• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Oleh :"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA

ASURANSI PENDIDIKAN MENURUT UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Melviany Sri Rezeki br Tobing 140200206

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 8

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Melviany Sri Rezeki br Tobing

NIM : 140200206

Departemen/PK : Hukum Perdata BW

Judul Skripsi : Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Asuransi Pendidikan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila bahwa kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Oktober 2018

Melviany Sri Rezeki br Tobing

(4)

ABSTRAK

Melviany Sri Rezeki br Tobing*) Hasim Purba**)

Mulhadi***)

Perusahaan asuransi tidak pernah memberikan kebijakan kepada calon tertanggung untuk meminta atau merundingkan suatu perubahan pada klausul- klausul perjanjian dalam polis yang telah disusun perusahaan asuransi dalam bentuk perjanjian baku tersebut. Akibat hukum terhadap konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan. Perlindungan terhadap konsumen yang diberikan perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut undang-undang perlindungan konsumen.

Upaya yang dilakukan konsumen akibat pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, Sifat penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan (library research dan Penelitian lapangan (field research), dengan metode kualitatif.

Akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara nasabah dengan Perusahaan asuransi yaitu perjanjian dapat dibatalkan. Hal ini didasarkan pada adanya perjanjian, karena kesepakatan para pihak. Terhadap pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Perlindungan terhadap konsumen yang diberikan perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, penanggung berkewajiban mengembalikan premi yang telah diterima dengan pengurangan biaya-biaya lain apabila asuransi berjalan kurang dari dua tahun, apabila terhentinya pembayaran premi yang belum memiliki nilai tunai, maka perusahaan tidak membayarkan suatu apapun, dan apabila memiliki nilai tunai. Upaya yang dilakukan konsumen akibat pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan yaitu mendatangi dan/atau menulis surat kepada perusahaan asuransi yang isinya mempertanyakan tentang penyebab pembatalan perjanjian baku tersebut, kemudian, tertanggung juga dapat mempelajari dokumen yang tertanggung tanda tangani ketika tertanggung mengikatkan diri dalam program asuransi, jika tertanggung merasakan sulit untuk mengerti isi dari dokumen yang dimaksud, tertangung dapat menunjuk pihak yang mengerti akan hal tersebut, hal ini barangkali perlu dilakukan agar upaya penyelesaian dapat berjalan efektif, efisien, dan tepat sasaran.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pembatalan, Perjanjian Baku Asuransi Pendidikan1

*) Mahasiswi Departemen Hukum Keperdataan Fakutas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Keperdataan Fakutas Hukum USU

***) Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Keperdataan Fakutas Hukum USU

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Asuransi Pendidikan Menurut Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H, MHum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H.,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Mulhadi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Robert Tobing dan Kristina Pakpahan yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

12. Erick Fernandes Siagian, S.Kom., yang selalu membantu didalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas semua dukungan dan doanya.

13. Sahabat-sahabatku Ruth Rohani Simarmata, SH., Nurul Alida Hanum Siregar, SH., Nurul Rahmadhani, Natasha Karina Sianturi, Nida’ul Haq Lubis, SH., terima kasih untuk dukungan dan waktunya dalam suka

(7)

maupun duka, dan kepada seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya stambuk 2014.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, November 2018 Penulis,

Melviany Sri Rezeki br Tobing

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA A. Pengertian dan Perjanjian Asuransi ... 16

B. Usaha dan Perusahaan Perasuransian ... 25

C. Objek dan Jenis-Jenis Asurnasi ... 28

D. Dasar Hukum Perusahaan Asuransi di Indonesia ... 31

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAKU A. Pengertian dan ciri-ciri perjanjian baku... 37

B. Jenis-jenis perjanjian baku\ ... 43

C. Klausul eksonerasi dalam perjanjian baku, ... 47 D. Landasan hukum perjanjian yang menggunakan klausula baku. 53

(9)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA

ASURANSI PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Akibat Hukum terhadap Konsumen atas Pembatalan

Perjanjian Baku pada Asuransi Pendidikan ... 58 2. Perlindungan terhadap Konsumen yang diberikan

Perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut undang-Undang

Perlindungan Konsumen... 66 3. Upaya yang dilakukan Konsumen akibat pembatalan

perjanjian baku pada asuransi pendidikan ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seluruh negara-negara di dunia, baik yang masuk dalam golongan negara adidaya, negara maju, negara ketiga/berkembang dan negara terbelakang tidak dapat dipungkiri bila setiap warga negaranya akan membutuhkan pendidikan, karena disadari atau tidak pendidikan merupakan sumber utama atau tolak ukur apakah negara tersebut dapat mensejahterakan rakyatnya, dapat melindungi serta memenuhi segala kebutuhan warga negaranya baik itu dalam mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.2

Pendidikan merupakan salah satu usaha setiap bangsa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga membantu memperlancar pelaksanaan pembangunan nasional Indonesia. Usaha pendidikan ini ditujukan untuk mengembangkan cipta, rasa, dan karsa yang ada, sehingga setiap manusia diharapkan mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, maupun kehidupan global.

Asuransi pendidikan merupakan salah satu jenis asuransi jiwa yang mengandung unsur investasi, yakni pada tahapan-tahapan pendidikan anak, maka ada sejumlah nilai tunai yang bisa diambil untuk membayar biaya pendidikan anak, karena itu, biasanya nilai tunai pada asuransi pendidikan hanya bisa diambil

2Emmanuel Sujatmoko, “Hak Warga Negara dalam Memperoleh Pendidikan”.Universitas Airlangga. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, hal 182.

(11)

2

pada saat tahapan pendidikan anak jatuh tempo. Misalnya saat akan membayar uang pangkal masuk sekolah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).3

Asuransi telah menjadi bagian yang ensensial dari setiap perusahaan.

Investment banker misalnya, akan merasa lebih yakin penilaiannya terhadap proyek-proyek tertentu apabila semua risiko proyek itu telah dilindungi oleh asuransi. Dengan demikian, perusahaanperusahaan asuransi yang tugas utamanya adalah memberikan perlindungan kepada perusahaan-perusahaan lain telah menjadi suatu institusi ekonomi yang mempunyai peranan yang tidak kecil Tampaknya industri asuransi tidak mau ketinggalan dengan lembaga finansial lainnya. Perusahaan-perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan berbagai porduk terbaru. Asuransi diharapkan dapat menjadi salah satu sarana investasi jangka panjang. Perkawinan antara dunia perbankan, asuransi dan investasi menciptakan tren inovasi produk-produk asuransi.4

Kini asuransi mulai dilirik kaum semua golongan sebagai salah satu bentuk investasi yang menjanjikan plus proteksi atas risiko kematian. Dulu orang hanya mengenal asuransi jiwa dan asuransi ganti kerugian. Dana pendidikan anak, dana pensiun dan kebutuhan jangka panjang lain dapat disiapkan melalui produk- produk asuransi. Biasanya perusahaan asuransi bekerjasama dengan perbankan dalam menawarkan produk tersebut sehingga muncul bancassurance. Biasanya produk asuransi yang mengandung nilai investasi untuk kebutuhan jangka panjang

3 Ibid.

4 Sunarmi, “Pemegang Polis Asuransi dan Kedudukan Hukumnya” Universitas Sumatera

(12)

ditujukan untuk masyarakat menengah ke atas, karena selain untuk jangka panjang, juga menyangkut jumlah dana yang tidak sedikit. Sarana investasi yang paling populer untuk menyiapkan dana investasi adalah asuransi. Ada faktor kepastian dan jaminan dalam asuransi. Malah ada produk asuransi pendidikan anak dalam dollar Amerika5

Kebutuhan akan jasa peransuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun dunia di Indonesia. Asuransi merupakan sarana finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti risiko kematian, atau dalam menghadapi risiko atas harta benda yang dimiliki. Demikian pula dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya.6 Walaupun banyak metode untuk menangani risiko, namun asuransi merupakan metode yang paling banyak dipakai. Asuransi menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap risiko yang dihadapi perorangan maupun risiko yang dihadapi perusahaan.7

Disamping itu, usaha peransuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya, karena dari kegiatan perlindungan risiko, perusahaan asuransi menghimpun dana masyarakat dari penerimaan premi. Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan dana investasi dalam jumlah yang memadai.

Pelaksanaannya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri. Untuk itu diperlukan usaha pengerahan dana masyarakat. Dengan peranan asuransi tersebut dalam

5Ibid.

6Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 2004, hal 1

7 Ibid.

(13)

4

perkembangan ekonomi yang semakin meningkat, maka semakin terasa kebutuhan akan hadirnya industri perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan.8

Perkembangan dalam bidang asuransi di Indonesia tidak lepas dari peranan hukum sebagai landasan bagi para pelaku usaha. Untuk kesederhanaan pelaku usaha asuransi dalam menjalankan usahanya kerap menerapkan perjanjian baku.

Perjanjian baku berasal dari bahasa Inggris yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) memberikan definisi perjanjian baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.9

Klausul baku menjadi tidak patut ketika kedudukan para pihak menjadi tidak seimbang karena pada dasarnya, suatu perjanjian adalah sah apabila menganut asas konsensualisme (disepakati oleh kedua belah pihak dan mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut sebagai undang-undang.

Dengan demikian, pelanggaran terhadap asas konsensualisme tersebut dapat mengakibatkan perjanjian antara kedua belah pihak menjadi tidak sah. Oleh karena itu, klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi dilarang oleh

8 Ibid.

9Hita Kartika Sari Kadek, ”Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Polis Asuransi Jiwa Di Kota Denpasar”, Universitas Undayana Denpasar

(14)

hukum. Patut disadari bahwa meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak, namun salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) adalah suatu sebab yang halal. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab (dilakukannya perjanjian) adalah terlarang, apabila dilarang oleh undangundang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.10

Kontrak baku menjadi pilihan utama para pengusaha demi efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan usahanya. Walaupun demikian kontrak baku tetap menjadi perdebatan kebolehannya. Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian akan tetapi hanya sebatas undang-undang swasta (legio particuliere wetgever). Pittlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract).11

Disatu sisi, bentuk perjanjian seperti ini sangat menguntungkan, jika dilihat dari beberapa banyak waktu, tenaga dan biaya yang didapat hemat. Akan tetapi, di sisi lain bentuk perjanjian seperti ini tentu saja menempatkan pihak yang tidak ikut membuat klausul-klausul di dalam perjanjian itu sebagai pihak yang baik langsung maupun tidak langsung sebagai pihak yang dirugikan. Disatu sisi ia sebagai salah satu pihak dalam perjanjian itu memiliki hak untuk memperoleh

10Jein Stevany Manumpil,. “Klausula Eksonerasi dalam Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Universitas Sam Ratulangi,” Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016, hal 38.

11 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2011, hal 117.

(15)

6

kedudukan seimbang dalam menjalankan perjanjian tersebut, di sisi yang lain ia harus menurut terhadap isi perjanjian yang di sodorkan kepadanya.12

Perusahaan asuransi tidak pemah memberikan kebijakan kepada calon tertanggung untuk meminta atau merundingkan suatu perubahan pada klausul- klausul perjanjian dalam polis yang telah disusun perusahaan asuransi dalam bentuk perjanjian baku tersebut. Seorang pemimpin atau kepala cabang suatu perusahaan asuransi pun tidak mempunyai wewenang dalam memberikan persetujuan atas perubahan klausul-klausul tersebut. Disamping proses perundingan itu dirasakan akan memakan waktu dan pikiran, juga pada umumnya calon tertanggung tidak memahami segi-segi hukum yang tersangkut di dalamnya, dan juga proses untuk mendapatkan persetujuan dari kantor pusat asuransi yang bersangkutan akan memakan waktu cukup lama.13

Ketentuan Pasal 225 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi.14Polis asuransi yang berbentuk baku ini dibuat sepihak oleh pelaku usaha atau penanggung dengan alasan ekonomis dan efisiensi waktu dan diterima serta dipakai oleh masyarakat. Kedudukan perusahaan

12Sriwati,”Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku”, Universitas Udayana Denpasar, Yustika, Vol.III No.2 Desember 2000, hal.176.

13Rinitami Njatrijani, “Akibat Hukum Pencantuman Klausula Baku Dalam Polis Asuransi Yang Bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang No.8/1999, Master Hukum”, Universitas Diponegoro, Jilid 41 No. 2 April 2012, hal 258-259.

14

(16)

asuransi lebih tinggi dari tertanggung. Dalam hal demikian, pihak yang mempunyai posisi lebih kuat seringkali menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam kontrak baku karena format dan isi kontrak dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.15

Dalam suatu perjanjian tanggung menanggung ditemui beberapa masalah, di antaranya tuntutan pihak tertanggung kepada penanggung untuk memperoleh ganti rugi apabila peristiwa tidak tertentu terjadi, yang dalam istilah asuransi disebut klaim. Guna memperoleh ganti rugi biasanya tertanggung sering menghadapi hambatan, misalnya masalah penentuan diganti seluruhnya atau sebagian masalah total ross. Apabila terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan kerugian kepada tertanggung, maka tertanggung harus melaporkan atau memberitahukan kepada penanggung dalam waktu 72 jam dengan membawa surat keterangan.16

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Asuransi Pendidikan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

15 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta, Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal 39-40

16 https://keuangan.kontan.co.id/news/Pemegang Polis tetap Harus Dibayar, www.bisnis.com,diakses tanggal 21 Januari 2018

(17)

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini maka dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut:

4. Bagaimanakah akibat hukum terhadap konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan?

5. Bagaimanakah perlindungan terhadap konsumen yang diberikan perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

6. Apa upaya yang dilakukan konsumen akibat pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini maka dapat diuraikan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan.

2. Untuk mengetahui perlindungan terhadap konsumen yang diberikan perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut undang-undang perlindungan konsumen.

3. Untuk mengetahiui upaya yang dilakukan konsumen akibat pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang didapatkan dalam penulisan ini bagi beberapa pihak dan instansi terkait yaitu:

(18)

a. Secara teoretis

Sebagai upaya pengembangan wawasan pemahaman terhadap ilmu hukum, khususnya di bidang keperdataan berkaitan dengan perlindungan hukum bagi konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

b. Secara praktis

Sebagai referensi terhadap penelitian selanjutnya dalam menyusun karya tulis ilmiah yang lebih mendalam sehubungan dengan bidang keperdataan berkaitan dengan perlindungan hukum bagi konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur- literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.17

17Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta, Rajawali Pers, 2013, hal. 13-14

(19)

10

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai kedudukan debitur dalam sistem bagi hasil pada bank syariah menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat.

3. Sumber penelitian

Sumber data yang digunakan data sekunder sebagai bahan penelitian dan bahan hukum primer. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrumen hukum nasional, terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHDagang). Undang-Undang No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-undang Nomor

(20)

8 tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/

2014 Tentang Perjanjian Baku.

b. Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan judul penelitian yang dilalukan (skripsi).

c. Bahan hukum tersier yang penulis gunakan berupa kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan ensiklopedia.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder adalah dengan cara studi kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari buku-buku literatur, majalah ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi ini dan perbankan syariah sebagai sumber dalam hukum perbankan syariah yang digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian.18

18 Ibid

(21)

12

5. Analisis data

Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif, yakni pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk dapat memberikan gambaran secara jelas atas permasalahan yang ada yang akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif analisis.

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online tidak menemukan judul berkaitan dengan Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Asuransi Pendidikan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, belum pernah dilakukan oleh penelitian namun ada beberapa judul berkaitan dengan tanggungjawab asuransi antara lain:

Didik Setiyawan (2013) Universitas Brawijaya Fakultas Hukum Malang, dengan judul penelitian Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Jiwa Atas Kerugian Yang Diderita Pemegang Polis Karena Kesalahan Agen (Studi di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Malang Celaket). Adapun permasalahan dalam penelitian ini

1. Tanggung jawab AJB Bumiputera 1912 Cabang Malang Celaket apabila pemegang polis mengalami kerugian karena kesalahan agen

(22)

2. Tindakan yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 Cabang Malang Celaket terhadap agen apabila melakukan kesalahan yang merugikan pemegang polis

Abdul Karim Munthe (2014) Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul penelitian Kontrak Baku Pada Asuransi Syariah Dalam Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini

1. Pandangan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan terhadap kontrak baku asuransi syariah.

2. Kontrak baku yang dibuat oleh perusahaan asuransi syariah di Indonesia telah sesuai dengan peraturan pelindungan konsumen

Carolina (2015). Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Analisis Implementasi Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Asuransi Untuk Mewujudkan Keadilan Bagi Tertanggung Sebagai Konsumen (Studi Pada Polis Asuransi Jiwa Prudential). Adapun permasalahan dalam penelitian ini implementasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian asuransi untuk mewujudkan keadilan bagi tertanggung sebagai konsumen.

Elvi Julita, Univesitas Andalas Padang (2012) Pembatalan Perjanjian Asuransi Dalambentuk Pengembalian Premi Asuransi Jiwasmartlink (Study pada PT. Allianz Life Indonesia Cab. Padang).

Sehingga dapat dikatakan bahwa karya tulis ini berbeda dengan penelitian sebelumnya baik judul maupun permasalahan serta objek penelitian ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun akademik

(23)

14

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang tiap bab dibagi pula atas beberapa sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini secara singkat adalah, yaitu:

Bab I, Pendahuluan merupakan awal dalam penulisan karya ilmiah terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, Tinjauan Umum Tentang Perasuransian dan Pengaturannya, bab ini berisikan pengertian dan perjanjian asuransi, usaha dan perusahaan perasuransian, objek dan jenis-jenis asurnasi, dan dasar hukum perusahaan asuransi di Indonesia.

Bab III, Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Baku bab ini terdiri dari:

pengertian dan ciri-ciri perjanjian baku, jenis-jenis perjanjian baku, klausula eksonerasi dalam perjanjian baku, dan landasan hukum perjanjian yang menggunakan klausula baku.

Bab IV, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembatalan Perjanjian Baku Pada Asuransi Pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berisikan akibat hukum terhadap konsumen atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan. Perlindungan terhadap konsumen yang diberikan Perusahaan asuransi atas pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

(24)

Upaya yang dilakukan Konsumen akibat pembatalan perjanjian baku pada asuransi pendidikan.

Bab V, Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini, dikemukakan kesimpulan dan saran yang didapat sewaktu mengerjakan skripsi ini mulai dari awal hingga pada akhirnya.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN DAN PENGATURANNYA

A. Pengertian dan Perjanjian Asuransi

Kata asuransi sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu Insurance.

Insurance mempunyai pengertian asuransi dan jaminan. Kata asuransi dalam bahasa Indonesia diadopsi ke kamus bahasa besar Indonesia dengan pandangan kata pertanggungan. Asuransi adalah suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat peristiwa yang belum jelas.19

Masalah asuransi di Indonesia dikenal dua istilah yakni pertanggungan dansuransi sendiri. Kedua istilah itu berasal ari bahasa Belanda, yakni verzekering dan asurantie. Dalam bahasa Inggris juga dikenaldua istilah, yakni assurance dan insurance.20

KUHD dan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransi tidak membakukan salah satu istilah tersebut. Keduanya memakai rumusan pertanggungan atau asuransi (verzekering of asurantie).21

Asuransi merupakan perjanjian bersyarat, hal ini karena pelaksanaan kewajiban dari pihak tertanggung digantungkan pada terjadinya suatu peristiwa

19 Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hal. 1

20 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta, FHUII Press, 2006, hal.

194 21

(26)

tak tertentu yaitu suatu peristiwa yang tidak diharapkan dan tidak dapat diperkirakan akan terjadinya.22

Asuransi dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1774, yang bunyinya sebagai berikut:“suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenal untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu”23

Pengetian mengenai asuransi selain yang didefinisikan dalam Peraturan Perundang-undangan, juga didefinisikan oleh berbagai pakar dalam dunia suransi, diantaranya Wirjono Prodjodikoro sebagaimana dikutip Tuti Rastuti yang memaknai asuransi sebagai, “suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh pihak yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”.24

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita

22 Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Cet. III, Bandung, Alumni, 2004, hal 45

23 Zainuddin Ali., Loc.Cit.

24 Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2011, hal. 2

(27)

18

tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.25

Asuransi dalam sudut hukum dan ekonomi merupakan bentuk manajemen risiko utama yang digunakan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian yang tidak tentu. Asuransi didefinisikan sebagai transfer yang wajar (adil) atas risiko kerugian dari satu entitas ke entitas lain. Dengan kata lain asuransi merupakan suatu sistem yang diciptakan untuk melindungi orang, kelompok atau aktivitas usaha terhadap risiko kerugian finansial dengan cara membagi atau menyebarkan risiko melalui pembayaran sejumlah premi.26

Istilah pertanggungan melahirkan istilah penanggung (verzekeraar) dan tertanggung (verzekerde). Istilah asuransi melahirkan istilah assurador atau assuradeur (penanggung) dan geassuraarde (tertanggung).

Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota- anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. Karena kerugian tidak pasti akan terjadi pada setiap anggota maka anggota yang tidak pernah mengalami kerugian dari sudut pandangan sosial

25 Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1 angka 1

26

(28)

merupakan penyumbang teerhadap organisasi, hal itu berarti kerugian setiap anggota dipikul bersama.27

Subekti, mendefinisi asuransi yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung-ruginya salah satu pihak.28

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.29

Asuransi adalah perjanjian timbal balik, artinya bahwa kewajiban penanggung mengganti rugi dihadapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi, walaupun dengan pengertian kewajiban membayar premi itu tidak bersyarat atau tidak digantungkan pada satu syarat.30

Dalam asuransi dapat diketahui ada tiga unsur pokok dalam asuransi yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. Bahaya yang dipertanggungkan sifatnya tidak pasti terjadi.

27 Herman Darmawi, Op.Cit. hal. 3

28Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2001, hal,217-218

29 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2016, hal 292

30 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, hal. 11

(29)

20

Premi pertanggungan pun tidak pasti sesuai dengan yang terteradalam polis.Jumlah uang santunan atau ganti rugisering atau bahkan pada umumnya jauh lebih besar daripada premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi.31

Perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang mempunyai sifat yang khusus dan unik, sehingga perjanjian ini mempunyai karakteristik tertentu yang sangat tegas dibandingkan dengan jenis perjanjian lain.

Secara umum perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat umum perjanjian dan disamping itu perjanjian ini masih harus memenuhi asas-asas tertentu yang mewujudkan sifat atau ciri khusus dari perjanjian asuransi itu sendiri.32

Menurut Abdul R. Saliman asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian timbal balik, dalam arti suatu perjanjian, dalam mana kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai, di mana pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlahnya ditentukan oleh penanggung, sedangkan pihak penanggung memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.33

Perjanjian asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi, karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping syarat umum dalam KUHPerdata berlaku juga berbagai syarat khusus yang diatur dalam

31 Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta, Ekonisia, 2003, hal 99

32 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 89

33 Abdul R Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta,

(30)

KUHD. Syarat-syarat umum sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sedangkan syarat khusus diatur dalam Pasal 250 dan Pasal 251 KUHD. Dengan demikian, berdasarkan pasal-pasal KUHPerdata dan KUHD tersebut, ada 6 (enam) syarat sahnya perjanjian asuransi, yaitu kesepakatan, kecakapan (berwenang), objek tertentu, sebab yang halal, ada kepentingan yang dapat diasuransikan dan pemberitahuan.34

Asuransi dikenal beberapa prinsip yang menjadi pedoman dalam mengadakan perjanjian asuransi. Prinsip-Prinsip tersebut, antara lain :

1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest) Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (inrusable interest) merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian auransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum.35

2. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna (utmost goodfaith). Dalam Kontrak asuransi, itikad baik saja belum cukup tetapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung. Hal ini dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang objek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan

34 Mulhadi., Op.Cit., hal 45

35 Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi, Bandung, Mandar Maju, 2009, hal 31

(31)

22

objek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada Underwriter.36

3. Prinsip Keseimbangan (indemnity principle) merupakan salah satu prinsip dalam perjanjian asuransi yang menyatakan bahwa besarnya penggantian kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh- sungguh diderita oleh tertanggung. Penerapan prinsip keseimbangan (indemnity principle) dalam asuransi ini, sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak sama dengan perjudian. Dalam perjudian tidak dikenal ganti rugi bagi yang kalah. Kerugian akibat kekalahan yang diderita dalam perjudian merupakan konsekuensi yang harus diterima.37

4. Prinsip Subrogasi. Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap objek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan polis. Tapi, suatu hal yang pelu diketahui, bahwa subrogasi hanya berlaku untuk contract of indemnity, karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan penggantian lebih dari kerugian yang dideritanya.38

Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang yang mengancam kehidupanmanusia, terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang

36 Ibid, hal 34

37 Ibid, hal 38

38

(32)

membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya. Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang menghendaki supaya resiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat- syarat yang dapat disepakati bersama.39

Asuransi pendidikan adalah kontrak antara perusahaan asuransi dan orang tua yang menyebutkan bahwa orang tua setuju untuk membayar sejumlah premi asuransi secara berkala kepada pihak perusahaan asuransi, untuk kemudian orang tua mendapatkan sejumlah dana endidikan tertentu dari perusahaan asuransi pada saat anaknya memasuki usia sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya.40 Dalam asuransi pendidikan, peserta memiliki dua kemungkinan, yaitu bila masih peserta hidup sampai masa kontra berakhir, maka pembayaran klaim dari rekening tabaru pada peserta porsi bagi hasil, untuk digunakan bagi biaya pendidikan anak- anaknya. Peserta meninggal dunia pada sat kontrak masih berlangsung, maka pembayaran klaim berupa rekening tabaru peserta, porsi bagi hasil, dan dana kebajikan diambil dari tabungan tabarru akan diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah ditinggal orang tuanya.41

39 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Jakarta, Bina Cipta, 1997, hal. 28

40 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2005, hal. 59.

41 Ibid

(33)

24

Adapun manfaat asuransi pendidikan, antara lain :

a. Bila peserta mengundurkan diri sebelum perjanjian berakhir, maka peserta akan mendapatkan hal berikut.

1) Dana rekening tabungan yang telah disetor.

2) Bagian keuntungan atas hasil keuntungan tabarru’ (mudharabah).

b. Bila peserta ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian, maka ahli warisnya akan mendapatkan hal berikut.

1) Dana rekening tabungan yang telah disetor.

2) Bagian keuntungan atas hasil investasi rekening tabungan (mudharabah).

3) Selisih dari manfaat takaful awal (rencana menabung) dengan premi yang sudah dibayar.

4) Selain itu bila anak (sebagai penerima hibah) :

a) Hidup sampai dengan 4 tahun di Perguruan Tinggi, yang bersangkutan akan mendapatkan dana pendidikan sesuai dengan tabel

b) Meninggal, maka dana pendidikan yang belum sempat diterimanya akan dibayarkan pada ahli warisnya.

5) Bila peserta hidup sampai perjanjian berakhir dan bila anak (sebagai penerima hibah) :

a) Hidup sampai dengan 4 tahun di perguruan tinggi, yang bersangkutan akan mendapatkan dana pendidikan sesuai dengan table

(34)

b) Meninggal sebelum seluruh dana pendidikannya diterima, maka kepada peserta akan mendapatkan semua saldo rekening tabungan dan sebagian keuntungan atas investasi rekening tabungan.42

B. Usaha dan Perusahaan Perasuransian

Perasuransian adalah istilah (legal term) yang dipakai dalam perundang- undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata

“asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum “peransuransian”, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu:43

a. Usaha dibidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan Asuransi (insurance company).

b. Usaha dibidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business).

Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang Asuransi (complementary insurance company) Dalam pengertian “perasuransian” selalu meliputi 2 (dua) jenis kegiatan usaha, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Perusahaan

42Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General, Jakarta, Gema Insani Press, 2004, hal. 641.

43Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia Bandung,Citra Aditya Bakti, 2011, hal. 5

(35)

26

perasuransian selalu meliputi perusahaan asuransi dan perusahaan penunjang asuransi. Perusahaan asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi. Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karenasuatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang (Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992).44

Kegiatan usaha perasuransian, khususnya usaha asuransi, merupakan jenis yang termasuk dalam kategori kegiatan usaha yang sangat diatur oleh pemerintah.

Hal ini dilakukan karena usaha asuransi sangat berkaitan dengan pengumpulan dana masyarakat. Usaha perasuransian ini telah diatur sejak tanggal 11 Februari 1992, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tersebut pada dasarnya merupakan hukum publik yang mengatur kegiatan usaha perasuransian, sedangkan perjanjian yang timbul sehubungan dengan kontrak asuransi diatur tersendiri dalam kitab undang-undang hukum dagang yang merupakan hukum Privat.45

Ruang lingkup usaha perasuransian di Indonesia, antara lain:

1. Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat menyelenggarakan :

44 Ibid. hal. 6

45 Julius Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta, Salemba Empat,

(36)

a. Usaha asuransi umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.

b. Usaha reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain.

2. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.

3. Perusahaan Reasuransi hanya menyelenggarakan Usaha Reasuransi.

4. Perusahaan Asuransi Umum Syariah hanya dapat menyelenggarakan:

a. Usaha Asuransi Umum Syariah, termasuk lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip Syariah dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah.

b. Usaha Reasuransi Syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah lain.

5. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan Prinsip Syariah.

6. Perusahaan Reasuransi Syariah hanya dapat menyelenggarakan Usaha Reasuransi Syariah.

7. Perusahaan Pialang Asuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Pialang Asuransi.

8. Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Pialang Reasuransi.

(37)

28

9. Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi hanya dapat menyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.46

C. Objek, Subjek dan Jenis-Jenis Asuransi

Objek dalam suatu perjanjian dapat diartikan segala sesuatu yang diperhatikan oleh subjek, yakni sesuatu yang penting menjadi tujuan di dalam membuat suatu perjanjian. Dengan kata lain, objek dalam perhubungan hukum berupa perjanjian adalah hal yang diwajibkan kepada satu pihak (debitur) dan sebaliknya merupakan hak pada pihak lain (kreditur). Benda asuransi merupakan salah satu objek asuransi, yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang.

Benda asuransi merupakan harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, dan dapat dinilai dengan sejumlah uang. Benda asuransi biasanya selalu berwujud, seperti bangunan rumah, hotel, mobil, pesawat, dan lain-lain. Benda asuransi erat hubungannya dengan teori kepentingan (interest theory) yang secara umum dikenal dalam hukum asuransi.47

Menurut teori kepentingan, pada benda asuransi melekat hak subjektif yang tidak berwujud, Karena benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah, atau berkurang nilainya, maka hak subjektif juga dapat demikian. Dalam literatur hukum asuransi, hak subjektif ini disebut kepentingan (interest). Kepentingan itu sifatnya absolut artinya, harus ada pada setiap objek tersebut dan mengikuti kemana saja benda tersebut berada. Kepentingan itu harus sudah ada pada benda asuransi pada saat asuransi diadakan atau setidak-tidaknya pada saat terjadi

46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 2-4

47

(38)

persitiwa yang menimbulkan kerugian (evenemen).48 Ketentuan ini dikenal dengan prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) yang diatur di dalam Pasal 250 KUHD yang berbunyi

“Apabila seorang yang telah mengadakan suatu perjanjian asuransi untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu asuransi, pada saat diadakannya asuransi itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang diasuransikan itu, maka Penanggung tidak diwajibkan memberikan ganti kerugian”.

Ketentuan Pasal 246 KUHD, bahwa premi merupakan kewajiban Tertanggung untuk membayarnya kepada Penanggung sebagai kontraprestasi dari ganti kerugian yang akan Penanggung berikan padanya. Hal ini diperkuat oleh ketentuan Pasal 256 butir 7 KUHD bahwa, polis harus memuat premi asuransi yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, premi merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 butir (29) menyatakan bahwa premi merupakan sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi/perjanjian reasuransi, ataupun sejumlah uang dan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memeroleh manfaat. 49

Bekaitan dengan penetapan besarnya premi, biasanya selalu didasarkan pada persentase tertentu yang harus memerhatikan beberapa faktor, seperti perkiraan risiko yang Penanggung hadapi, dan besarnya uang asuransi. Mengingat

48 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hal.87

49 Mulhadi,. Op.Cit., hal 77

(39)

30

Penanggung mempunyai penilaian sendiri-sendiri terhadap risiko yang dihadapi, penetapan besarnya persentase tersebut dapat berbeda-beda antara Penanggung yang satu dengan Penanggung yang lain. Mengenai waktu pembayaran premi bergantung kepada perjanjian antara para pihak dan biasanya disebutkan dalam polis bersangkutan atau dalam asuransi wajib (sosial) bergantung kepada ketentuan undang-undang. Premi (kewajiban Tertanggung) mempunyai fungsi sebagai imbalan dari risiko yang dialihkan kepada Penanggung. Sebagai akibat dari hal tersebut, maka apabila pada waktunya premi tidak dibayar oleh Tertanggung, Penanggung dapat meminta pemecahan (pembatalan) perjanjian asuransi bersangkutan berdasarkan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata.50

Peristiwa atau bahaya (evenemenfortuitous event) merupakan peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan terjadinya, walaupun peristiwa itu sudah pasti akan terjadi. Hanya saja, saat terjadinya peristiwa itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan oleh manusia, khususnya oleh Tertanggung, apabila peristiwa dimaksud terjadi (karena tidak diharapkan) akan mengakibatkan kerugian. Peristiwa yang belum pasti terjadi (ei/enemen; onzeker voorval) merupakan salah satu unsur yang ditentukan harus ada untuk dapat ditutupnya perjanjian asuransi, sesuai dengan sifat asuransi sebagai perjanjian bersyarat. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 256 bahwa polis harus menyatakan bahaya-bahaya yang ditanggung oleh Si Penanggung/

Perusahaan Asuransi. Berbeda dengan asuransi kerugian, dalam asuransi jiwa yang pada umumnya berkaitan dengan meninggalnya seseorang, peristiwa yang

50

(40)

belum pasti terjadi pada jenis asuransi ini, bukan peristiwa meninggalnya seseorang. Hal itu disebabkan, sudah diyakini bahwa meninggal dunia merupakan peristiwa yang pasti terjadi, melainkan waktu atau saat meninggalnya itu yang tidak pasti. Sehubungan dengan hal itu, dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan peristiwa yang tidak pasti (evenemen; onzeker voorval) adalah mengenai kapan waktu meninggal itu terjadi.51

Kewajiban pokok dari Penanggung adalah memberikan ganti kerugian atau melakukan pembayaran kepada Tertanggung, apabila peristiwa kerugian yang diperjanjikan terjadi. Oleh sebab itu, pada waktu perjanjian asuransi diadakan, harus ditentukan untuk jumlah berapa asuransi itu ditutup. Hal demikian disebutkan dalam syarat-syarat umum polis Pasal 256 butir 4 KUHD, yaitu bahwa polis harus dinyatakan jumlah uang untuk berapa diadakan asuransi. Mengenai hal yang sama juga disebutkan .untuk asuransi jiwa dalam Pasal 304 butir 5 KUHD.

Dalam asuransi jiwa, besarnya uang asuransi pada dasarnya akan menentukan, berapa jumlah yang akan dibayar oleh Penanggung, apabila peristiwa yang tidak pasti menjadi kenyataan.52

D. Dasar Hukum Perusahaan Asuransi di Indonesia

Ketentuan-ketentuan dalam KUHD akan selalu menjadi dasar suatu perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Dalam Pasal 1774 KUHPerdata pertanggungan atau asuransi termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan. Secara lengkap dalam pasal ini

51 Ibid., hal 78

52 Ibid., hal 80

(41)

32

disebutkan bahwa suatu perjanjian untung-untungan merupakan suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun sementara pihak bergantung kepada kejadian yang belum tentu. Demikian adalah perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian, dan pertaruhan.53

Dasar hukum atau juga disebut pengaturan hukum perusahaan asuransi di Indonesia didasari oleh beberapa peraturan. Dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umumdan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diaturdiluar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 – Pasal 308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:

a. Asuransi kebakaran Pasal 287 – Pasal 298 KUHD.

b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD.

c. Asuransi jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD.

d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 685 KUHD.

e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686 – Pasal 695 KUHD.

53 Khotibul Umam, Memahami dan Memilih Produk Asuransi, Yogyakarta, Pustaka

(42)

Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransidalam KUHD meliputi substansi berikut ini:54

a. Asas-asas asuransi;

b. Perjanjian asuransi;

c. Unsur-unsur asuransi;

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi;

e. Jenis-jenis asuransi.

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi darisegi keperdataan, maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Lembaga Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha peransuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. 55 Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan.

Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam engan sanksi pidana dan sanksi administrative menurut undang-undang perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah

54 Ibid. hal. 18

55 Ibid. hal. 19

(43)

34

Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.

Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan 28 (dua puluh delapan) pasaldengan rinician substansi sebagai berikut:

a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:

(1) Usaha asuransi, dan (2) Usaha penunjang asuransi b. Jenis usaha perasuransian meliputi:

(1) Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi.

(2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen asuransi.

c. Perusahaan Perasuransian meliputi:

(1) Perusahaan Asuransi Kerugian (2) Perusahaan Asuransi Jiwa (3) Perusahaan Reasuransi (4) Perusahaan Pialang Asuransi (5) Perusahaan Pialang Reasuransi

(6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi (7) Perusahaan Konsultan Aktuaria

(44)

(8) Perusahaan Agen Asuransi

d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari:

(1) Perusahaan Perseroan (Persero) (2) Koperasi

(3) Perseroan Terbatas (4) Usaha Bersama (mutual)

e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:

(1) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia

(2) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan

g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai:

(1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi.

(2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.

h. Kepailitan dan likuiditas Perusahaan Asuransi melalui keputusan Pengadilan Niaga.

i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:

(1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli

(45)

36

kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.

(2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.

(46)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAKU

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Perjanjian Baku

Dalam Buku III KUHPerdata telah diatur mengenai perikatan. Istilah perikatan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu verbintenis. Istilah tersebut mempunyai arti lebih luas dari pada istilah perjanjian. Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang terjadi, karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, dan keadaan. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan.

Ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan-perikatan lahir dari perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian timbul karena adanya kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan diri yang dituangkan dalam perjanjian. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.56

Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu overeenkomst. Kata overeenkomst berasal dari kata overeenkomen yang artinya

56 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 2006, hal. 3

(47)

38

setuju atau sepakat. Sehingga istilah perjanjian mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme. Dalam ketentuan umum mengenai perjanjian, terdapat definisi perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas.57 Tidak lengkap karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja.58 Sangat luas dikarenakan mempergunakan kata perbuatan, sehingga mencakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Lingkup perjanjian terlalu luas, mencakup juga perjanjian perkawinan yang diatur dalam bidang hukum keluarga.59 Padahal perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata tersebut hanya mencakup hubungan yang bersifat kebendaan, bukan bersifat keorangan atau personal.

Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract.60 Di Indonesia sendiri, perjanjian baku juga dikenal dengan istilah “perjanjian standar”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata standar berarti suatu ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sedangkan kata baku berarti tolak ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas yang ditetapkan. Selain itu, perjanjian baku dikenal dengan nama take it or leave it.

57 Ibid. hal. 49

58Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 16.

59 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 289

60 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta, Raja

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu unsur kehendak dan pernyataan merupakanunsur-unsur pokok disamping unsurlain yang menentukan lahirnya perjanjian.Berlakunya asas konsensualisme menurut

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan Kepada Kedua Orang Tua Tercinta, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Apabila pihak perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam menjaga dan melindungi lingkungan hidup masyarakat, maka masyarakat sosor ladang melalui organisasi

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa jaminan sosial tenaga kerja sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja yang diberikan CV Melyka sendiri meliputi beberapa hal, yaitu

Jangka waktu adalah di mana masa waktu berlaku dari suatu perjanjian yang disepakati antara para pihak yang harus dinyatakan secara tegas dalam suatu perjanjian atau juga

Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui hak-hak bagi pencipta lagu dan musik dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 terhadap suatu ciptaannya,

Ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pihak operator penerbangan tidak hanya mengenai barang muatan atau bagasi saja,melainkan juga mengenai hak penumpang.Apabila

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai