• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan PLH dan Faktor yang Mempengaruhinya Mempengaruhinya

GURU Faktor Individu:

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Persepsi guru tentang Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

5.3.3 Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan PLH dan Faktor yang Mempengaruhinya Mempengaruhinya

Ekstraksi dengan analisis faktor terhadap skor yang didapat guru pada enam peubah dari subskala motivasi dan dua peubah dari subskala sikap guru berkaitan dengan PLH menghasilkan tiga faktor/variate baru (Lampiran 1). Peubah kompetensi (perceived competence), beban/tekanan (pressure/tension), pilihan (perceived choice) dan efektivitas diri guru dalam pengajaran PLH (personal EE

teaching efficacy/PETE) mengelompok pada faktor 1 (satu), yang selanjutnya

disebut sebagai faktor efektivitas pengajaran PLH. Peubah yang mengelompok pada faktor 2 (dua) adalah minat/kesenangan (interest/enjoyment), upaya/arti penting (effort/importance), dan nilai/manfaat (value/usefulness) yang selanjutnya disebut sebagai faktor manfaat PLH. Faktor 3 (tiga) hanya terdiri dari satu peubah, yaitu luaran pengajaran PLH yang diharapkan (EE teaching outcome

expectancy/ETOE). Faktor 3 (tiga) selanjutnya disebut sebagai faktor luaran pengajaran PLH yang diharapkan. Analisis korelasi dengan Spearman correlation (Lampiran 2), serta uji denganUji Kruskal-Wallis (Lampiran 3) dan

Uji Mann-Whitney (Lampiran 4) dilakukan untuk melihat peubah-peubah dari faktor individu maupun obyek/sasaran dan situasi yang mempengaruhi ketiga faktor/variate persepsi tersebut.

a. Persepsi Guru tentang Efektivitas Pengajaran PLH dan Faktor yang Mempengaruhinya

Persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH (faktor 1) dibangun dari 3 peubah motivasi dan 1 peubah sikap, yaitu kompetensi, beban/tekanan, pilihan dan efektivitas diri. Guru SD sekitar hutan memiliki persepsi positif tentang efektivitas pengajaran PLH dalam kaitannya dengan beban/tekanan dan pilihan. Guru memandang bahwa mereka tidak terbebani ataupun tertekan jika mengajar PLH, dan mereka merasa memiliki pilihan dalam mengajar PLH. Penerapan PLH di sekolah dasar yang sampai saat ini belum diformalisasikan dalam kurikulum baku memberi sumbangan terhadap persepsi guru terhadap PLH tersebut. Kurikulum berimplikasi pada target yang harus dicapai guru yang seringkali bersifat kaku, membebani dan memberikan tekanan pada guru. Kurikulum yang belum dibakukan berarti guru tidak dibebani dengan target yang

harus dicapai, sehingga guru dapat lebih lentur, tidak terbebani dan memiliki pilihan dalam mengajar PLH.

Guru SD sekitar hutan juga memiliki persepsi/pandangan bahwa kompetensi dan efektivitas dirinya rendah. Secara khusus efektivitas diri yang rendah dirasakan oleh guru pada tiga hal, yaitu kemampuan untuk melakukan monitoring secara efektif, kemampuan untuk menjelaskan relevansi metode dengan materi yang diajarkan, dan penguasaan keterampilan yang diperlukan untuk mengajar PLH secara efektif.

Analisis korelasi dengan Spearman correlation yang dilakukan antara peubah usia, pendidikan, masa kerja, lama mengajar dan persepsi lingkungan terhadap persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH menunjukkan satu nilai korelasi yang secara statistik signifikan/berbeda nyata pada taraf uji 0,05, yaitu korelasi antara persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH dengan pendidikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,441. Persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki oleh guru dengan korelasi yang cukup kuat. Uji Kruskal-Wallis dengan taraf uji 10% menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi pada guru dengan PLH formal berbeda. Guru yang mendapatkan PLH formal di perguruan tinggi memiliki persepsi tertinggi (mean skor sebesar 3,75) dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.

Hasil analisis dengan korelasi Spearman dan uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidikan formal dan PLH yang diterima guru dalam pendidikan formalnya tersebut terhadap persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH. Persepsi guru yang memandang kompetensi dan efektivitas dirinya rendah dalam mengajar PLH dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan PLH dalam pendidikan formal tersebut. Perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi bidang keguruan dan ilmu pendidikan, yang mengintegrasikan PLH dalam kurikulumnya dapat meningkatkan kemampuan guru untuk melakukan pemantauan dan evaluasi, meningkatkan keterampilan mengajar PLH yang memungkinkan guru memilih metode yang sesuai untuk materi tertentu, dan berbagai kemampuan lainnya yang dibutuhkan untuk

75

melakukan pengajaran PLH yang efektif. Hal tersebut lebih lanjut akan dapat meningkatkan persepsi guru tentang efektivitas pengajaran PLH.

b. Persepsi Guru tentang Manfaat PLH dan Faktor yang Mempengaruhinya

Peubah minat/kesenangan, upaya/arti penting, dan nilai/manfaat membangun persepsi guru tentang manfaat PLH. Sebagian besar guru memiliki persepsi positif tentang manfaat PLH, baik bagi dirinya, siswanya, maupun lingkungannya. Persepsi yang positif tercermin dari persetujuan guru terhadap pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan minat, kesediaan untuk mencurahkan upaya dan energi, serta pandangan positif terhadap manfaat PLH.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi guru tentang manfaat PLH diantara guru yang mengajar/mengasuh tingkat kelas berbeda (taraf uji 10%), guru dengan berbagai pengalaman PLH non formal (taraf uji 1%), serta guru dengan pengalaman organisasi yang kegiatannya berfokus pada alam (taraf uji 10%).

Tingkat kelas yang saat ini diasuh oleh guru dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu tingkat kelas rendah (1 – 3 SD), tingkat kelas tinggi (4 – 6 SD), serta keduanya (tingkat kelas rendah dan tinggi). Guru yang mengajar kedua tingkat kelas sekaligus memiliki mean skor persepsi tertinggi. Perbedaan tersebut timbul akibat tingkat kesulitan mengajar dan respon siswa yang berbeda. Lemke 1994 diacu dalam Hardre dan Sullivan 2008 menyatakan bahwa tingkat kelas yang diajarkan oleh guru dapat mempengaruhi upaya dan investasi yang dicurahkan oleh guru, karena guru dapat mengajar mata ajaran dan siswa dengan kisaran yang sempit ataupun lebar. Guru yang mengajar pada kedua tingkat kelas memiliki kesempatan untuk mengajar dengan kisaran tingkat kesulitan lebar yang memberikan pengalaman lebih beragam bagi guru dalam menghadapi siswa dengan tingkat perkembangan berbeda. Ada tantangan lebih bagi guru untuk dapat dengan cepat menyesuaikan pola pengajarannya terhadap tingkat kelas yang berbeda tersebut, sehingga guru lebih merasakan manfaat pengajaran PLH bagi perkembangan profesionalitasnya serta bisa merasakan adanya respon positif yang nyata dari para siswa pada tingkat kelas yang lebih tinggi dibandingkan para siswa yang masih duduk di tingkat kelas yang lebih rendah.

Kegiatan PLH non formal yang pernah diikuti juga memberikan perbedaan persepsi diantara guru. Guru yang pernah mendapatkan pengalaman mengikuti kegiatan PLH non formal berupa seminar, pelatihan dan kegiatan lainnya yang memberikan kesempatan guru berinteraksi langsung dengan alam memiliki mean skor persepsi yang lebih tinggi dibandingkan guru yang tidak pernah mengikuti kegiatan PLH non formal sebelumnya, sedangkan kegiatan PLH non formal berupa lokakarya tidak memberikan persepsi yang lebih tinggi dibandingkan tidak adanya pengalaman PLH non formal. Lokakarya yang umumnya berupa pendalaman atau diadakan untuk merumuskan sesuatu nampaknya tidak dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai PLH kepada guru. Kegiatan PLH non formal dalam bentuk berbagai kegiatan yang memberikan kesempatan bagi guru untuk berinteraksi langsung dengan alam, seperti kegiatan penanaman dan permainan di alam membuahkan guru dengan mean skor persepsi paling tinggi diantara kegiatan PLH non formal lainnya. Kegiatan PLH non formal untuk peningkatan kapasitas guru sebaiknya didesain agar dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk berinteraksi langsung dengan alam, sehingga guru dapat mengembangkan kepekaan terhadap alam dan lebih lanjut meningkatkan persepsi guru terhadap manfaat PLH.

Peubah lainnya yang mempengaruhi persepsi guru tentang manfaat PLH adalah pengalaman organisasi yang kegiatannya berfokus pada alam. Guru yang memiliki pengalaman organisasi dalam Pramuka memiliki mean skor persepsi tertinggi (4,5817), diikuti pengalaman organisasi dalam Saka Wana Bakti dan Pecinta Alam (4,5700), pengalaman organisasi lainnya (4,5700), dan terendah adalah guru yang tidak memiliki pengalaman organisasi apapun (4,1590). Kegiatan-kegiatan dalam organisasi tersebut memberikan kesempatan kepada guru untuk berinteraksi langsung dengan alam, sehingga meningkatkan kepekaan guru terhadap alam. Hal tersebut membuka wawasan guru tentang manfaat PLH bagi dirinya, siswanya, maupun lingkungannya.

c. Persepsi Guru tentang Luaran Pengajaran PLH yang Diharapkan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Peubah Environmental Education (EE) teaching outcome expectancy/ETOE atau luaran pengajaran PLH yang diharapkan merupakan satu-satunya peubah

77

yang membangun faktor 3, yaitu persepsi guru tentang luaran pengajaran PLH yang diharapkan. Mean skor guru pada peubah ETOE cukup tinggi, yaitu sebesar 3,8710. Guru berpendapat bahwa pengajaran PLH yang efektif dapat memberikan respon positif dari siswa (hasil belajar tinggi). Namun demikian guru berpendapat bahwa penyebab kegagalan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran PLH (hasil belajar rendah) bukan hanya PLH yang tidak efektif, dan bukan sepenuhnya tanggung jawab guru. Artinya ada faktor lain yang dipandang oleh guru menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa dalam PLH tersebut. Uji statistik dengan menggunakan korelasi Spearman, uji Kruskal-Wallis, maupun Mann-Whitney tidak menunjukkan adanya nilai yang secara statistik berbeda nyata, sehingga faktor yang berpengaruh terhadap persepsi guru SD sekitar hutan tentang luaran pengajaran PLH yang diharapkan tidak dapat ditentukan.