II. TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Perkembangan Konsumsi Teh Dunia
Teh adalah minuman yang dikenal di seluruh dunia, namun tidak semua negara bisa memproduksi teh. Negara-negara yang tidak mempunyai sumber daya cukup untuk memproduksi teh akan melakukan impor untuk memenuhi konsumsi dalam negeri mereka. Negara-negara Eropa adalah negara tujuan utama ekspor teh. Permintaan pasar Eropa sedikit meningkat, khususnya di Perancis, Jerman, Italia dan Belanda. Menurut ITC (2006), Belanda merupakan salah satu negara pengimpor terbesar di benua tersebut. Negara Inggris yang selama ini disebut negara peminum teh, konsumsinya cenderung menurun dapat dilihat dari periode 2002 – 2004 orang Inggris mengkonsumsi teh sebanyak 2210 gram per kepala. Sedangkan periode 2003 – 2005 teh yang dikonsumsi sebanyak 2120 gram perkepala3.
Besarnya impor untuk konsumsi di negara- negara pengimpor teh utama dapat dilihat di tabel 8. Tiga negara pengimpor dengan volume terbanyak adalah Rusia, Inggris, dan Pakistan. Pertumbuhan impor negara Rusia dan Pakistan periode 2001 – 2005 meningkat masing-masing sebesar 2,58 persen dan 16,03 persen, sedangkan negara Inggris mengalami penurunan impor sebesar 1,48
2International Tea Committee, Annual Bulletin of Statistics 2006, London, 2006, hlm 34. 3Ibid, hlm 125
persen. Penurunan impor di negara Inggris diperkirakan karena pada tahun 2001-2005 terjadi penurunan konsumsi di negara tersebut sebesar 0,12 kg per kapita per tahun. Namun demikian tingkat konsumsi teh per kapita negara Inggris masih cukup tinggi yaitu 2,21 Kg per tahun, sehingga peluang ekspor teh ke negara tersebut masih terbuka luas.
Tabel 8. Volume Impor untuk Konsumsi Berdasarkan Negara Konsumen Utama (Ton) Tahun 2004 – 2005
Negara Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 Rusia 153.718 162.601 165.656 167.500 170.100 Inggris 136.558 136.598 125.279 128.755 128.232 Pakistan 106.822 97.827 118.309 120.017 139.261 USA 96.668 93.474 94.174 99.484 100.060 Mesir 56.403 78.942 49.860 71.803 76.500 Irak 62.700 82.000 37.800 51.000 47.000 CIS 58.300 57.200 57.000 61.000 63.900 Jepang 60.056 51.487 47.132 56.196 51.451 Dubai 29.794 30.756 48.779 43.419 50.000 Afghanistan 31.100 35.000 48.000 41.000 33.000 Iran 42.200 38.500 30.400 40.000 43.000 Maroko 37.701 43.782 44.916 45.669 49.300 Polandia 33.102 31.000 30.798 32.114 31.057 Syria 24.500 30.643 29.036 30.556 26.000 Total 929.622 969.810 927.139 988.513 1.008.861 Sumber : ITC, 2006
Negara-negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi (lebih dari 1 kg per kapita per tahun) adalah negara Republik Irlandia, Chile, Afghanistan, Bahrain, Hongkong, Iran, Irak, Jepang, Kuwait, Qatar, Srilangka, Syiria, Taiwan, Turki, Maroko, Tunisia4. Perkembangan rata-rata konsumsi teh dunia pada kurun waktu 2002 – 2005 adalah 2,94 persen per tahun5. Semakin meningkat konsumsi teh dunia maka akan menyebabkan permintaan akan teh meningkat, harga teh naik dan memicu para produsen teh untuk meningkatkan produksi tehnya.
4Ibid, hlm 125
Indonesia adalah salah satu negara produsen teh terbesar, tetapi tingkat konsumsi teh di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang tidak menghasilkan teh seperti Irak dan Inggris. Konsumsi teh Indonesia tergolong rendah yaitu 288 gram perkapita per tahun. Tingkat konsumsi teh dikatakan tinggi jika telah mencapai lebih dari 500 gram perkapita per tahun. Tingkat orang mengkonsumsi teh di Inggris enam kali lipat lebih besar dibandingkan di Indonesia. Hal ini menunjukkan tingkat mengkonsumsi teh masyarakat Indonesia masih rendah. Rendahnya tingkat konsumsi teh di Indonesia karena masyarakat belum banyak mengetahui tentang manfaat atau khasiat dari mengkonsumsi teh6. 2.4 Pemasaran Teh Indonesia
Ekspor teh di Indonesia secara umum di bedakan menjadi dua jenis yaitu teh hitam dan teh hijau. Selama kurun waktu 2001-2005, teh Indonesia yang diekspor sebagian besar dalam bentuk teh hitam yakni berkisar antara 90,68 – 96,24 persen dari seluruh total ekspor teh Indonesia, sedangkan sisanya berkisar antara 3,76 – 9,32 persen saja yang merupakan teh hijau (BPS, 2006). Dari hasil produksi teh yang dihasilkan hanya sebagian kecil saja yang dipasarkan di dalam negeri sedangkan sebagian besar sisanya dipasarkan ke luar negeri (diekspor). Pasar produk teh Indonesia telah memasuki lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa. Dari kelima benua tersebut benua Asialah yang merupakan pangsa pasar utama ekspor teh Indonesia.
Hingga sekarang ekspor teh Indonesia seluruhnya tidak kurang dari limapuluh negara tujuan. Penjualan ekspor komoditi teh ini dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan auction on sample atau lelang, secara forward sales atau
penjualan di muka dan long term contract. Sebagian besar teh Indonesia yang dipasarkan di luar negeri dipasarkan melalui lelang (auction on sample) yang berlangsung di Jakarta sejak tahun 1972, dimana pada tahun tersebut Jakarta sudah diakui sebagai salah satu pusat lelang dunia. Pembeli yang berminat mengirimkan wakilnya untuk mengikuti auction tersebut dan menyampaikan tawaran harganya sesuai dengan yang di intruksikan oleh kliennya di luar negeri sehingga pada auction ini terjadi pembentukan harga yang disepakati oleh pembeli dan penjual.
Pemasaran teh produksi Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri dikoordinir oleh Kantor Pemasaran Bersama PT. Perkebunan Nusantara (KPB PTPN). Sekali dalam setiap minggu yaitu biasanya pada hari rabu, KPB PTPN mengadakan penjualan teh dengan sistem lelang di Jakarta. Pihak penjual yang berniat menjual hasil produksi tehnya ke luar negeri adalah beberapa PTP dan perusahaan-perusahaan swasta, sedangkan pembeli adalah wakil para importir atau biasa disebut sebagai (buying agent).
Selain disalurkan melalui KPB ada juga ekspor teh yang dijual secara langsung lewat beberapa kota besar seperti Semarang, Medan dan Belawan. Pada Gambar 1 dapat dilihat jalur tataniaga ekspor teh Indonesia. Dari gambar terdapat tiga perkebunan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) yang memproduksi teh hitam dan teh hijau. Komoditi tersebut dipasarkan dengan dua jalur yaitu melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) atau langsung lewat pelabuhan sehingga sampai pada konsumen di luar negeri.
Gambar 1. Jalur Tataniaga Ekspor Teh Indonesia 2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai daya saing komoditi di pasar internasional dapat dilakukan dengan RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis keunggulan daya saing suatu komoditi, sedangkan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory) untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keunggulan komoditi suatu negara. Penelitian daya saing dengan menggunakan metode RCA dan Teori Berlian Porter sebelumnya pernah dilakukan oleh Swaranindita (2005) yang membahas mengenai daya saing komoditi udang nasional di pasar internasional, analisis keunggulan komparatif berdasarkan analisis nilai RCA menunjukkan bahwa komoditi Indonesia memiliki
Perkebunan Rakyat
Perkebunan
Besar Negara Besar SwastaPerkebunan
Teh Hijau Teh Hitam
Kantor Pemasaran Bersama Langsung lewat pelabuhan ekspor Konsumen luar negeri Jalur Pemasaran
daya saing yang kuat. Namun, walaupun memiliki daya saing yang kuat, beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia cenderung menurun. Dilihat dari posisi daya saing komparatifnya, komoditi udang Indonesia dapat dikatakan unggul di pasar internasional walaupun masih jauh di bawah Thailand, Vietnam, dan India sebagai sesama negara Asia. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi daya saing komoditi udang Indonesia di pasar internasional antara lain sulitnya mendapatkan akses kredit dan pembiayaan usaha budidaya; terbatasnya sarana angkutan ekspor; belum meluasnya penerapan teknologi dan industri terpadu; serta usaha pembenuran dan pengolahan pasca panen yang masih memiliki berbagai kendala.
Herzaman (1998) melakukan penelitian terhadap daya saing teh hitam dan pengembangan wisata agro di PTPN VIII Jawa Barat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui daya saing pengusahaan Teh hitam sehubungan adanya kecenderungan harga teh hitam di pasar dunia yang menurun serta untuk melihat besarnya kesempatan kerja yang tercipta dan perubahan pendapatan masyarakat disekitarnya akibat adanya proyek wisata agro. Dalam penelitian tersebut digunakan konsep keunggulan komparatif dan kompetitif secara bersama-sama untuk memberikan masukan dalam pengembangan pengusahaan teh hitam, untuk itu digunakan analisis BSD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa usaha memproduksi teh hitam di perkebunan Malabar memiliki daya saing di pasar internasional. Untuk meningkatkan daya saingnya, perkebunan Malabar perlu meremajakan kebun secara bertahap dengan menggunakan klon-klon teh unggul. Untuk jangka panjang perlu juga dilakukan peremajaan mesin-mesin
pengolahan yang telah habis umur ekonomisnya sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan pabrik serta biaya bahan bakar listrik.
Ameliasari (2003) melakukan penelitian tentang analisa keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan teh hijau pada pada CV. Wijaya Tea, Kecamatan Ciwidey, Kebupaten Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode PAM sebagai alat analisisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan teh hijau CV. Wijaya Tea menguntungkan dan efisien secara finansial karena memiliki keuntungan yang lebih besar dari nol yaitu Rp. 1.597,03 perkilogram teh hijau dan memiliki nilai PCR lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,73 per kilogram teh hijau. Pengusahaan teh hijau juga menguntungkan secara ekonomi dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 2.097,64 per kilogram teh hijau dan nilai DRC sebesar 0,65. Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC<PCR) menunjukkan bahwa adanya intervensi pemerintah pada pengusahaan teh hijau berupa pajak, menyebabkan keuntungan finansial lebih rendah daripada keuntungan yang diperoleh secara ekonomi. Walau demikian pengusahaan teh hijau tetap memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Tatakomara (2004) membahas tentang analisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi teh Indonesia serta daya saing komoditi teh di pasar internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia dan melihat seberapa besar pengaruhnya serta untuk mengetahui potensi daya saing komoditi teh di pasar internasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Dari hasil regresi model ekspor teh Indonesia maka variabel-variabel yang mempengaruhi
ekspor teh Indonesia yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, harga teh dunia tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya, konsumsi teh domestik dan harga teh domestik. Dari tujuh variabel tersebut tiga variabel berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, variabel tersebut adalah variabel produksi teh domestik, volume ekspor tahun sebelumnya dan konsumsi teh domestik. Sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata.
Suprihatini (2005) dalam penelitiannya mengenai daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia menggunakan model Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share) untuk mengetahui daya posisi daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia. Model Constant Share Market (CMS) digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya. Pada analisis CMS menurut Leamer dan Stern (1970) dalam Suprihatini (2005) kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh tiga alasan yaitu karena ekspor terkonsentrasi pada komoditi yang pertumbuhannya relatif lebih rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya. Seperti umumnya pada setiap model, model CMS juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari model CMS ini telah dikemukakan oleh Muhammad dan Habibah (1993) dalam Suprihatini (2005) antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan hanya
menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS yang lain adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat di antara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangat berguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar yang tercermin dari angka komposisi produk teh Indonesia yang bertanda negatif (-0,032) (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi yang tercermin dari angka distribusi yang bertanda negatif (-0,045) dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang bertanda negatif (-0,211).
Anissa (2006) melakukan penelitian tentang analisis daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini didasari bahwa pangsa pasar teh hitam Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam limabelas tahun terakhir yang disebabkan oleh supply Indonesia yang semakin menurun selama beberapa tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan besarnya pangsa pasar ekspor teh hitam Indonesia di pasar internasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik estimasi menggunakan data panel. Pengolahan data dilakukan dengan tiga metode yaitu metode pooled OLS, metode fixed effect dan metode random effect. Berdasarkan hasil pengolahan data melalui estimasi model menggunakan data panel dengan
metode fixed effect diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia berdasarkan nilai probabilitas yang diperoleh adalah produksi teh hitam Indonesia dan jumlah konsumsi teh hitam dalam negeri. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar teh hitam Indonesia yaitu variabel harga riil teh hitam Indonesia dan variabel nilai tukar riil. Berdasarkan hasil analisis hasil pengolahan data tersebut mencerminkan kondisi nyata daya saing teh hitam Indonesia di pasar internasional dimana Indonesia sebagai salah satu negara produsen teh hitam terbesar di dunia tidak dapat mempengaruhi harga pasar dan seringkali memperoleh tingkat harga yang lebih rendah daripada harga teh hitam negara produsen lain seperti Sri Lanka dan India.
Penelitian tentang komoditi teh terutama mengenai daya saing sebelumnya sudah banyak diteliti. Namun, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditi teh yang akan dibahas. Pada penelitian-penelitian sebelumnya hanya dibahas mengenai komoditi teh hitam atau teh hijau saja sedangkan pada penelitian ini dibahas komoditi teh yang mencakup empat kelompok berdasarkan UN Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) terdiri dari HS 090210 (Teh hijau dikemas 3kg); HS 090220 (Teh hijau dikemas 3kg); HS 090240 (teh hitam dikemas 3 kg); HS 090230 (Teh hitam dikemas 3kg). Selain itu, terdapat perbedaan dari alat analisis yang dipakai yaitu menggunakan analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR4) untuk mengetahui struktur pasar dan pangsa pasar yang dimiliki oleh komoditi teh Indonesia di pasar internasional. Analisis keunggulan daya saing menggunakan analisis kuantitatif Revealed Comparative Advantage (RCA) dengan
menggunakan formula Balassa. Sedangkan untuk melihat analisis daya saing komoditi teh dari sisi keunggulan kompetitif digunakan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory).
Tabel 9. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti Thn Lokasi Metode Hasil
1. Yodi Herzaman
1998 PTPN VIII, Jawa Barat
BSD Produksi teh hitam berdaya saing
2. Ameliasari 2003 CV. Wijaya Tea , Jawa Barat
PAM Keunggulan komparatif dan kompetitif 3. Edwin Tatakomara 2004 Pasar internasional Regresi Berganda dan REER Keunggulan alamiah/absolut dan masih perlu peningkatan mutu teh berkaitan dengan keunggulan kompetitifnya 4. Rohayati
Suprihatini
2005 Pasar Internasional
CMS Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan dunia bahkan mengalami pertumbuhan yang negatif 5. Kristiana Anissa 2006 Pasar Internasional Pooled OLS, Fixed effect dan Random effect.
Indonesia tidak dapat mempengaruhi harga teh internasional dan
seringkali memperoleh harga yang lebih rendah dibanding Sri Lanka dan India.