• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

A. TANAMAN GAMBIR

Tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubiaceae. Berdasarkan karakteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk jenis tanaman perdu setengah merambat yang memiliki batang berkayu (Fiani dan Denian, 1994 dalam Nazir, 2000). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut (Nazir, 2000): Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Sub-klas : Monocotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiceae Genus : Uncaria

Spesies : Uncaria gambir Roxb.

Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan, berwarna hijau dan memiliki panjang 8-13 cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga mejemuk berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh di ketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan lima helai mahkota bunga. Buah gambir berbentuk bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1.5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009 dalam Gumbira- Sa’id , et al. 2009a).

Tanaman gambir pada umunya sudah dapat dipanen pada umur 1-1,5 tahun tergantung tingkat pertumbuhannya.. Pemanenan dilakukan dengan memotong ranting dan daun menggunakan pisau atau ani-ani. Panjang potongan berkisar pada 40 – 60 cm dari ujung daun atau lima cm dari pangkal batang. Pemanenan gambir berikutnya dapat dilakukan setelah lima atau enam bulan tergantung pada kondisi tanaman (Nazir, 2000). Gambar contoh penampakan tanaman gambir dapat dilihat pada Gambar 1.

5 Gambar 1. Contoh Penampakan Tanaman Gambir (Gumbira-Sa’id , et al., 2009b)

Menurut Sastrapradja et al., (1980) dalam Nazir (2000), tanaman gambir ditemukan liar di hutan-hutan di Sumatra, Kalimantan, dan di Semenanjung Malaya. Di samping itu, tanaman gambir juga dibudidayakan di Jawa, Bali, dan Maluku. Tanaman ini umumnya tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut.

B. GAMBIR

Gambir atau gambir asalan merupakan produk yang berasal dari ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang telah dikeringkan. Dalam perdagangan dunia, gambir dikenal sebagai gambier, cutch, catechu atau pale catechu. Daun dan ranting merupakan bagian tanaman gambir yang memiliki nilai ekonomi. Senyawa- senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam (Hadad et al., 2007 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Komponen-konponen kimia yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 1.

6 Tabel 1. Komponen-Komponen dalam Gambir

No. Nama Komponen Jumlah (%)

1 Catechin 7 – 33 2 Asam catechutannat 20 – 55 3 Pyrocathecol 20 -30 4 Gambir flouresensi 1 – 3 5 Red Catechu 3 – 5 6 Quersetin 2 – 4 7 Fixed oil 1 – 2 8 Lilin 1 – 2 9 Alkaloid Sedikit

Sumber : Thorpe dan Whiteley (1921) dalam Gumbira Sa’id, et al. (2009a) Berikut ini merupakan karakteristik umum komponen-komponen yang terkandung dalam gambir (Thorpe dan Whiteley, 1921; Nazir, 2000 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a):

1. Katekin

Katekin (C15H14O6) tergolong dalam jenis pseudotanin dan termasuk

polifenol antioksidan yang bersifat dapat larut dalam alkohol dingin, air panas, serta asam asetat glasial dan aseton. Katekin sukar larut dalam air dingin dan eter, selain itu tidak larut dalam CHCl3, metil eter dan benzene.

Katekin membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb(CH3COO)2.

Katekin menghasilkan larutan yang berwarna biru jika bereaksi dengan FeCl3. Jika katekin bereaksi dengan pine wood dan HCl akan terbentuk

phloro glucinol.

Menurut Muchtar (2000), senyawa katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, jika dalam bentuk kering berbentuk kristal berwarna kuning. Struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.

7 2. Asam catechutannat

Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam eter. Asam catechutannat membentuk endapan jika bereaksi dengan Pb (CH3COO)2 dan membentuk endapan berwarna hijau jika bereaksi dengan

CHCl3. Asam catechutannat bereaksi dengan pine wood dan HCl

membentuk reaksi phloro glucinol. Asam catechutannat disebut anhydride dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110oC dengan larutan alkali karbonat. Struktur kimia asam catechutannat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Catechutannat (Nazir, 2000) 3. Pyrocathecol

Pyrocathecol larut dalam air, alkohol, eter, benzene, klorofom dan larut baik pada piridin dengan larutan bersifat basa, jika dipanaskan akan membentuk catechol. Pyrocathecol membentuk warna hijau dengan FeCl3

dan membentuk endapan dengan brom. Larutannya dalam air cepat berwarna coklat. Pyrocathecol dapat mereduksi perak amoniakal dan larutan Fehling.

4. Gambir flouresensi

Gambir flouresensi dapat dilihat apabila larutan gambir dikocok dengan petroleum eter dalam suasana sedikit basa. Gambir flouresensi pada lapisan petroleum eter akan terlihat perpendaran berwarna hijau.

5. Red catechu

Red catechu merupakan gambir yang memberikan warna merah. 6. Fixed oil

8 7. Quersetin

Quersetin (C15H10O7) merupakan senyawa turunan flavonoid tanaman

yang larut dalam air dan alkohol. Warna quersetin berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan. Quersetin memiliki manfaat sebagai anti- inflammatory dan antioksidan serta berbagai potensi kesehatan yang menguntungkan lainnya. Struktur kimia quercetin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kimia Quersetin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a) 8. Lilin

Lilin terdapat pada permukaan daun gambir. Lilin merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol.

9. Alkaloid

Alkaloid terdapat tujuh jenis alkaloid pada tanaman gambir yaitu dihidrogambir taninna, gambirdina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambir-tanina. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa (tanin kondensasi). Tanin tersebut merupakan turunan dari flavanol yang tidak dapat dihidrolisis dengan asam ataupun basa.

Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Di Malaysia, gambir digunakan untuk obat luka bakar, sedangkan rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta obat kumur pada sakit kerongkongan. Secara modern, gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan, antara lain: sebagai bahan baku obat penyakit hati dan bahan baku permen yang melegakan tenggorokan bagi perokok di Jepang (Nazir, 2000).

9 Gambir dapat dimanfaatkan dalam industri kulit, tekstil, dan kosmetika. Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit dalam industri kulit. Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat warna. Gambir digunakan sebagai pembantu untuk mendapatkan warna coklat dan kemerah-merahan pada pembuatan kain batik. Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).

Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambar beberapa jenis gambir dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Berbagai Jenis Gambir Indonesia (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a) a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch;

d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block Gambir asalan diolah melalui beberapa tahapan yaitu perebusan, pengempaan, pengendapan, penirisan, pencetakan dan pengeringan. Pada tahap pengolahan secara tradisional terjadi penurunan kadar catechutannatnya karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Zammarel dan Risfaheri, 1991 dalam Gumbira-Sa’id, et al. 2009a). Diagram alir pembuatan gambir rakyat dapat dilihat pada Gambar 6.

10 Daun Perebusan Pengepresan Pengendapan Penirisan Pencetakan Pengeringan Gambir

Gambar 6. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id, et al.

2009a)

Berdasarkan laporan Gumbira-Sa’id, et al. (2009b), secara rinci urutan proses pengolahan gambir yang dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebagai berikut:

1. Perebusan daun

Daun dan ranting hasil panen diikat, masing-masing sekitar 3-4 kg per ikat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dari anyaman bambu, di dalamnya terdapat jala rajut dari plastik atau tali kulit, kemudian dimasukkan ke dalam wajan yang berisi air yang sudah mendidih terlebih dahulu. Lama perebusan berkisar antara 1-1,5 jam. Selama perebusan dilakukan pembalikan bahan agar pematangam terjadi secara merata. Gulungan daun gambir dibolak-

11 balik sambil ditusuk-tusuk dengan kayu untuk memberi jalan air panas agar perebusan merata.

2. Pengempaan

Setelah daun gambir selesai direbus dan diangkat, daun kemudian dililit kembali oleh rajut agar daun tetap berada dalam gulungan. Air bekas rebusan disiramkan kembali ke daun yang akan dikempa karena masih banyak asam samak yang terlarut dalam proses perebusan. Alat kempa yang digunakan dapat berupa kempa yang terbuat dari dua bilah kayu besar berbentuk huruf V dengan panjang kayu sekitar tiga meter. Proses pengempaan membutuhkan waktu sekitar 60 menit.

3. Pengendapan

Getah gambir yang diperoleh dari proses pengepresan dimasukkan ke dalam sebuah tempat pengendapan terdiri dari kayu mirip perahu yang disebut peraku. Pengendapan memerlukan waktu sekitar 8-12 jam. Endapan yang diperoleh berbentuk kristal-kristal seperti pasta tetapi lebih encer.

4. Penirisan

Alat penirisan terbuat dari kain blacu, tali, dan alat pemberat seperti kayu dan lain-lain. Getah dalam bentuk pasta encer dimasukkan ke dalam kain blacu, diikat dan dipres lagi dengan alat pemberat agar pasta yang terjadi lebih pekat dan dapat segera dicetak. Penirisan biasanya memerlukan waktu 10-20 jam, tergantung pada banyaknya bahan yang ditiriskan.

5. Pencetakan

Bentuk cetakan gambir terdiri dari tiga macam. Untuk konsumsi dalam negeri (makan sirih), gambir dicetak berbentuk silinder cekung. Untuk tujuan ekspor atau industri batik, penyamak dan lain-lain, gambir dicetak berbentuk koin dan silinder. Setiap kilogram bahan baku gambir mampu dicetak dalam waktu sekitar 25-30 menit per orang.

12 Pengeringan merupakan proses terakhir dalam pengolahan gambir. Gambir hasil cetakan kemudian diletakkan di atas tempat seperti baki, kemudian dijemur di panas matahari. Bila cuaca mendung, gambir dikeringkan di atas tungku perebusan daun. Pengeringan memerlukan waktu dua hingga tiga hari tergantung pada cuaca. C. TANIN

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari hutan tanaman industri seperti akasia (Acacia sp), eukaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Tanin adalah polifenol alami yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978).

Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin memberikan bau dan rasa yang khas dan memberikan warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Berdasarkan Hathway (1962), tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawaan polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H dan O serta sering membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar dari 2000.

Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol yang dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolizable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Ekstrak dari tanin tidak dapat murni 100%, karena selain terdiri dari tanin terdapat juga zat non tanin seperti glukosa dan hidrokoloid yang memiliki bobot molekul tinggi (Pizzi, 1983).

Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat

13 warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin terkondensasi). Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mudah terhidrolisis dengan asam, basa, dan enzim yang membentuk asam galat dan beberapa asam lainnya (Tyler dalam Yeni et al., 2004). Contoh struktur molekul tanin terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 7 dan tanin terkondensasi pada Gambar 8.

Gambar 7. Contoh Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis (Gross, 1992).

Gambar 8. Contoh Struktur Molekul Tanin Terkondensasi (Copriady, 2002) Tanin terkondensasi terjadi melalui biosintesis dengan cara kondensasi katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan kemudian membentuk senyawa oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin, karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan putus dan dibebaskan monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis merupakan senyawa ester dari gula sederhana. Ikatan ester tersebut dapat terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas yaitu galotanin (ester asam galat dan glukosa) dan ellagitanin (ester asam heksahidroksiidefenat dan glukosa) (Harbone, 1987).

14 Menurut Browning (1966), sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan fenolik-OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Sifat kimia tanin

a. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan

bersifat koloid. Oleh karena itu, di dalam air bersifat koloid dan asam lemah

b. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya

c. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi tersebut digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama

d. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,890C-101,670C e. Tanin dapat dihidrolisis oleh asam, basa, dan enzim

f. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin-protein atau polimer- polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen

2. Sifat fisik tanin

a. Umumnya tanin mempunyai bobot molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin tidak berbentuk (amorf) dan tidak mempunyai titik leleh

b. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut

c. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astringent)

d. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka

15 e. Tanin mempunyai sifat atau daya bakteriostatik, fungistatik dan

merupakan racun

Tanin dapat digunakan dalam industri kulit, industri tekstil, industri farmasi, industri kosmetik dan dalam laboratorium. Tanin dalam indstri tekstil digunakan sebagai pewarna. Tanin dapat digunakan untuk mewarnai sutera, wool, dan kain batik. Dalam industri farmasi, tanin dapat digunakan sebagai obat anti diare, obat kumur, dan obat sakit kulit (Nazir, 2000 dalam Yeni, et al.,2004). Tanin dikenal sebagai senyawa antioksidan dan dapat digunakan sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust inhibitor) (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a).

Tanin dapat berfungsi sebagai zat yang dapat membersihkan dan menyegarkan mulut sehingga dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Tanin juga memiliki fungsi sebagai zat antibakteri. Secara garis besar, mekanisme tanin sebagai zat antibakteri adalah sebagai berikut: toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin sendiri (Akiyama, et al. 2001). Menurut Masduki (1996), tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik

D. EKSTRAKSI TANIN

Ekstraksi merupakan unit operasi yang melibatkan pemisahan komponen-komponen pembentuk suatu bahan dengan cara melarutkannya ke dalam cairan lain (pelarut). Metode yang paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah dengan mencampur semua bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950). Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air karena lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah senyawa polifenol yang terikut dalam ekstrak tanin tersebut (Hathway,

16 Gambir Asalan Pasta Filtrat Tanin Katekin Adhesiv Pelarutan dalam Air Panas Pendinginan Komponen Tidak Larut Pemerasan Pencucian Berulang (Dengan Air Dingin)

Pelarutan Dengan Etanol

Senyawa Non Katekin

Pengeringan Pengeringan Pengeringan

Komponen Larut

Pasta

Tanin

1962). Fengel (1993) menambahkan dalam proses ekstraksi, tanin yang dihasilkan bukan merupakan tanin murni tetapi masih mengandung unsur- unsur lainnya. Tanin yang banyak terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diperoleh dengan melakukan ekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol.

Proses ekstraksi tanin yang berasal dari gambir asalan merupakan serangkaian proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan produk tanin dan katekin. Proses pemurnian gambir yang dapat menghasilkan tanin dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Proses Pemurnian Gambir untuk Menghasilkan Tanin (Gumbira-Sa’id, et al. 2009a)

17 Menurut Syafii (2000), tanin yang terdapat pada kulit Acacia decurrens dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi kulit pada suhu dan waktu tertentu serta jenis pengekstrak tertentu, tergantung pada asal bahan baku. Suhu dan lama ekstraksi merupakan faktor yang perlu untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi efisiensi dalam proses ekstraksi. Pada pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan diperoleh tanin dalam jumlah yang besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena komponen non tanin yang terlarut semakin besar.

Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut akan meningkat dengan meningkatnya suhu karena peningkatan suhu akan mempermudah penetrasi pelarut dalam sel bahan. Namun, penggunaan suhu yang tinggi akan menyebabkan kehilangan senyawa tertentu yang tidak stabil pada kondisi tersebut (Houghton dan Raman, 1998).

Menurut Bernardini (1983), beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah rendemen hasil ekstraksi adalah perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang meliputi pengecilan ukuran bahan dan pengeringan bahan, pemilihan jenis pelarut, perbandingan jumlah pelarut dan bahan serta pengaturan kondisi ekstraksi seperti lama ekstraksi dan suhu ekstraksi.

Dokumen terkait