• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdana adalah hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat beragama.

Semua agama mengajarkan pada ummatnya untuk berdana. Dalam agama Buddha pun diajarkan tentang berdana. Sang Buddha sering menjelaskan dana dalam berbagai kesempatan kepada siswa-siswa dan para bhikkhu serta kepada umat awam sebagai salah satu dari perbuatan baik. Beliau menjelaskan bahwa dana adalah suatu pemberian yang ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Dana juga merupakan pelepasan sebagian miliki umat kepada makhluk lain tanpa ada pamrih

36

Adi Suhardi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988, h. 11

apapun. Hal ini dijelaskan oleh Sang Buddha guna menangkal berbagai anggapan dari kelompok lain bahwa ajaran Sang Buddha sama dengan ajaran mereka.37 Kelompok-kelompok lain pada zaman Sang Buddha dahulu juga

mengajarkan tentang dana, tetapi disertai dengan persembahan kepada dewa- dewa agar mereka memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada ummatnya. Inilah contoh dana yang disertai dengan harapan-harapan. Sedangkan dalam ajaran Buddha dana adalah salah satu dari sepuluh perbuatan baik yang merupakan suatu pemberian, derma, atau pelepasan sebagian milik umat itu sendiri kepada makhluk lain tanpa menginginkan imbalan. Bila umat berdana pasti ada pahalanya, karena hal ini sesuai dengan kerja hukum kamma bahwa segala perbuatan pasti ada akibatnya. Sang Buddha juga menjelaskan bahwa jika dana yang diberikan disertai dengan suatu harapan-harapan akan mengurangi buah atau pahala berdana itu

sendiri.38 Dari gambaran di atas tampak bahwa umat Buddha meyakini bahwa

perbuatan baik itu adalah usaha untuk kemandirian manusia itu sendiri, dalam arti bahwa manusia tidak bergantung kepada dewa-dewa atau Tuhan menurut

keyakinan para umat Buddha. Sang Buddha sebagai guru para dewa dan manusia mengajarkan kepada

para siswa-Nya untuk selalu gemar berdana. Sang Buddha menerangkan bahwa ketika beliau menjadi bodhisatta, beliau selalu berusaha menyempurnakan dasa paramita yang salah satunya adalah berdana. Dalam sepuluh paramita, dana

merupakan urutan yang pertama dan sering dilakukan oleh bodhisatta.39 Dalam kesempurnaan paramita, seorang bodhisatta menyempurnakan

dana paramita dalam tiga tingkatan. Pertama dana paramita yaitu kesempurnaan dari dana biasa (materi), kedua upadana paramita yaitu kesempurnaan-

37

“Berdana, Menyempurnakan Paramita”, Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12

38

Adi Suhardi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988, h.13

39

kesempurnaan dekat (memberikan anggota badan), dan ketiga adalah paramatha dana paramita yaitu kesempurnaan mutlak (memberikan kehidupannya untuk makhluk lain). Dengan usaha yang gigih dalam menyempurnakan dana paramatha dan juga paramita yang lain akhirnya beliau mencapai penerangan

kesempurnaan.40 Untuk mencapai tujuan akhir, beliau tidak hanya memberikan materi

atau barang tetapi juga anggota tubuhnya, bahkan mengorbankan kehidupannya sendiri. Hal ini beliau lakukan untuk mengikis nafsu keserakahan yang bersemayam dalam batinnya. Sebagai manusia biasa yang diliputi dosa dan keserakahan, gemar berdana adalah salah satu cara mengikis nafsu di atas. Walaupun dana yang diberikan sebatas materi dan bentuk dana lainnya.41 Selain dana tersebut, masih ada lagi dana mulia lainnya yaitu kathina

dana. Kathina dana berbeda dengan lainnya. Berdana pada bhikkhu tidak berarti melakukan kathina dana, tetapi berdana kepada bhikkhu Sangha yang telah

menjalankan vassa merupakan kathina dana.42 Para bhikkhu selama musim vassa sepanjang tiga bulan menetap di

suatu tempat untuk belajar dan praktek dhamma. Mereka mengembangkan perbuatan baik, melatih sila dan bermeditasi. Ibarat sepetak sawah yang sedang diolah agar menjadi subur, demikianlah para bhikkhu bervassa. Sangha akhirnya pun dikenal sebagai ladang subur untuk menanam jasa. Maka ketika tiba hari

40

Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11

41

Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12

42

kathina, umat Buddha dapat menabur benih di ladang yang subur sehingga dapat memetik hasil yang melimpah ruah.43 Kathina merupakan kesempatan yang paling baik bagi umat untuk

berdana. Berdana pada Sangha di bulan kathina berarti memberikan sumber kebahagiaan bagi umat, karena mendapat kesempatan berdana pada Sangha dan sumber kebahagiaan para bhikkhu, karena mereka dapat memberikan kesempatan bagi umat untuk berbuat baik. Kedua kamma pahala inilah yang dapat

melestarikan dhamma baik oleh para bhikkhu maupun oleh umat.44 Bertambahnya pengertian umat akan arti pentingnya berdana terutama

kathina dana, telah mendorong mereka untuk melaksanakan perayaan kathina, sehingga perayaan kathina dilakukan di vihara-vihara atau di cetiya-cetiya di berbagai daerah. Tidak jarang satu kota yang memiliki beberapa vihara

mengadakan perayaan kathina beberapa kali.45 Adapun dana yang dapat umat berikan berupa empat kebutuhan pokok

yaitu jubah, atau bahan jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Empat kebutuhan pokok tersebut merupakan kebutuhan bagi semua orang. Memberikan kebutuhan berupa tempat tinggal bukan berarti membawa rumah BTN atau rumah dengan sistem knok down yang kini sedang populer itu. Tempat tinggal yang di

43

“Kemanakah Dana Kathina Anda?”, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11

44

“Kemanakah Dana Kathina Anda?”, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11

45

sini berarti kuti46 yang ada di vihara, yang merupakan sumbangan umat ketika dalam pembangunannya.47 Di samping itu, umat juga memberikan keperluan yang lainnya seperti

sabun, sikat gigi, handuk, pasta gigi dan benda-benda lainnya. Banyaknya dana yang diberikan kepada para bhikkhu tergantung kepada pribadi masing-masing, tergantung kepada kerelaan, dan faktor-faktor lainnya yang ada dalam benak umat

masing-masing.48 Akibat banyaknya umat Buddha yang merayakan kathina, vihara-vihara

yang cukup besar dan terkenal menjadi supermarket. Sabun, pasta gigi, sikat gigi, handuk, kain putih, dan lain sebagainya sangat banyak. Tentu saja tidak semuanya digunakan oleh para bhikkhu. Akhirnya dana tersebut disalurkan kembali kepada umat yang memerlukan di daerah atau diserahkan ke panti asuhan dan dalam beberapa tahun terakhir ini, umat Buddha lebih senang memberikan uang. Hal ini disebabkan karena umat tidak tahu apa yang dibutuhkan oleh para bhikkhu dan dengan uang itu tentu bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dana yang akan dipersembahkan pada saat kathina bukan hanya untuk bhikkhu tertentu saja atau kepada bhikkhu yang disenangi atau kepada bhikkhu yang sering memberikan khotbah dhamma di vihara. Dana tersebut dipersembahkan kepada

Sangha,49 bukan kepada pribadi bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut.50

46

Kuti adalah tempat tinggal para bhikkhu dan samanera yang berada di sekitar vihara

47

Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”,Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 4

48

Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 6

49

Sangha adalah pemimpin tertinggi yang ada dalam agama Buddha

50

Berdasarkan keterangan diperoleh keterangan bahwa tampak dengan

jelas adanya perubahan pemikiran dalam Budhisme, bukan nilai pahala atau balasan dari Tuhan, namun kepentingan dan kebutuhan manusia dalam hal ini para penganut agama Buddha dan para bhikkhunya. Dari perayaan kathina yang dilakukan di berbagai daerah, khususnya di

Indonesia para bhikkhu menerima dana kathina. Persembahan dana itu dapat berupa empat kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Selain itu seorang bhikkhu dapat menerima dana materi berupa uang. Dengan demikian persembahan dana dalam kathina merupakan persembahan umat berupa bahan jubah atau jubah, di samping dana-dana lainnya yang merupakan empat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan.

BAB III

VIHARA BUDDHA METTA ARAMA MENTENG JAKARTA

A. Sejarah Singkat Vihara Buddha Metta Arama

Lahirnya vihara Buddha Metta Arama ini dipelopori oleh seorang

pengusaha kaya raya yang memang memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia. Beliau ini tidak segan-segan untuk memberikan sebagian hartanya guna mengembangkan agama Buddha di Indonesia. Pengusaha kaya raya tersebut yang peduli terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia belakangan ini kerap kali dikenal dengan sebutan Dra. Sri Hartati Murdaya. Dra. Sri Hartati Murdaya adalah seorang pengusaha terkenal beserta

suaminya memiliki rumah mewah yang beralamat di jalan Lembang Terusan D59 Jakarta dengan luas tanah sekitar 250 m2 bermaksud menghadiahkan rumah tersebut untuk dijadikan vihara Buddha Metta Arama. Pengambilan nama vihara ini berawal dari pemikiran beliau tentang adanya vihara di dalam rumah. Oleh karena letak vihara ini di dalam rumah, maka beliau namakan arama yang kini resmi dinyatakan dengan sebutan vihara Buddha Metta Arama. Vihara Buddha Metta Arama ini kemudian diresmikan menjadi tempat ibadah pada tanggal 15 September 1997. 51 Dra. Sri Hartati Murdaya pada awalnya adalah seorang penganut agama

Buddha yang taat, namun karena banyaknya permasalahan yang ia hadapi

51

terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah kehidupan dunia, maka akhirnya ia mengalami kehampaan spriritual yang mengakibatkan dirinya tidak lagi berpedoman kepada ajaran Sang Buddha dalam setiap tingkah lakunya dan cenderung meninggalkan pesan-pesan Buddha yang mengajarkan tentang hidup sederhana. Mungkin hal inilah yang kemudian ia sebut sebagai kehampaan

spiritual.52 Berlatar belakang dari kehampaan spiritual inilah kemudian ia

menghadihakan rumahnya untuk dijadikan vihara sebagai bentuk kepeduliannya kepada para bhikkhu dan sekaligus menemukan jalannya sesuai dengan ajaran- ajaran Buddha yang selama ini ia tinggalkan dan campakkan. Kerelaan Sri Hartati Murdaya untuk memberikan rumahnya agar dijadikan sebagai vihara ini terbukti dengan banyaknya fasilitas rumah yang seharusnya ia pergunakan untuk

kepentingan bisnis, kini ia digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan vihara. Berkat kemurahan hati beliau dan sebagai penganut agama Buddha yang

taat, maka sekarang ini telah berdiri sebuah vihara di tengah-tengah perumahan mewah yang diberi nama Vihara Buddha Metta Arama. Vihara ini terletak di jalan Lembang Terusan D59, Telp. (021) 331961 Jakarta 10310 – Indonesia. Kini Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta ini dihuni oleh 5

orang bhikkhu dan 4 orang samanera. Semua kebutuhan pokok bhikkhu dan 4 orang samanera ini seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan ditanggung oleh seorang pengusaha terkenal bernama Dra. Sri Hartati Murdaya. Dengan demikian tugas para bhikkhu dan siswanya saat ini hanyalah mengajarkan pesan-

52

pesan Buddha dan tidak perlu memikirkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia, karena urusan dunia telah ada yang mengaturnya. Untuk menjaga kelestarian agama Buddha ini, diperlukan para bhikkhu

yang memiliki kualitas keilmuan tentang agama Buddha. Sedangkan untuk menghasilkan para bhikkhu yang berkualitas dibutuhkan dana yang tidak sedikit dalam memenuhi kebutuhan para bhikkhu. Oleh sebab itu, dibutuhkan donatur- donatur terutama di kalangan umat Buddha untuk menopang kehidupan para bhikkhu. Saat ini mungkin umat Buddha sangat mengharapkan donator-donatur yang memiliki kepekaan terhadap perkembangan agama Buddha seperti sosok Dra. Sri Hartati Murdaya. Di samping sebagai donatur yang memiliki kepekaan terhadap perkembangan agama Buddha, beliau juga merupakan salah satu pejabat dari organisasi WALUBI.

Dokumen terkait