• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Kekuasaan Belanda Di Indonesia

BAB 5 Kolonialisme dan Imperialisme Barat serta Pengaruhnya

D. Perkembangan Kekuasaan Belanda Di Indonesia

Gelombang Revolusi Prancis juga berimbas ke negara Belanda. Tahun 1795 Raja Williem V digulingkan oleh kaum republikan yang didukung Prancis. Sehingga terjadi perubahan status dari kerajaan Belanda ke Republik Bataaf (Bataafse Republiek). Sebagai negara republik, Belanda bersekutu dengan Prancis dalam gerakan antimonarki. Akibatnya, Belanda harus berhadapan dengan Inggris, termasuk juga di Indonesia.

c. Persoalan Internal VOC

Menjelang abad ke-19, VOC menghadapi persoalan internal yang berlarut-larut mengakibatkan kebangkrutan. VOC tidak bisa menghadang serangan Inggris dengan EIC-nya. Akibatnya, pada tanggal 31 Desember 1799 Pemerintah Belanda mencabut izin usaha (octrooy) VOC.

Sejak pembubaran VOC, Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah Republik Bataaf. Kemudian, status Belanda berubah kembali dari republik menjadi kerajaan. Perubahan terjadi sebagai akibat perubahan politik di Prancis. Pada tahun 1804 Napoleon Bonaparte berkuasa sebagai kaisar Prancis. Kemudian, ia mengubah Republik Bataaf menjadi Kerajaan Belanda. Napoleon Bonaparte menunjuk adiknya, Lodewijk Napoleon menjadi raja Belanda. Dengan perubahan status Belanda tersebut, Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah Kerajaan Belanda.

Untuk menangani Indonesia, pemerintah Kerajaan Belanda membentuk pemerintahan kolonial yang dipimpin oleh seorang gubernur jenderal.

1) Gubernur Jenderal Daendels dan Jansen a) Herman Williem Daendels (1808–1811)

Pengangkatan Daendels sebagai gubernur jenderal di Indone- sia bertugas mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki keadaan tanah jajahan Indo- nesia. Untuk melaksanakan tugas itu, Daendels mengadakan persiapan-persiapan sebagai berikut:

- Menarik orang-orang Indonesia untuk dijadikan tentara. - Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. - Membangun pangkalan armada laut di Anyer dan Ujung

Kulon.

- Membangun benteng-benteng.

- Membangun jalan raya dari Anyer (Jawa Barat) sampai Panarukan (Jawa Timur).

Gambar 5.7:

Herman Williem Daendels

Sumber:

Pembangunan jalan raya itu dilakukan dengan kerja rodi. Rakyat bekerja dengan dipaksa, tanpa upah, makan, dan tidak diperhatikan kesehatannya. Akibat dari kerja rodi itu, banyak memakan korban jiwa. Namun, sampai sekarang jalan itu banyak manfaatnya.

Untuk biaya mempersiapkan pertahanan Pulau Jawa dari ancaman Inggris, Daendels melaksanakan beberapa usaha antara lain:

- Melaksanakan contingenten (pajak rakyat berupa hasil bumi).

- Menetapkan verplichte leverantie (kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah kolonial Belanda dengan harga yang sudah ditetapkan). - Melaksanakan preanger stelsel (kewajiban rakyat

Priangan untuk menanam kopi).

- Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing.

Selain usaha di bidang pertahanan militer, Daendels juga berusaha memperbaiki pemerintahan, antara lain dengan cara:

- Memperbaiki gaji pegawai, memberantas korupsi, dan memberi hukuman berat bagi pegawai yang salah. - Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan karesidenan. - Para bupati di seluruh Jawa dijadikan pegawai

pemerintahan Belanda.

- Mendirikan badan-badan pengadilan yang akan mengadili orang-orang Indonesia sesuai adat-istiadat- nya.

Daendels dikenal sebagai penguasa pemerintahan yang sangat disiplin, keras, dan kejam. Sehingga banyak diantara pejabat Belanda di Indonesia yang tidak senang kepadanya. Selain itu, Daendels telah menjual tanah negara kepada pengusaha swasta asing. Itu artinya ia telah melanggar undang-undang negara. Akibatnya, Daendels dipanggil kembali ke negara Belanda (1811). Kemudian Lodewijk Napoleon mengangkat Janssens sebagai gubernur jenderal (1811).

Pojok Info

Thomas Stamford Raffles (1781-1826) Pendiri Singapura, penulis pertama buku tentang Tanah Jawa dalam bahasa Inggris, anti perbu- dakan, penganut pencerahan Inggris, dan gubernur per- tama Jawa kemudi- an Bengkulu.

Gambar 5.8:

Rafles

Sumber:

Ensiklopedi Umum untuk Pelajar

2. Pemerintah transisi Inggris masa Gubernur Jenderal Raffles

(1811–1815)

Gubernur Jenderal Janssens merupakan seorang yang lemah dan kurang cakap. Tanggal 11 Agustus 1811, pasukan Inggris di bawah pimpinan Gubernur Jenderal EIC, Lord Minto, mendarat di Batavia. Dalam waktu singkat, pasukan Inggris dapat mendesak tentara Belanda. Akhirnya, Belanda menyerah kepada Inggris melalui Perjanjian (Kapitulasi) Tuntang tahun 1811.

Isi (Perjanjian) Kapitulasi Tuntang antara lain:

a. Seluruh kekuatan militer Belanda yang berada di wilayah Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris.

b. Utang pemerintah Kolonial Belanda tidak diakui oleh Inggris. c. Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar

Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.

Peristiwa Belanda menyerah kepada Inggris menandai peralihan kekuasaan atas Indonesia, dari Belanda ke Inggris. Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur di Indonesia, mewakili raja muda (vicecrow) Lord Minto, dimulai pada tanggal 19 Oktober 1811.

Raffles segera mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Bidang pemerintahan, pengadilan dan sosial

1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan termasuk Yogyakarta dan Surakarta.

2) Masing-masing keresidenan mendapatkan sebuah land raad

(badan pengadilan).

3) Melarang perdagangan budak.

b. Bidang ekonomi

1) Mengadakan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent).

2) Menjual tanah, antara lain di Krawang, Priangan, Sema- rang, dan Surabaya kepada swasta.

c. Bidang ilmu pengetahuan

1) Menyusun sebuah buku yang berjudul “The History of Java”

tahun 1817.

2) Mengundang ahli-ahli luar negeri untuk mengadakan pe- nelitian-penelitian ilmiah di Indonesia.

3) Raffles bersama Arnoldi telah menemukan bunga bangkai raksasa, kemudian diberi nama Rafflesia Arnoldi.

Pemerintahan Raffles di Indonesia hanya berlangsung 5 tahun. Perubahan politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahannya. Pada tahun 1816, Napoleon Bonaparte menyerah kepada Inggris dan sekutunya. Menurut Perjanjian London (Convention of Lon- don), status Indonesia kembali pada masa sebelum perang, berada di bawah kekuasaan Belanda.

Raffles tidak menyetujui isi Perjanjian London. Ia tidak mau menyerahkan Indonesia kepada Belanda. Oleh karena itu, ia digantikan John Fendall (1816) yang harus menyerahkan Pulau Jawa pada Belanda. Selanjutnya, Belanda segera membentuk Komisaris Jenderal yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van der Capellen. Pada tahun 1816 secara resmi Komisaris Jenderal menerima penyerahan kekuasaan atas Indonesia dari Inggris.

Sejak saat itu, Indonesia kembali dijajah Belanda. Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Sebagai gubernur Jenderal ialah van der Capellen.

3. Sistem tanam paksa

Mendengar istilah tanam paksa, tentu mengingatkan kita pada penderitaan. Apa sebenarnya tanam paksa itu? Tanam paksa atau sistem tanam paksa, dalam bahasa Belanda Cultuurstelsel. Pemerintah Hindia Belanda memaksa para petani untuk menanam tanaman tertentu di tanah pertaniannya. Tanaman yang dipaksakan untuk ditanam para petani adalah jenis tanaman yang laku dijual, seperti tebu, kopi, nila, lada, dan tembakau.

Tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda mengalami kesulitan keuangan. Pemerintah di negara Belanda sendiri tidak dapat membantunya, karena juga mengalami kesulitan keuangan.

Sebab-sebab kesulitan keuangan di Hindia Belanda dan negara Belanda adalah:

a. Pemerintah Hindia Belanda banyak mengeluarkan biaya untuk perang. Terutama menghadapi perlawanan rakyat, dalam Perang Diponegoro.

b. Pemerintah di negara Belanda banyak mengeluarkan biaya perang untuk menghadapi pemberontakan Belgia.

Untuk mengatasi kesulitan keuangan tersebut, Johannes van den Bosch mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar produksi tanaman ekspor di Indonesia ditingkatkan. Caranya dengan melaksanakan Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Usul Van den Bosch itu disetujui oleh pemerintah Belanda.

Gambar 5.9

Johannes Van den Bosch. Gubernur Hindia Belanda yang memperke- nalkan sistem ta- nam paksa

Sumber: Ensiklo- pedi Umum untuk Pelajar

Gambar 5.10

Gambaran situasi pekerja di perkebunan pada masa tanam paksa

Sumber: Ensiklopedi Umum untuk Pelajar

Kemudian Van den Bosch diangkat menjadi gubernur Jenderal Hindia Belanda, dengan tugas pokok melaksanakan Cultuurstelsel.

Pelaksanaan tanam paksa mempunyai ketentuan-ketentuan khusus antara lain:

a. Rakyat diwajibkan menyediakan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib (tanaman berkualitas ekspor). b. Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari

pembayaran pajak tanah.

c. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar akan dibayarkan kembali kepada rakyat.

d. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi.

e. Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.

f. Kegagalan panen tanaman wajib akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

g. Penggarapan tanaman wajib di bawah pengawasan langsung dari para penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Belanda mengawasi secara umum jalannya penggarapan dan pengangkutan.

Dalam pelaksanaannya, peraturan yang telah ditetapkan seringkali tidak dipatuhi. Berbagai penyimpangan terjadi, di antaranya: a. Sawah dan ladang rakyat terbeng-

kalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib. b. Rakyat yang tidak memiliki tanah

harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan.

c. Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seper- lima lahan garapan.

d. Lahan yang disediakan untuk penanaman tanaman tetap dikena- kan pajak tanak.

e. Kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayar tidak dikembalikan.

f. Kegagalan panen tanaman wajib, menjadi tanggung jawab petani. Bagi rakyat Indonesia, sistem tanam paksa menjadi sumber malapetaka. Hampir seluruh kegiatan para petani tercurah kepada pelaksanaan tanam paksa. Tidak ada kesempatan mengerjakan sawah ladangnya sendiri. Akibatnya, timbul kelaparan dan keme- laratan. Keadaan seperti ini terjadi di Kuningan/Cirebon (1834), Demak (1849), dan Grobogan (1850).

Adakah dampak positif yang dirasakan rakyat Indonesia? Ada juga, walaupun teramat sedikit. Misalnya para petani mengenal jenis tanaman baru yang potensial dan teknik pengolahan tanaman yang baik. Namun saat itu, sisi positif menjadi tertutup karena penderitaan luar biasa yang dialami rakyat.

Bagi negara Belanda, tanam paksa mendatangkan keuntungan yang sangat besar, sekitar 900 juta gulden. Keuntungan itu dapat menutup anggaran belanja negara Belanda dan masih mempunyai sisa (Batig Saldo). Keuntungan juga dirasakan oleh kongsi dagang Belanda Netherlandsche Handel Maatscapij (NHM). Hal inilah yang membuat NHM diberikan monopoli angkutan dagang dari In- donesia ke Eropa.

Sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Banyak reaksi yang muncul dan mengadakan perlawanan. Diantaranya yang dilakukan oleh para petani tebu di Pasuruan (Jawa Timur) tahun 1833.

Penentang tanam paksa juga dilakukan oleh orang-orang Belanda sendiri. Baik secara perseorangan maupun dalam parlemen. Para penentang tanam paksa, antara lain sebagai berikut.

a. Kalangan humanis, suatu kelompok yang menjunjung tinggi etika dan hak asasi manusia. Bagi kalangan humanis, tanam paksa harus dihapuskan karena menindas rakyat tanah jajahan. Padahal tanah jajahan telah menyelamatkan Belanda dari kebangkrutan. b. Kalangan kapitalis, suatu kelompok yang memperjuangkan kebebasan individu dalam kegiatan ekonomi. Bagi kalangan kapitalis, tanam paksa harus dihapuskan karena tidak menciptakan kehidupan ekonomi yang sehat memperlakukan rakyat tanah jajahan sebagai objek.

Perjuangan kalangan humanis dan kapitalis itu merintis lahirnya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 dan Politisi Etis (Politik Balas Budi).

Pojok Info

Sistem tanam paksa (cultuur stelsel) juga dikritik kerena me- matikan usaha perke- bunan swasta di Hin- dia Belanda. Kritikan ini ditulis oleh peng- usaha perkebunan Fransen Van de Putte dalam artikel “Suiker Contracten (Perjan- jian Gula)

Gambar 5.11: Max Havelaar yang ditulis oleh Multatuli merupa kan karya sastra yang bernilai tinggi dan sudah diterje- mahkan ke dalam ber- bagai bahasa, terma- suk ke dalam bahasa Indonesia oleh H.B. Jaasin

Sumber:

Ensiklopedi umum untuk Pelajar

Tidak sedikit tokoh yang menentang Tanam Paksa, dian- taranya:

a. Edward Douwess Dekker (1820–1887)

Seorang residen di Lebak-Serang (Banten), Jawa Barat. Ia menulis buku berjudul Max Havelaar (1860). Dalam buku tersebut, ia memakai nama samaran Multatuli. Isi buku tersebut melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan tanam paksa.

b. Baron Van Hoevel (1812–1879)

Semula Baron van Hoevel tinggal di Jakarta, kemudian kembali ke Belanda menjadi anggota parlemen. Selama tinggal di Indo- nesia, ia mengetahui langsung penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa.

c. Fransen Van de Putte

Ia menulis buku berjudul Suiker Contracten (Kontrak- Kontrak Gula). Baron Van Hoevel dan Fransen Van de Putte berjuang keras menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda. Berkat kecaman dari kaum liberal, akhirnya pemerintah Belanda maupun pemerintah kolonial Belanda menghapuskan tanam paksa (Cultuurstelssel), walaupun secara berangsur-angsur.

Proses penghapusan tanam paksa adalah sebagai berikut: a. Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada.

b. Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk teh dan nila.

c. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanaman paksa telah dihapuskan, kecuali tanam paksa kopi di Priangan baru dihapuskan pada tahun 1917.

4. Penanaman modal swasta

Gerakan liberal di negara Belanda dipelopori para pengusaha swasta. Setelah tanam paksa dihapuskan, kaum liberal di negara Belanda memberi kebebasan pengusaha swasta dapat menanam- kan modalnya di Indonesia. Terutama di bidang perkebunan.

Dalam upaya membuka perkebunan-perkebunan, diperlu- kan tanah. Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang untuk mengatur sewa-menyewa tanah. Pada tahun 1870 itu pula, pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet).

Gambar 5.12:

Fransen van de Putte penulis Suiker Contracten

Sumber:

Ensiklopedi umum untuk Pelajar

Undang-Undang Agraria menetapkan:

a. Para pengusaha swasta Eropa dapat menyewa tanah milik pemerintah Hindia Belanda. Jangka waktu sewa paling lama 75 tahun.

b. Penduduk pribumi juga boleh menyewakan tanahnya kepada para pengusaha swasta asing.

Tujuan dikeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870:

a. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasaan pemodal asing.

b. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia.

c. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia, terutama menjadi buruh perkebunan.

Ternyata Undang-Undang Agraria hanya untuk kepentingan para pengusaha swasta Eropa. Sejak dikeluarkan Undang-Undang Agraria, mulai muncul perkebunan-perkebunan swasta asing di In- donesia, antara lain:

a. Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra Timur). b. Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. c. Perkebunan karet di daerah Serdang (Sumatra Timur). d. Perkebunan kina di Jawa Barat.

e. Perkebunan teh di Jawa Barat.

Para pengusaha swasta Eropa juga menanamkan modal di bidang pertambangan dan perindustrian, antara lain:

a. Pertambangan batu bara di Ombilin (Sumatra Barat). b. Pertambangan timah di Bangka Belitung dan Singkep. c. Pabrik-pabrik gula, cokelat, teh di berbagai tempat di Jawa.

Sejak dikeluarkan Undang-Undang Agraria tahun (1870-1900) usaha perkebunan swasta mengalami kemajuan pesat. Selain itu mendatangkan keuntungan yang besar bagi para pengusaha. Kekayaan alam Indonesia terus mengalir ke negara Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi (Jawa) telah membawa kemerosotan kehidupan penduduk.

5. Perbedaan pengaruh kolonial antara Pulau Jawa dengan pulau-

pulau yang lain

Di setiap daerah, kolonialisme mempunyai pengaruh yang berbeda-beda. Keadaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

a. Perbedaan keadaan alam

orang-orang Eropa. Misalnya daerah Maluku, yang banyak menghasilkan rempah-rempah, kaum kolonial akan berusaha menanamkan pengaruhnya yang lebih besar.

b. Perbedaan posisi

Daerah yang letaknya strategis di tepi jalur pelayaran dan perdagangan, akan mendapat perhatian khusus dari pemerintah kolonial.

c. Perbedaan kedekatan kaum kolonial

Kaum kolonial yang melakukan pendekatan dengan cara mengadakan perjanjian dengan penguasa setempat akan dapat diterima, daripada yang melakukan dengan cara kekerasan/ intimidasi.

d. Kekuatan penguasa daerah setempat

Jika penguasa daerah mempunyai kekuatan yang cukup besar, maka pemerintah kolonial mulai menunjukkan keinginannya untuk menguasai daerah tersebut. Tetapi akan mendapat perlawanan dari daerah tersebut.

E. Reaksi Terhadap Pemerintahan Kolonial