• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. ISS INDONESIA

A. Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Hukum

Perbedaan kedudukan secara ekonomi dan sosial antara pekerja/buruh dengan pengusaha menimbulkan hubungan subordinatif yang terbingkai dalam hubungan kerja, perlindungan hukum bagi pekerja/buruh diberikan mengingat adanya perbedaan kedudukan tersebut yang menjadikan pekerja/buruh dipihak yang lemah. Dengan adanya perlindungan hukum diharapkan adanya keseimbangan hak-hak dan kewajiban dari setiap pihak terutama dalam hal ini pekerja/buruh sebagai pihak yang lebih lemah dalam hubungan kerja dengan pengusaha sehingga kedudukan pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dapat sejajar sebagai mitra kerja.

Pada bagian menimbang huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan “bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.”

Menurut Adrian Sutedi ada dua cara melindungi pekerja/buruh80

Imam Soepomo dikutip dari Zaeni Asyhadie membagi menjadi 3 (tiga) macam perlindungan pekerja yaitu :

: pertama melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan, karena dengan Undang-Undang berarti ada jaminan negara untuk memberikan pekerjaan yang layak, melindungi pekerja ditempat kerja (kesehatan, keselamatan kerja dan upah yang layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial; kedua, melalui serikat pekerja/buruh karena melalui serikat pekerja/buruh dapat menyampaikan aspirasinya, berunding dan menuntut hak-hak yang seharusnya diterima oleh pekerja/buruh. Serikat pekerja/buruh mewakili pekerja/buruh dalam membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang mengatur hak-hak dan kewajiban pekerja/buruh dengan pengusaha melalui suatu kesepakatan umum yang menjadi pedoman dalam hubungan industrial.

81

1) Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja yang mencakup perlindungan terhadap pekerja anak, pekerja perempuan, waktu kerja dan waktu istirahat (cuti).

2) Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Perlindungan teknis ini sering disebut dengan

80

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan,(Jakarta:Sinar Grafika,2009), hal. 13

81

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta : Rajawali Pers,2008), hal 86.

keselamatan kerja mencakup syarat-syarat keselamatan kerja, serta kewajiban pengusaha dan pekerja berkaitan dengan keselamatan kerja.

3) Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya. Perlindungan ekonomis ini biasa disebut dengan jaminan sosial selain berkaitan dengan upah juga mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Pengaturan mengenai perlindungan pekerja/buruh dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meliputi:

1) Perlindungan Pekerja Penyandang Cacat

“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.” 82 Perlindungan sebagaimana dimaksud misalnya, penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja, alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecatatan pekerja/buruh tersebut83. Perlakuan yang sama terhadap setiap pekerja baik penyandang cacat maupun pekerja normal harus diberikan, perlakuan yang sama ini misalnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.84

2) Perlindungan Pekerja Anak

82

Pasal 67 ayat (1) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

83

Agusmdiah, Op. Cit., hal. 62.

84

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan “Pengusaha dilarang mempekerjakan anak”. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.85

3) Perlindungan Pekerja Perempuan

Perlindungan larangan memperkerjakan anak itu diberikan agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan dirinya serta memperoleh pendidikan yang diwajibkan oleh pemerintah, namun ketentuan itu dikecualikan bagi anak yang berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Perlindungan pekerja perempuan diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan antara lain : pertama pengusaha dilarang mempekerjakan buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun antara pukul 23:00 s.d 07:00; kedua pengusaha dilarang memperkejakan pekerja/buruh wanita yang sedang hamil antara pukul 23:00 s.d 07:00 bila menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungan maupun diri pekerja/buruh wanita tersebut; ketiga pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh wanita antara pukul 23:00 s.d 07:00 wajib memberikan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama ditempat kerja, keempat pengusaha

85

wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh wanita yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23:00 sampai dengan pukul 05:00. 4) Perlindungan waktu kerja dan istirahat

Dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ketentuan mengenai waktu kerja adalah sebagai berikut:

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Dalam Pasal 78 disebutkan pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagimana dimaksud pasal 77 diatur dengan syarat sebagai berikut:

a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan

b. Waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu c. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja

dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, wajib membayar upah kerja lembur sesuai dengan peraturan.

Dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan pengusaha memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh yang meliputi:

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus – menerus; dan

d. Istirhat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Khusus bagi pekerja/buruh wanita mendapat perlindungan waktu kerja dan istirahat sebagai berikut:

a. “Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari

pertama dan kedua”86 ketentuan ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama87

b. “Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”88

c. “Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperolehistirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.”89

d. “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.”90

Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.91

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi pekerjaan kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.92

86

Pasal 81 ayat (1) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

87

Pasal 81 ayat (2) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

88

Pasal 82 ayat (1)Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

89

Pasal 82 ayat (2) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

90

Pasal 83 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

91

Pasal 1angka 3 Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

92

Dengan demikian upah merupakan komponen yang tidak bisa pisahkan dari perlindungan terhadap pekerja/buruh. Pengaturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun keputusan Menteri Tenaga Kerja sebagai pengaturan lebih lanjut terhadap penerapan Undang-Undang Ketengakerjaan mengatur kebijakan mengenai upah antara lain sebagai berikut :

1) Upah minimum;

Upah minimum ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, upah minimum terdiri atas: pertama upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; kedua upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

2) Upah kerja lembur;

Perhitungan upah lembur ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 102/MEN/IV/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.

Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalm 1 (satu) minggu, atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libir resmi yang ditetapkan pemerintah93

93

Pasal 1angka1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 102/MEN/VI/2004.

Adapun cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut:94 Apabila lembur dilakukan pada hari kerja

a. Lembur jam pertama dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah lembur sejam;

b. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya dibayar 2 (dua) kali upah lembur sejam.

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari libur istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu cara perhitungan upah lembur :

a. Upah lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) jam kali upah sejam

b. Bila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek, perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam ketujuh dan jam kedelapan dibayar 4 (empat) kali upah sejam

Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah lembur untuk 8 (delapan) jam pertama

94

Pasal 11 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 102/MEN/VI/2004.

dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam. Adapun cara perhitungan upah sejam adalah 1/173 (satu per seratus tujuh puluh tiga kali upah sebulan)95

3) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

, dimana upah sebulan terdiri dari komponen gaji pokok ditambah dengan tunjangan – tunjangan lainnya yang bersifat tetap.

Upah pekerja/buruh tetap harus dibayarkan oleh pengusaha walaupun pekerja/buruh tidak masuk kerja karena disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut :

a. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membabtiskan anaknya, isteri pekerja/ buruh melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah pekerja/buruh meninggal dunia;

b. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan perkerjaan;

Besaran upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja adalah sebagai berikut :

a. Pekerja/ buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;

95

Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 102/MEN/VI/2004.

b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; d. Membabtiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;

f. Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar selama 2 (dua) hari; dan

g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Besaran upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit adalah sebagai berikut :

a. Empat bulan pertama upah dibayarkan 100% (seratus persen) dari upah;

b. Empat bulan kedua, upah dibayarkan 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah ;

c. Empat bulan ketiga, upah dibayarkan 50% (lima puluh persen) dari upah;

d. Untuk bulan berikutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah, sampai ada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha.

Upah akan tetap dibayarkan pengusaha karea pekerja melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya meliputi :

a. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena ibadah yang diperintahkan agamanya;

b. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

c. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha.

5) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

Upah selama pekerja/buruh menjalankan hak waktu istirahat kerjanya yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan wajib dibayarkan pengusaha.

B. Perlindungan Pekerja/Buruh Outsourcing PT. ISS Indonesia yang