• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai

3. Perbankan dan Sistem Pembayaran

3.2. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

3.2.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai

Transaksi melalui kliring pada triwulan I 2014 tercatat menglami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, namun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat kontraksi. Kliring pada triwulan laporan mencapai Rp 12,881 miliar meningkat 9,33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dan kontraksi sebesar

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 61 5,40% dibanding triwulan sebelumnya. Adapun jumlah lembar transaksi kliring mencapai 545 ribu lembar, tercatat kontraksi sebesar 1,24% dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan kegiatan kliring tersebut terjadi seiring dengan perlambatan perekonomian, hal ini ditengarai menurunkan aktivitas pembayaran antar agen-agen ekonomi.

Penurunan kegiatan kliring juga terlihat dari rata-rata jumlah kliring harian. Rata-rata jumlah lembar per hari pada triwulan I 2014 tercatat sebesar 8,93 ribu lembar, lebih rendah di banding rata-rata triwulan sebelumnya sebesar 9,20 ribu lembar maupun rata-rata triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 9,29 ribu lembar. Sementara rata-rata nominal perhari yang mencapai Rp 644 miliar perhari tercatat lebih besar dibanding triwulan I tahun sebelumnya sebesar Rp 207 miliar atau meningkat 211,58%, namun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat kontraksi sebesar 5,40%

Tabel 3.4 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

Jumlah tolakan cek/bilyet giro kosong pada triwulan I 2014 tercatat sebanyak 8,06 ribu lembar dengan nominal penolakan sebesar Rp 321 miliar. Baik jumlah lembar maupun nominal penolakan tersebut tercatat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Jumlah lembar penolahan tercatat kontraksi 3,93% dibanding triwulan sebelumnya dan kontraksi 1,33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Lembar penolakan mencapai 1,48% terhadap keseluruhan lembar kliring yang ditransaksikan sepanjang triwulan I 2014.

Sementara itu, nominal penolakan yang tercatat sebesar Rp 321 miliar juga mengalami kontraksi 21,63% dibanding triwulan sebelumnya dan kontraksi 0,50% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nominal transaksi penolakan tersebut mencapai 2,49% dari keseluruhan nominal kliring sepanjang triwulan laporan. Penurunan jumlah lembar maupun nominal tolakan cek/bilyet giro kosong serta jumlah tolakan yang terbilang rendah mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia dapat dikatakan handal.

2014 I II III IV I II III IV I

PERPUTARAN KLIRING

Lembar (Ribu Lembar) 527 543 536 545 529 541 525 552 545

Nominal Kliring (Miliar Rp) 10,305 11,977 11,525 12,871 11,782 12,467 13,009 13,616 12,881 - Rata-rata lembar per hari (ribu lbr) 8.65 8.76 8.78 9.24 9.29 9.33 8.33 9.20 8.93 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 169 193 189 218 207 215 206 681 644 TOLAKAN CEK/BG KOSONG

Lembar (Ribu Lembar) 7.15 9.03 6.84 7.12 8.17 8.42 7.75 8.39 8.06

Nominal Cek/ BG kosong (Juta Tp) 230 257 315 259 323 344 326 410 321

- Rata-rata lembar per hari (Ribu Lbr) 0.12 0.15 0.11 0.12 0.14 0.15 0.12 0.42 0.40 - Rata-rata nominal per hari (Juta Rp) 3.77 4.15 5.17 4.39 5.66 5.93 5.18 6.83 5.26

62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Grafik 3.17 Perkembangan Kliring Grafik 3.18 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong

3.2.2.2. Perkembangan Real Time Gross Settlement (RTGS)

Kegiatan penyelesaian transaksi nominal besar menggunakan RTGS, pada triwulan I 2014 tercatat beragam. Baik transaksi ke Bali (RTGS to) maupun transaksi di dalam Bali (RTGS from-to) tercatat mengalami penurunan transaksi atau kontraksi. Sedangkan transaksi dari Bali (RTGS from) tercatat meningkat tajam. Nilai RTGS from pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp 42.024 miliar atau mengalami peningkatan 50,76% dibanding dengan triwulan sebelumnya, atau meningkat 40,36% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara jumlah transaksinya tercatat sebesar 20.507 transaksi, atau terkontraksi 13,25% (qtq) dan 3,43% (yoy). Adapun, nilai RTGS to tercatat mengalami kontraksi 11,52% dibanding triwulan sebelumnya dengan nilai RTGS sepanjang Triwulan I-2014 sebesar Rp 19.201 miliar. Jumlah transaksi pada triwulan I tercatat sebesar 19.855 transaksi, atau mengalami kontraksi sebesar 6,44% dibanding triwulan sebelumnya.

Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi RTGS

Transaksi menggunakan RTGS untuk di dalam Bali (RTGS from-to) sepanjang triwulan I cenderung lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan transaksi non tunai bernilai besar yang dilakukan oleh agen ekonomi di Bali. Nilai RTGS from-to pada triwulan laporan mencapai Rp 4.038 miliar terkontraksi 4,27% (qtq) atau kontraksi 3,12% (yoy). Sedangkan jumlah transaksi tercatat terkontrasksi 7,91% (qtq) dan terkontraksi 9,32% (yoy).

2014

I II III IV I II III IV I

RTGS dari Bali

Nilai Transaksi (Miliar Rp) 15,550 22,231 28,185 30,382 29,941 33,865 34,940 27,875 42,024 Jumlah Transaksi 15,813 20,373 22,531 25,534 21,235 24,172 34,726 23,638 20,507

RTGS ke Bali

Nilai Transaksi (Miliar Rp) 9,620 14,134 17,969 20,675 21,187 23,450 45,831 21,702 19,201 Jumlah Transaksi 17,710 20,004 21,061 23,039 20,623 22,580 42,415 21,221 19,855

RTGS Antara

Nilai Transaksi (Miliar Rp) 2,764 3,369 3,858 4,356 3,990 4,144 9,280 4,038 3,866 Jumlah Transaksi 4,282 4,789 5,078 5,763 5,107 5,630 9,692 5,029 4,631

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 63

64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Dampak Implementasi Kebijakan Loan To Value (LTV) dan Down Payment (DP) Terhadap Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor di Provinsi Bali

Dalam perkembangan binis properti nasional, provinsi Bali adalah salah satu wilayah yang cukup diperhitungkan. Sebagai salah satu tempat tujuan wisata, pengembangan properti di Bali sangat menarik investor dari dalam maupun luar negeri yang tercermin dari peningkatan harga dari tahun ke tahun. Tentunya bank sebagai salah satu sumber pembiayaan sektor ini cukup diuntungkan dalam perkembangan bisnis ini. Namun, risiko yang dihadapi dari perkembangan sektor ini juga tidak kalah besar.

Seiring dengan peningkatan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan juga Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), selain sebagai peluang bagi setor keuangan perbankan juga sebagai tantangan karena risiko akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan permintaan kredit. Pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. Sehingga, perbankan perlu untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR maupun KKB. Oleh sebab itu, untuk menjaga perekonomian yang produktif dan menjawab tantangan sektor keuangan, Bank Indonesia (BI) membuat suatu kebijakan untuk menjaga ketahanan sektor keuangan dari risiko yang timbul pada penyaluran KPR dan KKB.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI No. 14/10/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor kepada Semua Bank Umum yang mulai berlaku pada 15 Juni 2012 dan diperbaharui dengan SE No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor kepada Semua Bank Umum. Ketentuan tersebut membatasi pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah ke-1 fasilitas kredit maksimal 70%, rumah ke-2 fasilitas kredit maksimal 60%, dan rumah ke-3 dan seterusnya fasilitas kredit maksimal 50%.

Ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70m† (tujuh puluh meter persegi). Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah. Sedangkan Down Payment (DP) untuk KKB sebagaimana diatur dalam SE dimaksud adalah: untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua DP minimal 25%, untuk pembelian kendaraan roda empat untuk keperluan non produktif DP minimal 30%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif DP minimal 20%.

Perkembangan KPR dan KKB di Provinsi Bali

Pada triwulan I-2014 total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) di Prov. Bali mencapai Rp 9.765 miliar atau tumbuh 20,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif stabil dibanding pertumbuhan akhir tahun 2013 dan akhir tahun 2012 yang masing-masing sebesar 19,98% (yoy) dan 20,58% (yoy). Sedangkan untuk KKB pada triwulan I-2014 total kredit pemilikan kendaraan bermotor (KKB) mencapai Rp435 miliar atau mengalami penurunan 3,86% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 65

Gambar C.1. Pertumbuhan KPR, KKB, Kredit Multiguna, dan Kredit Konstruksi

Khusus KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70, jumlah outstanding pada triwulan I 2014 mencapai Rp 3.113 miliar atau tumbuh 26,38% (yoy). Pertumbuhan kredit tersebut masih cukup tinggi (di atas 20% yoy) namun telah mengalami perlambatan pertumbuhan sejak pertengahan tahun 2012. Proporsi KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 terhadap total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) saat ini mencapai 31,88%. Sedangkan KPR Rumah Tinggal tipe s.d 70 jumlah outstanding mencapai Rp6.300 miliar atau tumbuh 17,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut relatif meningkat dibandingkan tahun 2012 dan tahun 2013 yang masing-masing mencapai 2,95% (yoy) dan 14,43% (yoy). Proporsi KPR Rumah Tinggal tipe sampai dengan 70 terhadap total KPR (termasuk apartemen, ruko dan rukan) mencapai 64,52%.

Ketika implementasi kebijakan LTV pertama kali diterapkan pada 15 Juni 2012, pertumbuhan kredit KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 mengalami sedikit perlambatan pada triwulan III-2012 s.d triwulan II-2013. Namun perlambatan KPR Rumah Tinggal tipe di atas 70 tersebut dibarengi dengan peningkatan Kredit Multiguna pada periode tersebut. Hal mengindikasikan terjadinya shifting KPR ke Kredit Multiguna. Tentunya hal ini menimbulkan risiko tersendiri terutama bagi bank-bank yang memiliki eksposur KPR yang besar. Melihat perkembangan KPR dan mulai beralihnya rumah menjadi barang investasi, pada triwulan III 2013, BI mengeluarkan aturan baru mengenai besaran pinjaman atau LTV. Pergeseran pemilikan rumah menjadi barang investasi dapat memberikan dampak yang tidak sehat pada pertumbuhan bisnis properti. Masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki rumah semakin sulit kerena harga yang semakin tinggi. Kenaikan harga yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat menjadi pemicu instabilitas keuangan apabila terjadi gagal bayar oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa perbankan sebagai sumber pembiayaan dalam pembelian properti.

Pada tanggal 24 September 2013 Bank Indonesia mengeluarkan SE BI No. 15/40/DKMP perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Dalam aturan baru tersebut terdapat pembatasan pada kredit untuk rumah ke-2, rumah ke-3 dan seterusnya. Selain itu dalam aturan tersebut Bank Umum dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian properti yang dibiayai dengan Kredit Pemilikan Properti (KPP).

(10.00) 30.00 70.00 110.00 150.00 190.00

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014

%

Pertumbuhan KPR Tipe s.d 70 Pertumbuhan Kredit Multi Guna Pertumbuhan KPR Tipe di atas 70 Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Pertumbuhan Kredit Konstruksi

66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014

Pasca implementasi kebijakan mengenai besaran pinjaman atau LTV pada triwulan III 2013, pertumbuhan outstanding kredit KPR Rumah tinggal tipe di atas 70 pada triwulan IV 2013 samapi dengan triwulan I 2014 tumbuh melambat. Perlambatan KPR Rumah Tinggal di atas tipe 70 tersebut juga dibarengi dengan melambatnya kredit multiguna yang sebelumnya tumbuh cukup tinggi. Namun implementasi aturan tersebut tidak berdampak pada KPR Rumah tinggal tipe sampai dengan 70 yang ditujukan untuk masyarakat golongan menengah ke bawah.

Ke depan dengan adanya implementasi kebijakan mengenai LTV untuk KPR dan DP untuk KKB diharapkan perlindungan konsumen akan semakin terjaga, dan stabilitas sistem keuangan dan perbankan akan semakin kokoh. Selain itu, bank diharapkan lebih berhati-hati dalam pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan I 2014 67

Dokumen terkait