BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.1 Corporate Social Responsibility
2.1.1.2 Perkembangan Corporate Social Responsibility
Dunia usaha pada saat ini mengalami perkembangan yang semakin pesat, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai perusahaan yang berskala besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Bidang-bidang usaha yang tersedia juga semakin banyak sehingga semakin membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Kemampuan yang seperti ini tentunya membawa dampak yang positif bagi perkembangan dunia investasi dan bisnis di Indonesia. Selain itu turut berperan serta dalam peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, yang disayangkan tidak jarang perusahaan-perusahaan yang ada terlalu terfokus pada kegiatan ekonomi dan produksi yang mereka lakukan, sehingga melupakan keadaan masyarakat di sekitar wilayah beroperasinya dan juga melupakan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Padahal, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pada pasal 28H ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat menjadi semakin kritis dan menyadari hak-hak asasinya, serta berani mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.
Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility. Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan suatu entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Hal yang sama juga terjadi pada aspek lingkungan hidup, yang menuntut perusahaan untuk lebih peduli pada lingkungan hidup tempatnya beroperasi.
Menurut Sawir (2004) sebagaimana hasil KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janerio, Brasil pada tahun 1992, yang menegaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) sebagai suatu hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus diperhatikan oleh kalangan korporasi. Hasil KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janerio tersebut melahirkan suatu konsep yaitu konsep pembangunan berkelanjutan menuntut
korporasi dalam menjalankan usahanya untuk turut memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1) Ketersediaan dana 2) Misi lingkungan 3) Tanggung jawab sosial
4) Terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah)
5) Mempunyai nilai keuntungan/manfaat.
Pertemuan Yohannesburg pada tahun 2002 telah memunculkan suatu prinsip baru di dalam dunia usaha, yaitu konsep Social Responsibility yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu Economic dan Environment Sustainability. Ketiga konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
Pada bulan September tahun 2004, International Organization for Standarization (ISO), sebagai induk organisasi standarisasi internasional berhasil menghasilkan panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial, yang diberi nama ISO 26000 : Guidance Standard on Social Responsibility. ISO 26000 menjadi standar pedoman untuk penerapan Corporate Social Responsibility. ISO 26000 menerjemahkan Corporate Social Responsibility sebagai tanggung jawab suatu organisasi yang atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang :
1) Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat
2) Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder
3) Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional
4) Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.
Di dalam ISO 26000, Corporate Social Responsibility mencakup 7 (tujuh) isu pokok, yaitu :
1) Pengembangan masyarakat 2) Konsumen
3) Praktek kegiatan institusi yang sehat 4) Lingkungan
5) Ketenagakerjaan 6) Hak Asasi Manusia
7) Organizational Governance (Organisasi Kepemerintahan).
Berdasarkan konsep ISO 26000, maka untuk penerapan Corporate Social Responsibility hendaknya terintegrasi dalam seluruh aktivitas perusahaan yang mencakup 7 (tujuh) isu pokok di atas. Prinsip-prinsip dasar Corporate Social Responsibility yang menjadi dasar pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan Corporate Social Responsibility menurut ISO 26000 meliputi :
1) Kepatuhan kepada hukum
2) Menghormati instrumen/badan-badan internasional 3) Menghormati stakeholders dan kepentingannya 4) Akuntabilitas
5) Transparansi
6) Perilaku yang beretika 7) Melakukan tindakan pencegahan
8) Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia.
Kemudian pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss pada 7 Juli 2007 yang dibuka oleh Sekjen PBB mendapatkan perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk
menunjukan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan Corporat Social Responsibility.
Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menandai babak baru pengaturan Corporate Social Responsibility. Selain itu, pengaturan tentang Corporate Social Responsibility juga tercermin di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai Corporate Social Responsibility sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan Corporate Social Responsibility yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Adapun pengaturan Corporate Social Responsibility menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut :
Pasal 74 :
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajiban.
3) Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sedangkan pengaturan di dalam Undang-Undang Penanaman Modal, yaitu dalam Pasal 15 huruf b disebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Kemudian dalam Pasal 16 huruf d Undang-Undang Penanaman Modal disebutkan bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.