• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persewaan Tanah Milik Bangsa Indonesia Kepada Bangsa Asing

HAK TANAH DENGAN HAK-HAK ORANG

B. Persewaan Tanah Milik Bangsa Indonesia Kepada Bangsa Asing

1. Undang-undang sewa tanah Stbl. 1918 No. 88 (Grondhuur Ordon n an tie)

terken al den gan n am a “Gron dhuur Ordon n an tie” in i m ak- sudnya menyediakan tanah untuk kepentingan ondernem ing memerlukan tanah yang hanya digunakan semusim.

Persewaan tanah kepada bangsa asing dari tanah hak milik rakyat Indonesia, dianggap tidak m elanggar larangan m ele- paskan tanah orang Indonesia kepada bangsa asing (grond- vervreem dingsverbod). Karena hak tanahnya itu masih tetap di tangan orang Indonesia yang mempunyainya. Sesungguh- nya, secara de facto tanah itu sudah di tangan orang asing, karena sepenuhnya dipergunakan dan diambil keuntungannya oleh orang asing yang menyewa dalam waktu yang lama.

Peraturan ini dibuat, katanya, untuk m elindungi rakyat yang lem ah ekonom inya jangan sam pai m enjadi korban pe- m ilik m odal yan g serin g m elakukan v oorschot dsb., m aka persewaan tanah itu diatur dengan Grondhuur Ordonnantie, Stbl. 1918 no. 88.

Menurut ordonansi, tanah yang boleh disewakan adalah: a . tanah rakyat dengan hak agraris eigendom ;

b . t an ah r akyat d en gan h ak m ilik In d on esia (in d iv id u eel bezitsrecht);

c . tanah desa (tanah komunal) yang dikerjakan rakyat; d . tanah bengkok.

Sedangkan lamanya sewa untuk ini:

a . 1 t ah u n at au 1 t ah u n m u sim (p la n t ja a r) u n t u k t a n a h ben gkok;

b . 3 ½ tahun untuk sawah yang bukan bengkok; c . 12 tahun untuk tanah darat yang bukan bengkok;

d . 25 tahun untuk tanah pada poin a, b dan c di atas, bila di- perlukan untuk jalan kereta api (lori), jalan-jalan biasa, atau saluran air untuk kepentingan ondernem ing;

e . berhubung dengan kepentingan ondernem ing tersebut, di beberapa tempat ada peraturan sewa kontrak panjang (lang- jarige v erhuur) untuk 21½ tahun lam anya atas tanah di poin a. Sedang yang berupa sawah dengan perjanjian bahwa untuk persewaan lebih dari 6 tahun, sesudah itu si pemilik boleh m enanam i sekali dalam tiap-tiap 2 tahun di waktu musim hujan (rendeng). Uang sewa tidak boleh lebih rendah dari batas m inim um yang sudah ditentukan dalam ordo- nansi. Pembayaran sewa diberikan tiap-tiap tahun dan tidak boleh dengan uang m uka. Persewaan kontrak panjang ini banyak terdapat di daerah-daerah pabrik gula yang memer- lukan sawah untuk m enanam tebu seluas-luasnya. Untuk tanaman tebu tidak memerlukan tanah tetap di satu tempat terus-m enerus, juga tidak m em erlukan persewaan untuk waktu selam a-lam anya. Terutam a karena m em erlukan ta- n ah giliran ; un tuk sem usim -sem usim , diperlukan tan ah yang tidak berupa hutan belukar, melainkan tanah pertanian yan g dapat dipakai un tuk sem usim -sem usim dan dapat berpindah-pindah tem patnya. Untuk m endapat ketentuan mendapatkan sawah tersebut, perlu ada ikatan yang tertentu (di sini ditetapkan 21½ tahun). Karena modal yang sudah dikeluarkan un tuk m en dirikan pabrik, serta ban gun an - bangunan lainnya, harus mendapat jaminan bahwa seterus- nya akan mendapat tanah yang luasnya cukup. Pabrik tidak mau diikat, tetapi para petani harus bersedia untuk diikat untuk jaminan keselamatan pabrik gula.

Tanah milik desa (bengkok ataupun tanah komunal, kong- sen) dapat disewakan dengan persetujuan semua gogol. Gogol yang tidak setuju dengan penyewaan itu diberi ganti (tanah) lainnya di luar persewaan. Tetapi dengan pengalaman seperti

tersebut di atas, tidak mungkin seorang gogol akan dapat mem- pertahankan diri. Di samping itu, pemerintah dapat menunjuk tanah-tanah yang tersebut di poin a dan b di atas untuk me- n an am tem bakau u n tu k jan gka waktu 12 tah u n lam an ya. Tetapi dapat juga melarang persewaan yang lebih dari 5 tahun di satu tem pat yang tertentu.

Untuk masalah persewaan tanah ini, Kepala Distrik ber- tindak sebagai notaris untuk membantu menyelesaikan segala urusan perjanjian sewa.

Persewaan den gan segala perjan jian kon trak itu harus disahkan oleh Bupati. Bupati bisa saja tidak m en gesahkan perjanjian sewa tersebut bilam ana dalam akta sewa itu ter- dapat:

a . jika akta tidak menurut model yang sudah ditentukan, atau jika perjanjian-perjanjian itu bertentangan dengan Undang- undang sewa tanah atau peraturan-peraturan pem erintah lain n ya,

b . jika orang yang menyewakan itu sesungguhnya orang yang tidak berhak akan berbuat itu,

c . jika dalam pelaksanaan persewaan itu tenyata ada paksaan, atau ada hal-hal yang tidak dim ufakati oleh kedua pihak; juga bilamana orang yang menyewakan belum dewasa, atau tidak sehat pikirannya, yang menyebabkan persewaan tidak sah. Begitu juga jika kem udian ketahuan bahwa tanah itu sudah disewakan kepada orang lain,

d . jika m en urut perh itun gan akan m erugikan kepen tin gan bahan makanan bagi penduduk dalam satu desa atau kam- pung, yaitu bilamana luasnya yang disewakan lebih dari 1/ 3 luasn ya tan ah pertan ian m en urut pen an am an m usim hujan (rending),

e . jika akta persewaan itu berisi:

(1) perjanjian-perjanjian yang m enyebutkan akan m elan- ju t ka n p er sewa a n n a n t i sesu d a h h a b isn ya wa kt u pen yewaan ,

(2) p er jan jian -p er jan jian yan g m en gen ai p en ggar ap an tanah selama waktu kontrak atau yang mengenai penye- r ah an h asil; h al sem acam in i d ip er ken an kan u n tu k tanam an tem bakau,

(3) perjanjian-perjanjian m engenai persewaan tanah lain daripada yang tersebut dalam akta itu.

f. J ika persewaan tanah itu dipandang bertentangan dengan kepentingan Negara.

Sebagai dasar untuk m enentukan besarnya sewa tanah ialah hasil padi. Karena hasil padi termasuk yang sangat rendah harganya, m aka sewa tanah selalu rendah. Sedangkan kalau ditanami sendiri, di samping hasil padi, masih ada lagi hasil lainnya yang dapat dipetik sepanjang tahun.

Batas minimum sewa tanah yang biasa ditentukan dalam Undang-undang sewa tanah dalam praktiknya selalu dijadikan ketentuan sewa tanah dan tidak pernah lebih dari batas mini- m um itu.

Kelemahan-kelemahan petani ini terjadi karena tidak ada- nya organisasi untuk memperjuangkan dan mempertahankan diri. Selain itu juga tidak adanya perlindungan dari siapapun, t er u t a m a p em er in t a h . Ba h ka n seb a likn ya , p ih a k a p a r a t pem erin tahan selalu m em ban tu pihak on dern em in g dalam menghadapi rakyat, alhasil para petani selalu mendapat gen- cetan .

2 . Undang-undang sewa tanah di daerah Surakarta dan Yog- yakarta (Vorstenlandsch Grondhuur Reglem ent)

Un tuk daerah Surakarta dan Yogyakarta (Vorsten lan - den), persewaan tanah diatur dengan Undang-undang sendiri yang terkenal dengan nam a Vorstenlandsch Grondhuurreg- lem ent (VGHR) Stb. 1918 no. 20 berhubung dengan keadaan dan sejarah tanah di daerah tersebut.

Sejak permulaannya, persewaan tanah di daerah tersebut dijalankan atas prinsip bahwa “raja adalah pem ilik tanah y ang tidak terbatas”, sedang rakyat adalah pem aro (deelbouw er) dari tanah kepunyaan raja. Di sam ping harus m enyerahkan separo dari hasil tan ah yan g dikerjakan , rakyat juga harus menyerahkan tenaga tanpa bayaran sebagai kewajiban heren- dienst (rodi).

Pengertian atau tafsiran akan hak raja atas tanah ini dibe- sar-besarkan oleh Belanda. Hal ini dilakukan sebab Belanda akan mempergunakan kekuasaan raja yang semacam itu untuk kepen tin gan dirin ya. Maka kekuasaan raja atas rakyatn ya ditafsirkan begitu besar dan peraturan yang kemudian diada- kan didasarkan atas tafsiran itu.

Tanah diberikan (dibagi-bagikan) kepada kaum keluarga- n ya a t a u p ega wa in ya ya n g m en d a p a t kep er ca ya a n ya n g dinamakan Patih (apanagehouder) oleh raja. Dengan penye- rahan tanah ini kepada Patih, berpindahlah hak-hak kebesaran raja secara in facto ke tangan Patih, dan raja tidak langsung m enguasai tanahnya.

Dalam menjalankan kewajibannya itu, Patih membagikan tan ah -tan ah itu kepada pegawai-pegawai yan g din am akan “Bekel” (r en t m eest er a t a u op zicht er), yan g ber kewajiban menjaga agar rakyat menjalankan kewajibannya dengan baik. Untuk pekerjaan itu, Bekel tidak m endapat gaji, m elainkan mendapat tanah “lungguh” (am btsveld, bengkok) yang diam-

bilkan 1/ 5 dari luas tanah di daerah bawahannya. Sisanya sa- wah yang 4/ 5-nya itulah yang dikerjakan penduduk dengan cara m aro (dellbouw), dengan kewajiban menyerahkan separo hasilnya, kemudian diganti dengan uang. Bekel berkewajiban memberikan “bakti” kepada Patih, kewajiban ini biasa dibagi- bagikan dan dibebankan kepada rakyat di dalam daerahnya. Kesuburan tanah dan banyaknya penduduk daerah Sura- karta dan Yogyakarta san gat m en arik h ati kaum pem odal untuk m enanam kan m odalnya dalam lapangan pertanian di daerah tersebut. Sudah sejak perm ulaan abad ke-19 kaum pem odal m ulai m en yewa tan ah den gan cara berhubun gan dengan Patih untuk mendapatkan tanah. Kemudian menyusul peraturan pem erin tah den gan Un dan g-un dan g persewaan tanah tahun 190 6 (Landhuur Reglem ent Stbl. 190 6 no. 93), den gan dasar bahwa oran g-oran g m en yewakan tan ah atas nam a Raja. Atas dasar itu pula m aka kewajiban rakyat yang dulun ya un tuk raja m ulai berpin dah un tuk yan g m en yewa tanah (sebagai raja baru).

Kaum pemodal menyewa tanah untuk diusahakan sebagai ondernem ing. Tidak memarokan tanah kepada rakyat seperti yan g sudah-sudah, m elain kan m en gam bil tan ah itu separo un tuk diusah akan den gan ditan am i tan am an yan g laku di pasaran dunia; seperti tebu, tembakau,dan nila. Tanah yang 1/ 5 dari luasnya tanah di desa tetap menjadi tanah bengkoknya bekel. Sesudah tan ah itu disewa oleh on dern em in g secara otomatis akan menjadi pegawai ondernem ing lalumeneruskan kewajiban yang lam a; jika dulu untuk raja, sekarang untuk on dern em in g.

On d er n em in g m em akai t an ah sep ar on ya saja u n t u k keperluan bergiliran. Sebab hasilnya tidak akan m em uaskan

jika tanam an tebu dan sebangsanya ditanam terus-m enerus dalam satu tempat. Hal ini bukan dimaksudkan memberikan tanah yang separonya itu kepada rakyat, m elainkan karena perusahaan han ya m em erlukan tan ah yan g bisa bergiliran . Tan ah yan g dikerjakan rakyat dijadikan persediaan un tuk menjalankan sistem bergiliran (glébaganstelsel). Penanaman dijalankan bergiliran dalam waktu 3 tahun. Ada juga yang 2 tahun dan ada juga yang sepanjang umurnya tanaman tebu (1 ½ tahun). Tetapi ada pula yang m em akai tanah yang tetap (ben gk ok stelsel) yaitu yan g dipergun akan un tuk tan am an tahunan (overjarige cultures) seperti terdapat di daerah Boyo- lali dan Surakarta yang digunakan untuk ondernem ing teh.

Tanah garapan rakyat dibagi menjadi dua. Untuk tahun pertam a dikerjakan persil A, m usim penanam an selanjutnya berpindah ke persil B bekas yang ditanami ondernem ing. Be- kas yang ditanami rakyat kemudian ganti ditanami oleh onder- nem ing. Ada juga yang dijalankan bergiliran dengan membagi 3 persil, yaitu A, B, dan C. J adi sekalipun ondernem ing hanya menanami tanah separonya, tetapi praktis semua tanah sudah dikuasai sepen uhn ya oleh on dern em in g. Kesem patan yan g diberikan kepada rakyat hanya sebagai pem berian pinjam an untuk diambil bilamana dibutuhkan di lain tahun.

Hak ondernem ing mendapatkan tanah disertai hak mem- pergunakan tenaga penduduk dengan tidak bayaran sebagai lanjutan peraturan kerja paksa zaman dulu terhadap raja dan patihnya. Kewajiban terhadap raja dan Patih masih terus ber- lan jut. On dern em in g berhak turut m en etapkan Lurah dan Bekel. Bekel dan lurah seolah-olah m enjadi pegawai onder- nem ing. Barang siapa yang tidak baik kerjanya untuk meladeni ondernem ing, bekel dianggap tidak cakap, dan kelalaian ter-

hadap kewajibannya kepada ondernem ing dapat dituntut di pengadilan. Karena itu, untuk tanam an tebu dan tem bakau m em er lu kan ten aga yan g ban yak, ker ja paksa d ijalan kan d en gan ker as. Sebagian d en gan bayar an , lain n ya d en gan percuma. Kata Belanda, rakyat di bawah kekuasaan onderne- m ing sudah “lebih ringan” daripada waktu di bawah kekuasaan bekel dan patih yan g sewen an g-wen an g. Rakyat yan g dulu ditindas dan diperas oleh Patih dan Bekel dengan bertopeng nam a raja, dengan kewajiban herendienst, bakti dan seribu macam beban yang berat, ganti dengan kewajiban kerja paksa di ondernem ing tebu dan tembakau. Dahulu, para Bekel dan Patih bermain kuasa atas nama kebesaran raja, sedang seka- rang untuk m odal raksasa. Dari m ulut harim au rakyat jatuh ke m ulut buaya. Cara perbudakan sem acam in i kem udian dirasakan sebagai hal yang tidak dapat dibenarkan lagi oleh zaman yang sopan ini, maka timbullah kehendak untuk mengu- bah n ya.

Pada tahun 1916-1918 apan ageschap dihapuskan yang sudah sejah tahun 1912 dimulai. Tanah diambil dan dinyatakan sebagai m ilik kerajaan yang tadinya m ilik raja. Dom einv er- klaring dinyatakan dengan Rijksblad 1918 no. 16 bahwa sejak itu tan ah adalah m ilik kerajaan . Kepada Kelurahan (bekas kebekelan) diberikan hak tanah (beschikkingsrecht). Kepada rakyat diberikan hak m em akai turun tem urun (erfelijk geb- rukisrecht, wewenang nggaduh turun temurun). Hak memakai yang dulu dapat dicabut oleh bekel, kalau sudah tidak kuat lagi untuk bekerja di ondernem ing, sekarang dapat diturunkan kepada ahli warisnya.

Pemberian hak tanah semacam ini kepada rakyat disertai kewajiban membayar “landrente” (pajak bum i). Untukdaerah

tertentu, perm ulaan kewajiban m em bayar pajak bum i, dite- rima rakyat sebagai permulaan mendapat hak tanah baginya. Keputusan penghapusan pajak bumi (diterimanya mosi Moch. Tauchid dalam Parlem en RI, Nop. 50 ) pertam a-tam a rakyat ada yang ragu-ragu, karena selama ini petuk pajek (tanda pem- bayaran pajak bum i) itulah yang dianggapnya sebagai tanda pengakuan dan pengesahan milik atas tanahnya.

Hak ondernem ing atas tenaga rakyat seperti yang sudah- sudah dihapuskan. Herendienst diganti dengan pajak kepala (hoofdgeld) yang dibayar kepada pem erintah. Nam un seka- rang pajak kepala sudah dihapus.

Kebekelan yang tadinya merupakan daerah urusan tanah (sebagai daerah kem andoran), dijadikan Kelurahan sebagai daerah adm in istratif pem erin tah an den gan m en dapat h ak tanah seperti tersebut di atas. Pemerintah Kelurahan dibentuk, Bekel-b ekel ya n g ca ka p (g esch ik t) d ija d ika n p er a n gka t desa(pam ong kelurahan) dengan m endapat tanah lun gguh (bengkok). Yang tidak cakap diberhentikan dengan diberi pen- siun tanah (sawah pengarem -arem), untuk selama hidupnya. Kalau saat m en in ggal tan ahn ya kem bali kepada kelurahan dijadikan tanah kas desa.

Perubahan hukum tanah (Agrarische Reorganisatie) ini adalah kejadian yang sangat penting dan besar artinya bagi sejarah kerajaan serta artinya bagi hak-hak rakyat. Tetapi peru- bahan yan g pen tin g itu terpaksa ditun da berlakun ya sebab harus menunggu 50 tahun lagi pelaksanaannya, karena harus m elalui saat “Conversie” (peraturan perubahan) yang lam a- n ya 50 tahun . Karen a den gan Agrarisch R eorgan isatie in i keberadaan ondernem ing di daerah tersebut yang sepanjang sejarahnya ham pir satu abad lam anya atas dasar deelbouw -

pacht dan herendienst merasa mendapat ancaman yang akan sangat m em bahayakan. Ancam an ini terutam a dengan pem - berian hak m em akai turun tem urun bagi rakyat atas tanah sebagai hak yang lebih kuat bagi rakyat dari waktu yang sudah- sudah dan juga terhapusnya hak mendapat tenaga herendienst. Un tu k m en gh in d ar kan an cam an Ag r a r ische R eor g a - nisatie yang akan m em bahayakan keberadaan ondernem ing m a ka d ia d a -a d a ka n p er a t u r a n p er u b a h a n (Con v er sie beschikking) dalam Undang-undang Sewa Tanah yang baru (Vorstenlandsch Grondhuurreglem ent) Stbl. 1918 no. 20 , atas dasar pengakuan hak sejarah ondernem ing di daerah itu. Hak sejarah (historis recht) kaum pem odal di Yogyakarta yan g sudah berjalan satu abad tidak disia-siakan oleh pemerintah H in dia Belan da. J asa-jasa on dern em in g yan g sudah begitu besar n ya d i d aer ah it u d en gan m em bu at kan jalan -jalan , pengairan dll, harus dihargai. Hak historis ondernem ing ini dihargai dengan Undang-undang yang baru. Penghargaan hak sejarah kaum pemodal di Yogyakarta membawa akibat seba- liknya bagi rakyat yang berarti kelanjutan “kew ajiban sejarah” yang pahit m asih harus terus dijalankan. Untuk m elepaskan kewajiban sejarah yang berat itu harus menunggu 50 tahun lagi. Dalam Undang-undang sewa tanah di antaranya ditetap- kan:

a . selama 50 (lima puluh) tahun dari sejak tahun 1918 (lahir- nya Undang-undang tersebut), perjanjian sewa tanah yang lama masih terus berlaku dan dijamin keberlangsungnya untuk terus mendapat tanah seperti yang sudah-sudah, termasuk tanah untuk keperluan bangunan-bangunan (pabrik, railbaan, rum ah-rum ah pabrik, kediam an pegawai-pegawai dll), b . ter h apu sn ya h ak on d er n em in g u n tu k m em per gu n akan

tenaga rakyat atas dasar herendienst (kerja paksa dengan tidak bayaran) dianggap oleh kaum pemodal sangat mem- bahayakan, m aka diundurkan berlakunya (penghapusan- nya). Lalu masih diberi kelonggaran 5 tahun lamanya lagi tetapi dengan bayaran.

Da la m VGH R ser t a p er a t u r a n p ela ksa n a a n n ya (u it - v oer in g sv oor schr ifn y a) ter dapat beber apa per atur an dan perjanjian:

a. Glébagan stelsel, untuk tanaman tebu, nila, dan tembakau, dan bengkokstelsel untuk tanam an keras (ov erjarige cul- tures).

Den gan sistem in i, rakyat tidak lagi m erdeka m en an am i tanahnya karena selalu dikejar-kejar waktunya oleh onder- n em in g. Oleh karen a itu, terpaksa m ereka h an ya dapat menanam tanaman yang umurnya pendek (jagung, ubi jalar dsb) di atas tanahnya yang sesungguhnya amat subur dan baik untuk ditanami padi dan tanaman lainnya yang lebih berharga. Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki tanah- nya, karena tidak lam a lagi tanah tersebut akan jatuh ke tangan on dern em in g.

b. Peraturan kasepan

Kar en a p em akaian t an ah ber gan t i-gan t i an t ar a r akyat dengan pihak ondernem ing, tidak jarang terjadi penyerahan tanah itu kepada rakyat terlambat dari waktu yang ditentu- kan un tuk m em beri kesem patan m en an am padi. H al in i san gat m erugikan rakyat, karen a kasepn ya pen erim aan tan ah kem bali dapat m en gakibatkan kegagalan seluruh usaha pertaniannya.

Sebagai ganti rugi, pabrik diharuskan membayar uang yang dinam akan uang kasepan, yang besarnya diperhitungkan

m en urut lam an ya waktu k asep. Uan g gan ti kerugian itu tidak seimbang dengan kegagalan yang diderita karena ke- k a sép a n p em ber ian tan ah kem bali. Dalam p r aktikn ya, pabrik boleh kasep dan hanya dikenakan kewajiban mem- bayar ganti rugi berupa uang, tetapi sebaliknya rakyat tidak boleh (tidak boleh, tidak berani) kasep, tidak dapat menye- rahkan lewat dari waktunya. Tidak jarang terjadi petani ter- paksa membongkar tanamannya yang masih muda karena harus segera menyerahkan tanahnya kepada ondernem ing. Untuk menghindari hal semacam ini, terpaksa harus memi- lih tanaman yang pendek umurnya, yang dapat lekas meme- tik hasilnya. Menjadi kebiasaan di Yogyakarta petani mena- n am jagun g di sawahn ya, han ya sekedar m en gharapkan dapat mengambil daun dan batangnya untuk dijual sebagai makanan ternak dan buahnya yang muda untuk sayur kare- na dikejar waktu, tidak dapat mengharapkan akan mendapat jagung yang tua untuk persediaan makanan.

Cultuurplan untuk tanam an rakyat di tanah konversi itu ditentukan oleh on dern em in g, yang m enentukan m acam tan am an yan g h ar u s d itan am d i m asin g-m asin g tan ah garapan rakyat. Ditetapkan waktunya, untuk mengatur wak- tu bagi keperluan penanaman ondernem ing, supaya jangan sampai rakyat kasep menyerahkan tanahnya kepada pabrik. c. Laran gan m en an am (bep lan tin gsv erbod) atas beberapa m acam tanam an, di antaranya tebu, cabé, dan tem bakau. Larangan ini berlaku di tempat-tempat tertentu karena tana- m an itu dianggap m engganggu kebaikan tanam an onder- n em in g. Terlih at jelas bah wa rakyat tidak m erdeka lagi untuk m enanam i sawahnya sendiri dengan tanam an yang agaknya lebih menguntungkan dan menghasilkan lebih baik.

Selain itu rakyat juga dilarang m enam am tem bakau Vir- gin ia padah al h ar gan ya cu ku p tin ggi di pasar an du n ia. Penanam an tem bakau ini dim onopoli oleh ondernem ing. Am ten ar B. B. diwajibkan m en jaga agar pelan ggaran in i jangan terjadi. Pelanggaran atas larangan ini dapat dihukum den da f 10 ,- atau pen jara 6 hari, dan tan am an n ya dapat dibongkar atas putusan pengadilan

d. Urusan air dikuasai oleh ondernem ing

Air untuk sawah rakyat hanya sekedar kalau ada belas ka- sih an pabrik. Rakyat yan g sudah m em bayar “pajak air” m asih dian aktirikan dalam m en dapatkan air. Biasan ya,