• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa pengujian yang telah dilakukan pada produk tanin bubuk menjadi acuan dalam pemilihan perlakuan terbaik. Pengujian-pengujian tersebut didasarkan pada standar mutu tanin. Tanin yang berasal dari ekstrak tumbuhan memiliki standar mutu tertentu. Beberapa perusahaan internasional menggunakan standar tanin GB 5308-85 untuk industrial grade. Standar tanin GB 5308-85 dapat dilihat pada Tabel 4.

48 Tabel 4. Standar Tanin Industrial Grade GB 5308-85

Grade I II III

Tannic acid content (%) ≥ 81,0 ≥ 78,0 ≥ 75,0 Loss in drying (%) ≤ 9,0 ≤ 9,0 ≤ 9,0 Water insoluble (%) ≤ 0,6 ≤ 0,8 ≤ 1,0 Total colour (lovibond) ≤ 2,0 ≤ 3,0 ≤ 4,0 Sumber: CIFOR Occasional Paper No.6 NWFPs in China (1995)

Pemilihan perlakuan terbaik dapat ditinjau dari segi efisiensi proses dan kualitas produk tanin bubuk yang dihasilkan. Untuk segi efisiensi proses berkaitan dengan banyaknya tanin murni yang dapat diekstrak dengan perlakuan tertentu. Data untuk efisiensi proses melibatkan data rendemen dry basis yang dikonversi bersama nilai kadar tanin dry basis menjadi jumlah tanin yang dapat terkestrak tiap bobot bahan yang digunakan. Hasil konversi tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 yang menunjukkan persentase bobot tanin yang dapat diekstrak per bobot bahan yang digunakan.

Gambar 29. Grafik Hubungan Persentase Jumlah Tanin yang Terekstrak per Bobot Tanin dengan Jumlah Pelarut dan Bahan

Berdasarkan Gambar 29, perlakuan yang mempunyai angka tertinggi untuk nilai persentase jumlah tanin yang dapat terekstrak adalah perlakuan suhu 800C dengan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 12:1 (v/b) yaitu

49 sebesar 39,86%. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan percobaan menggunakan suhu 800C dan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 12:1 (v/b) dapat menghasilkan ekstrak murni tanin (dry basis) sebanyak 39,86 gram per 100 gram bahan gambir asalan.

Data nilai efisiensi proses yang menunjukkan banyaknya tanin murni yang dapat diekstrak kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian produk tanin bubuk. Berdasarkan hasil pengujian kadar tanin dan hasil analisis ragam, semua perlakuan dalam penelitian tidak memberikan pengaruh signifikan untuk nilai kadar tanin. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan dapat terpilih sebagai perlakuan terbaik. Nilai kadar tanin (dry basis) tertinggi pada penelitian adalah 95,67% dimiliki oleh produk S8P12 yaitu produk yang diekstraksi dengan suhu 800C dan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 12:1 (v/b).

Jika dikaitkan dengan standar GB 5308-85, selain kadar tanin, parameter lainnya yang menjadi acuan untuk menilai kualitas produk tanin adalah kadar air, pengujian warna, dan kadar bahan tidak larut dalam air. Berdasarkan hasil pengujian kadar air, perlakuan yang mempunyai nilai kadar air terendah sebesar 4,04% adalah perlakuan yang menggunakan suhu 400C dan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 10:1 (v/b). Namun, hasil analisis ragam menyebutkan bahwa pengggunaan variasi perlakuan pada penelitian tidak berpengaruh nyata pada nilai kadar air produk. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan pada pembuatan produk tanin bubuk memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi perlakuan terbaik. Kadar air produk lebih dipengaruhi oleh proses pengeringan yang memerlukan kestabilan dan ketepatan suhu pengeringan.

Hasil pengujian lainnya yang berpengaruh pada pemilihan perlakuan terbaik adalah pengujian warna berupa persentase whiteness. Produk tanin bubuk semakin baik kualitasnya seiring dengan kenaikan nilai whiteness yang menunjukkan nilai kecerahan produk. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, produk yang memiliki nilai whiteness tertinggi adalah produk S6P10 yang diekstrak dengan air suhu 600C dan perbandingan air dengan gambir asalan 10:1 (v/b).

50 Berdasarkan hasil pengujian kadar bahan tidak larut air, nilai terendah dihasilkan oleh perlakuan suhu 600C dan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 10:1 (v/b) yaitu sebesar 2,99%. Namun, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai kadar bahan tidak larut dalam air tidak dipengaruhi secara nyata oleh variasi perlakuan pada percobaan. Sama halnya dengan kadar air, hasil analisis ragam kadar bahan tidak larut air menunjukkan bahwa semua perlakuan pada pembuatan produk tanin bubuk memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi perlakuan terbaik.

Dengan demikian, berdasarkan data nilai efisiensi proses dalam mengekstraksi tanin dan nilai kadar tanin diperoleh perlakuan terbaik adalah suhu 800C dengan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 12:1 (v/b). Berdasarkan hasil pengujian nilai kadar air dan kadar bahan tidak larut air, semua perlakuan dapat dijadikan perlakuan terbaik. Oleh karena hal tersebut, dapat dipilih perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah perlakuan dengan suhu 800C dan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 12:1 (v/b). Namun, berdasarkan nilai whiteness, perlakuan terbaik adalah suhu 600C dengan perbandingan jumlah air dan gambir asalan 10:1 (v/b). Nilai whiteness untuk produk S8P12 adalah 71,73% yang memiliki selisih tidak berbeda jauh dengan nilai whiteness pada produk S6P10 (74,26%) yaitu sebesar 2,43%.

Perlakuan ekstraksi pada penelitian dengan suhu air 800C dan perbandingan jumlah air dengan gambir asalan 12:1 (v/b) menghasilkan produk yang memiliki nilai kadar tanin 95,67% (dry basis), rendemen 41,79 % (dry basis), kadar air 4,85% (dry basis), kadar abu 4,04 % (dry basis), whiteness 71,73%, dan kadar bahan tidak larut air 3,72% (dry basis).

51 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Tanin pada gambir dapat diekstrak untuk diperoleh produk tanin yang memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Proses ekstraksi tanin dari gambir asalan dapat dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut. Proses pengambilan tanin dalam gambir asalan melibatkan proses pemisahan antara senyawa katekin dan tanin yang terkandung dalam gambir dan keduanya termasuk jenis senyawa polifenol. Proses pemisahan antara kedua senyawa tersebut didasarkan pada perbedaan sifat kelarutan keduanya pada pelarut yang digunakan. Dengan proses pengendapan, katekin yang sukar larut dalam air dingin akan mengendap dan dapat dipisahkan dengan tanin yang masih terlarut dalam air.

Pada proses ekstraksi tanin dari gambir asalan, secara umum penggunaan suhu pelarut yang semakin tinggi meningkatkan nilai kadar tanin produk. Penggunaan perbandingan jumlah pelarut dengan gambir asalan yang semakin banyak dapat meningkatkan rendemen tanin bubuk dan kadar tanin pada produk. Proses pengeringan dengan spray dryer menghasilkan tanin bubuk dengan ukuran butiran yang seragam. Kestabilan suhu pada proses pengeringan memberikan pengaruh terhadap proses pembuatan tanin bubuk seperti pada nilai kadar air dan whiteness.

Perlakuan terbaik yang menghasilkan produk tanin bubuk dengan mutu yang tinggi adalah ekstraksi dengan suhu air 800C dan perbandingan jumlah air dengan gambir asalan 12:1 (v/b). Perlakuan tersebut menghasilkan produk memiliki nilai kadar tanin 95,67% (dry basis), rendemen 41,79 % (dry basis), kadar air 4,85% (dry basis), kadar abu 4,04 % (dry basis), whiteness 71,73%, dan kadar bahan tidak larut air 3,72% (dry basis).

52 B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan ekstraksi lainnya seperti penggunaan pelarut yang berbeda, penggunaan suhu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut dengan gambir asalan yang lebih tinggi dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada produk tanin yang dihasilkan

2. Proses pemisahan tanin dan katekin dilakukan dengan pengendapan pada suhu tertentu yang dijaga dan perbaikan tahapan penyaringan perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan mutu tanin.

1 KAJIAN PRODUKSI TANIN BUBUK DARI GAMBIR ASALAN

Dokumen terkait