• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Ternak Brahman Cross Regional Jawa

Pulau Jawa merupakan regional kedua penerima bantuan ternak sapi Brahman Cross bunting periode 2006-2008 untuk tujuan pemuliabiakan. Pada tahun 2006, sapi Brahman Cross sejumlah 1.404 ekor tersebar di 5 propinsi, yaitu Banten (Lebak), Jawa Barat (Ciamis, Sukabumi, Banjar, Bogor, Cianjur, dan Kuningan), Jawa Tengah (Grobogan, Banyumas, Banjarnegara, Tegal, Magelang, Kudus, dan Pati), DIY (Bantul dan Sleman), dan Jawa Timur (Jember, Probolinggo, dan Lumajang). Perkembangan sapi di pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah.

Tabel 6. Perkembangan Ternak Brahman Cross Tahun 2006 (Data 2008) Regional Jawa

PERKEMBANGAN TERNAK BRAHMAN CROSS TAHUN 2006 (Data 2008) Regional Jawa

No Prop JIA KA Tot TR KT PT BK JA JR SD J B I A I A 1 Banten 96 41 29 70 70 1 23 0 0 0 165 142 23 2 Jabar 384 110 159 269 269 67 76 5 15 62 581 490 91 3 Jateng 588 260 222 482 482 56 73 4 60 61 950 877 73 4 DIY 144 64 67 131 131 3 7 0 6 48 266 259 7 5 Jatim 192 75 84 159 159 16 17 0 0 5 335 318 17 Jumlah 1404 550 561 1111 1111 143 196 9 81 176 2297 2086 211 Sumber: Diolah, 2012

Data diatas menunjukkan perkembangan ternak Brahman Cross pembagian tahun 2006 di pulau Jawa. Pemeriksaan dan pelaporan dilakukan oleh petugas dari dinas peternakan pada tahun 2008. Persentase kelahiran dari induk yang dibagikan adalah 79,1%. Pedet yang dilahirkan 49,5% berjenis kelamin jantan dan 50,5% betina. Indukan yang mati dalam masa perawatan 2006-2008 sebesar 10,2%. Tingkat kematian anak sekitar 17,6%. Persentase sapi indukan bunting kembali adalah 15,8%. Data yang tersaji di laporan pengamatan oleh dinas peternakan memiliki selisih 211 ekor dengan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti.

Tingkat kematian anak di pulau Sumatera dan Jawa hanya berbeda 0,1%. Kematian anak yang cukup tinggi dapat disebabkan oleh diare, diare berdarah (enteritis haemorrhagica), dan masalah pernafasan (Achjadi (b), 2009). Kematian pedet yang cukup tinggi menyebabkan kerugian secara langsung kepada peternak

dan secara tidak langsung kepada perlambatan pertambahan populasi sapi potong dalam negeri.

Kelahiran ternak pada evaluasi tahun 2009 bertambah cukup banyak, sejumlah 109 ekor. Akan tetapi ada pengurangan kelahiran ternak sebanyak 22 ekor terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kekurangan tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesalahan pelaporan. Tingkat kematian ternak di pulau Jawa bertambah sejumlah 26 ekor induk dan 22 ekor pedet. Pengurangan kematian induk sebanyak 24 ekor dan pedet sebanyak 10 ekor tercatat di Jawa Barat, kesalahan pencatatan menjadi kendala utama evaluator di lapangan.

Pada tahun 2007 diadakan kembali penyebaran ternak Brahman Cross bunting di Indonesia sebagai upaya dalam mencapai swasembada daging 2014. Penyebaran berkembang menjadi 3 kawasan, yaitu Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia (meliputi Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo). Jumlah sapi Brahman Cross bunting yang dibagikan sejumlah 4.000 ekor.

Pulau Jawa menerima sapi Brahman Cross sebanyak 1.737 ekor pada tahun 2007. Sapi yang diterima disebarkan di Jawa Barat (Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi, dan Cirebon), Jawa Tengah (Klaten, Wonogiri, Purworejo, Boyolali, dan Purbalingga), Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul), dan Jawa Timur (Ngawi, Lamongan, Mojokerto, Probolinggo, dan Nganjuk). Data perkembangan sapi Brahman Cross di pulau Jawa periode tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perkembangan Ternak Brahman Cross Tahun 2007 (Data 2008) Regional Jawa

PERKEMBANGAN TERNAK BRAHMAN CROSS TAHUN 2007 (Data 2008) Regional Jawa

No Propinsi JIA KA Tot TR KT BK JA JR SD J B I A 1 Jabar 495 185 181 366 366 14 73 38 847 774 73 2 Jateng 498 153 152 305 305 21 77 0 782 705 77 3 DIY 50 27 14 41 41 0 4 7 91 87 4 4 Jatim 694 235 234 469 469 16 96 65 1147 1051 96 Jumlah 1737 600 581 1181 1181 51 250 110 2867 2617 250 Sumber: Diolah, 2012

Data diatas menunjukkan perkembangan ternak Brahman Cross pembagian tahun 2007 di pulau Jawa. Pemeriksaan dan pelaporan dilakukan oleh

petugas dari dinas peternakan pada periode triwulan 3 tahun 2008. Persentase kelahiran dari induk yang dibagikan adalah 67,9%. Pedet yang dilahirkan 50,8% berjenis kelamin jantan dan 49,8% betina. Indukan yang mati dalam masa perawatan 2007-2008 sebesar 2,9%. Tingkat kematian anak sekitar 21,1%. Persentase sapi indukan bunting kembali adalah 6,3%. Data yang tersaji di laporan pengamatan oleh dinas peternakan memiliki selisih 250 ekor dengan perhitungan yang dilakukan oleh peneliti.

Regional Jawa merupakan regional yang memiliki tingkat kebuntingan kembali tertinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh daya dukung yang ada, seperti penyediaan semen dan kebiasaan peternak untuk mengamati berahi pada sapi. Persentase kematian anak merupakan kendala terbesar yang terjadi di regional Jawa. Kemungkinan besar permasalahan yang terjadi adalah malnutrisi pada pedet dikarenakan lahan pencarian rumput yang sudah menyempit dibandingkan dengan dua regional lainnya. Pendidikan pada peternak tentang pemeliharaan sapi Brahman Cross juga menjadi pertimbangan tentang terjadinya malnutrisi pada pedet di Jawa.

Ketersediaan air bersih dan tawar bagi sapi jelas merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Pemilihan daerah penerima bantuan indukan sapi Brahman Cross dalam rangka pembentukan VBC (Village Breeding Centre) merupakan tanggungjawab pemerintah sepenuhnya. Pemilihan daerah yang salah merupakan keputusan yang tidak didasari pemikiran ilmiah. Permasalahan air tawar dan pakan di Pandeglang misalnya, menjadi pertanyaan apakah Dinas Peternakan Pandeglang memiliki kapabilitas untuk berpikir analitik dan ilmiah.

Permasalahan kekurangan pakan pada sapi potong yang dibagikan ke peternak sebagian berasal dari kelalaian pemerintah dalam menganalisis daya dukung lingkungan. Tujuan yang baik apabila tidak didukung cara dan kapasitas analisis yang cukup justru dapat menjadikan prosesnya menjadi kacau dan harus diperbaiki dari awal.

Kandang pemeliharaan sapi di masyarakat yang tidak sesuai dengan standar kandang sapi potong pada umumnya merupakan salah satu kelemahan pemerintah. Seharusnya pemerintah memberikan penyuluhan terhadap kelompok ternak tentang semua aspek pemeliharaan sapi brahman Cross. Penyiapan

peternak baik yang sudah memiliki pengalaman beternak ataupun belum merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam menyukseskan program aksi perbibitan nasional.

Adanya kesalahan pihak pemerintah khususnya Dinas Peternakan merupakan aib bagi bidang keilmuan kita. Inseminator yang seharusnya mengerti kondisi sapi yang bisa dan tidak untuk dilakukan justru secara asal-asalan menginseminasi semua sapi di satu daerah tanpa dasar ilmiah. Perkara ini terjadi di kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Inseminator yang ada tanpa melakukan deteksi berahi langsung saja menginseminasi semua sapi yang ada.

Pulau Jawa menjadi pilihan utama dalam melaksanakan program aksi perbibitan nasional, hal ini tampak pada jumlah sapi yang dibagikan lebih tinggi dari 2 kawasan lainnya. Pulau Jawa menerima sebanyak 1.030 ekor sapi Brahman Cross pada tahun 2008. Perkembangan yang terjadi dari pembagian sapi pada tahun 2008 di pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perkembangan Ternak Brahman Cross Tahun 2008 (Data 2009) Regional Jawa

PERKEMBANGAN TERNAK BRAHMAN CROSS TAHUN 2008 (Data 2009) Regional Jawa No Propinsi Jumlah Induk

Awal

Kelahiran Anak Kematian Ternak Anak % Induk % Anak % 1 Jateng 750 188 25,1 8 1,1 18 9,6 2 Jatim 280 87 31,1 1 0,4 9 10,3

Jumlah/Rata-rata 1030 275 26,7 9 0,9 27 9,8

Sumber: Diolah, 2012

Data diatas menunjukkan perkembangan ternak Brahman Cross pembagian tahun 2008 di pulau Jawa. Pemeriksaan dan pelaporan dilakukan oleh petugas dari dinas peternakan pada awal tahun 2009. Persentase kelahiran dari induk yang dibagikan adalah 26,7%. Pedet yang dilahirkan tidak dilaporkan jenis kelaminnya. Indukan yang mati dalam masa perawatan 2008-2009 sebesar 0,9%. Tingkat kematian anak sekitar 9,8%.

Peran pemerintah pusat dalam program pemanfaatan sapi betina produktif sangatlah jelas. Peran pertama adalah sebagai pemberi dana agar semua program bisa berjalan dengan baik. Peran kedua adalah sebagai pemantau agar kegiatan ini berjalan sesuai program swasembada daging sapi 2014.

Peran pemerintah daerah adalah sebagai pelaksana langsung program pemanfaatan sapi betina produktif ini. Pemerintah daerah adalah fasilitator yang seharusnya dapat membantu para peternak atau kelompok ternak untuk menjalankan program ini dengan baik.

Peran para peternak tidak kalah penting dalam rangka suksesnya program ini. Peran utama justru berada pada mereka yang secara langsung memelihara sapi betina untuk menjadi indukan yang baik. Para peternak harus memiliki kemampuan untuk memelihara sapi pedaging dengan baik dan benar.

Pada evaluasi tahun 2009, pertambahan jumlah kelahiran hanya terjadi di Jawa Tengah sebanyak 51 ekor dan Jawa Timur 54 ekor. Jawa Barat dan DIY tidak menunjukkan perkembangan ternak, dimungkinkan karena pemeliharaan indukan yang kurang baik sehingga tingkat kebuntingan kembali setelah melahirkan sangat rendah. Tingkat kematian ternak di Jawa Timur sangat tinggi, mencapai 42 ekor indukan dan 12 ekor pedet. Sekali lagi evaluasi tahun 2008 tidak menyumbangkan perbaikan yang berarti di bidang pemeliharaan sapi Brahman Cross.

4.3. Perkembangan Ternak Brahman Cross Regional Kawasan Timur