• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Melalui Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA PASAR

D. Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Pasar Tradisional dengan Pesatnya

2. Perlindungan Melalui Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

pasar merupakan tempat bertemunya pembeli dan penjual, proses bertemunya pembeli dan penjual ini menjadi indikator tingkat perekonomian masyarakat.

Semakin besar volume transaksi yang terjadi di pasar menunjukkan perekonomian yang stabil dan lebih jauh lagi kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar merupakan cerminan tingkat kesejahteraan masyarakat.

76Lucianus Budi Kagramanto, Harmonisasi Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha Dalam meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, (Pidato Pengukuhan Dalam Bidang Ilmu Hukum Persaingan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2009)

Berkaitan dengan penataan pasar-pasar tradisional di Indonesia, pengaturan secara khusus dan terperinci yang berkaitan dengan pasar tradisional diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/MDAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, tetapi apabila dibaca dengan seksama, peraturan tersebut hanya mengatur penempatan pusat perbelanjaan modern. Mengenai pengaturan yang lebih rinci menjadi wewenang pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai amanat UUD 1945, pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sehingga di setiap daerah belum ada pengaturan tegas tentang pengaturan penempatan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional.

Adapun fungsi pelaksanaan penataan pasar tradisional adalah karena pasar tradisional merupakan salah satu sarana yang mewadahi kegiatan ekonomi bagi pedagang dan masyarakat menengah kebawah, jika peran pasar tradisional tersebut dibiarkan tergusur maka peran pasar tradisional sebagai salah satu kekuatan ekonomi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat sebagai yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945, juga harapan terhadap peran pasar tradisional sebagai salah satu pilar kekuatan ekonomi masyarakat yang turut menopang pertumbuhan perekonomian nasional tidak tercapai.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

Dalam Perpres No, 112 Tahun 2007 tersebut pasar dengan segala bentuknya baik pasar tradisional maupun pasar modern di mall, plasa, maupun pusat-pusat perdagangan merupakan tempat jual beli barang. Tempat jual beli barang yang terjadi melibatkan pengusaha kecil dan modal kecil dikategorikan sebagai pasar tradisional. Secara normatif pengertian pasar tradisional disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 2 Perpres No. 112 tahun 2007 bahwa pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikeola oelh pemerintah, pemerintah daerah. Swasta, badan usaha milik Negara dan badan usha milik daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Sedangkan toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk

Perkulakan.”

Kriteria pasar tradisional disebutkan dalam Pasar 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional, antara lain:

a. dimiliki, dibangun dan/.atau dikelola oleh pemerintah daerah;

b. transaksi dilakukan secara tawar menawar;

c. tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama; dan d. sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan baku lokal Kriteria pasar tradisional khususnya pada poin keempat menunjukkan bahwa pasar tradisional merupakan pasar yang pelakunya menggunakan bahan baku lokal yang notabene-nya pelakunya adalah mereka yang tergolong dalam usaha kecil meengah. Keberadaan pasar tradisional sebagai tempat bertemuya para penjual dari kalangan masyarakat lapisan bawah juga ditunjukkan oleh ciri khas pasar yang dalam transaksinya dilakukan sevcara tawar menawar.

Perlindungan terhadap eksistensi pasar tradisional mutlak untuk dilakukan dengan melakukan upaya untuk mensinergikan kekuatan pasar modern dengan kelemahan pasar tradisional. Keberadaan pasar modern harus dapat menjaga eksistensi pasar tradisional dan bukan sebaliknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintan adalah dengan menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang secara substansii; mengantur pola hubungan natara pasar tradisional dengan pasar modern. Pengaturan pola hubungan pasar modern dengan pasar tradisional tersbeut diharapkan ekspansi dan perkemhangan pasar modern bukan lagi merupakan ancaman terhadap eksitensi pasar trasdisional.

Sehingga hukum yang berbentuk perautuan perundangan tersebut mampu mewujudkan perlindungan terhadap pasar tradisional.

Konsep perlindungan terhadap pasar tradisional sesungguhnya sudah diupayakan oleh pemerintah dalam Perpres No. 112 tahun 2007. Dalam pasal 4 disebutkan tentang persyaratan pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern.

Untuk mendirikan pusat perbelanjaan dan toko modern harus memenuji beberapa persyaratan, antara lain:

1) harus memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil dan usaha menengah yang ada di wiliayah dimana pasar modern tersebut hendak dibangun;

2) pendirian pasar modern juga harus memperhatikan jarak dengan pasar tradisional; yang telah ada sebelumnya;

3) pasar modern harus menyediakan areal parkir paling sedikity seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kenderaan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter per segi) luas lantai penjualan toko modern, yang pengoperssinalisasinya bisa kerjasama dengan pihak lain; dan

4) pasar modern harus menyediakan fasilitas yang menjadmin temoat bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman.

Berkaitan dengan ketentuan-ketentuan tersebut, Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut dijelaskan bahwa hal-hal yang dianalisa berkaitan dengan pendirian pasar ritel modern adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional sebagaimana disebutkan dalam Perpres No. 112 tahun 2007 diatas. Analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) antara lain berkaitan dengan struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan, tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga, kepadatan dan pertumbuhan penduduk, kemitraan dengan UMKM lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, ketahanan dan pertumbuhan pasar tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal, keberadaan fasilitas sosial dan

fasilitas umum yang sudah ada, dampak positif dan negative yang diakibatkan oleh jarak hypermartket dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).

Analisa yang berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat tersebut harus dilakukan oleh lembaga independent. Disamping itu, hasil analisis tersebut juga merupakan satu kesatuan yang harus diikutsertakan pada saat pengajuan ijin untuk mendirikan pasar modern. Hal lain yang harus diperhatikan sebelum pendirian pasar dan atau toko modern adalah, lokasi pendirian harus mengacu pada rencana atau ruang wilayah kabupaten/kota dan juga rencana detail tata ruang kabupaten/kota serta memperhatikan pengaturan tentang zonasinya. Untuk menentukan jenis pasar modern dalam Perpres No.112 tahun 2007 juga disebutkan tentang batasan luas bangunannya;

1) departemen store harus mempunyai luasi bangunan diatas 400 m2;

2) perkualakan harus mempunyai luas bangunan 5000 m2;

3) hypermarket harus mempunyai luas bangunan diatas 5000 m2;

4) minimarket merupakan toko modern yang luas bangunannya kurang dari 400 m2.

Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pengaturan penataan dan pembinaan pasar dengan perlindungan terhadap pelaku usaha pasar tradisional dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat 2 huruf b bahwa pemerintah daerah wajib meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola pasar tradisional hal ini berguna untuk pelaku usaha selaku pedagang dapat mempertahankan usahanya agar tetap eksis dan tidak kalah dari toko modern.

3. Pengaturan zonasi

Disamping itu, untuk memberikan perlindungan terhadap keberadaan pasar tradisional adalah dengan melakukan zonasi pasar sebagaimana ditentukan dalam Perpres No. 112 tahun 2007. Zonasi pasar modern ditentukan dalam Pasal 5 yang mengatur bahwa perkulakan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri (jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna) atau jalan kolektor (jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi) primer atau arteri sekunder.

Pasar modern yang berbentuk hypermarket dan pusat perbelanjaan hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam kota/perkotaan. Sedangkan supermarket dan department store tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan (jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah low on average) dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalamkota/perkotaan.

Sementara itu, untuk minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalamkota/perkotaan. Sistem jaringan jalan ada dua macam yaitu sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Dalam tataran implementatif zonasi pasar dilakukan oleh pemerintah daerah, oleh karena itu jika pemerintah daerah tidak melakukan fungsi dan tugasnya tersebut, pemerintah daerah dapat digugat dengan menggunakan mekanisme actio popularis atau citizen law suite.77 Pihak penggugat dalam hal ini adalah setiap orang yang berdomisili di daerah dimana ketentuan atau peraturan yang mengatur tentang zonasi pasar tidak diterbitkan sehingga berakibat pada terdesaknya pasar tradisional oleh pasar modern.

Disamping melalui zonasi pasar, perlindungan terhadap pasar tradisional dapat juga dilakukan dengan melakukan penegakan hukum terhadap ketentuan yang tertuang dalam Perpres No.112 tahun 2007 dan juga Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008. Namun, yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum ini adalah sanksi yang diterapkan dalam peraturan tersebut kurang tegas sehingga belum menjerakan bagi para pelaku usaha. Oleh karenanya diperlukan keberanian bagi pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan perundangan yang memberikan arahan yang memuat tentang master plan terhadap perlindungan pasar tradisional atau setidak-tidaknya mensinergikan antara kepentingan pasar tradisional dan pasar modern.

77Rahadi Wasi Bintoro, “Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern,”

4. Perlindungan melalui hukum persaingan usaha

Harmonisasi/penyelarasan antara kepentingan pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaing lainnya sangat penting dilakukan. Hal ini ditunjukan agar terciptanya ekosistem persaingan usaha yang sehat sesuai dengan tujuan dibentuknya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perwujudan dari harmonisasi/penyelarasan kepentingan antar pelaku usaha dilakukan dengan memberikan porsi kepentingan dan kedudukan yang sama baik dalam bidang hukum maupun dalam bidang ekonomi.78

Untuk memahami penerapan pada pasal-pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terdapat dua pendekatan, yaitu per se illegal dan rule of reason. Dari rumusan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya, dapat dilihat adanya keinginan pembentuk undang-undang untuk menempatkan keseimbangan kepentingan sebagai berikut:79

a. Penempatan yang merumuskan antara kepentingan umum dan kepentingan pelaku usaha dengan menitikberatkan pada perlindungan terhadap kepentingan umum secara mutlak.

(1) Pasal-pasal yang merumuskan larangan secara mutlak, yakni pasal 6, pasal 8, pasal 9, pasal 12, pasal 15, pasal 20 ayat (5), pasal 24 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

78Richy Ardiansyah, Dalam Artikel Ilmiah: Analisis Yuridis Tentang Penerapan Asas Keseimbangan Kepentingan Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), (Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2013), hlm 12

79Winarno, Op.cit, hlm 214-218

(2) Pasal-pasal yang merumuskan larangan dengan kriteria, yakni pasal 13 ayat (1) dan (2), pasal 17 ayat (1) dan (2), pasal 18 ayat (1) dan (2), pasal 19, pasal 25 ayat (1) dan (2) dan pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

b. Penempatan keseimbangan antara kepentingan usaha dengan kepentingan umum, dengan memberikan peluang yang lebih besar kepada pelaku usaha dalam mengembangkan kegiatan usahanya sepanjang tidak merugikan masyarakat dan atau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Adapun pasal-pasal yang termasuk dalam kelompok ini adalah pasal 7, pasal 10 ayat (1), pasal 11, pasal 14, pasal 16, pasal 21, pasal 26 dan pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

c. Penempatan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha yang tergolong usaha kecil dan koperasi atau usaha dengan kepentingan tujuan dengan pelaku usaha lainnya, dengan memberikan perlakuan khusus bagi pelaku usaha kecil, koperasi maupun usaha dengan tujuan tertentu tersebut. Hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang memuat ketentuan pengecualian yang bersifar umum dan pasal 50 ayat (2) huruf (h) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pada huruf c di atas dikemukakan bahwa pelaku usaha kecil mendapat perlakuan khusus. Di dalam penjelasan Undang-Undang ini, pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil adalah sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Selain mengatur segala bentuk persaingan usaha, kegiatan-kegiatan yang dilarang, perjanjian-perjanjian yang dilarang, dan lain sebagainya, pembentuk undang-undang persaingan usaha juga tetap memperhatikan pelaku usaha kecil

dalam melangsungkan usahanya. Dari penjelasan pasal 50 huruf (h) dapat disimpulkan bahwa melindungi pengusaha kecil dalam persaingan menghadapi pesaing dari pengusaha-pengusaha yang tergolong pengusaha besar yang lebih mapan baik permodalan, manajemen maupun jaringan pemasaran produksi merupakan salah satu alasan dikecualikannya pengusaha kecil dalam Undang-Undang ini. Pada kenyataannya pengusaha yang tergolong pengusaha kecil adalah pelaku usaha yang jumlahnya lebih banyak dibanding dengan pengusaha besar, golongan pengusaha kecil ini sering mengalami kesulitan modal, pengembangan perusahaan dan persaingan pasar. Sementara jaringan usaha dan jangkauan pemasaran produksinya sangat terbatas. Oleh karena itu wajar apabila pemerintah memberikan perlindungan bagi mereka agar tetap dapat eksis dalam dunia usaha.

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait gugatan yang diajukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang mewakili pengusaha kecil/pemilik warung yang merasakan dampak negatif dengan kehadiran ritel modern “Indomaret” sebagai pihak terlapor di Kota Jakarta.

Meskipun pada akhirnya, di dalam putusan ini, KPPU tidak menemukan bukti yang kuat adanya pelanggaran pada pasal-pasal yang dilaporkan, KPPU dalam pertimbangannya80 menemukan hal-hal yang berkaitan dengan keresahan sosial, perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang kurang sejalan dengan asas kepentingan umum secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan, yang perlu dikembangkan lebih lanjut.

Dapat disimpulkan bahwa dalam putusan ini, ditemukan beberapa indikator yang harus diperhatikan terkait asas kepentingan umum guna terwujudnya

80Ibid, hlm 4

keseimbangan kepentingan antara ritel modern dengan pengusaha kecil, yaitu terkait keresahan sosial, perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tataruang.

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia selama ini dapat digunakan sebagai suatu refleksi dari iklim persaingan yang berlaku di pasar domesticselama ini. Data dari BPS menunjukkan bahwa selama era Orde Baru hingga sekarang, jumlah unit usaha dari kelompok UMKM tetap mendominasi jumlah unit usaha di Indonesia maupun jumlah kesempatan kerja.

Pada tahun 2006 usaha mikro dan kecil (UMK) mengerjakan 80.933.384 orang, atau sekitar 91,14 (sembilan puluh satu koma empat belas) persen dari jumlah angkatan kerja yang bekerja. Jumlah ini meningkat dari 70.282.178 orang pada tahun 2003, atau laju pertumbuhan sebesar 15,15 (lima belas koma lima belas) persen. Sedangkan di usaha menengah (UM) dan usaha besar (UB), masing-masing, tercatat sebanyak 4.483.109 dan 3.388.462 orang. Jumlah pekerja di UM dan UB tersebut, masing- masing, menurun dan meningkat dari 8.754.615 dan 438.198 orang atau masing-masing dengan tingkat pertumbuhan 48,79% (empat puluh delapan koma tujuh puluh sembilan persen) dan 673,27% (enam ratus tujuh puluh tiga koma dua puluh tujuh persen) pada tahun 200381

UMKM sangat vital karena sebagian besar jumlah angkatan yang bekerja menggantungkan hidup pada sektor usaha ini. Ketidakberpihakan pemerintah atau regulasi terhadap sektor ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka kemiskinan sebagai akibat dari kalah bersaingnya usaha mikro dan kecil. Dalam hal ini sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya terkait industri, bahwa pasar

81

tradisional merupakan wadah bagi para pedagang kecil yang termasuk usaha mikro dan kecil menjalankan aktivitas usahanya. Sementara ritel modern mewakili kepentingan pelaku usaha menengah dan besar.

Untuk mendapatkan efek positif dari penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terhadap upaya peningkatan perekonomian nasional, maka penerapan undang-undang tersebut harus dibarengi dengan pemberdayaan/

penguatan usaha-usaha yang lebih lemah, yang pada umumnya di Indonesia adalah UMKM, di mana telah diatur di dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008. Prinsip asas keseimbangan kepentingan yang merupakan salah satu asas di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 merupakan solusi demi terciptanya keharmonisan baik pelaku usaha ritel modern dan pasartradisional.

BAB IV

IMPLEMENTASI PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN DI

BARUS, TAPANULI TENGAH

A. Deskripsi Tempat Penelitian 1. Letak dan luas daerah

Kecamatan Barus merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Kecamatan di Barus terbagi dalam 2 kelurahan, yaitu: Pasar Batu Gerigis, dan Padang Masiang. Sementara Desa yang ada di Kecamatan Barus terbagi dalam 10 desa, yaitu : Pasar Tarandam, Kampung Solok, Kampung Mudik, Sigambo-gambo, Sidungkang, Bukit Dalang, Bukit Gabungan Hasang, Bukit Dalam, Kade Gadang, dan Aek Dakka.

Kecamatan Barus merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanuli Tengah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia/Samudera Indonesia.

Secara geografis, Kecamatan Barus berbatasan dengan:

a. Sebelah Barat : Kecamatan Andam Dewi b. Sebelah Utara : Kecamatan Barus Utara c. Sebelah Timur : Kecamatan Sosor Gadong

d. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia (Lautan Hindia) Kecamatan Barus memiliki luas wilayah sebesar 21,81 km2. Untuk menunjang perekonomian masyarakat Barus, mata pencarian mereka didominasi oleh sector perikanan. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, maka penduduk Barus banyak yang menjadi nelayan. Transaksi hasil laut tersebut biasanya dilakukan di Kualo (Desa Pasar Tarandam) dan Desa

Kade Gadang. Sementara untuk berjualan, para pedagang biasanya ada pada hari Onan (pekan) yaitu pada hari Rabu dan Sabtu.

Di Kecamatan Barus terdapat satu pasar tradisional dan toko modern.

Pasar tradisional tersebut adalah Pasar Onan yang terletak di Desa Pasar Batu Gerigis. Pasar Onan biasanya hanya ramai ketika pekan yaitu hari Rabu dan Sabtu, untuk hari biasa Pasar Onan hanya dipenuhi oleh pedagang yang memang bertempat tinggal disana. Sedangkan toko modern di Kecamatan Barus hanya Indomaret yang terletak di Kelurahan Padang Masiang.

2. Keadaan demografi masyarakat

a. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelaminnya, penduduk Kecamatan Barus dibagi menjadi 2 kategori, yaitu : laki-laki dan perempuan. Pembagian penduduk di Kecamatan Barus dapat dilihat dari table berikut ini.

Tabel 2. Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kecamatan Barus Tahun 2016

Sumber: Data Sekunder yang diolah (tapteng.go.id)

Table diatas menunjukkan bahwa distribusi pemduduk antara laki-laki dan perempuan, lebih banyak perempuan. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 9.193 atau 49,975% sedangkan penduduk perempuan sebesar 9.203 atau 50,025% dari total jumlah

penduduknya. Akan tetapi perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh, hanya berselisih 0,050%.

b. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Barus dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain: pertanian dan perikanan, industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, konstruksi, administrasi pemerintahan, dan 12 sektor lainnya.

Pembagian penduduk berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 3. Karakteristik Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Kecamatan Barus Tahun 2010-2016

No. Lapangan Usaha Persentase (%) 1. Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

48,48%

2. Industri Pengolahan 12,06%

3. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

10.61%

4. Konstruksi 10,40%

5. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

8,24%

6. Lainnya 10,21%

Sumber: Data sekunder yang diolah (tapteng.go.id)

Dari table diatas mendeskripsikan mata pencaharian masing-masing kategori. Penduduk yang bermatapencaharian pertanian, kehutanan, dan perikanan berjumlah 48,48%, penduduk yang bermatapencaharian industry pengolahan berjumlah 12,06%, penduduk yang bermatapencaharian perdagangan besar dan eceran;

reparasi mobil dan sepeda motor berjumlah 10,61%, penduduk yang bermatapencaharian konstruksi berjumlah 10,40%, penduduk yang bermatapencaharian administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib berjumlah 8,24%, dan penduduk yang bermatapencaharian 12 sektor lainnya berjumlah 10,21%.

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Barus bermatapencaharian di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 48,48%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduknya menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan.

B. Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Di tengah arus modernitas, keberadaan pasar tradisional sebagai suatu budaya bangsa saat ini mencoba untuk bertahan dan mengembangkan diri agar mampu bersaing ditengah arus tersebut. Liberalisasi investasi yang makin tidak terbendung telah membuat pasar tradisional semakin terdesak dengan bermunculannya pasar modern yang menawarkan lebih banyak keunggulan komoditi, harga serta kenyamanan. Kenyataan tersebut telah membuat masyarakat

Indonesia berpaling dari bagian kebudayaan dan beralih kepada kehidupan

Indonesia berpaling dari bagian kebudayaan dan beralih kepada kehidupan

Dokumen terkait