• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tantangan dan Peluang UMKM

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 66-71)

a. Tantangan

Tantangan yang dihadapi UMKM pada umumnya menurut Tambunan (2000:170), adalah terutama dalam aspek – aspek berikut ini:

1) Perkembangan teknologi yang pesat

Perubahan teknologi memengaruhi ekonomi atau dunia usaha dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perkembangan teknologi memengaruhi metode atau pola produksi, komposisi serta jenis material/input, dan bentuk serta kualitas produk yang dibuat. Sedangkan dari sisi permintaan, perubahan teknologi membuat pola permintaan berbeda. Pada periode awal setelah perubahan tersebut lebih banyak berasal dari perusahaan atau industri, sedangkan dari masyarakat, setelah mereka diperkenalkan dengan produk – produk baru yang mengandung teknologi baru, maka permintaan konsumen di pasar juga akan berubah. Jadi, berkaitan dengan ini, survival capability dari UMKM sangat tergantung pada tingkat fleksibilitasnya dalam melakukan penyesuaian – penyesuaian di segala bidang yang berkaitan dengan perubahan teknologi. Dengan demikian, penguatan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini sangatlah penting.

2) Persaingan semakin bebas

Dengan diterapkannya sistem pasar bebas dengan pola atau sistem persaingan yang berbeda ditambah lagi dengan perubahan teknologi yang berlangsung terus dalam laju yang semakin cepat dan perubahan selera masyarakat yang terutama akibat pendapatan masyarakat yang terus meningkat, maka setiap pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

bahkan Usaha Besar (UB) di Indonesia ditantang, apakah mereka sanggup menghadapi/menyesuaikan usaha mereka. 3) Pemberdayaan UMKM oleh pemerintah

Dalam GBHN 1999 – 2004 tercantum beberapa misi yang diantaranya:”Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan…” Pemberdayaan ekonomi rakyat akan terasa semakin penting, jika kenyataan menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sebenarnya berbasis ekonomi rakyat. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan. Indonesia sendiri jelas memiliki basis ekonomi rakyat karena 90 persen dari total jumlah unit usaha (business entity) dalam wujud usaha kecil, yaitu menyediakan sekitar 80 persen kesempatan kerja, melakukan lebih dari 65 persen kegiatan distribusi, mengerjakan kegiatan produksi bagi sekitar 55 persen produk dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, dan keberadaannya tersebut merata di seluruh Indonesia (Bobo dalam Yustika, 2006:53). Menurut Ananda dalam Yustika (2006:53), seharusnya dengan potensi yang dimiliki UMKM tersebut mampu meningkatkan peran UMKM yang potensial dalam meningkatkan pasokan barang serta persaingan, menyesuaikan dan mengembangkan teknologi, menciptakan ragam pasar baru, dan mampu meningkatkan kesempatan kerja dan hasil produksi. Adanya potensi besar yang dimiliki UMKM tersebut, seharusnya mendorong pemerintah untuk terus memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan UMKM kedepan, diantaranya melalui beberapa kebijakan yang mampu mengembangkan UMKM di Indonesia melalui program – program pemberdayaan dan pembangunan UMKM.

b. Peluang

Menurut Tambunan (2002:170), akibat krisis ekonomi dan perubahan politik, muncul banyak peluang besar bagi UMKM, antara lain:

1) Akibat krisis

Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi UMKM. Dari sisi penawaran, krisis ini memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output (bukan produktivitas) di UMKM lewat labour market effect, yaitu pertumbuhan jumlah unit usaha, jumlah pekerja, atau pengusaha akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat dari banyaknya pekerja di usaha menengah dan besar yang di PHK-kan). Dorongan positif lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya tawaran dari usaha besar untuk melakukan mitra usaha atau aliansi dengan usaha kecil dan menengah karena kondisi yang memaksa.

2) Otonomi daerah

Kebijakan pemerintah di dalam pengembangan pemerintah daerah atau otonomi daerah juga merupakan suatu peluang besar bagi UMKM di daerah karena salah satu syarat utama untuk menjadi otonom adalah bahwa daerah yang bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai roda perekonomian. Ini berarti perlu adanya kegiatan – kegiatan atau lembaga – lembaga ekonomi lokal, termasuk UMKM yang akan memberikan pendapatan daerah. Jadi, peranan UMKM di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrument kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antarwilayah, tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah.

3) Jumlah unit usaha yang besar

Di Indonesia, jumlah UMKM hingga tahun 2013 mencapai 57,9 juta unit lebih. Jumlah tersebut bukan merupakan angka yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa minat usaha dari masyarakat kecil di Indonesia sangat besar (Farida, 2011:44).

4) Indeks Kebijakan Pengembangan UMKM

Menurut hasil penelitian ASEAN Working Group melalui kerja sama dengan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan Organization for Economic Research Cooperation and Development (OECD) (yang dikutip dalam majalah kontan edisi khusus, terbit Januari 2016) mengenai Indeks Kebijakan UMKM di ASEAN pada tahun 2014, indeks kebijakan pengembangan UMKM di Indonesia mencapai 4,1. Angka ini diatas indeks rata – rata ASEAN sebesar 3,7. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya para pelaku usaha kecil di Indonesia tergolong sudah siap dalam menghadapi MEA yang telah bergulir sejak tanggal 31 Desember 2015.

C. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 1. Perlunya Pengembangan UMKM

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:489). Di lain pihak, Yustika (2006:57) berpendapat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara “sistem” yang berlaku di UMKM dan Usaha Besar (UB). Ia mengatakan bahwa UMKM, terutama usaha mikro dan kecil bukan merupakan “bentuk mikro atau kecil dari usaha besar” sehingga pengembangannya tidak berarti yang

mikro dan kecil harus dibesarkan atau yang informal harus diformalkan. Jika pengaturan kebijakan pengembangan UMKM dilakukan dengan mind-set usaha besar, maka akan sulit diperoleh tingkat efektivitas yang tinggi. UMKM merupakan sebuah karakter tersendiri yang perlu diapresiasi dan pengembangannya harus dilakukan atas dasar apresiasi itu.

Akhirnya, terdapat beberapa aspek kunci yang harus diperhatikan dalam pengembangan UMKM. Yustika (2006:59) mengatakan bahwa aspek – aspek kunci tersebut terdiri dari:

1) Pemerintah harus membantu pengembangan UMKM dalam bentuk pelayanan di bidang hukum, misalnya atas kepemilikan aset produktif. Selama ini kegiatan dan pelaku UMKM hampir selalu berada pada urutan terbawah dalam prioritas penegakan perlindungan atas aset produktif. Contohnya, kepemilikan lahan pertanian produktif oleh para petani kecil sering diciderai, artinya hak atas lahan tersebut sangat mudah berpindah tangan ke pihak lain yang lebih memahami aspek formal – legalistik dalam hukum pertanian serta memiliki modal yang lebih besar. Selain itu, saat ini produk – produk spesifik dari ekonomi rakyat seperti tahu – tempe, batik, dan jamu mulai dipatenkan dan diakui hak ciptanya oleh pihak lain. Dengan demikian, kepastian hukum pada layanan perizinan untuk menjalankan usaha menjadi sangat penting dalam mendukung aset produktif rakyat.

2) Pemberian izin usaha yang cepat, transparan, murah, dan pasti.

3) Tersedianya sistem pembiayaan yang sesuai dengan karakter usaha UMKM. Artinya, undang – undang perbankan seharusnya lebih memungkinkan ekonomi

rakyat memperoleh akses yang terbuka terhadap layanan perbankan.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 66-71)

Dokumen terkait