• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.3 Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang Tua/Pengasuh

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar orang tua/pengasuh mengakui bahwa mereka memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Setiap responden memiliki hambatan yang berbeda dalam upaya memberikan makanan bergizi pada anak HIV.

Menurut Achmat (2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya.

Informan A mengakui memiliki hambatan kelelahan dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Hal ini karena informan A sudah tua dan informan A sendiri yang harus membuat makanan untuk anak terinfeksi HIV. Makanan yang diberikan kepada anak yang informan A asuh memang berbeda dari anak tidak terinfeksi. Informan A akan merebus kemudian menghaluskan bahan makanan hingga menjadi bubur lunak dan kental. Kemudian bubur tadi dimasak kembali hingga lebih mengental dan ditambah sedikit nasi setiap anak akan makan. Informan A membuat 5 sampai 7 porsi bubur dalam satu kali masak. Sehingga untuk beberapa waktu makan, informan A hanya akan menghangatkan bubur yang sudah dibuat dan ditambahkan nasi.

Menurut Sediaoeatama (2008), pada umumnya anak-anak yang masih kecil mendapatkan makanannya secara dijatah oleh ibu atau pengasuhnya dan tidak memilih

serta mengambil sendiri mana yang disukainya. Ditambah lagi, usia anak-anak ini, anak memiliki masalah kesulitan makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan dari kebiasaan makan makanan di luar (Novita, 2011). Untuk itu sangat diperlukan ketelatenan dalam memberikan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.

Informan lainnya seperti informan B, informan C, dan informan D memiliki hambatan pada anak, yakni nafsu makan anak yang kurang baik. Ketiganya mengakui jika anak mereka sering kali memiliki nafsu makan yang kurang. Hal ini sangat memengarui orang tua dalam menyediakan makanan anak. Orang tua/pengasuh akan menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli makanan instan yang lebih disukai anaknya supaya anak kenyang.

Usia 3 -5 tahun, anak sudah mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi, usia 6-9 tahun lebih suka jajan, makan makanan manis, kurang serat. Sedangkan usia 10-19 tahun anak mulai tumbuh menuju kematangan seksual dan fisik. Diketiga periode ini anak memerlukan asupan gizi yang cukup untuk menunjang kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya, ditambah lagi anak sudah mulai banyak memiliki aktifitas. Ketersediaan makanan yang ingin mereka makan akan memengaruhi nafsu makan anak tersebut (Kurniasih, 2010).

Ada pula informan yang merasa tidak memiliki hambatan yaitu informan E. Hal ini karena anak yang diasuhnya sudah cukup besar dan sudah memiliki kesadaran untuk mandiri. Anak A memang memiliki nafsu makan yang bagus, sudah bisa menentukan jam harus makan dan memilih makan makanan rumah jika merasa lapar.

Sejalan dengan yang diutarakan Kurniasih (2010), menginjak usia remaja, umumnya anak mempunyai nafsu makan yang lebih besar, sehingga tak jarang anak mencari makanan tambahan diluar waktu makan.

Selain control beliefe, persepsi atas kontrol perilaku juga dipengaruhi oleh kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku. Adanya kekuatan yang memfasilitasi atau menghambat tingkah laku mempengaruhi seseorang untuk menampilkan perilaku. persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku.

Informan A yang merasa memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak dari dirinya sendiri karena merasa kelelahan, memiliki keyakinan yang kuat dapat mengatasi hambatannya tersebut. Informan A memiliki sumber daya dan motivasi yang kuat agar dapat menyediakan makanan bergizi pada anak. Melihat anak asuhnya dapat mengikuti pelajaran disekolah dan dapat bermain seperti anak yang tidak terinfeksi membuat informan A bersemangat agar dapat memberikan makanan bergizi pada anak.

Selain informan A, informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain itu, nafsu makan anak yang baik membuat informan E bersemangat menyediakan makanan bergizi.

Informan C juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatannya memberikan makanan bergizi kepada anak. Meski memiliki hambatan dalam

memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, informan C akan mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini seperti, memasak makanan yang anak suka, membelikan makanan atau cemilan yang anak sebagai pengganjal perut sementara bahkan informan C akan memaksa anaknya makan jika anak masih tidak mau makan.

Dalam theory of planned behavior, persepsi atas kontrol perilakudapat langsung mempengaruhi perilaku seseorang. Pada penelitian ini dapat terlihat, orang tua/pengasuh yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat juga memiliki pemenuhan kecukupan gizi harian yang baik.

Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi tidak akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan mengganti makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan. Orang tua juga merasa kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya makan.

Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah terhadap kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Lemahnya persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki orang tua/pengasuh ini berdampak pada kecukupan gizi harian anak yang kurang.

Persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi bagaimana ia mempersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu (Achmat, 2010). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan. Berdasarkan penelitian Nuri, dkk (2012),

pengetahuan memiliki hubungan yang sangat signifikan dalam memotovasi seseorang untuk berperilaku. Pemberian pengetahuan mempengaruhi antisipasi terhadap situasi yang akan dating. Oleh karena itu, pemberian pengetahuan mengenani makanan bergizi yang dibutuhkan anak HIV diharapkan dapat memotivasi orang tua/pengasuh untuk mewujudkan perilaku tersebut.

Dokumen terkait