• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Responden Kelurahan Penjaringan Terhadap

Perubahan iklim menimbulkan dampak tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Penjaringan, yaitu banjir yang diakibatkan oleh kenaikan permukaan air laut atau yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai rob. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 80 % responden pernah mendengar istilah perubahan iklim, dan sisanya belum pernah mendengar istilah perubahan iklim. Hal ini menunjukkan mayoritas responden telah familiar dengan istilah ini. Sebanyak 78 % responden yang familiar dengan istilah ini mengaku mendengar istilah perubahan iklim melalui media elektronik, yaitu televisi dan internet. Selebihnya mendengar istilah tersebut dari kerabat, media cetak, buku atau literatur ilmiah, dan sumber lain, seperti penyuluhan, seminar, dan pamflet yang pernah diedarkan di wilayah tersebut. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.

Sumber: data primer (diolah)

Gambar 13. Sumber Pengetahuan Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Perubahan Iklim Tahun 2011

Meskipun sebagian besar responden merasa familiar dengan istilah tersebut namun tidak semua responden memahami istilah perubahan iklim. Berdasarkan data yang diperoleh dari 50 orang responden, terdapat 50 % responden yang memahami fenomena perubahan iklim. Pemahaman tersebut

Buku/Literatur ilmiah 2% Media elektronik 78% Media Cetak 5% Kerabat 10% Lainnya 5%

meliputi pemaparan singkat dari responden tentang informasi mengenai fenomena dan ciri-ciri perubahan iklim yang telah diterima. Berbagai pemahaman responden mengenai perubahan iklim, yaitu peningkatan suhu udara, perubahan musim dan cuaca yang semakin tidak menentu, mencairnya es di kutub bumi, dan peningkatan tinggi permukaan air laut. Namun, dari 50 % responden yang memahami istilah perubahan iklim tersebut, hanya 56 % responden yang juga memahami penyebab dari perubahan iklim yang terjadi.

Menurut sejumlah responden tersebut perubahan iklim disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang mengurangi jumlah pepohonan, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, polusi udara akibat kegiatan perindustrian, efek rumah kaca, dan pemanasan global. Meskipun terdapat responden yang belum pernah mendengar maupun memahami perubahan iklim, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden menyatakan terjadi peningkatan suhu udara, peningkatan/penurunan curah hujan, serta peningkatan/penurunan jumlah hari hujan.

6.1.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara

Sebanyak 90 % responden menyatakan telah terjadi peningkatan suhu udara, dan sisanya menyatakan tidak ada perubahan suhu yang terjadi (tetap). Mayoritas responden tersebut menyatakan suhu udara memanas dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini relatif tidak sesuai dengan data temperatur udara rata-rata tahunan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta Utara. Berdasarkan data pemantauan, temperatur udara rata-rata selama 10 tahun terakhir cenderung stabil pada kisaran 28ºC (BMKG 2011).

6.1.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan

Kondisi curah hujan di suatu lokasi mempengaruhi ketersediaan dan debit air di wilayah tersebut. Begitu pun di Kelurahan Penjaringan, peningkatan curah hujan di wilayah tersebut berkontribusi dalam naiknya tinggi air. Berdasarkan hasil survei, 48 % responden menyatakan tidak ada perubahan curah hujan, 32 % menyatakan tidak tahu, dan 20 % menyatakan terjadi peningkatan curah hujan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada responden yang menyatakan telah terjadi penurunan curah hujan.

Meskipun penilaian responden mengenai curah hujan berbeda-beda, akan tetapi responden berpendapat bahwa curah hujan tidak menentu. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan BMKG, yaitu rata-rata curah hujan tahunan cenderung fluktuatif dalam 10 tahun terakhir (BMKG 2011).

6.1.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan

Selain curah hujan jumlah hari hujan juga mempengaruhi volume air di muara sungai di Kelurahan Penjaringan. Peningkatan jumlah hari hujan menyebabkan peningkatan volume air, begitu pun sebaliknya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, mayoritas responden menyatakan terjadi penurunan jumlah hari hujan.

Sebanyak 15 % responden menyatakan tidak terjadi perubahan, responden berpendapat hal tersebut karena lokasi tempat tinggal yang berada di wilayah pesisir memang memiliki jumlah hari hujan yang lebih sedikit dibandingkan tempat lain yang bukan wilayah pesisir. Proporsi tersebut ditunjukkan pada Gambar 14 berikut.

Sumber: data primer (diolah)

Gambar 14. Penilaian Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Jumlah Hari Hujan Tahun 2011

Terdapat 31 % responden yang menyatakan tidak tahu, responden berpendapat jumlah hari hujan tidak menentu dan tidak mengenal musim, maksudnya berdasarkan pengamatan responden dalam beberapa tahun terakhir hujan tidak hanya turun saat musim penghujan. Sebagian responden tersebut berpendapat ketidakstabilan cuaca dianggap menjadi ancaman bagi kesehatan dan daya tahan tubuh. Hal tersebut sesuai dengan data pengamatan BMKG dimana jumlah hujan selama 10 tahun terakhir cenderung fluktuatif, namun meningkat cukup signifikan pada tahun 2010. Data iklim hasil pengamatan BMKG ditunjukkan pada Gambar 15 berikut.

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (diolah)

Gambar 15. Data Iklim Pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok untuk Wilayah Jakarta Utara Tahun 2001-2010

Meningkat 2% Tetap 15% Menurun 52% Tidak Tahu 31% 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

DATA TEMPERATUR RATA-RATA DATA CURAH HUJAN

6.1.4 Penilaian Responden Terhadap Banjir Rob

Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah meningkatnya permukaan air laut akibat pemanasan global. Peningkatan suhu bumi ini menyebabkan mencairnya lapisan es di kutub bumi yang berimplikasi pada kenaikan tinggi permukaan air laut. Fenomena tersebut berpotensi meningkatkan intensitas banjir pasang (rob) dan ketinggian genangan air di pemukiman sekitar muara dan wilayah pesisir. Namun, hasil survei menunjukkan mayoritas responden tidak mengetahui bahwa banjir rob yang terjadi disebabkan oleh perubahan iklim. Hanya 18 % responden yang mengetahui dan dapat menjelaskan hubungan banjir rob yang terjadi di wilayah tersebut dengan perubahan iklim.

Sebanyak 84 % responden menyatakan terjadi peningkatan intensitas banjir rob. Melalui perhitungan secara semantik diperoleh angka 2.28, artinya sebelum tahun 2007 intensitas rob terjadi sebanyak ≤ 10 kali dalam satu bulan dimana kedatangan banjir dapat diprediksi melalui musim dan kondisi bulan saat muncul pada malam hari. Berdasarkan perhitungan secara semantik yang sama, diperoleh angka 3.52 untuk intensitas banjir rob pasca banjir tahun 2007 hingga saat ini. Hal tersebut menunjukkan intensitas banjir berada pada kelompok 16-20 kali dalam satu bulan. Menurut informasi yang diperoleh dari setiap responden, intensitas banjir rob tertinggi terjadi pada periode Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011. Dilihat data iklim BMKG, dapat diindikasikan bahwa hal ini didukung oleh pergerakan angin muson barat, peningkatan curah hujan, dan jumlah hari hujan pada periode tersebut.

Meskipun terjadi peningkatan intensitas, menurut informasi yang diperoleh dari responden ketinggian banjir relatif menurun pada sebagian wilayah

pemukiman. Ketinggian air terendah rata-rata di tempat tinggal responden saat terjadi air pasang adalah 0.08 meter, sedangkan ketinggian air tertinggi rata-rata adalah 0.54 meter. Penurunan ini disebabkan oleh peninggian tanggul yang dibangun mengelilingi kawasan pemukiman penduduk oleh pemerintah sehingga debit air yang masuk kepemukiman lebih rendah.

Kondisi lingkungan erat kaitannya dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan responden di lokasi tempat tinggal. Berdasarkan perhitungan secara semantik, diperoleh angka 3.32. Artinya, masyarakat merasa cukup nyaman dengan kondisi lingkungan dan tempat tinggal saat ini. Penilaian ini diukur dalam beberapa indikator, yaitu jarak tempat tinggal ke fasilitas publik (rumah sakit, sekolah, pasar, stasiun, dan sebagainya), jarak tempat tinggal perkantoran/lokasi mencari nafkah, kebersihan lingkungan, bau dan penyakit yang ditimbulkan saat banjir, dan kenyamanan secara sosial.

Mayoritas responden menyatakan lokasi tempat tinggal saat ini dekat dengan berbagai fasilitas publik dan tempat mereka mencari nafkah. Hal ini disebabkan kemudahan dalam mengakses jasa transportasi untuk menuju lokasi lain. Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan responden adalah kenyamanan sosial. Sebanyak 90 % responden menyatakan nyaman dengan kedekatan dan rasa persaudaraan antar warga. Sedangkan, sisanya menyatakan tidak nyaman karena kondisi keamanan yang kurang stabil.

Mayoritas responden menyatakan banjir rob yang terjadi di lokasi tempat tinggal mereka memberikan kerugian dan dampak terhadap kehidupan mereka. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain rasa takut akan datangnya debit air yang lebih tinggi, keterjangkitan penyakit seperti diare dan gatal-gatal,

berkurangnya waktu untuk beristirahat akibat membersihkan rumah, berkurangnya waktu dan tempat untuk anak-anak bermain, mempersulit akses keluar rumah, dan bau tak sedap. Namun, 10 % responden tidak menganggap hal- hal tersebut sebagai dampak yang mereka terima karena merasa sudah terbiasa.

Sebanyak 62 % responden menyatakan kebersihan di lokasi tempat tinggal mereka belum cukup memadai. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang masih minim mengenai kebersihan dan sampah yang terangkut air saat terjadi banjir. Selain itu, banjir juga menyebabkan bau tak sedap ke lokasi pemukiman. Menurut 94 % responden, bau tak sedap tejadi setiap waktu dan semakin parah saat banjir datang. Hal ini terjadi karena banjir juga menyeret lumpur dan kotoran masuk ke kawasan pemukiman. Bau tak sedap dan minimnya kebersihan lingkungan menjadi potensi keterjangkitan penyakit. Sebanyak 50 % responden mengaku bahwa anggota keluarga mereka pernah terjangkit penyakit yang diakibatkan banjir rob, seperti gatal-gatal dan diare.

Selain dampak sosial, terdapat 76 % responden yang merasa menerima kerugian ekonomi akibat peristiwa banjir rob ini. Mayoritas responden menyatakan merasa dirugikan akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk rehabilitasi dan perbaikan rekonstruksi rumah. Selain itu, kerugian ekonomi lain yang diterima responden adalah rusaknya harta benda mereka seperti elektronika dan furnitur akibat terendam air, dan berkurangnya jam kerja sehingga menimbulkan perubahan pendapatan bagi responden yang bekerja di sektor informal. Namun, di sisi lain terdapat 24 % responden yang menganggap kejadian ini sebagai suatu konsekuensi atas pilihannya untuk menetap di lokasi tersebut sehingga tidak merasa dirugikan.

Dokumen terkait