• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu perbuatan yang diancam dengan hukum pidana adalah perkosaan atau memaksa untuk melakukan persetubuhan. Suryono Ekotama, Harum

Pudjiarta dan Widiartana mengatakan bahwa perkosaan, menurut konstruksi

yuridis perundang-undangan di Indonesia (KUHP) adalah:

Perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata-kata “memaksa” dan “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” di sini sudah menunjukkan betapa mengerikannya pemerkosaan tersebut. “Pemaksaan hubungan kelamin pada wanita yang tidak menghendakinya akan menyebabkan kesakitan hebat pada wanita tersebut, apalagi disertai kekerasan fisik. Kesakitan hebat dapat terjadi tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga dari segi psikis.75

Dalam kasus kriminologi juga disebutkan:

Rape (perkosaan) adalah hubungan seks dengan wanita bukan istri orang

tersebut dengan paksa dan bertentangan dengan kehendak wanita itu. Aspek penting dalam kejahatan ini adalah bukti bahwa di bawah usia tertentu wanita dilindungi hukum sebagai tidak mampu untuk memberikan pertimbangan.76

74

Ibid. hal. 23

75

Suryono Ekotama, Harum Pudjiarta dan Widiartana. 2001. Abortus Provocatus, Bagi

Korban Perkosaan Perspektif: Viktimologi dan Widiartana. Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Yogyakarta. hal. 96.

76

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa:

Kata perkosaan berasal dari kata dasar perkosa yang berarti paksa, kekerasan, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi.77

W.J.S. Poerwodarminta mengartikan sebagai berikut:

Kata perkosa diartikan dengan gagah, kuat, paksa, kekerasan, dengan paksa, dengan kekerasan, menggagahi, memaksa dengan kekerasan. Sedang kata perkosaan berarti perbuatan memperkosa, penggagahan, paksaan, pelanggaran dengan kekerasan.78

Perkosaan merupakan suatu tindak kejahatan yang sangat keji, amoral, tercela dan melanggar norma dimana yang menjadi korban adalah perempuan baik dewasa maupun anak di bawah umur. Hal tersebut sangat merugikan bagi kaum perempuan dimana harga diri dan kehormatan menjadi taruhan. Achie

Sudiarti Luhulima menyatakan:

Perkosaan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya bagi kaum perempuan, padahal kita tahu bahwa kehormatan harus dilindungi sebagaimana telah diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM 1948) dalam artikel 2 bila ditinjau berdasarkan pengalaman perempuan, pelanggaran hak perempuan dan perkosaan diinterprestasikan sebagai tindakan terlarang.79

Perkosaan merupakan tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja dan pelakunya memaksa perempuan yang tidak ada ikatan pernikahan dengan pelaku untuk melakukan hubungan badan dengannya. Perkosaan bisa dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak dan korbannya pun bisa wanita dewasa maupun juga yang masih anak-anak.

77

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta. hal. 673.

78

W.J.S. Poerwodarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia Balai Pustaka. Jakarta. hal.74.

79

Achie Sudiarti Luhulima. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap

Secara ideal, anak adalah pewaris dan penerus masa depan bangsa. Menurut

Abu Huraerah:

Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai oleh kegiatan bermain, belajar, dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa depan, namun pada realitasnya banyak terjadi tindakan kekerasan baik itu fisik maupun seksual.80

Pemahaman tentang kekerasan fisik maupun seksual dijelaskan lebih lanjut oleh Iin S. sebagai berikut:

Kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik misalnya; dipukul, ditendang. Sementara itu, yang disebut kekerasan seksual anak adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual dapat berupa perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus pada pornografi, perkataan-perkataan porno, dan melibatkan anak dalam bisnis prostitusi.81

Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan atau kesusilaan. Abdul Wahid dan

Muhammad Irvan menyatakan bahwa:

Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan atau tindakan melanggar kesusilaan atau immoral yang sengaja merusak kesopanan dan tidak atas kemauan si korban yaitu dengan paksaan dan melalui ancaman kekerasan. Tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan yang dapat melanggar kesusilaan ialah persetubuhan.82

Definisi persetubuhan dikemukakan oleh E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi yang mengatakan sebagai berikut:

80

Abu Huraerah. 2006. Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak). Nuansa. Bandung. hal. 21.

81

Iin S. 2010. Definisi Kekerasan Terhadap Anak. Diakses melalui http://iin.green.web.id. Pada tanggal 4 September 2012.

82

Abdul Wahid dan Muhammad Irvan. 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

Persetubuhan ialah jika kemaluan si pria masuk ke kemaluan perempuan. Berapa dalam atau berapa persen yang harus masuk tidaklah terlalu dipersoalkan, yang penting ialah dengan masuknya kemaluan si pria itu dapat terjadi kenikmatan bagi keduanya atau salah seorang dari mereka. Kejadian ini dapat disebut sebagai perzinahan jika mereka lakukan tanpa ada paksaan atau dengan perkataan lain mau sama mau.83

Sam Ardi memberikan penjelasan mengenai perngertian persetubuhan

sebagai berikut:

Di dalam Arrest tertanggal 5 Februari 1912 yang dikeluarkan oleh Hooge

Raad, yang dimaksud persetubuhan adalah peraduan antara anggota kelamin

laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, di mana alat kelamin laki-laki masuk kedalam alat kelamin perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani. Kalau menurut definisi kedokteran forensik yang dimaksud persetubuhan adalah perpaduan alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan dengan penetrasi yang seringan-ringannya dengan atau tanpa mengeluarkan mani yang mengandung sel mani.84

Perbedaan antara definisi hukum dengan definisi kedokteran forensik terletak di dalam apakah alat kelamin tersebut mengeluarkan mani atau tidak.

Sam Ardi menyatakan:

Apabila dilihat dari perspektif hukum, sesuai dengan Arrest dari Hooge

Raad itu, apabila alat penis tidak sampai masuk kedalam vagina walaupun

mengeluarkan air mani, atau masuk tetapi tidak sampai keluar menurut pengertian bersetubuh di atas belum terjadi persetubuhan, tetapi telah terjadi percobaan persetubuhan, hal ini dapat dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 53 KUHP.85

Persetubuhan dapat terjadi pada orang dewasa, namun juga dapat menimpa pada anak di bawah umur. Pemilihan anak sebagai korban persetubuhan dapat disebabkan karena anak mudah untuk dirayu dan dibujuk dengan iming-iming tertentu. Inilah mengapa anak sering menjadi korban persetubuhan seorang

83

E.Y. Kanter dan S R Sianturi. 1982. Azas-azas Hukum Pidana Indonesia dan

Penerapannya. Rineka Cipta. Jakarta. hal. 1

84

Sam Ardi. 2011. Zina: Kejahatan Tanpa Korban. diakses melalui http://www.foxitsoftware.com pada tanggal 2 September 2012.

85

pelaku dewasa. Perlindungan terhadap anak atas tindakan persetubuhan diatur dalam Pasal 287 ayat (1) KUHP selengkapnya merumuskan:

Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Berdasarkan KUHP, untuk mempermudah pemahaman, dapat dibuat bagan kejahatan seksual berkaitan dengan persetubuhan dan pemerkosaan menurut usia yang dapat dikenakan hukuman, yaitu sebagai berikut:

Bagan 1. Kejahatan seksual berkaitan dengan persetubuhan yang dapat dikenakan hukuman86

86

Tri Bowo Hersandy Febrianto. 2010. Skripsi: Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak

Di Bawah Umur. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Jakarta. hal. 11

Persetubuhan Dalam Perkawinan Di Luar Perkawinan Dengan Persetujuan Perempuan Tanpa Persetujuan Perempuan

Umur Perempuan lebih dari 15 th

(Pasal 284 KUHP)

Umur Perempuan Belum cukup 15 th (Pasal 287 KUHP)

Dengan kekerasan/ancaman kekerasan

(Pasal 285)

Perempuan dalam keadaan pingsan/tidak berdaya

Bagan 2. Pemerkosaan menurut usia dan perlakuan pelaku terhadap korban berdasarkan KUHP87 87 Ibid. hal. 12 Pemerkosaan KUHP Pasal 287:

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294.

Usia Perlakuan

KUHP Pasal 285:

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Kekerasan Psikis Kekerasan

Fisik

KUHP Pasal 89:

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

KUHP Pasal 286:

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

KUHP Pasal 291:

(1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 286, 2 87, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;

(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 285, 2 86, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematisn dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga merumuskan tentang tindak pidana persetubuhan dengan korban anak-anak. Ketentuan Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tersebut selengkapnya merumuskan: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Persetubuhan merupakan kejahatan kesusilaan (kemanusiaan). Dalam Kamus Istilah Fiqh menyebutkan pengertian persetubuhan sebagai berikut:

Hubungan kelamin/seks antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan perkawinan yang sah, yaitu memasukkan dzakar/kelamin laki-laki ke dalam farji/kelamin perempuan, minimal sampai batas qulfah (kepala dzakar).88 Persetubuhan dapat melibatkan dua pihak yang sudah sama-sama dewasa, ataupun keduanya anak-anak, atau salah satu pihak masih di bawah umur. Persetubuhan terhadap anak di bawah umur artinya persetubuhan yang dilakukan terhadap seseorang yang mana seseorang itu belum genap berusia 15 (lima belas) tahun. Wirjono Prodjodikoro dalam hal ini berpendapat bahwa:

Tindak pidana bersetubuh dengan orang di bawah umur tertentu, didasarkan pada ketentuan Pasal 287 ayat (1) KUHP bahwa barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum 15 (lima belas) tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak pidana dari ketentuan Pasal 287 ayat (1) KUHP ini merupakan tindak pidana aduan (klachtdelict), kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294 (Pasal 287 ayat (2) KUHP).89

88

Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana. UNS. Surakarta. hal. 123.

89

Tindak pidana perkosaan atau pemaksaan untuk melakukan persetubuhan sangat mencemaskan terlebih kalau korbannya adalah anak-anak yang masih di bawah umur, sebab hal ini akan mempengaruhi psikologis perkembangan anak dan menimbulkan trauma seumur hidup. Selain itu masa depan mereka menjadi suram dan mereka tidak mempunyai masa depan lagi.

Para pelaku dari tindak perkosaan seringkali adalah orang-orang yang dikenal oleh korban bahkan ada juga yang masih mempunyai hubungan keluarga dan yang paling memprihatinkan adalah seorang ayah yang tega memperkosa anak kandungnya sendiri (incest). Tapi tidak menutup kemungkinan pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah orang luar.

Tindak pidana perkosaan yang pelakunya adalah keluarga sendiri diperkirakan masih relatif sedikit yang dilaporkan bila dibandingkan dengan jumlah kejadian sesungguhnya yang tidak dilaporkan oleh korban karena secara psikis dan sosial mereka mengalami masalah yang sangat kompleks. Di antaranya adalah rasa takut, rasa malu apabila diketahui orang lain, serta rasa kasihan pada pelaku. Korban perkosaan seringkali mengalami trauma yang hebat, terutama apabila pelaku perkosaan adalah orang tua mereka sendiri, karena secara psikis anak tetap terikat dan tergantung pada orang tua, khususnya ayah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.