• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGANGKATAN

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pengangkatan Anak yang

Salah satu bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadi perhatian bersama baik di dunia internasional maupun di Indonesia adalah hak anak. Masalah seputar kehidupan anak sudah selayaknya menjadi perhatian utama bagi masyarakat dan pemerintah saat ini, sangat banyak kondisi ideal yang diperlukan untuk melindungi hak-hak anak Indonesia namun tidak mampu diwujudkan oleh negara, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia. Berbagai usaha dilakukan oleh berbagai pihak demi melindungi anak, dan salah satu bentuk perlindungan itu adalah pengangkatan anak, yang di satu sisi terus dicegah pelaksanaannya, namun di sisi lain diharapkan dapat menjadi salah satu wujud dari usaha perlindungan anak.

Pemanfaatan anak secara berlebihan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, merupakan masalah di setiap negara, mereka merupakan pihak yang lemah baik secara kejiwaan, fisik, dan mental. Seharusnya mereka mendapatkan perlindungan, pengawasan, dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan orang-orang disekelilingnya. Oleh sebab itu seluruh negara-negara

65 Ahmad Kamil dan M. Fauzan. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2008) hal 12.

Internasional melalui Majelis umum PBB sepakat membentuk suatu Konvensi Hak Anak (KHA) yang disepakati pada tanggal 20 November 1990 dengan maksud melindungi dan memberikan pelayanan sosial untuk perkembangan jiwa anak agar dapat kembali tumbuh dan berkembang secara wajar.66

Setelah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) kedalam keppres tahun 1990, Pemerintah Republik Indonesia juga membuat aturan Perundang-Undangan dan Keputusan presiden mengenai anak diantaranya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyrakatan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Keputusan presiden Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Keputusan presiden Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pemerintah berkewajiban untuk membentuk suatu lembaga yang memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban, yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang terdapat pada Pasal 74 Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sedangkan Pasal 76

66 Muhammad Jhoni dan Zulchaini Z.Tanamas, 1999. Aspek Hukum Perlindungan Anak.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak berbunyi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bertugas:67

1. Melakukan sosialisasi seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;

2. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.

Dari beberapa tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) diatas, pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak adalah cara yang paling efektif dalam menanggulangi anak sebagai korban tindak pidana perdagangan anak. Untuk itulah perlunya pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak, agar dapat menekan terjadinya tindak pidana terhadap anak sebagai korban perdagangan anak, dengan memperhatikan pola-pola nilai, sistem-sistem normatif, pola-pola prilaku yang bertentangan. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 diatas.68

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dibentuk pemerintah berdasarkan ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA), adalah pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Untuk mewujudkan pelaksanaan tugas dan pengawasan perlindungan anak yang tepat, tentunya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak bisa bekerja

67 Undang-undang No 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 74.

sendiri. Oleh karena itu perlu ada kerjasama dengan masyarakat dalam penyeleranggaan perlindungan hukum serta memberikan kesejahteraan terhadap anak, agar anak mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.69

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 ayat (3) dan (4) menyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.70

Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang- undangan. Kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang tersebut merupakan suatu ketentuan hukum yang menciptakan perlindungan anak karena kebutuhan anak menjadi pokok perhatian dalam aturan tersebut.

Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar. Selanjutnya, berkaitan dengan pengangkatan anak, Pasal 12 ayat (1) dan (3) undang-undang yang sama menuliskan bahwa pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak.

71

Arif Gosita mendefinisikan pengangkatan anak sebagai suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak

69 Ibid., hal 85.

70 Undang-undang Republik Indonesia No 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,

Pasal 2 ayat (3) dan (4)

71 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara,

keturunannya sendiri berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.72

Dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak, motivasi pengangkatan anak merupakan hal yang perlu diperhatikan, dan harus dipastikan dilakukan demi kepentingan anak. Arif Gosita menyebutkan bahwa pengangkatan anak akan mempunya dampak perlindungan anak apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.73

a. Diutamakan pengangkatan anak yatim piatu. b. Anak yang cacat mental, fisik, sosial.

c. Orang tua anak tersebut memang sudah benar-benar tidak mampu mengelola keluarganya.

d. Bersedia memupuk dan memelihara ikatan keluarga antara anak dan orang tua kandung sepanjang hayat.

Berikutnya, Arif mengemukakan faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengangkatan anak sebagai berikut.74

a. Subyek yang terlibat dalam perbuatan mengangkat anak.

b. Alasan atau latar belakang dilakukannya perbuatan tersebut, baik dari pihak yang mengangkat anak maupun dari pihak orang tua anak.

c. Ketentuan hukum yang mengatur pengangkatan anak.

d. Para pihak yang mendapat keuntungan dan kerugian dalam pengangkatan anak.

72 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Pressindo CV, 1984),

hal. 44.

73 Ibid., hal. 38. 74 Ibid., hal. 38-39.

Pelaksanaan pengangkatan anak bertujuan untuk melindungi anak dari pengangkatan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum, pihak yang mengangkat anak adalah hal paling utama harus diperhatikan berikutnya bagi pihak-pihak lain yang berjasa dalam terlaksananya proses pengangkatan anak. Sepanjang proses tersebut, anak benar-benar dijadikan obyek perjanjian dan persetujuan antara orang-orang dewasa.75

Pada dasarnya, pengangkatan anak tidak dapat diterima menurut asas-asas perlindungan anak. Pelaksanaan pengangkatan anak dianggap tidak rasional positif, tidak dapat dipertanggungjawabkan, bertentangan dengan asas perlindungan anak, serta kurang bermanfaat bagi anak yang bersangkutan. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah pelaksanaan pengangkatan anak adalah sebagai berikut.

Berkaitan dengan kenyataan ini, proses pengangkatan anak yang menuju ke arah suatu bisnis jasa komersial merupakan hal yang amat penting untuk dicegah karena hal ini bertentangan dengan asas dan tujuan pengangkatan anak.

76

a. Memberikan pembinaan mental bagi para orang tua, khususnya menekankan pada pengertian tentang manusia dan anak dengan tepat. Menegaskan untuk tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri yang dilandaskan pada nilai-nilai sosial yang menyesatkan tentang kehidupan keluarga.

75 Gosita, op. cit., hal. 50. 76 Ibid., hal. 57.

b. Memberikan bantuan untuk meningkatkan kemampuan dalam membangun keluarga sejahtera dengan berbagai cara yang rasional, bertanggung jawab, dan bermanfaat.

c. Menciptakan iklim yang dapat mencegah atau mengurangi pelaksanaan pengangkatan anak.

d. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia melalui pendidikan formal dan nonformal secara merata untuk semua golongan masyarakat.

Instrumen hukum yang mengatur mengenai hak-hak anak dan perlindungan anak di antaranya adalah :

a. Konvensi Hak Anak

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 12 ayat (1) dan (3) menuliskan bahwa pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan diharapkan dapat membantu orang tua kandung dan anak angkat. Pengangkatan anak yang dilakukan hanya dengan kesepakatan saja tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan, tidak berdasarkan putusan pengadilan, sangat rentan untuk terjadinya penyimpangan terhadap pengangkatan anak seperti eksploitasi terhadap anak, perdagangan anak, perbudakan terhadap anak dan penyimpangan lainnya.

Untuk menanggulangi masalah pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan :

1. Memberi Penyuluhan dan Sosialisasi

Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus,

masyarakat akan mengetahui pengangkatan yang sesuai dan tidak sesuai dengan hukum Islam dan perundang-undangan, dan bagaimana solusinya. sosialisasi harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.

2. Memberitahu orang lain

Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka sebaiknya menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang dianggap berpotensi mengalami pengangkatan anak

yang menyimpang. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitarnya.

Suatu perbuatan hukum akan selalu menimbulkan akibat status hukum pula dari perbuatan hukum itu. Dalam perbuatan hukum berupa pengangkatan anak, mempunyai konsekuensi terhadap harta benda, keluarga yang dilakukan dengan tanpa suatu bukti tertulis bahwa telah benar-benar dilakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini akan menimbulkan permasalahan terutama mengenai beban pembuktian dihari kemudian apabila terjadi suatu sengketa.77

a.

Akibat status hukum dari pengangkatan anak dapat berupa akibat hukum terhadap orang tua angkat, terhadap anak angkat, perwalian, waris dan akibat hukum menurut hukum adat, hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan.

Akibat hukum terhadap orang tua angkat.

Sebagaimana halnya dalam pengangkatan anak, hak dan kewajiban orang tua angkat dengan anak yang diangkat harus seimbang sehingga keharmonisan dan keadilan hukum dapat tercipta. Hak dari orang tua angkat adalah sebagaimana maksud ketika ia melakukan pengangkatan anak sesuai dengan latar belakang dan tujuan dari pengangkatan anak itu. Dalam hal kewajiban orang tua angkat adalah memelihara, mendidik dan mengasuh.

77 Suci Wulansari. http://forumadopsianak.wordpress.com/2012/04/11/pengangkatan- anak. Diakses pada pukul 09.00 WIB. Tanggal 30 Mei 2014.

Anak angkat adalah seseorang yang bukan keturunan dari pasangan suami istri, yang dipelihara dan diperlakukan sebagai anak angkat keturunannya. Akibat

hukum terhadap pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan hukum adat tersebut adalah, bahwa anak yang diangkat mempunyai kedudukan hukum terhadap orang yang mengangkatnya, dimana dibeberapa daerah di Indonesia mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak keturunannya sendiri, termaksud hak untuk mendapatkan harta kekayaan orang tua angkatnya.

b. Akibat hukum terhadap anak angkat.

c. Perwalian

Anak angkat mempunyai hak dalam hal pewarisan harta orang tuanya. Anak yang diangkat masih mempunyai hubungan keluarga pada orang tua kandungnya dan dengan orang tua yang mengangkatnya, maka hak waris dengan dua kemungkinan yang pertama mendapatkan hak mewarisi dari orang tua kandungnya, yang kedua mendapatkan hak mewarisi dari orang tua angkatnya.

Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.

d.

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan

yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.

e.

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, Jawa misalnya, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya.

Hukum Adat

78

f.

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya. Penyimpangan- penyimpangan dalam hukum Islam praktek pengangkatan anak yang dinasabkan dengan orang tua angkat dan hak-hak pertanggungjawaban perwalian ataupun warisan diikutkan ke orang tua angkat. Hal tersebut tidak benar karena

Hukum Islam

78

M. Buddiarto. http://www.lbh-apik.or.id/adopsi.htm. Diakses pada pukul 03.00 WIB. Tanggal 21 Mei 2014.

bertentangan dengan hukum Islam. Karena mengenai anak angkat ini hukum Islam tak mengenal pengangkatan anak-anak, tetapi jika sudah mengangkat anak dan tidak di ketahui siapa orang tuanya adalah saudara dalam agama yang kamu anut.79

g.

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

Peraturan Perundang-undangan

bahwa dalam hal waris pengangkatan anak secara sistem hukum Islam berdampak sebagai berikut:80

1.

2.

Orang tua angkat harus mendidik dan memelihara baiknya.

79 Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Bandung :

Anak angkat tidak menjadi ahli waris orang tua angkat, maka ia tidak mendapat warisan dari orang tua angkatnya. Demikian juga orang tua angkat tidak menjadi ahli waris anak angkatnya, maka ia tidak mendapat warisan dari anak angkatnya.

Pioner Jaya, 2000, hal.103

80 Irma Devita. http://irmadevita.com/2012/apakah-anak-angkat-anak-adopsi-berhak- mewaris. Diakses pada pukul 09.00 WIB. Tanggal 31 Mei 2014.

3.

4.

Anak angkat boleh mendapat harta dari orang tua angkatnya melalui wasiat. Demikian juga orang tua angkat boleh mendapat harta dari anak angkatnya melalui wasiat.Besarnya wasiat tidak boleh melebihi 1/3 harta.

5.

Terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

Bentuk penyimpangan atau pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam pengangkatan anak baik pra maupun pasca pengangkatan anak beragam jenisnya. Penyimpangan pra pengangkatan anak dapat berupa :

Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

a. Bentuk-bentuk pemalsuan dokumen anak.

b. Lebih banyak ditimbulkan pada, riwayat anak ataupun penipuan secara lisan dengan janji sejumlah uang.

c. dan jaminan masa depan anak.

Bentuk penyimpangan yang terjadi pasca pengangkatan anak lebih mengarah pada tindak pidana lanjutan, misalnya :

a. Trafficking (perdagangan anak) b. Eksploitasi seksual (PSK) c. Perbudakan anak

Penyimpangan dalam pengangkatan anak seperti yang disebutkan di atas dapat dilakukan melalui dengan beberapa modus pengangkatan anak baik secara legal maupun ilegal, Baik melalui mekanisme legal ataupun yang ilegal pada dasarnya mempunyai potensi yang sama untuk terjadinya penyimpangan pengangkatan anak.81

1.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office of The High Commisioner

of Human Rights telah mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul Contemporary Forms of Slavery. Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-

bentuk perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery) adalah:

2. Perdagangan anak 3. Prostitusi anak. 4. Pornografi anak. 5.

Eksploitasi pekerja anak.

6.

Mutilasi seksual terhadap anak perempuan

7.

Pelibatan anak dalam konflik bersenjata

8.

Penghambaan.

9.

Perdagangan manusia.

10.

Perdagangan organ tubuh manusia.

11.

Eksploitasi untuk pelacuran

81 David Setyawan. http://www.kpai.go.id/artikel/organ-trafficking-kanibalisme-modern- terhadap-ham-anak/ Diakses pada pukul 10.20 WIB. Tanggal 29 Mei 2014.

Usaha yang dilakukan negara dengan upaya-upaya pencegahan pengangkatan anak yang ilegal, menegakkan peraturan yang sudah ada, sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat. Mengambil langkah-langkah untuk tujuan mencegah dan memberantas pengangkatan anak yang ilegal dan tidak berdampak merugikan hak anak dan martabat anak.

Dokumen terkait