E. Sumberdaya Infrastruktur
7.2.4 Persaingan, Struktur dan Strategi
Keunggulan kompetitif suatu negara pada dasarnya lebih ditekankan pada kemampuan suatu perusahaan/industri/negara untuk menentukan posisinya (strategic positioning) secara tepat di antara para pesaingnya. Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif ini posisi suatu perusahaan /industri/negara ditentukan oleh lima faktor persaingan yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk subtitusi, daya tawar menawar pembeli, daya tawar menawar pemasok dan persaingan di antara peserta persaingan yang ada (Porter, 1990).
Persaingan komoditi teh di kancah dunia sangat ketat terutama dari negara-negara produsen teh pesaing Indonesia seperti Cina, India, Kenya dan Sri Lanka. Negara-negara tersebut selalu melakukan inovasi terutama pada kualitas dan produk hilir tehnya sehingga selalu dijadikan teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Selain itu persaingan komoditi teh Indonesia di pasar dunia semakin tergerogoti dengan munculnya pesaing baru di pasar teh dunia, salah satunya adalah dari Vietnam. Akibatnya usaha untuk mempertahankan pangsa pasar teh Indonesia di dunia akan semakin ketat.
Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010. Kondisi ini akan berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi, jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target pasar bagi negara produsen teh lainnya. Ketatnya persaingan menyulitkan gerak pelaku ekspor komoditi teh.
Struktur pasar komoditi teh internasional adalah oligopoli. Pada pasar dengan struktur oligopoli, posisi Indonesia masih sebagai pengikut pasar. Posisi ini menyebabkan Indonesia tidak dapat mengambil keputusan yang berkaitan
dengan harga maupun produk tanpa terlebih dahulu mengacu kepada pemimpin pasar atau kepada pesaing-pesaing lainnya. Sebagai pengikut pasar, posisi Indonesia di pasar teh internasional rentan terhadap para penantang pasar. Oleh sebab itu Indonesia harus segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar dengan memasuki pasar-pasar baru yang prospektif. Percepatan pengembangan produksi dan ekspor teh dengan memperbaiki mutu teh dalam negeri serta percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia.
Menurut Suprihatini (2004), percepatan pengembangan industri hilir teh di Indonesia merupakan salah satu strategi untuk merebut pasar dalam rangka meningkatkan devisa negara, menjaring nilai tambah, memperkuat struktur ekspor, mengurangi risiko fluktuasi harga komoditas teh curah, dan mencegah penurunan nilai tukar, serta antisipasi terhadap kejenuhan pasar komoditas teh curah di masa mendatang.
7.2.5 Peran Pemerintah
Pemerintah sangat berperan dalam mengembangkan suatu komoditi pertanian khususnya komoditi teh melalui kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan instrumen untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkebunan khususnya komoditi teh. Kebijakan pemerintah tersebut untuk membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif, bersifat proteksi atau promosi dan diharapkan konsisten, serta terkoordinasi.
Secara umum, kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan perkebunan khususnya komoditi teh dapat dikatakan masih belum kondusif, kurang terkoordinasi, inkonsisten, dan belum efisien dalam perspektif waktu
maupun sifat proteksi atau promosi komoditi. Berikut ini menunjukkan kelemahan dari kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan perkebunan teh. • Upaya peremajaan atau perluasan areal oleh petani atau calon investor terkendala oleh masalah sumber pembiayaan investasi, akses, dan sistem pembiayaan komersial yang tidak sesuai dengan karakteristik perkebunan. Keberadaan lembaga keuangan perbankan di daerah masih belum menjangkau daerah perkebunan rakyat secara efektif. Apabila menjangkau, pengadaan dan penyaluran kredit menggunakan sistem komersial dan peruntukannya terbatas untuk modal kerja maksimal 5 tahun.
• Dalam rangka untuk menggali sumber dana pembangunan, perkebunan teh yang masih perlu didukung pengembangannya masih terkena beban pajak (pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, serta pajak lainnya) dan retribusi yang memberatkan. Kebijakan untuk menghapus PPN, pajak ekspor dan retribusi dihadapkan pada perbedaan pendapat diantara lembaga pemerintah yang terkait.
• Pemerintah tidak menciptakan atau memberikan insentif fiskal untuk mendorong pengembangan industri hilir perkebunan. Insentif yang ada berlaku bagi industri yang dibangun di daerah/kawasan berikat bukan di daerah sentra produksi perkebunan. Pengembangan industri hilir di Vietnam sedang digalakkan dan investor mendapatkan berbagai insentif pada masa awal operasi; • Tarif atau pajak impor komoditas perkebunan dan produk olahannya cenderung
tidak melindungi produsen dan industri pengolahan nasional. Kebijakan harmonisasi tarif yang diharapkan oleh produsen (didalamnya termasuk petani) dan industri pengolahan tidak kunjung muncul. Sri Lanka dan Vietnam sudah
melaksanakan harmonisasi tarif impor komoditas perkebunan dan produk olahannya ;
• Dukungan kebijakan infrastruktur di daerah (energi, transportasi dan telekomunikasi) masih lemah. Kondisi perlistrikan sebagai penggerak mesin pengolahan masih sering terganggu. Kondisi sarana transportasi (jalan dan pelabuhan) masih sederhana dan saat ini sebagian besar rusak. Jaringan telekomunikasi juga masih terbatas jangkauannya. Cina lebih maju dalam hal dukungan kebijakan infrastruktur ini;
• Dalam hal kebijakan investasi, birokrasi investasi Indonesia termasuk untuk investasi perkebunan dinilai buruk. Hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy dalam Kompas 2 Juli 2005 menunjukkan bahwa birokrasi investasi memerlukan prosedur yang panjang sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Indonesia menduduki peringkat kedua terburuk dalam hal birokrasi investasi, hanya lebih baik dari India. Dalam pendirian usaha, jumlah prosedur yang harus dilalui 12, waktu 151 hari, dan rasio biaya terhadap pendapatan per kapita 130,7 persen. Sedangkan rata-rata di Asia untuk parameter tersebut adalah 8, 51 hari dan 48,3 persen.
Dengan mencermati uraian di atas, dukungan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan masih mempunyai kelemahan baik dalam hal penciptaan iklim investasi yang kondusif, konsistensi, koordinasi, dan efisiensi.
7.2.6 Kesempatan
Menurut Suprihatini (2005), permintaan pasar dunia akan produk teh yang semakin meningkat seiring dengan laju kenaikan penduduk dan pendapatan. Hal ini sejalan dengan hasil pendugaan tingkat konsumsi teh dunia diperkirakan selama periode 2003-2010 akan terjadi peningkatan konsumsi teh dunia menjadi rata-rata sekitar 1.337.148 ton, atau meningkat sebesar 16,6 persen dibandingkan konsumsi selama periode 1995-2000. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan pasar teh Indonesia di dunia.
Kesempatan terbesar teh adalah khasiatnya yang sangat baik untuk kesehatan. Teh telah dikenal sebagai pangan fungsional untuk memperlambat proses penuaan. Teh terbuat dari daun Camelia sinensis (tumbuhan perdu). Di dalamnya terkandung campuran berbagai antioksidan yang larut dalam air panas ketika kita menyeduhnya. Antioksidan popular yang terdapat dalam teh adalah katekin. Kemanjuran katekin untuk melawan radikal bebas bukan saja akan menghambat laju penuaan tetapi juga akan membuat kita hidup lebih lama. Penelitian di Belanda menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu bahwa minum teh setiap hari akan menurunkan risiko kematian yang disebabkan oleh apapun dan terutama karena penyakit jantung21. Dengan semakin banyaknya manfaat teh bagi kesehatan, maka diharapkan makin banyak konsumen yang beralih ke komoditi teh .
Indonesia sebenarnya memiliki potensi pasar yang cukup besar mengingat peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada 50
21“Pangan Fungsional dan Dampaknya Terhadap Kesehatan”, http://www.situshijau.co.id, 9 Juni2007
persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh maka diperkirakan konsumsi teh akan naik dari 200 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = 62.500.000 kg = 62.500 ton per tahun. Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga.
Peluang di pasar dunia cukup menjanjikan karena konsumsi teh perkapita negara-negara barat bisa dikatakan cukup tinggi yaitu diatas 500 gram perkapita. Beberapa diantaranya seperti Inggris, Rusia, Pakistan, Amerika Serikat, Jerman dan Mesir. Negara-negara tersebut merupakan importir teh terbesar di dunia secara terus-menerus selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Namun, perbedaan iklim, kondisi geografis dan luas wilayah tiap negara menyebabkan negara tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya terhadap komoditi teh, karena sifat tanaman teh yang hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alam tropis di dataran tinggi 200 sampai 2000 meter dpl serta membutuhkan tempat yang relatif luas dalam pembudidayaannya. Hal ini merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar tehnya di kancah dunia mengingat iklim serta letak geografis Indonesia yang sangat mendukung dalam pembudidayaan teh.