• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Perbankan dan Sistem Pembayaran

3.1. PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN

Melemahanya kinerja sektor riil yang tercermin dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, secara langsung mempengaruhi kinerja sektor keuangan khususnya perbankan. Hal ini tercermin dari perlambatan kinerja asset dari 18,74% (yoy) pada triwulan IV 2013, menjadi 15,77% (yoy) (Grafik 3.1). Perlambatan asset terutama dipicu oleh melambatnya penyerapan DPK. Selain itu, ekspansi kredit juga tertahan sebagai akibat melemahnya kegiatan ekonomi. Perlambatan asset terbesar terjadi pada kelompok bank pemerintah (bank persero dan BPD). Asset kelompok bank pemerintah melambat dari 18,05% (yoy) menjadi 12,88% (yoy).

Tabel 3.1 Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali

(dalam miliar Rp) II III IV I II III IV I Aset 57,091 60,983 63,625 64,846 68,041 73,186 75,549 75,071 Kredit Umum 34,337 36,684 39,662 41,421 44,770 47,163 49,251 50,329 Modal Kerja 14,518 15,182 16,512 16,669 17,373 18,319 19,705 19,989 Investasi 6,404 7,110 7,884 8,652 10,269 10,658 11,083 11,351 Konsumsi 13,415 14,392 15,266 16,100 17,128 18,186 18,463 18,989 Kredit MKM 27,599 29,257 31,274 32,345 34,953 36,155 37,503 38,843 Pangsa Kredit MKM 80.38 79.76 78.85 78.09 78.07 76.66 76.15 77.18 Kredit UMKM 14,411 14,873 15,959 16,116 17,782 18,677 19,740 20,210

Pangsa Kredit UMKM 41.97 40.54 40.24 38.91 39.72 39.60 40.08 40.16

24.46 22.33 24.91 24.68 23.39 25.58

Dana Pihak Ketiga 49,577 52,988 54,948 55,982 57,840 62,259 64,234 63,896

Deposito 15,412 15,893 16,430 16,541 16,971 18,044 19,767 20,494 Giro 10,347 11,505 10,490 11,901 12,045 13,379 11,714 12,229 Tabungan 23,818 25,590 28,028 27,540 28,824 30,835 32,753 31,174 NPL (Gross) 0.76 0.73 0.50 0.61 0.54 0.51 0.49 0.70 LDR 69.26 69.23 72.18 73.99 77.40 75.75 76.67 78.77 2014 2012 2013 Indikator

Bab 3

54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 Grafik 3.1 Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK dan

Kredit

Grafik 3.2 Komposisi dan Pertumbuhan Aset Menurut Kelompok Bank

Walaupun asset bank pemerintah dan bank asing cenderung melambat, namun bank swasta tercatat mengalami peningkatan meskipun terbatas. Asset bank swasta meningkat dari 19,72% menjadi 20,43%, hal ini ditengarai akibat peningkatan kegiatan antar kantor seiring dengan peningkatan jaringan bank swasta.

3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi

Tingkat LDR sebagai ukuran pelaksanaan fungsi intermediasi, pada triwulan I 2014 tercatat mengalami peningkatan dari 76,67% menjadi 78,77%. Namun peningkatan LDR tersebut lebih disebabkan karena perlambatan penghimpunan dana masyarakat yang lebih besar dibanding perlambatan kredit. Sejalan dengan peningkatan LDR tersebut, share kredit terhadap asset perbankan juga cenderung mengalami peningkatan (Grafik 3.3). Peningkatan rasio kredit terhadap aset menunjukkan bahwa bank cenderung meningkatkan fungsi intermediasinya.

Grafik 3.3 Perkembangan LDR dan Komposisi Kredit Terhadap Aset Bank Umum

Grafik 3.4 Perkembangan Share Kredit terhadap PDRB

Walaupun rasio kredit terhadap asset cenderung meningkat, namun hal ini belum mampu medorong peningkatan share kredit terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Grafik 3.4). Hal ini disebabkan oleh perlambatan kredit yang lebih besar dibandingkan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Rasio pertumbuhan kredit terhadap nominal PDRB pada triwulan I 2014 tecatat sebesar 35,61% lebih rendah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 55 dibanding triwulan sebelumnya sebesar 38,99%. Penuranan ini mengindikasikan bahwa sumber pendanaan sektor riil yang berasal dari perbankan semakin kecil.

Grafik 3.5 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank

Grafik 3.6 Komposisi Kredit terhadap Aset menurut Kelompok Bank

Peningkatan LDR pada triwulan I 2014 didukung oleh peningkatan pada seluruh kelompok bank, terutama bank swasta yang meningkat dari 71,87% menjadi 74,25%. Sementara itu bank pemerintah yang memiliki LDR tertinggi, tercatat meningkat dari 81,73% menjadi 83,55%. Hal serupa juga terjadi pada rasio kredit terhadap asset masing-masing kelompok bank. (Grafik 3.5 dan Grafik 3.6).

3.1.1.1

Penghimpunan Dana

Pengerahan dana masyarakat oleh perbankan mengalami perlambatan dari 16,90% (yoy) menjadi 14,14% (yoy). Perlambatan ini ditengarai sebagai akibat melemahnya kegiatan ekonomi pada awal 2014, hal ini mengingat pada periode tersebut tingkat suku bunga simpanan masih relative tinggi. Suku bunga yang relatif tinggi tersebut dipandang mampu menarik DPK, namun pada triwulan laporan DPK cenderung terus melambat dan pengaruh dari peningkatan suku bunga ini menjadi kurang terlihat.

Perlambatan DPK terutama terjadi pada kelompok bank asing campuran dari 18,71% menjadi 12,03%, diikuti oleh bank pemerintah yang melambat dari 14,04% menjadi 10,53%. Sementara itu, kelompok bank bank swasta nasional, walaupun tercatat melambat namun tidak sedalam kelompok bank lainnya. Pertumbuhan dana bank swasta tercatat masih sebesar 20,21% melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 21,29%. Kemampuan bank swasta untuk menjaga pertumbuhan DPK diperkirakan didukung oleh ekspansi pengerahan DPK yang cepat terutama dengan mengoptimalkan teknologi, seperti penambahan ATM setoran tunai (cash deposit machine). Selain peningkatan fasilitas tabungan, masih tingginya pertumbuhan DPK bank swasta juga didukung oleh suku bunga simpanan, khususnya dalam bentuk deposito yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok bank lainnya. Hal tersebut terindikasi dari pertumbuhan deposito bank swasta yang mencapai 35,66%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 30,09%.

Berdasarkan jenis simpanannya, perlambatan DPK terutama disebabkan oleh simpanan dalam bentuk giro. DPK giro pada triwulan I 2014 tercatat melambat dari 11,67% menjadi 2,76%, yang dipengaruhi oleh berkurangnya simpanan giro pemda. Demikian pula simpanan dalam bentuk tabungan tercatat melambat

56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

dari 16,86% menjadi 13,19%. Perlambatan ini terjadi seiring dengan kecenderungan berkurangnya share tabungan dalam pembentukan DPK perbankan. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya pengalihan bentuk simpanan masyarakat dari tabungan menjadi deposito. Simpanan dalam bentuk deposito tercatat mengalami peningkatan dari 20,31% menjadi 23,89%, peningkatan yang diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga menyebabkan terjadinya peningkatan share deposito dalam pembentukan DPK. Share deposito dalam pembentukan DPK pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 32,1% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 29,5%.

Grafik 3.7 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank

Grafik 3.8 Pertumbuhan DPK

3.1.1.2. Penyaluran Kredit

Seiring dengan perlambatan pengerahan DPK, ekspansi kredit perbankan pada triwulan I 2014 juga tercatat mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 21,51% (yoy) melambat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 24,18% (yoy). Dari hasil liason kepada perbankan, perlambatan pertumbuhan kredit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi, kecenderungan peningkatan suku bunga seiring dengan peningkatan suku bunga dana. Perlambatan ekonomi ditengarai sebagai faktor Utama penahan laju ekspansi kredit, mengingat perlambatan ini menyebabkan melambatnya konsumsi masyarakat dan investasi.

Perlambatan kredit terjadi di seluruh kelompok bank, terutama terjadi pada kelompok bank asing yang tercatat melambat dari 95,15% menjadi 13,79%. Diikuti oleh bank pemerintah yang tercatat melambat dari 22,82% menjadi 20,71%. Sementara bank swasta meskipun tercatat melambat dari 25,02% menjadi 23,15% namun memiliki pertumbuhan tertinggi diantara kelompok bank lainnya.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi tercatat mengalami perlambatan terbesar dari 40,57% menjadi 31,20%. Perlambatan kredit investasi yang telah terjadi sejak pertengahan 2013 menyebabkan share kredit investasi menurun hingga 22,55%. Faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perlambatan kredit investasi adalah berkurangnya kegiatan pembangunan infrastruktur baik yang dibiayai oleh anggaran pemerintah maupun oleh swasta. Dari hasil survei properti residential, terbatasnya kegiatan pengembang baik untuk perumahan maupun bisnis, ditengarai sebagai salah satu faktor melambatnya kredit investasi. Demikian halnya kredit konsumsi pada triwulan I 2014 tercatat melambat dari 20,95% menjadi 17,95%. Peningkatan suku bunga yang terjadi sejak pertengahan 2013 diperkirakan menjadi penyebab melambatnya kredit konsumsi. Sementara itu kredit modal kerja yang pada triwulan sebelumnya sempat melambat pada

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 57 triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan walaupun sangat terbatas. Kredit modal kerja meningkat dari 19,33% menjadi 19,91%.

Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Perbankan Grafik 3.10 Komposisi Kredit

Berdasarkan sebarannya, sebagian besar kredit disalurakan oleh perbankan di Denpasar, hal ini disebabkan oleh konsentrasi perbankan yang tinggi di Kota Denpasar. Sementara daerah yang relatif mendapatkan kredit cukup besar adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, masing-masing sebesar 39,83% dan 21,99%. Tingginya kredit yang disalurkan di kedua kota/kabupaten tersebut disebabkan oleh konsentrasi kegiatan usaha di kedua daerah tersebut yang sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan sebaran kredit tersebut, perlambatan terbesar terjadi di Kabupaten Badung yang melambat dari 40,81% menjadi 36,48%, diikuti oleh Kota Denpasar. Perlambatan penyaluran kredit di kedua daerah tersebut sangat dipengaruhi oleh melemahnya kegiatan investasi, khususnya di investasi oleh industri pariwisata.

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Menurut Sektor

(dalam miliar Rp)

Menurut bidang kegiatannya, penyaluran kredit terutama disalurkan untuk kegiatan perdagangan dengan share mencapai 29,28% dan tercatat meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 29,24%. Meskipun melambat, pertumbuhan sektor masih tercatat tinggi mencapai 28,68% (yoy). Tingginya penyaluran kredit untuk sektor ini sejalan dengan struktur perekonomian Bali yang sangat dipengaruhi oleh sub sektor perdagangan, bersama-sama dengan sub sektor hotel dan restoran. Kondisi ini tidak terlepas dari tingginya aktivitas industri pariwisata di Bali.

Penyaluran kredit terbesar kedua adalah untuk sektor peyediaan akomodasi dan makan minum yang tercatat memiliki share sebesar 11,15%. Kredit untuk kegiatan penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh

III IV I II III IV I

Perdagangan Besar dan Eceran 10,255 11,045 11,452 12,913 13,518 14,403 14,736 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,526 3,937 4,081 5,015 5,225 5,526 5,614 Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan 1,128 1,164 1,253 1,499 1,545 1,563 1,689

Industri Pengolahan 1,346 1,427 1,446 1,532 1,586 1,646 1,619 Perantara Keuangan 1,304 1,536 1,415 1,615 1,746 1,866 2,227 Jasa Kemasyarakatan 1,354 1,433 1,481 1,118 1,215 1,683 1,330 Konstruksi 851 1,220 1,450 1,666 1,758 1,778 1,825 Pertanian 682 753 799 847 880 907 948 Lainnya 16,237 17,148 18,043 18,564 19,689 19,879 20,342 2014 2012 Indikator 2013

58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

sebesar 37,58% (yoy). Meskipun melambat namun pertumbuhan kredit sektor ini masih tercatat tinggi, hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya kunjungan wisatwan ke Bali pada triwulan I 2014.

3.1.2. Non Performing Loan (NPL)

Risiko kredit masih terpelihara, hal ini terindikasi dari tingkat NPL yang masih rendah sebesar 0,70%. Walapun cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,49%, namun NPL perbankan Bali masih sangat rendah, hal ini didukung oleh upaya bank untuk menjaga kualitas debitur. Peningkatan rasio NPL ditengarai sebagai akibat pelemahan perekonomian dan kecederungan peningkatan suku bunga yang membebani debitur dan menekan kemampuan membayar debitur.

Grafik 3.11 Perkembangan NPL Kredit Grafik 3.12 NPL Berdasarkan Kelompok Bank

Berdasarkan jenis kreditnya, NPL terendah tercatat pada kredit jenis konsumsi yang mencapai 0,49%, namun sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 0,43%. Sementara untuk kredit investasi memiliki rasio NPL sebesar 0,50%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,27%. Catatan NPL tertinggi terjadi pada kredit jenis modal kerja yang mencapai 1,03%, meningkat dari 0,66% pada triwulan IV 2013. Peningkatan NPL pada kredit modal kerja diperkirakan terjadi akibat peningkatan suku bunga pinjaman yang menyebabkan meningkatnya jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh debitur, sehingga hal ini secara mengurangi kemampuan membayar debitur.

Dokumen terkait