• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Diputus Hubungan Kerja 1. Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

PROFIL PERUSAHAAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG DIPUTUS HUBUNGAN KERJA SEPIHAK

B. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Yang Diputus Hubungan Kerja 1. Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan perhatian yang luas untuk tenaga kerja dan orang lain yang terlibat dalam hubungan kerja untuk melindungi yang bersangkutan dari penyalahgunaan dan perlakuan lain yang tidak wajar. Undang-undang ini memberi perhatian khusus untuk perlindungan bagi pihak yang lebih lemah dalam hubungan kerja, dan menyediakan suatu kerangka hukum khusus untuk menghindari hubungan kerja yang tidak adil dan tidak wajar. Ketentuan mencakup jam kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, dan upah dan kesejahteraan

48

semuanya bertujuan untuk menjamin lingkungan kerja sehat untuk keuntungan pekerja/buruh serta perusahaan.60

Perlindungan hukum adalah campur tangan Pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mewujudkan perburuhan yang adil. Tujuan perlindungan kerja menurut Abdul Khakim adalah menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.61 Karena peraturan Perundang-undangan ketenagakerjaan memberikan hak-hak bagi buruh atau pekerja sebagai manusia yang utuh, maka dari itu harus dilindungi baik menyangkut keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya tanpa mengabaikan kepentingan pengusaha yakni kelangsungan. Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi dasar dalam pemberian perlindungan hukum bagi pekerja. Pemberian perlindungan hukum bagi pekerja menurut Imam Soepomo meliputi lima bidang hukum perburuhan yaitu:62

a. Bidang pengerahan atau penempatan kerja

Bidang pengerahan atau penempatan tenaga kerja adalah perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja. Masa ini sering disebut dengan masa pra penempatan atau pengerahan

b. Bidang hubungan kerja

Bidang hubungan kerja yaitu masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak ia mengadakan hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu atau tanpa batas waktu yanhg disebut dengan pekerja tetap

60 Suwarto, Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: ILO/USA Declaration Project, 2003), h., 19

61 Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaa Indonesia, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2009), h., 74

62 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 2005), h., 97

c. Bidang kesehatan kerja

Bidang kesehatan kerja adalah selama menjalani hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan kesehatan tubuhnya dalam jangka waktu yang relatif lama d. Bidang keamanan kerja

Bidang keamanan kerja adalah adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam waktu relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dalam hal ini negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja

e. Bidang jaminan sosial pekerja

Bidang jaminan sosial pekerja adalah suatu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya terhadap berbagai resiko pasar tenaga kerja (labor market risks), misalnya: resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-lain

2. Perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja yang di PHK menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Bagi seorang pekerja yang kehilangan pekerjaannya merupakan hal yang sangar besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi apalagi keluarganya, sebab dengan berakhirnya hubungan kerja berarti pekerja kehilangan mata pencahariannya yang selama ini menjadi sumber penghidupan dalam menopang kebutuhan sehari-hari. Ini merupakan awal dari penderitaan pekerja apabila tidak segera mendapatkan pekerjaan yang baru.

Untuk mengurangi beban pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja tersebut, maka Undang-undang menetapkan dan mengharuskan perusahaan untuk memberikan sejumlah hak terhadap

50

pekerja yang diputus hubungan kerjanya, antara lain hak uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak.

Menurut A. Ridwan Halim uang pesangon tersebut adalah uang yang diberikan kepada buruh atau pegawai pada waktu terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh pihak majikan atau perusahaan yang berdasarkan lamanya masa kerja yang telah ditempuh oleh buruh atau perusahaan yang bersangkutan dan besar imbalan gaji tiap bulan.63 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu :

1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

63 A. Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Perburuan Dan Pragmatisasinya, (Jakarta:

Angky Pelita Studiways, 2000), h., 142-143

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

52

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

53 BAB IV

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PDT.SUS-PHI/2019/PN JKT.PST