TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI
YAYASAN TEGAK TEGAR WILAYAH JAKARTA TIMUR
TAHUN 2013
Skripsi
FETY FATHIMAH
108101000020
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI
Skripsi Januari 2014
Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 halaman, 6 tabel, 5 bagan, 6 lampiran
kata kunci: gizi anak, HIV-AIDS, perilaku orang tua/pengasuh
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, hingga bulan Juli 2012 tercatat 5,2% kasus HIV-AIDS diderita oleh anak. Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013, 10 anak yang menjadi sampel memiliki asupan energi yang kurang dari asupan yang dianjurkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi perilaku orang tua dalam upaya memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV-AIDS di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur menggunakan theory of planned behavior dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan selama bulan April – Oktober 2013 kepada 5 orang tua/pengasuh anak HIV-AIDS. Wawancara mendalam dan observasi digunakan dalam pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan di rumah responden penelitian.
Hasil penelitian menunjukan masih terdapat anak yang kebutuhan gizinya kurang terpenuhi. Perceive behavior control memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku orang tua/pengasuh. Terlihat rendahnya perceive behavior control dan niat orang tua/pengasuh mempengaruhi pemberian makanan bergizi anak meskipun sikap orang tua/pengasuh baik dan orang tua yakin bahwa orang disekitarnya akan mendukung perilaku mereka.
Daftar bacaan: (58)
NUTRITION DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, Januari 2013
Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 pages, 6 table, 5 diagram, 8 attachment
keywords: child nutrition, HIV-AIDS, parent/caregiver behavior
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is a collection of symptoms of diseases caused by the immune system by HIV (Human Immunodeficiency Virus). According to the Directorate General of Disease Control and Environmental Health, as of July 2012 reached 5.2% of HIV-AIDS cases suffered by children. The worsening of the nutritional status is the highest risk of HIV / AIDS. Based on a preliminary study conducted in February 2013, 10 children sampled had energy intake less than the recommended.
This study aims to determine the factors underlying the behavior of parents effort to provide nutritious food to children infected with HIV-AIDS in Yayasan Tegak Tegar East Jakarta. This study using theory of planned behavior and a qualitative approach. This research was conducted during April - October 2013 to 5 parent / nannys of child with HIV-AIDS. In-depth interviews and observations used in data collection. Data collection was conducted in the study respondents.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Fety Fathimah Al Mubarokah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Maret 1990
Umur : 24 Tahun
Status Menikah : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. H. Baping Rt. 004 RW. 09 No. 33 Ciracas,
Jakarta Timur
Nomor Telepon/HP : 021-8412156/ 089613090377
PENDIDIKAN FORMAL
1994 – 1995 : TK Islam Bustanul Haq, Jakarta Timur
1995 – 2001 : SDN 07 Ciracas, Jakarta Timur
2001 – 2004 : MTS Darul Marhamah, Bogor
2004 – 2007 : SMA Islam PB. Soedirman, Jakarta Timur
KATA PENGANTAR
Haturan puji serta syukur tak habis tercurah kepada Rabb Semesta Alam, Allah SWT, dengan kasih dan sayang-Nya mencurahkan ilmu, kekuatan serta kesabaran sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma Sholli ‘ala sayyidinaa Muhammad.
Skripsi berjudul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Diatas ketidaksempurnaan penulis sebagai manusia, penulis menyadari banyak pihak yang mendoakan, mendukung, memotivasi dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu haturan terima kasih ingin penulis ucapkan kepada:
1. Mamah dan Apah tersayang, terkasih, tercinta yang selalu melantunkan doa untuk anak-anaknya dalam setiap simpuhnya. Terima kasih atas kesabarannya, dukungannya, nasihatnya, dan segalanya.
2. Teteh, Aa, Uvi, Ade, Abang atas dukungan, doa dan kontrolingnya. My little monster: Kaisah, Afiqah, Zabir untuk hiburan pelepas penat.
3. Bapak Prof. Dr. dr. M. K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA, selaku pembimbing yang memberikan banyak masukan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, yang juga banyak membimbing, mendukung, dan
memotivasi saya untuk tidak kembali ‘menghilang’.
7. Ibu Minsarnawati, terima kasih untuk pelukan hangat dan dukungannya.
8. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta untuk perjuangan membagi ilmunya yang sangat berharga.
9. Mba yanti, mba udur, mba jimmy untuk komunikasi dan persaudaraan yang baru dan baik.
10.Sahabat setia: Oki Namiral, kaka eva terima kasih banyak untuk support, curhatan, dukungan semua-semuanya dan ngga pernah bosennyanya.
12.Mba Fit, Erni, ka takim untuk bimbingannya, Titi, Iin, Dita, Falih, Inggar, semua temen-temen Kesmas 2008 dan temen-temen PAMI yang turut mendoakan, kasih masukan dan mencoba membantu selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Jakarta, Januari 2014
LEMBAR PERNYATAAN ………. i
LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii
ABSTRAK ………. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………. vi
DAFTAR ISI ………. ix
DAFTAR TABEL ………. xiii
DAFTAR BAGAN ………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xv
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ………. 5
1.4 Tujuan ………. 5
1.4.1 Tujuan Umum ………. 5
1.4.2 Tujuan Khusus ………. 5
1.5 Manfaat Penelitian ………. 6
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi ………. 6
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ……… 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 8
2.1 Pengertian HIV-AIDS ………. 8
2.1.1 Pengertian HIV ………. 8
2.1.2 Pengertian AIDS ………. 9
2.2 HIV-AIDS pada Anak ………. 10
2.3 Gizi Anak ………. 11
2.4 Gizi Anak HIV-AIDS ………. 13
2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV ………. 13
2.4.2 Masalah Gizi Pada Anak HIV ……… 16
2.5 Pengaruh Orang Tua/Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak ………. 17
2.6 Perilaku Manusia ………. 18
2.7 Teori Perilaku ………. 19
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theoy of Planned Behavior) ……… 21
2.7.1.1 Sikap ………. 26
2.7.1.1.1 Definisi Sikap ……….. 26
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap ………. 27
2.7.1.2 Norma Subjektif ………. 28
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif ……….. 28
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif ……….. 29
2.7.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku ……….. 29
2.7.1.3.1Definisi Persepsi Atas Kontrol Perilaku ……….. 29
2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi Atas Kontrol Perilaku ……….. 30
2.7.1.4 Niat ………. 31
2.7.1.4.1 Definisi Niat ……… 31
2.8 Penilaian Konsumsi Makan ……….. 32
2.9 Penilaian Kebutuhan Energi Pada Orang Sakit ………. 34
2.10 Kerangka Teori ………. 35
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………... 37
3.1 Kerangka Konsep ………. 37
3.2 Definisi Istilah ………. 38
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ………. 40
4.1 Desain Penelitian ……….. 40
4.3 Metode Pengumpulan data ………. 40
4.3.1 Wawancara Mendalam ………. 41
4.3.2 Observasi ………. 42
4.3.3 Telaah Dokuman ………. 42
4.4 Informan Penelitian ………. 43
4.4.1 Informan Utama ………. 43
4.4.2 Informan Pendukung ………. 43
4.5 Instrumen Penelitian ……….. 44
4.6 Pengolahan dan Analisis Data ………. 44
4.7 Validasi Data ………. 45
BAB V HASIL ………. 48
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar ………. 48
5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar ………. 48
5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar ………. 48
5.1.3 Susunan Kepengurusan ………. 49
5.1.4 Program dan Kegiatan ………. 50
5.2 Karakteristik Informan ………. 50
5.2.1 Informan Utama 50 5.2.2 Informan Pendukkung 52 5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh Terhadap Pemberian Makanan Bergizi ……….. 53
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ….………. 55
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ……… 56
5.6 Gambaran Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ……… 60
5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
……… 65
BAB VI PEMBAHASAN .………. 6.1 Sikap Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ………. 70
6.2 Norma Subjektif Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ……… 72
6.3 Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ……… 77
6.4 Niat Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ……….. 81
6.5 Perilaku Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi ………. 83
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Atas Kontrol Perilaku dan Niat Dalam Terbentuknya Perilaku Orang Tua/Pengasuh Terhadap Pemberian Makanan Bergizi ……….. 86
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……….. 90
7.1 Simpulan ………. 90
7.2 Saran ………. 91 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stres untuk Menetapkan Kebutuhan Energgi Orang Sakit
34
3.1 Definisi Istilah 36
4.1 Metode Triangulasi 46
5.1 Karakteristik Informan Utama 51
5.2 Keterpanuhan Asupan Zat Gizi Makro pada Anak HIV 63
5.3 Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak
HIV
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Theory of Planned Behavior 24
2.2 Kerangka Teori 35
3.1 Kerangka Konsep Penelitian 36
5.1 Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar 49
6.1 Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas
kontrol perilaku, dan niat orang tua/pengasuh terhadap perilaku orang tua
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan Menjadi Informan
Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Orang tua/pengasuh
Lampiran 4 Pedoman Wawancara pengurus yayasan
Lampiran 5 Verbatim
Lampiran 6 Matriks Wawancara
Lampiran 7 Matriks Observasi
1.1Latar Belakang
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya,
karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam waktu 5 – 20 tahun, artinya
dalam waktu 5 – 20 tahun setelah terdiagnosa AIDS semua penderita akan
meninggal (Depkes, 2000). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada laporan triwulan hingga bulan Juli
2012 kasus AIDS sebesar 5,2% kasus terjadi pada anak usia 0 – 14 tahun.
Kasus HIV/AIDS pada anak tidak bisa dianggap remeh karena menurut
Saloojee dan Violari (2001), terdapat perbedaan perjalanan penyakit pada anak
dan dewasa. Progresifitas penyakit HIV pada anak lebih cepat dibandingkan
dengan orang dewasa. Menurut Tindyebwa, dkk (2011), lebih dari 280.000 anak
dengan usia kurang dari 15 tahun meninggal karena AIDS pada tahun 2008.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS.
Kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi mempengaruhi perkembangan
penyakit, meningkatkan kesakitan dan mengurangi usaha tubuh untuk melawan
penyakit karena melemahnya imunitas disebabkan oleh malnutrisi (Hsu, 2006).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 oleh
memiliki konsumsi energi yang kurang dari yang dianjurkan. Melihat hal tersebut,
perlu kiranya melihat bagaimana perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan
makanan kepada anak yang terinfeksi HIV. Kurangnya asupan gizi yang terjadi
pada anak dengan HIV/AIDS tidak lepas dari perilaku pemberian makan atau pola
makan orang tua dan keluarga. Menurut Almatsier (2011), orang tua/ pengasuh/
saudara mempengaruhi ketersedian makan, pengetahuan gizi, harapan dan jumlah
makanan yang hendak dimakan, serta kandungan zat gizi dari makanan yang
ditawarkan.
Salah satu perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku gizi, dimana
terjadi suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan makanan dan minuman (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Menurut
Gibney dkk (2009), salah satu teori yang telah digunakan secara luas dalam
penelitian pemilihan makanan adalah theory reasoned action yang telah
dikembangkan menjadi theory of planned behavior. Theory of planned behavior
digunakan untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivational
terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau keinginan inidividu sendiri
(Achmat, 2010). Salah satu penelitian di bidang kesehatan yang didasarkan pada
TPB telah digunakan pada penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumsi makanan berserat pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan oleh Farhatun
(2012). Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa persepsi atas kontrol perilaku
memiliki kontribusi paling besar diantara variabel Theory of planned behavior
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (2003), LSM
memiliki peran penting dalam penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia karena
dapat menjangkau orang-orang dan kelompok dengan kebutuhan khusus antara
lain kelompok remaja, agama, wanita, profesi, ODHA yang biasanya sulit
terjangkau oleh pemerintah. Salah satu LSM yang mendampingi anak terinfeksi
HIV-AIDS adalah Yayasan Tegak Tegar. Wilayah Jakarta Timur merupakan
salah satu wilayah yang menjadi cakupan pendampingan Yayasan Tegak Tegar.
Tercatat 17 anak terinfeksi HIV yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur yang
menjadi anggota di Yayasan Tegak Tegar.
Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan II, Tahun 2012,
dapat dilihat bahwa Jakarta Timur memiliki jumlah kasus HIV terbesar kedua
diantara 5 wilayah Jakarta lainnya dengan 417 kasus HIV. Jakarta Timur juga
daerah yang memiliki layanan konseling dan tes HIV terbanyak diantara 5
wilayah Jakarta lainnya dengan jumlah 13 tempat pelayanannya yang terdiri dari
rumah sakit, puskesmas, puskesmas cabang dan PKBI.
Penelitian untuk mengetahui perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian
makan kepada anak HIV belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal
berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan, sepuluh anak yang
menjadi sampel memiliki keterpenuhan asupan gizi yang kurang. Sedangkan
kasus HIV-AIDS pada anak tidak bisa diremehkan karena keadaan kurang gizi
mempengaruhi perkembangan penyakit. Untuk itu, anak dengan HIV-AIDS
memerlukan asupan lebih dari anak yang tidak terinfeksi. Keterpenuhan asupan
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
melandasi perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian makanan bergizi
kepada anak terinfeksi HIV. Untuk mengetahui latar belakang perilaku orang
tua/pengasuh tersebut, peneliti menggunakan theory of planned behavior.
1.2Rumusan Masalah
Pada anak terinfeksi HIV, kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi
sangat mempengaruhi dalam perkembangan penyakit, peningkatan kesakitan dan
penurunan usaha tubuh untuk melawan penyakit karena melemahnya imunitas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keterpenuhan gizi anak adalah perilaku
orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi
HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa
sepuluh anak terinfeksi HIVyang menjadi sampel memiliki asupan gizi yang
kurang dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melandasi
perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makan kepada anak dengan HIV
menggunakan theory of planned behavior yang merupakan teori perilaku tingkat
intrapersonal atau individual.
Penggunaan theory of planned behavior ini karena teori ini dikembangkan
untuk memprediksi perilaku-perilaku yang tidak di bawah kendali individu atau
memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan
1.3Pertanyaan Penelitian
1.Bagaimana gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV?
2.Bagaimana gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV ?
3.Bagaimana gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV ?
4.Bagaimana gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan bergizi
pada anak terinfeksi HIV ?
5.Bagaimana gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV ?
1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Didapatkannya gambaran mengenai perilaku serta faktor yang
melandasi perilaku pemberian makanan bergizi yang dilakukan oleh orang
tua/ pengasuh kepada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah
Jakarta Timur dengan mengunakan theory of planned behavior.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.Diketahuinya gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV.
2.Diketahuinya gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak
3.Diketahuinya gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada
anak terinfeksi HIV.
4.Diketahuinya gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan
bergizi pada anak terinfeksi HIV.
5.Diketahuinya gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak
terinfeksi HIV.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi (Yayasan Tegak Tegar)
a. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang melandasi
terbentuknya perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi
HIV/AIDS berdasarkan theory of planned behavior.
b. Hasil analisa penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam pengambilan keputusan oleh pihak terkait.
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan
masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi HIV.
b. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan dan dapat dijadikan data
pembanding pada penelitian dengan topik yang sama.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan untuk
mendapatkan gambaran mengenai perilaku serta faktor yang melandasi
pada anak terinfeksi HIV/AIDS menggunakan theory of planned behavior.
Penelitian dilakukan pada bulan April – Oktober 2013.
Pengambilan data primer dari beberapa sumber informan dengan teknik
wawancara mendalam serta observasi pada orang tua/ pengasuh yang mempunyai
anak terinfeksi HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Penelitian ini
menggunakan instrument penelitian berupa pedoman wawancara semistruktur
sesuai dengan theory of planned behavior serta food recall 24 jam dan pedoman
2.1Pengertian HIV-AIDS 2.1.1 Pengertian HIV
Human Immunodeficiency Syndrome (HIV) adalah retrovirus yang
termasuk golongan virus RNA (Ribonucleic Acid) dimana virus menggunakan
RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Disebut retrovirus karena
memiliki enzim reverse trancriptase, sehingga memungkinkan virus
mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk
DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang kemudian diintegrasikan ke dalam
informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat
memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus
baru yang mempunyai ciri- ciri HIV (Depkes, 2006).
Virus ini menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T
helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T memiliki
fungsi sebagai penghasil zat kimia yang berperan sebagai perangsang
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan
pembentukan antibodi. Sehingga jika virus sudah menyerang limfosit T, yang
terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit,
2.1.2 Pengertian AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Penderita infeksi HIV
dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukan gejala atau penyakit
tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan
virus HIV atau tes darah yang menunjukan jumlah CD4 < 200/mm3 (Depkes,
2006). Berdasarkan pedoman terapi ARV tahun 2011, ODHA tanpa gejala
klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapatkan ARV dianjurkan
mulai menjalani terapy ARV bila jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3.
Orang dengan HIV akan mengalami fase dimana tidak ada gejala
penyakit dan penderita tampak sehat sehingga dapat melakukan aktivitas fisik
secara normal namun dapat menularkan virus kepada orang lain. Fase ini
disebut fase asimtomatik. Setelah melalui fase tanpa gejala, memasuki fase
simtomatik, akan timbul gejala- gejala pendahuluan seperti demam,
pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik.
Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki
stadium AIDS. Fase simtomatik ini rata- rata berlangsung selama 1,3 tahun
yang berakhir dengan kematian (Kemenkes, 2011).
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat untuk menyembuhkan
penyakit HIV. Namun sudah ditemukan obat yang dapat menghambat
perkembangbiakan HIV. Pengobatan ARV ini terbukti bermanfaat
jarang ditemukan dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan
mortalitas dini (Depkes, 2006).
2.2HIV-AIDS pada Anak
Kasus AIDS pada anak pertama kali dilaporkan ke Center for Disease
Control and Prevention (CDC) pada tahun 1982. Dilaporkan hampir 9.000 anak
dengan usia di bawah 13 tahun menderita AIDS dan 5.000 anak kurang dari 15
tahun meninggal karena AIDS. Sebesar 91% kasus AIDS pada anak disebabkan
oleh perinatal transmission dan hampir menjadi penyebab terjadinya kasus baru
HIV pada anak (King, dkk, 2004). Presentase penularan HIV dari ibu ke bayi
cukup besar yaitu 25 – 45%. Selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian
ASI sampai 24 bulan memiliki resiko penularan HIV sebesar 30 – 45%
(Hasnawaty, 2011).
Terdapat perbedaan perjalanan penyakit HIV pada anak dan orang
dewasa. Anak dengan HIV memiliki progresivitas penyakit HIV lebih cepat
dibandingkan orang dewasa, anak juga memiliki jumlah virus lebih banyak
dibandingkan dengan orang dewasa, infeksi oporunistik juga sering muncul
sebagai penyakit primer dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena
berkurangnya sistem imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).
Pada anak HIV, lazim ditemukan abnormalitas metabolisme dan
pertumbuhan. Sejumlah penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Amerika
dan Afrika menunjukan bahwa, pertumbuhan yang buruk menjadi indikator
penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari
keparahan penyakit dengan mengonsumsi zat gizi penting (Arpadi, 2005).
2.3Gizi Anak
Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan
sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis
ketika masih berstatus bayi. Di tahun pertama kehidupan, panjang bayi bertambah
50%, tetapi tidak berlipat setelah usia bertambah sampai 4 tahun (Arisman, 2009).
Kondisi yang khas dan permasalahan pada anak usia 3-5 tahun adalah anak
mulai ingin mandiri. Dalam hal makanan pun anak usia ini bersifat sebagai
konsumen aktif. Artinya, mereka dapat memilih dan menentukan sendiri makanan
yang ingin dikonsumsi. Pada usia ini kerap terjadi anak menolak makanan
yangtidak disukai dan hanya mau mengonsumsi makanan favoritnya. Aktivitas
bermain juga kadang membuat anak menunda waktu makan. Jika orang tua tidak
memperhatikan, bisa saja anak baru minta makan menjelang waktu tidur saat ia
telah lelah beraktivitas seharian dan baru merasa lapar. Padahal, usia balita cukup
rawan karena pertumbuhan dan perkembangan diusia ini akan menentukan
perkembangan fisik dan mental anak diusia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih,
2010). Arisman (2009) menambahkan, perkembangan mental anak dapat dilihat
dari kemampuannya mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan.
Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini anak hanya mau makan
Menginjak kelompok usia selanjutnya, 6-9 tahun, anak mulai memiliki
aktivitas di luar rumah lebih banyak. Seperti sekolah, bermain, olah raga, dan lain
sebagainya sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih
banyak digunakan bersama teman dapat mempengaruhi jadwal makan anak,
bahkan terhadap pola makannya. Sehinga pada usia ini pola makan anak masih
peru diperhatikan karena gizi yang baik pada usia sekolah menjadi landasan bagi
ststus gizi, kesehatan dan stamina optimal pada usia selanjutnya.
Usia 10-15 tahun dikenal dengan masa pertumbuhan cepat, tahap pertama
dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan seksual. Selain itu,
cirri-ciri sek sekunder semakin tampak, serta terjadi perubahan yang signifikan
dalam kematanan psikologis dan kognitif. Dengan cirri spesifik itu, kebutuhan
energi dan zat gizi di usia remaja ditujukan untuk deposisi jaringan tubuhnya.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas fisik, remaja umumnya mempunyai nafsu
makan lebih besar sehingga sering mencari makanan tambahan, misal jajan diluar
waktu makan. Remaja pun menyukai makanan yang padat energi, yaitu manis dan
berlemak (Kurniasih, 2010).
2.3.1 Masalah Gizi Anak
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang
melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan
makanan untuk disantap. Buah dari ketergangguan ini utamanya berua
penyakit kronis, berat badan lebih atau kurang, pica, karies dentis, serta alergi
Menurut Novita (2011), masalah kesehatan yang muncul pada fase
anak-anak misalnya, kesulitan anak untuk makan karena terobsesi ingin main,
asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman
keracunan akibat dari kebiasaan makan di luar. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan sosial anak dibaca sebagai bagian dari peran nyata
orang tua dalam memberikan pelayanan kepada anak-anaknya. Seorang anak
yang kurang gizi, sesungguhnya menjadi bukti lemahnya peran orang tua
dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.
Kurniasih (2010) dalam hal ini menyarankan orang tua untuk kreatif
“membujuk” anak agar mau makan makanan bervariasi dan bergizi sesuai
kebutuhannya. Orang tua disarankan memperkenalkan beraneka ragam
makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk mencukupi
kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan dari rumah
juga terjamin lebih sehat dan aman.
2.4Gizi Anak HIV-AIDS
2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV
Berdasarkan WHO (2003), asupan gizi yang cukup adalah cara yang
dapat dicapai dengan mengkonsumsi asupan makanan yang sehat dan
seimbang. Hal ini penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup semua
individu tanpa memperhatikan status HIV.
Secara substansial, pangan yang dikonsumsi setiap hari terdiri atas
energi. Protein, karbohidrat dan lemak, tentu saja sangat heterogen, dan
tampaknya campuran dari ‘bahan bakar’ ini mempengaruhi fungsi jangka
panjang manusia (Siagian, 2010).
Energi dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga
berat badan dan aktivitas fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk
anak HIV lebih besar 10% dari anak yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk
anak yang mengalami penurunan berat badan dibutuhkan tambahan asupan
energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak tanpa HIV.
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang memiliki
peranan utama sebagai penyedia glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian
diubah menjadi energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari
karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan sistem saraf.
Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal energi. Kekuranga asupan
karbohidrat selain menyebabkan kurangnya asupan energi, kekurangan
karbohidrat juga menyebabkan pertumbuhan terganggu, ketidakseimbangan
natrium, PH cairan tubuh menurun dan dehidrasi (Almatsier, 2009).
Zat gizi penting lainnya dalah protein. Protein merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat
gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein
mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yiatu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.fungsi protein
lainnya yang sangat penting adalah pembentukan antibodi. Tinginya tingkat
oleh menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi karena
ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup
(Almatsier, 2009).
Asupan protein untuk penderita HIV lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang tidak terinfeksi. Sebesar 12 – 15% protein dibutuhkan dari total
asupan energi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk asupan lemak, belum ada
penelitian bahwa ada tambahan asupan lemak untuk penderita HIV.
Zat gizi penting penghasil energi lainnya adalah lemak. 1 gram lemak
menghasilkan 9 Kkal energi. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan
cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan lemak ini berasal dari
konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang berlebihan. Selain sebagai
sumber energi terbesar, lemak memiliki fungsi memelihara suhu tubuh,
sebagai alat angkut vitamin larut lemak, dan pelindung organ tubuh
(Almatsier, 2009).
Meskipun menurut WHO (2003), belum ada penelitian yang
menyatakan lemak dibutuhkan lebih oleh orang yang terinfeksi HIV namun,
lemak dibutuhkan untuk mereka yang sedang menjalani terapi antiretroviral
atau mengalami diare berkepanjangan. Menurut Almatsier (2004), lemak yang
dibutuhakan untuk penderita HIV adalah dalam jumlah yang cukup yaitu
10-25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi
pasien.
Selain asupan zat gizi makro, zat gizi mikro juga perlu diperhatikan
menyarankan penambahan asupan beberapa vitamin untuk meningkatkan
imunitas, seperti vitamin B kompleks, vitamin C dan E. Menurut Almatsier
(2004), syarat diet HIV-AIDS membutuhkan vitamin dan mineral tinggi yaitu
1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12, C,
E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemenuhan asupan gizi
dapat membantu anak terinfeksi HIV dengan status gizi kurang dalam
penyembuhan dari diare akut (Arpadi, 2005).
Menurut Arpadi (2011) , asupan gizi yang baik merupakan kunci dari
gaya hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang
optimal akan membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi
Antiretroviral mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu
untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik (Jama, 2010).
2.4.2 Masalah Gizi pada Anak HIV
Menurut Arpadi (2005), abnormalitas pada pertumbuhan dan
metabolisme sangat lazim terjadi pada anak yang terinveksi HIV. Lambatnya
pertumbuhan adalah manifestasi awal dari infeksi HIV pada anak yang akan
mempengaruhi kelangsungan hidup anak dengan HIV tersebut.
Terlambatnya pertumbuhan dan berkurangnya massa lemak bebas
sangat signifikan mempengaruhhi kelangsungan hidup. Kegagalan atau
terlambatnya pertumbuhan pada anak HIV seringkali disebabkan oleh
sekunder dari infeksi HIV adalah asupan makan yang tidak mencukupi, diare,
dan anemia. Penyebab sekunder dari gagalnya pertumbuhan ini sebenarnya
dapat dicegah, dibalik atau dikembalikan, serta didiubah atau dibatasi namun
memang rumit.
Infeksi gastrointestinal adalah hal yang biasa terjadi pada anak yang
menderita kurang gizi dan keterlambatan pertumbuhan. Infeksi
gastrointestinal ini juga sangat berperan menyebabkan lambatnya
pertumbuhan pada anak HIV. Anak yang terinfeksi HIV terlihat sangat mudah
diserang atau rentan terhadap penyakit diare (Arpadi, 2005).
2.5Pengaruh Orang Tua/ Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak
Menurut Almatsier (2011), salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
makan pada anak adalah pengaruh orang tua, pengasuh dan saudara. Ketiganya
dapat mempengaruhi ketersediaan makan, pengetahuan gizi, kandungan zat gizi
makanan yang ditawarkan, gaya dan kecepatan makan, harapan dan
model/jumlah makanan yang hendak dimakan, dan penggunaan makanan yang
tidak bergizi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fatimah (2008), disimpulkan
bahwa faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah
riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang dan tingkat sosial
ekonomi yang rendah, dan asupan zat gizi yang kurang. Pengetahuan orang tua
terutama terhadap gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang
makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Orang tua perlu memahami
pengetahuan tentang zat-zat yang dikandung dalam makanan, cara mengolah
makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain
sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orang tua dalam
menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Novita (2011) bahwa status gizi anak merupakan peran nyata orang
tua dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.
Dalam penelitian Fatimah (2008) diketahui bahwa anak yang menderita
gizi kurang memiliki riwayat penyakit infeksi. Asupan nutrisi yang rendah dan
terdapatnya penyakit infeksi pada anak pada peneitian Fatimah didominasi oleh
rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan yang memenuhi
kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan. Padahal menurut Kurniasih (2011),
untuk mengatasi masalah gizi pada anak, orang tua disarankan memperkenalkan
beraneka ragam makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan
untuk mencukupi kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan
dari rumah juga terjamin lebih sehat dan aman.
2.6Perilaku Manusia
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang amat luas
antara lain; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat dimati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007),
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar).
Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons. Terdapat dua faktor
yang yang mempengaruhi masing-masing orang dalam memberikan respon
terhadap suatu stimulus yakin, faktor internal dimana karakteristik orang yang
bersangkutan yang bersifat bawaan seperti jenis kelamin, tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, dan sebagainya. Faktor lainnya adalah faktor eksternal yakni
lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.7Teori Perilaku
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor
penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena merupakan
resultan dari berbagai faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku
manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Teori adalah seperangkat pernyataan atau prinsip yang dirancang untuk
diuji atau diterima secara luas dan dapat digunakan untuk memprediksi fenomena
alam (Hayden, 2009). Menurut Glanz, Rimer, Lewis (2002, dalam Hayden,
2009), teori adalah seperangkat konsep yang saling terkait, definisi, dan proporsi
yang menyajikan pandangan sistematis terjadi situasi hubungan dengan
menetapkan antar variabel untuk menjelaskan dan memprediksi peristiwa situasi.
Singkatnya, teori menjelaskan perilaku dan dengan demikian dapat menyarankan
cara untuk mencapai perubahan perilaku.
Selain teori, terdapat model yang dapat membantu memahami suatu
masalah tertentu dalam suatu lingkungan tertentu, yang mungkin satu teori saja
tidak bisa melakukan. Model adalah gabungan, campuran ide atau konsep yang
diambil dari sejumlah teori yang digunakan bersama-sama.
Teori dan model dapat membantu menjelaskan, memprediksi dan
memahami perilaku kesehatan. Keduanya menyajikan dasar atau kerangka kerja
yang dapat digunakan untuk intervensi pendidikan guna meningkatkan status
kesehatan.
Teori dan model dapat dibedakan berdasarkan tingkat pengaruh:
intrapersonal, interpersonal, dan komunitas.setiap jenis teori menjelaskan perilaku
dengan melihat bagaimana faktor-faktor yang berbeda mempengaruhi apa yang
kita lakukan.
Teori intrapersonal adalah teori yang berfokus pada faktor yang ada dalam
diri seseorang yang mempengaruhinya untuk berperilaku seperti, pengetahuan,
sikap, kepercayaan, motivasi, konsep diri, keterampilan dan pengalaman masa
adalah health belief model, theory of reasoned action, self-efficacy theory,
attribution theory and the transtheoritical model dan theory of planned behavior.
Teori lainnya adalah teori interpersonal yang mengasumsikan bahwa orang
lain dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Orang lain dapat mempengaruhi
perilaku dengan cara berbagi pemikiran, saran dan perasaan dengan dukungan
emosional dan bantuan yang mereka berikan.
Teori dan model terakhir adalah teori level komunitas yang berfokus pada
sistem sosial (komunitas, organisaasi, institusi, dan kebijakan publik), seperti
aturan, peraturan, kebijakan, perundang-undangan, dan norma. McLeroy et al,
1988, mengubah sistem sosial dari satu yang mempertahankan dan mendukung
perilaku sehat pada akhirnya mendukung perubahan perilaku individu (Hayden,
2009).
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of planned behavior)
Theory of planned behavior merupakan salah satu teori perilaku
intrapersonal. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya
yaitu theory of reasoned action yang memberikan beberapa bukti ilmiah
bahwa intens untuk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh attitudes
dan subjective norm. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah
membuktikan bahwa theory of reasoned action ini adalah teori yang cukup
memadai dalam memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun,
Ajzen melakukan meta analisis terhadap theory of reasoned action, ternyata
didapatkan suatu penyimpulan bahwa theory of reasoned action hanya berlaku
sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah
kontrol individu, karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfasilitasi
realisasi intens ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, Ajzen
menambahkan satu faktor anteseden bagi niat yang berkaitan dengan kontrol
individu, yaitu persepsi atas kontrol perilaku.
Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah theory of reasoned
action menjadi theory of planned behavior. Theory of reasoned action paling
berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yan di bawah kendali individu atau
kemauan individu, meskipun individu tersebut sangat termotivasi oleh sikap
dan norma subjektifnya, ia mungkin akan secara nyata menampilkan perilaku
tersebut. Sebaliknya, theory of planned behavior dikembangkan untuk
memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali
individu (Achmat, 2010).
Theory of planned behavior memperhitungkan bahwa semua perilaku
tidaklah di bawah kendali dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada
suatu titik dalam suatu kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai
sepenuhnya di luar kendali. Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya
ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menampilkan suatu perilaku.
Dalam keadaan ekstrim yang sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat
kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya
kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau keterampilan.
Faktor-faktor pengendali tersebut terdiri atas Faktor-faktor internal dan Faktor-faktor eksternal.
sters, dan sebagainya. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan
faktor-faktor lingkungan (Achmat, 2010).
Oleh sebab itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen
memodifikasi theory of reasoned action dengan menambahkan anteseden
intens yang ke tiga yang disebut persepsi atas kontrol perilaku. Dengan
tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang teorinya menjadi
theory of planned behavior. Persepsi atas kontrol perilaku menunjukan suatu
derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu
perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung
tidak akan membentuk suatu niat yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku
tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan
untuk melakukan meskipun ia memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa
orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya (Achmat, 2010).
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari theory of planned behavior ini,
antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh
motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan
individu sendiri. Selain itu, teori ini berguna untuk mengidentifikasi
bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan
perilaku dan juga untuk menjelaskan tiap aspek penting beberapa perilaku
manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang
Bagan 2.1
Theory of Planned Behavior
Modifikasi dari Theory of Planned Behavior , Ajzen (2005)
Theory of reasoned action dan theory of planned behavior dimulai
dengan melihat intens atau niat berperilaku sebagai anteseden terdekat dari
suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat niat seseorang untuk
menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia
melakukannya (Achmat, 2010). Informasi kedua yang dapat diperoleh adalah
bahwa niat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah
laku yang dimaksud (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective
norm), dan persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki (perceive behavioral
control).
Informasi lainnya yang didapatkan dari bagan diatas adalah bahwa
masing-masing faktor yang mempengaruhi niat (sikap, norma subjektif,
persepsi atas kontrol perilaku ) dipengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu
belief. Faktor belief atau keyakinan, merupakan dasar penggerak dalam
berperilaku. Faktor keyakinan masing-masing terhadap sikap adalah
behavioral belief yaitu keyakinan bahwa akan berhasil atau tidak berhasil
dalam suatu tindakan, terhadap norma subjektif adalah keyakinan normatif
yaitu keyakinan bahwa tindakannya didukung atau tidak didukung oleh orang
tertentu ataupun masyarakat, dan terhadap persepsi atas kontrol perilaku
adalah control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu melakukan
tindakan karena didukung sumberdaya internal dan eksternal. Baik sikap,
norma subjektif, maupun persepsi atas kontrol perilaku merupakan fungsi
perkalian dari masing-masing beliefs dengan faktor lain yang mendukung.
Selain itu persepsi atas kontrol perilaku merupakan ciri khas theory of
planned behavior ini terdapat dua cara atau jalan yang menghubungkan
tingkah laku dengan persepsi atas kontrol perilaku . Cara yang pertama
diwakili dengan garis penuh yang menghubungkan persepsi atas kontrol
perilaku dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara niat.
Hubungan yang tidak langsung ini setara dengan hubungan dua faktor lainnya
dengan tingkah laku. Ajzen (2005) berasumsi bahwa persepsi atas kontrol
perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat. Individu yang percaya
bahwa dia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan
tingkah laku tertentu cenderung tidak membentuk niat yang kuat untuk
melakukannya, walaupun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa
orang lain akan mendukung tingkah lakunya itu. Cara yang kedua adalah
hubungan secara langsung antara persepsi atas kontrol perilaku dengan
menandakan bahwa hubungan antara persepsi atas kontrol perilaku dengan
tingkah laku diharapkan muncul hanya jika ada kesepakatan antara persepsi
atas kontrol perilaku dengan kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang
cukup tinggi.
Informasi terakhir dari bagan diatas adalah variabel-variabel yang
terdapat dalam faktor latar belakang di dalam theory of planned behavioral
tidak diabaikan. Variabel-variabel tersebut diasumsikan sebagai hal yang
mempengaruhi behavioral, normatif dan atau controlbelief. Ketiga komponen
theory of planned behavior itu diasumsikan sebagai penengah efek dari faktor
latar belakang tersebut dalam terbentuknya niat dan perilaku. Theory of
planned behavior ini mengakui bahwa faktor latar belakang dapat
memberikan informasi yang bernilai tentang kemungkinannya sebagai
pendahulu dari behavioral, normative, dan control belief. Faktor latar
belakang menunjukan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnnya
seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan
pengalaman yang dapat menunjukan beragam isu atau informasi atau yang
memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005).
2.7.1.1Sikap
2.7.1.1.1 Definisi Sikap
Dalam theory of planned behavior, sikap dianggap sebagai
anteseden pertama dari intense perilaku. Sikap adalah kepercayaan
positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Dalam
seperti Thurstone, Likert, dan Osgood merumuskan bahwa sikap
adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut. Mar’at sendiri mendefinisikan sikap sebagai
produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai
dengan rangsangan yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak
langsung dapat dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu
sebagai tingkah laku yang masih tertutup.
Menurut Novita (2011), sikap merupakan perilaku tertutup.
Setelah seseorang diberi stimulus/ objek, proses selanjutnya dia akan
menilai atau bersikap terhadap stimulus/ objek kesehatan tersebut.
Sehingga dapat dikatakan sikap kesehatan akan sejalan dengan
pengetahuan kesehatannya.
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap
Sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah laku
dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang
akan dihasilkan jika tingkah laku itu dilakukan dan kekuatan terhadap
belief tersebut. Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang
menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya,
yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Berdasarkan rumus diatas, sikap terhadap tingkah laku (AB)
didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap
outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei).
Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku
dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki
sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut
percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome
yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap
tingkah laku tersebut.
2.7.1.2Norma Subjektif
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif
Menurut Baron & Byrne (2002), norma subjektif adalah persepsi
individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak
terwujudnya tindakan tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Norma
subjektif adalah salah satu determinan dari niat dimana persespsi
seseorang dipengaruhi oleh tekanan sosial sehingga mereka
mempertimbangkan untuk menunjukan atau tidak menunjukan
perilaku mereka (Ajzen, 2005).
Selain keyakinan normatif, menurut Ajzen norma subjektif juga
terbentuk dari keyakinan seseorang mengenai apa yang harus
dilakukannya menurut pikiran orang lain, beserta kekuatan
motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut (motivational to
mempengaruhi nilai norma subjektif tentang suatu perilaku adalah
dipengaruhi oleh kekuatan sosial. Kekuatan sosial yang dimaksud
terdiri dari penghargaan atau hukuman yang diberikan sumber rujukan
kepada individu, rasa suka individu terhadap sumber rujukan, seberapa
besar individu menganggap sumber rujukan sebagai ahli, dan adanya
permintaan dari sumber rujukan tersebut.
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif
Norma subjektif yang dipegang seseorang dilatarbelakangi oleh
belief yang disebut normative beliefs. Dalam rumusan yang dibuat
Ajzen, dapat dilihat bahwa norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil
penjumlahan hasil kali dari normativebeliefs tentang tingkah laku (ni)
dengan motivasi untuk mengikutinya (mi). Sehingga dapat dikatakan
individu yang percaya individu atau kelompok lain akan mendukung
ia untuk melakukam suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan
sosial terhadap individu tersebut untuk melakukannya.
SN = ∑ ni mi
2.7.1.3Persepsi atas Kotrol Perilaku
2.7.1.3.1 Definisi Persepsi atas kontrol perilaku
Machrus (2010) mengartikan persepsi atas kontrol perilaku
menjadi persepsi atas kontrol perilaku yang diasumsikan
mencerminkan pengalaman masa lalu dan juga hambatan atau
persepsi terhadap kontrol adalah ukuran sejauh mana individu percaya
tentang mudah atau sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu.
Pengukuran persepsi atas kontrol perilaku ini membawa
kontribusi yang berharga dalam memprediksi tingkah laku, namun
tidak terlalu berperan besar pada tingkah laku yang kontrol
volitionalnya rendah, misalnya menghadiri kelas regular. Persepsi atas
kontrol perilaku akan lebih berperan meningkatkan kemampuan
prediktif niat terhadap tingkah laku pada tingkah laku yang kontrol
volitionalnya tinggi, seperti menurunkan berat badan. Pada tingkah
laku yang sering kita kerjakan sehari-hari atau secara rutin, peran
kontrol ini juga tidak terlalu besar. Inidividu menampilkan tingkah
laku yang rutin melalui niat yang spontan pada situasi atau konteks
yang sudah familiar (Ajzen, 2005).
2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi atas kontrol perilaku
Persepsi atas kontrol perilaku merupakan salah satu faktor dari
tiga yang mempengaruhi niat untuk bertingkah laku. Persepsi atas
kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana seorang individu
merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud
adalah dibawah pengendaliannya. persepsi atas kontrol perilaku
mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh
bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk
menampilkan suatu perilaku. Persepsi atas kontrol perilaku
tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah
laku (control beliefs). Beliefs ini bisa berasal dari pengalaman
performa masa lalu, informasi dari luar atau dari pengalaman terhadap
performa tingkah laku orang lain serta dari faktor- faktor lain yang
dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan dalam
melakukan perilaku tersebut.
Rumus ini menunjukan bahwa persepsi atas kontrol perilaku
merupakan penjumlahan hasil kali dari control beliefs tentang
hadir/tidaknya faktor (ci) dengan kekuatan faktor dalam memfasilitasi
atau menghambat tingkah laku (pi). Dengan kata lain, semakin besar
persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, serta
semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang,
maka semakin besar persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut.
2.7.1.4Niat
2.7.1.4.1 Definisi Niat
Niat menurut ajzen (2005) merupakan disposisi dari tingkah
laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan
diwujudkan dalam bentuk tindakan. Intensi atau niat individu untuk
menampilkan suatu perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap
dan norma subjektif untuk menampilkan perilaku tersebut.
Niat individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan
subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk
patuh. Niat bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara niat
dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat
(Achmat, 2010).
2.8Penilaian Konsumsi Makan
Penilaian konsumsi makan atau survei konsumsi makan digunakan untuk
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masarakat, keluarga dan individu.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi makanan
individu adalah recall 24 jam. Metode ini digunakan dengan cara mengingat
kembali dan mencatat jumlah, serta jenis panganan dan minuman yang telah
dikonsumsi selama 24 jam adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur konsumsi makan individu.
Kelebihan recall 24 jam
- Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
- Biaya relative murah, karena tidak memerluka peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara
- Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
- Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
- Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
Kekurangan recall 24 jam
- Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika hanya
dilakukan recall satu hari
- Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, oleh karena
itu responden harus memiliki daya ingat yang baik, sehingga metode ini
tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia
diatas 70 tahhun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
- The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus
untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate)
- Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terlampir dalam
menggunakan alat- alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat
- Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian
- Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, akhir pekan dan saat melakukan
upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain- lain.
Untuk membandingkan kesesuaian beberapa kebutuhan zat gizi,
2.9Penilaian Kebutuhan Energi Pada Orang Sakit
Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selai tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan
ringannya penyakit. Begitu juga dengan kebutuhan energi yang berubah dalam
keadaan sakit, sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara menentukan
kebutuhan orang sakit dapat dilakukan dengan caramenurut persen kenaikan
kebutuhan diatas Angka Metabolisme Basal (AMB) yaitu dengan mengalikan
AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma/stress sebagai berikut:
Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Trauma/stres Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal
atau ideal. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan.
Salah satu rumus yang digunakan untuk menghitung AMB adalah rumus Harris
Benedict (1919) yaitu:
Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan : BB = Berat Badan
TB = Tinggi Badan
U = Umur
Sedangkan untuk menentukan nilai aktivitas dan faktor trauma, digunakan
tabel yang bersumber pada A Practical Guide to Nutritional Suppport in Adults
Tabel 2.1
Faktor aktivitas dan faktor trauma atau stres untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit elektif, trauma keangka moderat
Stress sedang: sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma keranga mayor
Stress berat: trauma multiple, sepsis dan bedah multisistem Sters sangat berat: luka kepala berat, sindroma, penyakit pernafasan
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), suatu penelitian yang bertujuan untuk
meramalkan suatu tingkah laku dapat memfokuskan analisinya pada niat untuk
bertingkah laku. Namun, jika penelitian bertujuan untuk memahami tingkah laku,
maka yang perlu dianalisis adalah niat untuk bertingkah laku dan juga sikap,
norma subjektif dan persepsi terhadap tingkah laku tersebut. Teori inilah yang
digunakan peneliti untuk menggambarkan dan mengetahui latar belakang perilaku
orang tua/ pengasu dalam memberikan asupan makan guna memenuhi kebutuhan
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Behavioral beliefs
Sikap
Normative beliefs
Norma Subjektif
Control beliefs
Persepsi atas Kontrol Perilaku
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1Kerangka Konsep
Penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari
keparahan penyakit dengan mengkonsumsi zat gizi penting. Karena sejumlah
penelitian yang dilakukan pada anak HIV menunjukan bahwa pertumbuhan yang
buruk menjadi indikator perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko
terjadinya kematian. Perilaku mengkonsumsi zat gizi penting ini dipengaruhi oleh
pemberian makan oleh orang tua/ pengasuh anak yang terinfeksi HIV. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku orang
tua dalam memberikan makanan guna memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Sikap
Norma subjektif
Persepsi atas Kontrol Perilaku
Niat
Perilaku pemberian makanan bergizi
3.2Definisi Istilah
Table 3.2 Definisi Istilah
No Domain Definisi Istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara 1 Perilaku
No Domain Definisi istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara 2 Sikap
perilaku
4.1Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana tujuan dari
penelitian kualitatif adalah untuk menangkap arti yang terdalam atas suatu
peristiwa, gejala, fakta, kejadian, realita atau masalah tertentu dan bukan untuk
mempelajari atau membuktikan adanya hubungan sebab akibat atau kolerasi suatu
masalah atau peristiwa. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini adalah
untuk mengetahui secara mendalam perilaku orang tua/pengasuh dalam
memberikan makan guna memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.
4.2Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2013.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan kunjungan ke rumah informan yang
diteliti. Sehingga penelitian dilakukan ditempat tinggal informan yang berdomisili
di wilayah Jakarta Timur, seperti Cawang, Jatinegara, dan Kampung Rambutan.
4.3Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengumpulan data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber
pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang