• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

6.1. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH

Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara tercatat mengalami perlambatan sejalan dengan melambatnya pertumbuhan perekonomian Sulawesi Utara. Perlambatan tersebut tercermin dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang tidak signifikan diikuti dengan peningkatan tingkat pengangguran. Data bulan Februari 2015 mencatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,78% (yoy) dengan peningkatan tipis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,15% (yoy). Sejalan dengan kedua hal tersebut, jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan moderat yaitu sebesar 0,23% (yoy) menjadi sebanyak 1.078 ribu jiwa. Disisi lain, tingkat pengangguran menunjukkan peningkatan baik secara tahunan tahunan yaitu sebesar 19,7% maupun dibanding periode sebelumnya sebesar 15,29%.

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Tabel 6.1.

Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara

Angka indeks ketersediaan lapangan kerja yang diperoleh dari Survei Konsumen (SK) pada triwulan laporan menunjukkan optimisme terhadap ketersediaan lapangan kerja meskipun secara tahunan pertumbuhannya mengalami perlambatan sebesar 18,05%. Nilai rata-rata indeks ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2015 hanya tercatat sebesar 134,17 tumbuh di bawah nilai rata-rata triwulan I 2014 sebesar 190,83.

Kondisi makroekonomi dan kondisi bisnis yang cenderung melemah membuat pelaku bisnis cenderung pesimis dalam memandang kondisi perusahaannya dari beberapa aspek seperti penjualan domestik, penjualan LN, investasi, dan tenaga kerja. Berdasarkan liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara ke sejumlah perusahaan di Sulawesi Utara, mayoritas perusahaan menyatakan telah melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari likert scale jumlah tenaga kerja pada triwulan laporan sebesar -0,29, menurun dibandingkan 0,13 pada triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut sejalan dengan kenaikan biaya tenaga kerja yang tercermin dari likert scale biaya tenaga kerja.

Grafik 6.1.

Likert Scale Ketenagakerjaan Perkembangan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerj a Grafik 6.2.

Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

2015

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Angkatan Kerja (ribu jiwa) 1.115 1.038 1.089 1.015 1.159 1.061 1.180 1,78%

Bekerja 1.022 957 1.011 947 1.075 981 1.078 0,23% Pengangguran 93 81 78 68 84 80 103 21,85% TPAK (%) 66,82 61,94 64,63 59,76 66,14 59,99 66 0,15% TPT (%) 8,32 7,78 7,19 6,67 7,26 7,54 8,69 19,73% Growth (yoy) Jumlah Bekerja 2012 2013 2014 50,00 70,00 90,00 110,00 130,00 150,00 170,00 190,00

Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar

M

ay Jul Sep Nov Jan Mar

M

ay Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul

i

2012 2013 2014 2015

Ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja Titik Optimis

Disisi lain, kondisi

pengangguran di Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan di tengah kondisi pengangguran nasional yang cenderung mengalami perbaikan. Data bulan Februari 2015 menunjukkan angka pengangguran mengalami peningkatan hingga 19,73% (yoy), dimana Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 8,69%. Menurunnya jumlah serapan tenaga kerja di sektor industri (29,97% yoy) utamanya industri perikanan menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan angka pengangguran di Sulawesi Utara. Peningkatan biaya operasional utamanya bongkar muat yang dipengaruhi faktro kebijakan pada sektor industri perikanan menjadi penyebab menurunnya penyerapan serapan tenaga kerja pada sektor tersebut.

Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 32%. Hal ini sejalan dengan struktur perekonomian utama Sulut yang memang didominasi oleh sektor pertanian. Jika dikaitkan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Utara yang terus bergerak naik yang berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan, dominasi sektor pertanian baik dalam penyediaan lapangan kerja maupun sektor utama pendorong perekonomian Sulut merupakan suatu potensi dalam mendukung pemenuhan kebutuhan pangan utama daerah.

Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan (termasuk hotel dan restoran) masih cukup baik kendati mengalami perlambatan. Sementara sektor jasa (termasuk jasa pemerintahan) masih merupakan sektor terbesar ketiga dengan pangsa 17% dan 25% tenaga kerja lainnya terbagi ke sektor pertambangan, listrik, angkutan, konstruksi, keuangan dan sektor lainnya.

Tabel 6.2.

Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Lapangan Usaha (ribu jiwa)

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

2015

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Pertanian 347 322 328 333 343 321 372 8,50% Industri 74 59 68 52 73 71 51 -29,97% Perdagangan 213 193 209 191 224 196 249 11,04% Jasa 169 186 202 185 209 180 190 -9,05% Lainnya 219 217 229 205 226 212 283 25,06% Jumlah 1.062 977 1.036 965 1.075 981 1.145 6,49%

Grafik 6.3.

Share Penduduk Yang Bekerja di Sulut Menurut Lapangan Usaha

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Berdasarkan status pekerjaannya, dari seluruh penduduk yang bekerja di Sulawesi Utara, sebanyak 34% berprofesi sebagai buruh/karyawan dan 29% penduduk berwiraswasta sementara 11% merupakan pekerja bebas. Pada Februari 2015 pekerja informal di Sulawesi Utara masih lebih banyak dibanding pekerja formal, dengan komposisi 61,6% berbanding 38,4%. Porsi jumlah pekerja informal yang mendominasi perlu menjadi perhatian bersama, mengingat pekerja sektor informal lebih rentan untuk terkonversi menjadi kelompok pengangguran mengingat kerentanannya terhadap shocks apabila terjadi gejolak ekonomi.

Tabel 6.3.

Penduduk Yang Bekerja di Sulawesi Utara Menurut Status Pekerjaan

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara

Belum banyaknya peluang lapangan kerja di sektor formal menjadi salah satu penyebab meningkatnya pangsa pengangguran terdidik. Tingkat pengangguran tenaga kerja berpendidikan universitas mengalami kenaikan dari 7,61% Februari 2013 menjadi 9,64% pada Februari 2014. Meningkatnya pengangguran terdidik ini mengindikasikan fenomena pemborosan intelektual dimana peningkatan lulusan terdidik universitas tidak dapat diimbangi dengan peningkatan peluang lapangan kerja formal. Hal tersebut mengakibatkan perekrutan tenaga kerja terdidik untuk pekerjaan yang sebenarnya tidak membutuhkan spesifikasi pendidikan tinggi yang seharusnya diperuntukkan untuk angkatan kerja yang tidak mengenyam

Pertanian 32% Industri 4% Perdagangan 22% Jasa 17% Lainnya 25% 2015

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Berusaha Sendiri 280 261 279 270 280 272 312 11,34% 28,94%

Berusaha Dibantu Buruh Tidak

Tetap - Buruh Tidak Dibayar 127 92 115 70 117 83 106 -9,10% 9,86%

Berusaha Dibantu Buruh

Tetap-Buruh Dibayar 39 39 52 35 43 34 48 10,49% 4,42%

Buruh/Karyawan 349 380 370 383 382 380 369 -3,44% 34,22%

Pekerja Bebas Pertanian 48 52 43 74 43 85 98,12% 7,93%

Pekerja Bebas Non Pertanian 57 54 59 46 88 39 -55,62% 3,62%

Pekerja Bebas 105 106 103 121 131 132 124 -4,99% 11,55%

Pekerja Tak Dibayar 121 99 117 87 122 79 119 -2,86% 11,02%

Jumlah 1.127 977 1.036 965 1.075 981 1.078 0,23% 100,00%

2012 2013 2014 Growth

(yoy) Share

Sumber: Survei Konsumen Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulut

pendidikan tinggi. Dengan demikian fenomena ini akan menyebabkan peluang angkatan kerja yang tidak mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih kecil dan menjadi salah satu faktor meningkatnya tingkat pengangguran. Sementara itu, tingkat pengangguran tertinggi masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Diploma I/II/III, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase masing-masing sebesar 17,23%, 12,28% dan 12,63%.

Tabel 6.4.

Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara