• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 57-62)

BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

Secara kelembagaan, jumlah Bank Syariah yang beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Manado sebanyak 3 buah diantaranya Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mega Indonesia dengan jumlah kantor 10 unit beroperasi di Sulawesi Utara dan 10 unit beroperasi di Gorontalo.

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*) Asset 129,311 142,576 149,299 161,367 165,764 183,415 DPK 155,290 167,426 164,397 94,679 83,203 81,081 Tabungan 11,939 13,781 14,798 13,709 7,892 7,243 Giro 91,698 101,522 98,269 61,215 50,510 52,818 Deposito 51,653 52,123 51,330 19,755 24,801 21,020 Kredit 120,941 134,266 139,499 145,251 150,073 166,634 Modal Kerja 114,904 127,071 129,541 133,153 135,834 151,527 Investasi 2,412 2,741 2,729 2,840 2,988 3,283 Konsumsi 3,625 4,454 7,229 9,258 11,251 11,824 LDR (%) 77.88 80.19 84.85 153.41 180.37 205.52 2009 2010 Grafik 3.20.

Return On Asset Bank Umum

Grafik 3.19.

Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum

Ket *) s.d. Mei 2010

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II

Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*) 2009 2010 BO 683 997 1,329 377 658 PO 880 1,358 1,858 538 912 Rasio 77.62 73.40 71.54 70.03 72.07 66 68 70 72 74 76 78 80 -200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000 % Rp Miliar Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*) 2009 2010 Aset (Rp Juta) 14,235 14,860 14,769 15,114 15,867 L/R (Rp Juta) 253 459 428 167 299 -50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000 15,500 16,000 Tabel 3.3.

Indikator Utama Perbankan Syariah di Sulawesi Utara (Rp Miliar)

Ket *) s.d. Mei 2010

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II

Ket *) s.d. Mei 2010

Pada triwulan II-2010, secara umum, indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif terkecuali total DPK. Total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan posisi bulan Mei 2010 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 28,64% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran pembiayaan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 24,11% (yoy) . Sementara itu, pengumpulan DPK mengalami pertumbuhan negatif sebesar -51,57% (yoy) pada periode laporan. Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat tajam dari 80,18% pada triwulan II-2009 menjadi sebesar 205,52% pada triwulan laporan. Kenaikan yang signifikan pada FDR tersebut perlu mendapat perhatian sebab peningkatan yang terjadi merupakan dampak dari turunnya DPK yang mengindikasikan masih rendahnya animo masyarakat Sulawesi Utara untuk menyimpan dananya di bank umum syariah. Hal ini merupakan tantangan bagi perbankan syariah di Sulawesi Utara. Ke depannya, perlu dilaksanakan upaya-upaya dalam menjaga daya saing dan meningkatkan pengembangan bank umum syariah, terutama dalam hal sosialisasi dan financial deepening dengan memperkaya variasi produk maupun jasa yang dihasilkan tanpa mengesampingkan aspek kesesuaian prinsip syariah. 3.4. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit BPR secara tahunan Provinsi Sulawesi Utara di triwulan II-2010 menunjukan peningkatan apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal ini tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR).

Pada triwulan laporan, pertumbuhan asset BPR secara tahunan meningkat dari 18.11% (yoy) pada triwulan II-2009 menjadi 33.91% (yoy) atau menjadi Rp295,2 miliar. Selanjutnya pertumbuhan kredit meningkat dari 15,01% (yoy) menjadi 23,80% (yoy) atau menjadi sebesar Rp224,7 miliar. DPK juga mengalami peningkatan pertumbuhan dari 18,29% (yoy) menjadi 32,23%(yoy) atau menjadi sebesar Rp212 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya, deposito masih mendominasi DPK BPR dengan pangsa mencapai 65,08%. Pertumbuhan DPK BPR jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK bank umum. Hal ini diduga terkait dengan masih relatif lebih menariknya suku bunga simpanan di BPR.

Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR merupakan kredit konsumsi dengan pangsa mencapai 66,34% dari total kredit. Hal ini diperkirakan merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian khususnya di sektor konsumsi. Namun demikian, rasio LDR mengalami penurunan dari 111,32% pada triwulan II-2009 menjadi 106% pada triwulan laporan. Kualitas kredit BPR memburuk seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 4,20% pada triwulan laporan. Walaupun masih berada dibawah level toleransi Bank Indonesia (B)I, namun peningkatan NPL ini perlu menjadi perhatian.

Ket *) s.d. Mei 2010

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II

Tabel 3.4.

Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sulawesi Utara (Rp. Miliar)

-5 10 15 20 25 30 35 40 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*) 2010 Aset BPR Kredit BPR DPK BPR DPK Bank Umum % Grafik 3.21.

Pertumbuhan Aset, Kredit & DPK BPR serta DPK Bank Umum

No Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 Mei-10

1. a. Tanaman Pangan 8.794 10.686 10.333 13.875 10.834 b. Tanaman Perkebunan 12.117 13.124 15.471 7.083 6.471 c. Perikanan 65.174 67.038 77.182 76.134 72.873 d. Peternakan 22.771 24.458 27.423 25.679 24.511 2. 2.000 2.000 2.002 2.016 2.015 3. 20 19 19 19 19 4. 0 0 0 0 0 5. 7.452 7.595 7.779 7.566 7.876 118.328 124.920 140.209 132.372 124.599 TOTAL

Sub Sektor Pertanian

Pertanian

Sarana Pertanian Lainnya

Perburuan

Kehutanan dan pemotongan kayu

BOKS 2.

KOMITMEN BANK INDONESIA DAN PERBANKAN DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA

Penyaluran kredit di sektor pertanian selama Tahun 2010, menunjukan perkembangan yang stagnan. Sampai dengan Mei 2010, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp124,60 milliar, mengalami penurunan dibandingkan posisi April 2010 yang tercatat Rp132,37 milliar. Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia dan perbankan di Sulawesi Utara telah mengadakan pertemuan bersama yang pada intinya membahas faktor penyebab cenderung stagnannya penyaluran kredit di sektor pertanian, serta langkah/upaya apa yang telah dilakukan oleh perbankan untuk mendorong penyaluran kredit pada sektor tersebut.

Beberapa hal yang dapat disarikan dari pertemuan tersebut adalah :

1. Bank Indonesia dan Perbankan di Sulawesi Utara tetap memiliki komitmen untuk berperan serta dalam mendorong percepatan pemberdayaan ekonomi daerah melalui pembiayaan pada sektor ekonomi produktif, secara khusus pada sektor pertanian.

2. Beberapa faktor menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit pertanian yaitu :

 Tingginya rasio kredit bermasalah pada sektor pertanian yang mencapai 10,18% pada Mei 2010, jauh melebihi batas toleransi yang diperkenankan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Penurunan kualitas kredit pertanian ini, tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi perbankan dalam menilai resiko kredit pada sektor pertanian sehingga mendorong mereka lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini tak jarang selain disebabkan oleh faktor alam dan kegagalan panen, juga terdapatnya pandangan di bagian masyarakat tertentu yang menganggap kredit merupakan pemberian cuma-cuma yang

Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Prov. Sulut (Rp. Juta)

tidak perlu dikembalikan.

Rendahnya penyaluran kredit pertanian pada periode-periode sebelumnya juga

menyebabkan terbatasnya alokasi dana yang disediakan oleh masing-masing bank karena mengacu pada pengalaman di periode-periode sebelumnya dimana penyaluran kredit di sektor pertanian masih kecil. Hal ini tentunya berkaitan juga dengan tingginya faktor resiko kredit di sektor pertanian, tercermin dari rasio NPL (Non Performing Loan) yang tinggi.

 Penagihan yang intensif dari bank sehingga pelunasan kredit berjalan lebih cepat dibandingkan realisasi kredit baru.

3. Dalam upaya mengantisipasi berlangsungnya panen raya cengkeh, perbankan Sulawesi Utara berkomitmen untuk turut serta dalam memberikan pembiayaan baik pra panen maupun pasca panen. Namun hingga saat ini masih sangat sedikit petani yang datang ke bank untuk mendapatkan fasilitas itu. Informasi dari salah satu bank menyebutkan bahwa bank umumnya memberikan pembiayaan kepada petani pengumpul dengan pola kemitraan. Dengan pola kemitraan tersebut, maka para petani yang sekiranya membutuhkan biaya pra panen (seperti pembelian karung dan peralatan pertanian lainnya), akan mendapatkan pembiayaan dari para pedagang pengumpul tersebut. Besaran pokok dan bunga dari pinjaman yang didapat oleh petani cengkeh selanjutnya akan diperhitungkan dari hasil penjualan cengkeh pada saat panen. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan prosesnya lebih mudah dan praktis.

4. Saat ini beberapa bank penyalur KUR (Kredit Usaha Rakyat) telah melakukan sosialisasi sekaligus menyalurkan. Namun demikian, hal tersebut belumlah maksimal disebabkan oleh belum adanya keputusan dari Kementerian Keuangan terkait mekanisme pengawasan KUR, disamping itu rasio kredit bermasalah dalam penyaluran KUR di beberapa bank juga menunjukan perkembangan yang meningkat (kurang menggembirakan).

5. Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 dalam Pasal 2

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-oleh perbankan dalam bentuk kredit sebagian besar berasal dari dana nasabah yang disimpan pada bank tersebut baik dalam bentuk tabungan, deposito ataupun giro. Dengan demikian, sudah sewajarnya apabila perbankan harus mampu mengelola dana tersebut secara baik dengan tetap mengaplikasikan prinsip kehati-hatian (prudential banking system). Apabila tidak dikelola dengan baik, pada suatu kondisi tertentu bank tersebut dapat mengalami kegagalan dan dalam hal ini bukan hanya bank yang mengalami kerugian namun kita selaku penyimpan dana juga akan merasakan dampaknya.

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI REGIONAL (Halaman 57-62)

Dokumen terkait