambar, dan film, namun mencakup pula seni pahat, syair, dan bahkan dalam bentuk ucapan dan nyanyian. Sehingga memaknai pornografi di Indonesia terdapat beberapa ahli yang memaparkan makna pornografi sebagaimana salah satunya dikutip dalam Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Wirjono Prodjodikoro memberikan penjelasan bahwa33:

“Pornografi berasal dari kata pornos yang berati melangggar kesusilaan atau cabul dan grafi yang beratitulisan, dan kini meliputi juga gambar atau barang pada umumnya yang berisi atau menggambarkan sesuatu yang menyinggung rasa susila dari orang yang membaca atau melihatnya. Kinipun unsur ketelanjangan ada peranan, terbanyak dan disamping ini dapat disebutkan peluk-pe/lukan, dan cium- ciuman yang berdaya menimbulkan nafsu birahi antara pria dan wanita”.

Apabila ditinjau dari definisi diatas terlihat bahwa terdapat pemaknaan yang berbeda antara bangsa barat dengan bangsa Indonesia dalam memaknai pornografi, definisi yang dirumuskan oleh Wirjono Prodjodikoro memuat penjelasan yang secara kontekstual sesuai dengan budaya timur yang tumbuh di Indonesia.

Hampir semua negara, termasuk Amerika Serikat yang dianggap liberal sekalipun, juga melarang penyebaran pornografi. Istilah atau kata pornografi merupakan kata

33 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2002), hlm. 108-109

(35)

yang berasal dari bahasa Yunani, Sejarah perkembangan pornografi mempunyai sejarah yang panjang. Karya seni yang secara seksual bersifat sugestif dan eksplisit. Sama tuanya dengan karya seni yang menampilkan gambar-gambar yang lainnya. Foto-foto yang eksplisit muncul tak lama setelah ditemukannya fotografi, demikian pula dengan karya-karya film yang paling tua juga sudah menampilkan gambar-gambar telanjang maupun gambaran lainnya yang secara seksual bersifat eksplisit. Manusia telanjang dan aktivitas-aktivitas seksual ditampilkan dalam sejumlah karya seni palcolitik. Terdapat sejumlah lukisan- lukisan porno ditembok-tembok reruntuhan bangunan Romawi di Pompeii sebagai bentuk bahwa pornografi juga merupakan dari perkembangan sejarah yang ada ada peradaban manusia. Pada April 2005 para arcolog di Jerman melaporkan bahwa mereka telah menemukan sebuah gambaran tentang adegan porno yang mereka yakini telah berusia 7.200 tahun34 yang melukiskan seorang laki-laki yang sedang membungkuk di atas seorang perempuan dengan cara yang memberikan kesan suatu hubungan seksual. Pada pertengahan abad ke-20.

Berlanjut pada perkembangan pornografi yang lebih modern dimulai dari di Amerika Serikat dimana berkembangnya majalah pria, seperti Play Boy dan Modern Man pada tahun 1950-an, dimana majalah ini menampilkan gambar perempuan yang telanjang atau setengah telanjang dan terkadang seolah-olah sedang melakukan mastubrasi. Di era cyber yang dikuasai teknologi ini, berbagai media hiburan seperti film, media cetak (majalah), musik juga ikut berkembang.

Di segala aspek yang berkembang itu, pornografi juga ikut merasuk di dalamnya.

34Dikutip dari https://www.viva.co.id/arsip/182568-sejarah-pornografi-jaman-purba-sampai- modern tanggal 17 Juni 2019 Pukul 16.00

(36)

26

Pornografi di Indonesia sendiri mulai berkembang pada masa penjajahan Belanda saatbarang-barang yang berbau pornografi dibawa masuk ke Indonesia. Para pedagang Belanda sebenarnya salah dalam membawa barang-barang tersebut karena kebudayaan Indonesia yang lebih bersifat ketimuran menganggap pornografi sebagai hal yang sangat tabu. Pada masa penjajahan Jepang dikenal pula istilah Jugun Ianfu, yaitu para perempuan-perempuan pribumi yang dijadikan sebagai pemuas hasrat seksual para tentara Jepang. Pornografi di Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat seiring masuknya kebudayaan barat dan akses akan teknologi yang begitu mudah, pornografi di indonesia semakin lama semakin mudah aksesnya bahkan hanya melalui sebuah telepon yang dapat mengakses internet.

B. Pornografi Ditinjau Dari Prespektif Norma Sosial, Hukum, Agama Islam

1. Pornografi Dalam Prespektif Norma Sosial

Munculnya perdebatan mengenai makna pornografi dewasa ini tidak hanya karena nilai seksualitas semata. Melainkan muncul akibat dari ketidakjelasan makna kata porno dalam masyarakat. Di era modern, kini muncul berbagai macam pendapat tentang pornografi di masyarakat. Liberalisasi pemikiran sebagai dampak perkembangan zaman memicu penilaian yang berbeda terhadap asusila dalam masyarakat. Menurut Mastuhu, turbulensi arus global bisa menimbulkan paradoks atau gejala kontras moralitas, yakni pertentangan dua sisi moral secara diametral,

(37)

sebagai contohnya di sekolah diadakan razia pornografi tapi media massa terus memajang simbol-simbol yang merangsang nafsu syahwat.35

Masyarakat Indonesia yang umumnya masih menjunjung tinggi budaya ketimuran, tentu mempertunjukkan di muka umum segala sesuatu yang memuat kecabulan dan eksploitasi seksual dianggap tabu dan sangat bertentangan dengan moralitas yang berlaku pada masyarakat36.

Budaya ketimuran di Indonesia terlihat dalam beberapa aspek yang hingga kini melekat dalam diri bangsa Indonesia, nilai-nilai ketimuran tersebut mengatur hingga pada tingkah laku seksual masyarakat atau nilai-nilai yang berhubungan dengan seks normatif.37

Peranan norma seks sebagai suatu konsep dasar dalam masyarakat adalah sebagai suatu konsep mengenai konsep-konsep yang mengatur perilaku seksual serta berkaitan dengan jenis dan belajar sosial di masyarakat. Hadirnya pornografi tentu mengikis nilai-nilai adat dan budaya yang sudah hadir terlebih dahulu.

Beberapa tindakan yang berhubungan dengan kesusilaan diluar dari pernikahan dianggap sebagai suatu tindakan yang liberalis dan cenderung menganut budaya kebarat-baratan (liberalism). Walaupun kini terjadi degradasi moral di Indonesia, namun nilai kesusilaan masyarakat di Indonesia tetap tidak dapat disamakan

35 Rahman Assegaf, Pendidikan Tanpa Kekerasan, Tipologi Kondisi Kasus dan Konsep, dalam Ali Mahsun, Pendidikan Islam dalam Arus Globalisasi: Sebuah Kajian Deskriptif Analitis, Jurnal

Episteme Vol. 8 No. 2 Desember 2013, terdapat dalam

https://media.neliti.com/media/publications/62957-ID-pendidikan-islam-dalam-arusglobalisasi.pdf , diakses pada 06 Mei 2019, pukul 00.20 WIB, hlm. 261

36 Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 178-180

37 Burhan Bungin, Pornomedia: Sosisologi Media, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika, dan Perayaan Seks di Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 70

(38)

28

dengan bangsa barat yang relatif lebih bebas. Sehingga muncul pemikiran yang menentang pornografi sebagaimana yang sering dilontarkan oleh aktivis.

Memaknai porno tidak hanya terbatas pada pemahaman secara subjektif, padahal untuk menemukan pemaknaan secara komprehensif diperlukan ruang lingkup yang lebih luas yaitu secara intrasubjektif.

Menurut Alex A. Rahim, mengatakan sesuatu dikatakan pornografi apabila tidak pantas menurut ukuran umum, sehingga dapat diuji secara objektif setelah diuji pada perasaan masyarakat38. Maka dalam memaknai suatu persoalan porno harus didasarkan atas konsensus nilai di masyarakat mengenai makna porno sendiri.

Sehingga dapat menjawab persoalan masalah porno yang mencakup dua hal yaitu

39:

I. Bahwa porno dapat menggeserkan konseptualisasi seks secara normatif, di mana seks sebagai “sesuatu” yang sakral menjadi seks yang dipahami sebagai komoditas.

II. Eksploitasi seks dalam berbagai aspek akan mengundang syahwat bagi lawan jenis, sehingga porno tidak dapat dihindari.

Dari kedua persoalan inilah muncul persoalan pokok yang menjadikan permasalahan pornografi di Indonesia pada hakikatnya bertentangan dengan consensus nilai-nilai budaya dan norma sosial di masyarakat. Burhan Bungin mengatakan bahwa40:

38 Alex A. Rahim,Pornografi dalam Pers Indonesia, Sebuah Orientasi,(Jakarta: Dewan Press, 1977), hlm. 47

39 Burhan Bungin, Op.Cit., hlm. 69

40 Ibid

(39)

Nilai kesusilaan yang hidup di masyarakat, merupakan nilai-nilai yang terinstitusionalisasi dalam kehidupan masyarakat, dan konsep inilah yang dipandang sebagai etnik masyarakat.

Nilai-nilai yang telah hidup dalam masyarakat tersebut telah menjadi sumber acuan dalam memandang serta menyikapi suatu tindakan. Masyarakat tentu tidak menyetujui bebasnya pornografi dalam dinamika sosial yang ada sebab sangat bertentangan dengan nilai yang telah tertanam sejak dulu tersebut.

2. Pornografi Dalam Prespektif Hukum

Sebagai suatu tindakan yang melemahkan nilai budaya, moral, dan agama pornografi diaangap harus diatur secara khusus dan dianggap sebagai suatu tindak pidana khusus dalam tatanan hukum pidana di Indonesia. Hal ini dianggap perlu mengingat bahaya yang timbul dari dampak pornografi itu sendiri.

Pengaturan pornografi dalam Hukum Indonesia tidak hanya untuk tujuan ketertiban hukum, perlindungan masyarakat, dan melindungi agama sebagai suatu wadah, tetapi juga untuk melindungi nilai-nilai moral dan agama

Pornografi di dalam KUHP lebih dikenal dengan istilah delik kesusilaan atau Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Namun yang mendekati pengertian Pornografi itu sendiri termuat di dalam Pasal 281 KUHP – 283 KUHP. Di dalam peraturan perundang-undangan. Kita selalu berpatokan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai kitab induk dalam hukum pidana di Indonesia.

Menurut Topo Santoro, SH, Direktur Pusat Studi Peradilan Pidana Indonesia (PSPPI), mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak

(40)

30

terdapat makna khusus tentang arti atau definisi pornografi, namun hanya memberikan norma dan sanksi pelanggarnya.

Pengaturan pornografi yang terdapat dalam peraturan perundangundangan yang ada, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kurang memadai dan belum memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang baru yang secara khusus mengatur pornografi41

Karena kelemahan yang ada tersebut hingga pada tahun 2008 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Sebagai landasan filosofi dari UU Pornografi tersebut sebagaimana ditegaskan di dalam Konsideran UU Pornografi adalah bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara42.

Secara umum KUHP telah mengatur secara normatif mengenai delik pornografi sebagai berikut43:

1. Melangar kesusilaan secara terbuka (Pasal 281);

41 Dikutip dari Penjelasan atas Undang-Undang No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi pada 6 Mei 2019, pukul 15.09

42 Dikutip dari https://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/05/08/analisis-terhadap- undang-undang-nomor-44-tahun-2008-tentang-pornografi/ pada 06 Mei 2019, pukul 14.47

43 Barda Nawawi Arief, Pornografi, Pornoaksi, dan Cyberporn, (Semarang: Pustaka Magister, 2011), hlm. 44

(41)

2. Menyiarkan, mempertunjukkan, membuat, menawarkan dsb, tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan/bersifat porno (Pasal 282- 283);

3. Perzinahan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan melakukan atau menghubungkan/memudahkan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296); 4. Mengungkapkan/mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno atau yang mampu membangkitkan/merangsang nafsu birahi (Pasal 532- 533);

Pornografi merupakan salah satu delik yang paling sulit dirumuskan, karena apa yang disebut porno, cabul, asusila itu sangat relatif dan bersifat subyektif.

Barda Nawawi Arief dalam bukunya Pornografi, Pornoaksi, dan Cyberporn mengomentari mengenai kelemahan KUHP dari sisi jurisdiksi dan subjek hukumnya44

Seringkali kasus yang berkaitan dengan pornografi sudah melampau teritorial dan banyak dilakukan oleh korporasi yang sulit untuk dijangkau karena konsep KUHP sendiri masih menitikberatkan pada jurisdiksi teritorial dan subjek hukum berupa

“orang”

KUHP yang mengatur lebih umum mengenai pornografi tidak merincikan secara detail mengenai apa saja barang pornografi, sedangkan Undang-Undang Pornografi merinci secara detail barang pornografi secara limitatif, bahkan secara terbuka. Maksudnya terbuka adalah hakim boleh menambahkan lagi barang pornografi selain yang telah disebutkan dalam Undang-undang Pornografi.

44 Ibid

(42)

32

Keadaan ini bisa terjadi, disebabkan dalam kalimat yang merinci bentuk-bentuk pornografi terdapat anak kalimat “atau pesan lainnya” frase kata “lainnya” dalam anak kalimat itu memberikan suatu peluang hakim untuk melakukan interpretasi sesuai degan nilai-nilai kesusilaan yang hidup di masyarkat45.

Hal ini sejalan dengan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa hakim dalam menangani suatu perkara harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sehingga dalam memaknai suatu kesusilaan hakim dapat menggunakan penafsiran sosiologis sebagai jalan keluar46. Dalam beberapa ketentuan mengenai delik pelanggaran kesusilaan dalam KUHP, terdapat beberapa pasal yang memuat unsur dimuka umum sebagai rumusan delik, seperti pada pasal 282 dan 532, 533 KUHP dan secara implisit pasal 281 juga memasukkan unsur dimuka umum namun dengan frasa lain yaitu “di muka orang lain”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam suatu kasus pornografi terdapat 2 poin yang perlu diperhatikan mengapa suatu tindakan tergolong sebagai suatu perbuatan pelanggaran kesusilaan atau tidak, pertama, dari sisi perbuatannya itu sendiri melanggar kesusilaan dan, kedua, perbuatan tersebut dilakukan dimuka umum. Bila dipelajari lebih mendalam, ternyata tidaklah mudah untuk memberikan pengertian dan batasan “kesusilaan” sebab makna kesusilaan cukup luas dan berbeda-beda menurut pandangan dan nilai-nilai yang berlaku dalam

45 Adami Chazawi, Tindak Pidana Pornografi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 8

46 Andi Hamzah, Pornografi dalam Hukum Pidana Suatu Studi Perbandingan), (Jakarta: Bina Mulia, 1987), hlm. 36

(43)

masyarakat. Terlebih padadasarnya setiap delik atau tindak pidana memuat di dalamnya pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan47.

Lahirnya Undang-Undang Pornografi sangat membantu dalam perbaikan pengaturan yang meliputi masalah pornografi, Undang-Undang ini secara khusus membahas masalah pornografi dalam tatanan hukum di Indonesia. Sehingga melahirkan suatu paradigma baru yang lebih kongkrit dalam pengaturan hukum tentang pornografi.

3. Pornografi Dalam Prespektif Agama Islam

Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebudayaan industri, era informasi dan globalisasi, adalah semakin mencairnya nilai-nilai agama, kaidah- kaidah sosial dan susila. Sebagai konsekuensi logis dari pergeseran tata nilai yang dianut oleh masyarakat industri dari tatanan kehidupan yang serba komunalistik dan bertumpu pada nilai-nilai spiritual pada pola hidup materialistik, hedonistic.

Maka semakin sering dijumpai terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap ajaran-ajaran agama Islam.

Di antara bentuk peyimpangan terhadap ajaran-ajaran agama Islam yang dilakukan oleh masyarakat modern adalah semakin maraknya pornografi dengan memamerkan aurat laki-laki, dan terutama aurat perempuan atau memamerkan aktivitas seksual, melalui media cetak maupun elektronik.

Dalam perspektif Islam, Islam memang tidak secara jelas memberikan pengertian tentang pornografi. Namun demikian, Islam memiliki konsep tentang aurat yang

47 Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran Kearah Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hlm. 25.

(44)

34

jelas dan baku. Aurat laki-laki, baik terhadap sesama laki-laki maupun terhadap wanita adalah antara pusar dan lutut48.

Di dalam agama Islam yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia misalnya, terdapat larangan untuk mengumbar aurat (bagian tubuh yang haram untuk dilihat dan diperlihatkan oleh lawan jenis), terutama bagian-bagian tubuh yang dapat merangsang syahwat, salah satu alasannya karena merupakan perbuatan yang mendekati zina

Dalam al-Qur`an surat Al-Isra’ [17]: 32 disebutkan49: َ

“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Dalam perspektif Islam, rumusan pasal yang terdapat pada Undang-Udang Pornografi pasal 4 ayat 1 hanya mengatur dan melarang sebagian kecil hal yang dilarang dalam agama islam. Bukan hanya persenggamaan, berbagai tindakan yang terkatagori sebagai muqaddimah al-zinâ (pendahuluan zina) juga dilarang dilakukan di muka umum, apalagi dilakukan oleh bukan pasangan suami-isteri.

Pornografi dan pornoaksi adalah awal mula yang memunculkan dorongan seksual.

Karena itu, wajar jika banyak kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual lainnya disebabkan oleh karena pelakunya sering menonton pornografi dan pornoaksi sehingga merusak sistem jaringan kerja otak50.

48 Lilik Andaryuni, UU Pornografi dalam Perspektif Hukum Islam, Mazahib Jurnal Pemikiran Hukum Islam Volume 10 No. 1 Juni 2012, terdapat dalam https://iainsamarinda.ac.id/ojs/index.php/mazahib/article/view/107, diakses pada 7 Mei 2019, pukul 16.03 WIB, hlm. 29

49 Deparemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Raja Publishing, 2011), hlm.

50 Dikutip dari Asmuni Mth, Islam dan Pornografi-Pornoaksi: Menakar Solusi Perspektif Hukum Islam, Al-Mawarid Journal Of Islamic Law Vol 15 2006, terdapat dalam http://journal.uii.ac.id/JHI/article/view/2823, diakses pada 07 Mei 2019, pukul 19.04 WIB, hlm.12

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa jaminan sosial tenaga kerja sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja yang diberikan CV Melyka sendiri meliputi beberapa hal, yaitu

Jangka waktu adalah di mana masa waktu berlaku dari suatu perjanjian yang disepakati antara para pihak yang harus dinyatakan secara tegas dalam suatu perjanjian atau juga

Jika mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat perjanjian yang salah satunya adalah kesepakatan para pihak, kesepakatan disini maksudnya kesepakatan

Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pihak operator penerbangan tidak hanya mengenai barang muatan atau bagasi saja,melainkan juga mengenai hak penumpang.Apabila

Teknik pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan (library research dan Penelitian lapangan (field research), dengan metode kualitatif. Akibat hukum terhadap

Oleh karena itu unsur kehendak dan pernyataan merupakanunsur-unsur pokok disamping unsurlain yang menentukan lahirnya perjanjian.Berlakunya asas konsensualisme menurut

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan Kepada Kedua Orang Tua Tercinta, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Apabila pihak perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam menjaga dan melindungi lingkungan hidup masyarakat, maka masyarakat sosor ladang melalui organisasi