• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan UMKM

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 42-61)

Meskipun memiliki berbagai unggulan dan mengalami perkembangan, UMKM di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam kendala atau masalah dalam pengembangannya, yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antarwilayah/lokasi, antarsentra, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan, dan antarunit usaha dalam kegiatan/sektor yang sama. Namun demikian, ada beberapa masalah umum yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal kerja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik tetapi dengan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi modern, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), dan informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi).

Permasalahan yang dihadapi UMKM antara negara satu dengan negara lainnya pun juga dapat berbeda. Pada negara yang memiliki perekonomian yang telah maju, permasalahan yang dihadapi usaha kecil dan menengah umumnya lebih berhubungan dengan perlindungan hak kekayaan intelektual, seperti hak paten atas produk – produk ekspor. Sedangkan di negara – negara berkembang seperti Indonesia, permasalahan yang dihadapi adalah dalam hal pengembangan UMKM, terutama menyangkut aspek kemampuan pengelolaan usaha dan keterbatasan akses terhadap sumber daya produktif.

Pada dasarnya, permasalahan dalam pengembangan UMKM dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori permasalahan (Bank Indonesia, 2011:45), yaitu:

a) Permasalahan dasar (basic problems)

Permasalahan dasar (basic problems) dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek pemasaran, Sumber Daya

Manusia (SDM), teknologi, keuangan, legalitas maupun aspek permodalan/pendanaan yang bersifat mendasar, dan rata – rata

dialami UMKM pada umumnya. Permasalahan –

permasalahan tersebut relatif masih sederhana dan lebih mudah untuk ditangani. Contohnya masalah mengenai bagaimana UMKM mencari pasar yang potensial pada suatu daerah target pemasaran, membuat kemasan produksi yang lebih baik dan menarik, keperluan tambahan modal dari teman dan keluarga, penggunaan teknologi yang relatif masih sederhana, dan manajemen usaha yang bersifat manajemen keluarga atau one man show.

b) Permasalahan antara (intermediate problems)

Permasalahan antara (intermediate problems) merupakan permasalahan yang menghubungkan antara masalah dasar dengan masalah yang lebih kompleks dan canggih. Masalah – masalah ini dapat tergambar dari permasalahan pada aspek pemasaran, keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM), dan produksi. Permasalahan dari aspek pemasaran berupa kurangnya informasi maupun data – data yang akurat dan terkini mengenai peluang pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Permasalahan dari aspek keuangan khususnya keterbatasan modal disebabkan kesulitan UMKM mengakses kredit ke bank. Permasalahan dari aspek SDM disebabkan karena kurangnya SDM yang cakap atau memadai dalam hal entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, dan pengembangan produk yang masih belum optimal. Kemudian, permasalahan dari aspek produksi berupa ketergantungan pada bahan baku impor.

c) Permasalahan lebih lanjut (advanced problems)

Pada tingkatan akhir, terdapat permasalahan – permasalahan yang dikategorikan sebagai permasalahan lebih lanjut

(advanced problems) terutama terkait dengan pengembangan ekspor. Permasalahan tersebut antara lain pengenalan pasar dan penetrasi pasar untuk promosi ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor. Selain itu, permasalahan dalam engineering design, quality control, organisasi bisnis, data processing, dan penelitian/investigasi pasar UMKM secara mendalam. Manajemen yang digunakan oleh UMKM pada umumnya masih terkonsentrasi kepada satu atau dua orang yang merupakan kerabat dekat. Belum terdapat pembagian tugas yang jelas, menyebabkan satu orang harus mengerjakan banyak tugas seperti bahan baku, penentuan harga jual, penyimpanan uang hasil usaha. Seringkali tidak ada pemisahan antara harta perusahaan dengan harta keluarga sehingga sulit diketahui secara cepat dan tepat informasi posisi keuangan perusahaan.

Penjelasan lebih lanjut, permasalahan yang dihadapi UMKM di Indonesia dapat berasal dari permasalahan internal yang dihadapi oleh UMKM serta permasalahan yang dihadapi oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan sektor usaha tersebut, seperti Pemerintah, Bank Indonesia, perbankan, dan pihak eksternal UMKM lainnya. Permasalahan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut ini:

a. Permasalahan internal UMKM

1) Menurut Azis dan Rusland

Menurut Azis dan Rusland (2009:10-11), pada dasarnya permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dapat

disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu (1) rendahnya kemampuan pengelola usaha, terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), dan (2) adanya keterbatasan akses kepada sumber daya produktif, terutama pemasaran, permodalan, dan teknologi.

Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang paling menentukan untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai kegiatan atau usaha, baik Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) maupun Usaha Besar (UB). Kondisi ini terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman dalam sektor usaha tersebut. Keterbatasan yang menonjol atau umumnya terjadi adalah pada aspek kompetensi kewirausahaan, manajemen, teknik

produksi, perencanaan, pengawasan kualitas dan

pengembangan produk, akuntansi, dan teknik pemasaran. Keterbatasan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) tentunya akan menurunkan kualitas produk sehingga menurunkan kemampuan sektor usaha tersebut untuk menembus pasar baru. Peningkatan pengetahuan dan keahlian sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan usaha, terutama di era globalisasi saat ini. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan daya saing produk UMKM di pasar internasional.

Beberapa aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tingkat persaingan yang keras baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Sementara itu, pada umumnya, kualitas produk dan tingkat produktivitas UMKM di Indonesia rendah, ditambah dengan iklim usaha yang belum kondusif di dalam negeri, yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi, seperti pengurusan perizinan yang mahal

disertai dengan prosedur yang panjang, serta banyaknya biaya pungutan tidak resmi turut memperlemah daya saing produk – produk UMKM.

Selain itu, tekanan persaingan juga muncul disebabkan kurangnya informasi yang akurat dan terkini mengenai peluang – peluang pasar di dalam dan di luar negeri. Di samping itu, dalam era keterbukaan dan perdagangan bebas, yang telah disepakati banyak negara di dunia, seperti kesepakatan dalam Asean Free Trade Agreement (AFTA), European Union (EU) dan World Trade Organization (WTO), menuntut keterbukaan pasar di masing – masing negara. Sementara itu, semakin banyaknya perkembangan peraturan yang dikeluarkan oleh negara maju dapat menghambat pengembangan UMKM Indonesia untuk menembus pasar global, antara lain larangan penggunaan buruh anak – anak, keharusan untuk memperhatikan pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Kesepakatan internasional tersebut, dalam beberapa hal dapat menimbulkan ketidakadilan dalam persaingan antar negara, karena adanya perbedaan tingkat kemajuan ataupun kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbeda di masing – masing negara. Apabila kesepakatan tersebut dipaksakan untuk dilaksanakan, tentunya akan menimbulkan kesenjangan yang lebar antara negara maju dan negara berkembang.

Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah masalah finansial berupa kurangnya modal yang dimiliki dan sulitnya akses untuk memperoleh bantuan permodalan dari lembaga keuangan, terutama perbankan. Permasalahan ini umumnya terjadi pada para pelaku usaha UMKM pemula, yaitu UMKM yang belum memiliki izin usaha, dan berlokasi di daerah –

daerah pedalaman dengan kondisi infrastruktur yang kurang memadai sehingga sulit dijangkau oleh lembaga – lembaga keuangan. Selain itu, yang menjadi permasalahan adalah sulitnya UMKM dalam memperoleh bantuan dana dari perbankan karena adanya sejumlah persyaratan yang sulit dipenuhi oleh UMKM, seperti keharusan adanya agunan dan bermacam – macam urusan administratif yang harus disiapkan, serta minimnya informasi tentang prosedur dan skim – skim kredit yang ada.

Keterbatasan lainnya dari UMKM yang tidak kalah pentingnya adalah keterbatasan penggunaan teknologi, khususnya pada usaha mikro dan kecil. Kendala teknologi ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keterbatasan modal untuk membeli mesin – mesin baru untuk memperbaiki atau menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi tentang perkembangan teknologi atau alat – alat produksi baru, serta keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengoperasikan mesin atau alat teknologi informasi baru sehingga sulit untuk dilakukan inovasi – inovasi dalam produk maupun proses produksi. Sementara itu, penggunaan dan penguasaan teknologi modern merupakan faktor yang lebih penting daripada faktor sumber daya alam dalam era perdagangan bebas dan persaingan global saat ini. Penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang baik, tentunya akan meningkatkan daya saing dan keunggulan produk yang dihasilkan oleh UMKM.

2) Menurut Tulus Tambunan a) Kesulitan Pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Hasil dari suatu studi lintas negara yang dilakukan oleh James

dan Akrasanee dalam Tambunan (2002:73) di sejumlah negara di ASEAN, menunjukkan bahwa pemasaran adalah termasuk growth constraints yang dihadapi oleh banyak pengusaha kecil dan menengah (masalah ini dijumpai tidak terlalu serius di Singapura). Studi ini menyimpulkan bahwa jika usaha kecil dan menengah tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek – aspek yang terkait dengan pemasaran seperti kualitas produk dan kegiatan promosi maka sulit sekali bagi unit usaha kecil dan menengah untuk dapat turut berpartisipasi dalam era perdagangan bebas.

Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UMKM adalah tekanan – tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk – produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor. Tambunan (2002:73) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi banyak usaha kecil dan menengah Indonesia untuk dapat menembus pasar global atau untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa ekspor mereka, antara lain banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang kekurangan informasi yang akurat dan up to date mengenai (1) peluang – peluang pasar di dalam maupun di luar negeri, seperti potensi pembeli, perubahan selera masyarakat global, progres teknologi, dan ciri – ciri pesaing – pesaing baru (seperti kekuatan, kelemahan, serta strategi pemasarannya); (2) peraturan – peraturan mengenai tata niaga pemasaran regional atau internasional di dalam konteks ASEAN Free Trade Area (AFTA), Masyarakat Eropa (UE), dan World Trade Organization/General Agreement on Tariffs and Trade

(WTO/GATT), serta (3) aspek – aspek legal lain seperti kesepakatan – kesepakatan internasional mengenai larangan penggunaan buruh anak – anak, lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikaitkan dengan perdagangan internasional dan mengenai dumping dan kebijakan anti dumping. Selain terbatasnya informasi, Tambunan (2002:73) juga menambahkan bahwa banyak pengusaha kecil dan menengah, khususnya mereka yang kekurangan modal dan Sumber Daya Manusia (SDM), berlokasi di daerah – daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat – pusat informasi, komunikasi dan transportasi juga mengalami

kesulitan untuk memenuhi standar – standar

internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika hingga saat ini, perusahaan yang pernah mendapat sertifikat International Organization for Standardization (ISO) dan sejenisnya pada umumnya hanya dari usaha besar.

b) Keterbatasan Finansial

Tambunan (2002:74) mengatakan bahwa ada dua masalah utama dalam aspek finansial yang dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya usaha kecil di Indonesia, yaitu mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber – sumber informal, tetapi sumber – sumber permodalan ini sering

tidak cukup untuk kegiatan produksi, apa lagi untuk investasi (perluasan kapasitas produksi atau menggantikan mesin – mesin yang sudah tua). Sementara itu, sumber – sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama usaha mikro/rumah tangga walaupun saat ini telah ada begitu banyak skim – skim kredit dari perbankan dan bantuan dari pemerintah ataupun dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele – tele, dan kurangnya informasi mengenai skim – skim perkreditan yang ada dan prosedurnya (Tambunan, 2002:74). Lalu dalam hal jenis kepemilikan modal, jumlah pengusaha yang membiayai usahanya sepenuhnya dengan uang sendiri atau dengan modal sendiri dan pinjaman, lebih banyak daripada jumlah pengusaha yang menggunakan 100 persen modal dari pihak lain. Sebagian besar dari jumlah pengusaha dengan 100 persen modalnya sendiri terdapat di industri makanan, minuman dan tembakau, industri kulit, tekstil dan produk – produknya, serta industri kayu, bambu, dan rotan beserta dengan produk – produknya (Tambunan, 2002:75).

Bank merupakan sumber pinjaman yang dominan bagi pengusaha UMKM. Namun, sebagian besar dari pengusaha – pengusaha UMKM, terutama paling banyak di kalangan usaha mikro, masih sulit memperoleh pinjaman dari bank. Alasan utamanya

dipersyaratkan oleh bank. Pada umumnya, para pengusaha mikro ini mayoritas berasal dari kelompok

keluarga miskin yang tidak mampu memenuhi

persyaratan kolateral dari bank, misalnya dalam bentuk rumah yang mempunyai nilai tinggi atau tanah dengan luas yang cukup. Alasan – alasan lainnya adalah kurangnya informasi mengenai prosedur peminjaman, atau prosedur yang terlalu sulit dan makan waktu, atau pun suku bunga peminjaman yang terlalu tinggi (Tambunan, 2002:76-77).

c) Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak UMKM di Indonesia, terutama dalam aspek – aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Sedangkan semua keahlian ini sangat dibutuhkan untuk mempertahankan atau memperbaiki

kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan

produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.

Sering dikatakan bahwa untuk menanggulangi masalah SDM ini, memberikan pelatihan langsung kepada pengusaha sangatlah penting dan ini merupakan satu – satunya cara yang paling efektif. Akan tetapi, banyak UMKM, khususnya usaha mikro tidak sanggup menanggung sendiri biaya pelatihan. Oleh karena itu,

peran pemerintah sangatlah penting dalam

pendidikan/pelatihan bagi pengusaha maupun tenaga kerja di UMKM. Memang selama ini sudah banyak pelatihan dan penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha UMKM, tetapi pelatihan yang dilakukan oleh pemeritah ini dianggap belum berjalan efektif karena banyak pengusaha yang pernah mengikuti pelatihan – pelatihan tersebut mengeluh bahwa pelatihan – pelatihannya sering terlalu teoretis, waktunya terlalu singkat, tidak ada tindak lanjut (misalnya beberapa saat setelah pelatihan selesai, pihak pemberi pelatihan mengunjungi kembali pengusaha untuk melihat sejauh mana pelatihan tersebut diterapkan dalam kegiatan usahanya) dan sering kali tidak cocok dengan kebutuhan mereka sebenarnya (Tambunan, 2002:79).

Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UMKM Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun di pasar internasional di dalam era perdagangan bebas, bahkan kualitas SDM dan teknologi akan menjadi suatu hal yang jauh lebih penting dibandingkan modal sebagai faktor penentu utama kemampuan UMKM untuk meningkatkan daya saing globalnya.

d) Masalah bahan baku

Keterbatasan bahan baku (dan input – input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak UMKM di Indonesia. Pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia dahulu pun banyak sentra – sentra usaha kecil dan menengah di sejumlah

subsektor industri manufaktur seperti sepatu dan produk – produk tekstil yang mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lainnya karena harga bahan baku tersebut dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sejarah juga mencatat bahwa pada saat krisis dulu tidak sedikit pengusaha kecil dan menengah terpaksa menghentikan usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya, misalnya menjadi pedagang. Beberapa contoh kasus, misalnya pada tahun 1998 ada sekitar 200 pengusaha tempe di Banjarnegara terpaksa menghentikan kegiatan produksi mereka karena harga kedelai yang diimpor ternyata menjadi sangat mahal. Demikian juga, banyak pengusaha batik tradisional di Pekalongan, dan ratusan pengusaha kecil sepatu di sejumlah sentra – sentra di Jakarta, Cibaduyut, dan Medan terpaksa gulung tikar dan berubah profesi menjadi pedagang kecil atau kerja di sektor transportasi atau menjadi buruh bangunan (Tambunan,2002:80). Dengan demikian, tersedianya bahan baku merupakan hal yang penting bagi kelangsungan produksi banyak UMKM di Indonesia.

e) Keterbatasan Teknologi

Berbeda dengan negara – negara maju, UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin – mesin tua atau alat – alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk

yang dibuat. Keterbatasan teknologi khususnya usaha – usaha mikro/rumah tangga, disebabkan oleh banyak faktor, antara lain keterbatasan modal investasi untuk

membeli mesin – mesin baru atau untuk

menyempurnakan proses produksi, keterbatasan

informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin – mesin dan alat – alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin – mesin baru atau melakukan inovasi – inovasi dalam produk maupun proses produksi. Rendahnya pemilikan/penguasaan teknologi modern merupakan suatu ancaman serius bagi kesanggupan UMKM Indonesia untuk dapat bersaing di dalam era pasar bebas (Tambunan, 2002:80).

3) Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono

Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:489), beberapa kendala yang umumnya dihadapi oleh UMKM antara lain rendahnya tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen SDM, kewirausahaan, pemasaran dan lemahnya akses keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan pengusaha UMKM, terutama usaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi para pengusaha UMKM antara lain: (1)

kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan

memperbesar pangsa pasar, (2) kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber – sumber permodalan, (3) kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia, (4) keterbatasan jaringan usaha kerja sama antarpengusaha kecil (sistem informasi pemasaran), (5) iklim usaha yang kurang

kondusif, karena persaingan yang saling mematikan, serta (6) pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

4) Menurut Pickle dan Abrahamson

Pickle dan Abrahamson (1989:23) mengatakan bahwa,

Small business contributes significantly to our economy. However, we examine some of the common

problems of small business ownership. We are convinced

that the identification and analysis of the cause of these problems will enable the prospective small business manager to develop the management knowledge and skills necessary to avoid these problems in their firms.

Menurut Pickle dan Abrahamson (1989:23-29), ada beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi oleh usaha kecil (common problems of small business firms), antara lain

a) manajemen yang tidak cukup (inadequate

management) yang disebabkan karena kurangnya pengalaman dan lemahnya kemampuan yang dimiliki oleh pelaku usaha kecil dalam manajemen usaha (lack of experience and incompetence);

b) penyia – nyiaan (neglect) yang dilakukan oleh pelaku usaha, contoh yang umumnya dilakukan yaitu menggunakan waktu yang tidak tepat (improper use of time), kesehatan yang rendah (poor health), kemalasan (laziness), dan sebagainya;

c) penipuan (fraud), misalnya penyajian gambaran mengenai status kepemilikan perusahaan yang sengaja dibuat keliru oleh pemilik usaha untuk melakukan penipuan, seperti menggunakan nama lain untuk

usahanya, memalsukan laporan keuangan atau pun rekening keuangan usahanya, memalsukan jumlah aset usaha yang dimiliki, dan sebagainya;

d) terjadi bencana alam (natural disaster), seperti gempa bumi, banjir, dan sebagainya;

e) kebijakan pemerintah (government regulations and paperwork) yang menempatkan sektor usaha kecil pada posisi yang tidak tepat dan tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki oleh sektor usaha kecil sehingga menjadi beban berat bagi sektor usaha kecil ini;

f) adanya tekanan (stress), semua pemilik/pelaku usaha kecil harus menghadapi situasi yang penuh tekanan (stressful), tidak hanya menghadapi situasi manajemen usaha yang mereka hadapi sehari – hari tetapi terkadang mereka juga menghadapi berbagai masalah pribadi. Berbagai hal yang dapat memicu tekanan atau stress, contohnya yaitu pada saat menghadapi karyawan yang kinerjanya terus menurun, produktivitas yang menurun, banyak dari karyawannya yang membolos, kelambatan usaha yang meningkat, pendapatan yang menurun, bahkan juga bisa disebabkan dari konflik pribadi, dan sebagainya.

5) Menurut studi The Small Bussiness Administration (SBA)

Menurut studi yang dilakukan oleh The Small Bussiness Administration (SBA) dalam Scarborough dan Zimmerer (2006:27-31), lemahnya daya saing yang dihadapi usaha kecil disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sumber daya yang terbatas (limited resources), manajemen yang

kurang berpengalaman (inexperienced management), dan kurangnya stabilitas keuangan (lack of financial stability).

b. Permasalahan yang dihadapi pemerintah

Berdasarkan pengalaman selama ini, ada kesan bahwa pemerintah memandang penanganan masalah UMKM lebih sebagai masalah sosial daripada masalah bisnis, yaitu dengan adanya proteksi atau pemberian fasilitas kepada sektor usaha tersebut terlalu berlebihan sehingga kebijakan UMKM yang dibuat oleh pemerintah ini kurang menekankan pada pendekatan pasar untuk menghadapi persaingan (Azis dan Rusland, 2009:13). Misalnya, sampai saat ini suku bunga murah untuk UMKM masih menjadi isu utama di Indonesia walaupun sudah ada berbagai penelitian dan proyek percontohan yang membuktikan bahwa suku bunga pasar bukan merupakan

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 42-61)

Dokumen terkait