• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zaman Feodalisme Baru: Masa Sesudah Tahun

KEKUASAAN RAJA ATAS TANAH

II. Zaman Feodalisme Baru: Masa Sesudah Tahun

Cara pem erasan lan gsun g oleh kekuasaan pem erin tah Kolonial dengan cara-cara perbudakan di luar batas perike- m anusiaan seperti diuraikan di atas dipandang sudah tidak sesuai lagi den gan zam an yan g sopan . Di Neger i Belan da sendiri timbul dua aliran. Pertama dari golongan Liberal yang m enghendaki cara yang baru, supaya pem erintah tidak lagi m en jalan kan p em er asan d an p en in d asan yan g lan gsu n g seperti yang dijalankan oleh Cultuurstelsel dan sebelum nya. Golongan ini mengusulkan agar diserahkan saja pekerjaan itu kepada orang (modal) partikelir. Aliran yang kedua ialah go- lon gan Kon servatif yan g m em pertah an kan cara-cara lam a yang terang-terang m enguntungkan bagi Belanda.

Rencana Cultuurw et Fransen van de Putte (Menteri J a- jahan) pada tahun 1866 untuk m engubah hukum agraria di Indonesia tidak diterim a oleh Parlem en. Pengertian tentang tanah serta hak-hak Rakyat atasnya sangat sedikit. J uga R.R.

1854 tentang tanah sangat tidak berdasarkan pengertian yang dalam. Rencana V.D. Putte ialah agar semua tanah yang berupa hutan belukar (w oeste gron den) dijual saja kepada oran g- oran g partikelir un tuk m en dapatkan uan g dan juga un tuk d iu sah akan sebaik-baikn ya. Pem er in t ah akan m en d ap at keun tun gan juga dari hasil pen gusahaan tan ah itu, sedan g rakyat Indonesia diberi hak agraris eigendom atas tanahnya. Baru pada tahun 1870 , rencana de W aal (Menteri J aja- han) tentang hukum agraria baru, sebagai kompromi dari dua aliran itu diterima, dan lahirlah Agrarische W et (biasa dika- takan w et de W aal) 9 April 1870 , dan kemudian lahir Agraris Besluit (Algem een e Maatregel van Bestuur tan ggal 20 Mei 1870 no. 15 Stbl. No. 118, diubah dan ditambah dengan Stbl. 1872 No. 116; 1874 No. 78; 1877 No. 196; dan 270 ; 1888 No. 78; 1893 No 151; 1895 No. 199; 1896 No. 140 ; 190 4 No. 325; 1910 No. 185; 1912 No. 235; 1916 No. 647; dan 683 dan 1926 No. 231); yang memuat pernyataan hak negeri atas tanah yang b ia sa d iseb u t d en ga n Dom ein v er k la r in g . Set er u sn ya m elahirkan berm acam -m acam Undang-undang tanah di In- donesia untuk kepentingan m enjam in m odal partikelir teru- tam a m odal partikelir Belan da. Dom ein v erklarin g term uat dalam pasal 1 dari Agraris Besluit (Stbl. 1870 No. 118), ber- bunyi: “Sem ua tan ah y an g tidak tern y ata dim iliki den gan hak eigendom , adalah kepuny aan N egeri”.

Dengan pernyataan itu, maka semua tanah yang tidak dimi- liki dengan hak eigendom adalah kepunyaan Negeri (Lands- dom ein), yang berarti bahwa semua tanah yang dimiliki oleh rakyat den gan n am a hak apa saja, tetapi tidak den gan hak “eigendom ”, adalah kepunyaan Negeri.

tan ah n egeri y an g bebas (v rije landsdom ein), yaitu tanah- tanah yang belum dim iliki atau diusahakan oleh orang atau sesuatu Badan Hukum, yang biasaannya berupa hutan belukar yang lazim juga disebut tanah GG (Gouvernem ents Grond), dan ada tanah negeri yang tidak bebas(onvrij landsdom ein), yaitu tanah-tanah yang sudah dimiliki (diusahakan) oleh orang- orang Indonesia atau Badan Hukum.

Un dan g-un dan g Agraria yan g lahir pada 9 April 18 70 , yang menjadi pasal 51 dari W et op de Indische Staatsregeling, isinya sebagai berikut:

1. Gubernur J endral tidak boleh menjual tanah,

2 . larangan itu tidak mengenai tanah-tanah kecil untuk perlu- asan kota d an d esa u n tu k m en d ir ikan per u sah aan d an ban gun an ,

3 . Gubern ur J en dral dapat m en yewakan tan ah yan g diatur dalam Undang-undang. Dalam peraturan ini tidak termasuk tanah yang telah dibuka oleh Rakyat Indonesia atau diper- gun akan un tuk tem pat m en ggem bala tern ak bagi um um atau yang masuk dalam lingkungan desa untuk keperluan um um lainnya,

4 . d en ga n Un d a n g-u n d a n g a ka n d ib er ika n t a n a h -t a n a h dengan hak pakai turun-tem urun untuk selam a-lam anya 75 tahun ,

5 . Gubernur J endral menjaga agar jangan sampai pemberian tanah itu melanggar hak-hak rakyat Indonesia,

6 . Gubernur J endral tidak boleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka oleh rakyat Indonesia untuk keperluan mereka sen diri, atau un tuk keperluan lain , kecuali un tuk kepen - tingan umum berdasarkan pasal 133 I.S. dan untuk keper- luan perkebun an yan g diselen ggarakan oleh pem erin tah

m en u r u t p er at u r an -p er at u r an yan g ber laku u n t u k it u ; semuanya itu dengan pemberian ganti rugi yang layak, 7 . tanah-tanah yang dimiliki oleh rakyat Indonesia dapat dibe-

rikan kepadanya dengan hak eigendom, dengan syarat-sya- rat dan pem batasan yan g diatur dalam Un dan g-un dan g, dan harus tercantum dalam surat tanda eigendom itu, yaitu mengenai kewajiban-kewajiban pemilik tanah kepada nega- ra dan desa, dan juga tentang hak menjualnya kepada orang yang bukan orang Indonesia,

8 . persewaan tanah oleh rakyat Indonesia kepada orang asing berlaku m enurut Undang-undang.

Seterusnya dalam Undang-undang itu termasuk juga hak- hak baru atas tanah, di antaranya disebutkan:

1. pemberian hak erfpacht atas tanah yang berupa hutan be- lukar;

2 . perlindungan hak rakyat Indonesia atas tanah;

3 . membuka kemungkinan bagi rakyat Indonesia untuk men- dapatkan hak yang lebih kuat atas tanahnya;

4 . persewaan tan ah oleh ban gsa In don esia kepada ban gsa asin g.

Maksu d yan g t er kan d u n g d alam u n d an g-u n d an g it u m en yatakan :

1. m enjam in kepentingan m odal besar partikelir, yang akan menanamkan modalnya di lapangan pertanian dan perke- bunan, dengan m em beri kesem patan kepada m odal besar partikelir untuk mendapatkan tanah, dengan jaminan dan perlindungan akan perkem bangannya,

2 . m elindungi hak m ilik rakyat atas tanah sebagai golongan yang lemahdari akibat no. 1 di atas, dengan memberi kesem- patan kepada rakyat In don esia un tuk m en dapatkan hak

agraris eigendom atas tanahnya sebagai hak yang lebih kuat, serta perlin dun gan den gan Un dan g-un dan g agar jan gan sampai tanahnya itu gampang jatuh ke tangan orang asing. Isi dua maksud dari Undang-undang di atas sangat ber- tentangan antara yang satu dengan yang lain. Dari dua maksud tersebut dapat ditarik benang merahnya yaitu harus mengor- bankan salah satu di antaranya. Dan dua-duanya merupakan pilihan yang cukup sulit, ibaratnya memelihara harimau dan kambing dalam satu kandang. Harimau harus gemuk, kambing perlu hidup dan jangan mati.

Atas dasar Agraris W et dan Agraris Besluit (Dom einver- klarin g) itulah kem udian lahir berm acam -m acam Undang- undang tanah di Indonesia dengan macam-macam bentuk dan cor akn ya.

Dom einverklaring adalah satu pernyataan peram pasan tanah di Indonesia dari tangan raja-raja Indonesia -yang sudah ditaklukkan -, ke tan gan Belan da un tuk dipergun akan bagi kepentingan politik penjajahannya. Kekuasaan itu kemudian diserahkan kepada Gubernur J endral yang bertindak sebagai raja baru yang maha kuasa di atas kekuasaan raja-raja Indone- sia sebelumnya yang masih dianggap keramat dan sakti oleh r akyat .

Hukum agraria yang baru (Ind. Staatsregeling pasal 51, dulu RR. No. 62), pada hakikatnya merupakan:

1. pen am pun g politik “pin tu terbuka”(open deur politiek) yan g lah ir n ya “kebetu lan ” ber sam aan waktu n ya, u n tu k memberikan tempat perlombaan bagi modal raksasa itu di sini,

2 . sebagai “perkawinan” antara sistem feodalisme dengan sis- tem kapitalisme modern. Bukan pergantian sistem feodalis-

me dengan kapitalisme, melainkan di atas sistem feodalis- m e, di atas susun an dan jiwa m asyarakat feodalism e itu ber jalan pem er asan kapitalism e den gan or gan isasi dan peralatan n ya yan g m odern ,

3 . pergantian dari pemerasan langsung oleh kekuasaan Peme- rintah Kolonial, pindah ke tangan kaum m odal partikelir terutam a m odal partikelir Belanda, dengan jam inan sebe- sar-besarnya untuk perkem bangannya.

Sem uanya itu m erupakan pokok dan dasar pokok pen- jajahan Belanda di Indonesia.

Per lin d u n gan h ak r akyat at as t an ah d en ga n a d a n ya “Gr on d v er v r eem d in g sv er bod ” (St bl. 18 75 n o. 179 ) yan g m elarang pem belian tanah oleh orang asing dari bangsa In- don esia, sejatin ya lahir sebagai sikap yan g m elin dun gi hak r akyat dar i bah aya yan g m en gan cam n ya, tetapi ber akibat sebaliknya, karena:

1. dengan larangan itu, rakyat Indonesia hanya dapat menjual tanahnya di kalangan bangsanya sendiri yang tidak mampu, dan menyebabkan harga tanah rakyat sangat rendah; 2 . bagi para pemodal partikelir hal itu berarti satu keuntungan.

Karena akan selalu mendapat tanah yang murah harganya, karena penjualan dan penyewaan tanah untuk kaum modal menjadi monopoli pemerintah yang melindungi dan mem- belanya, dengan tidak ada saingannya;

3 . praktikn ya m asih dapat saja oran g asin g m em beli tan ah dari rakyat Indonesia dengan sistem kedok, dengan harga yang murah seperti harga umum untuk rakyat Indonesia; 4 . pelanggaran atas larangan itu (yang diancam dengan hu- kum an seperti tersebut dalam Stbl. 1912 n o. 1777), yan g sebelum n ya sudah dilaran g den gan ordon an si Stbl. 18 61

No. 45; Stbl. 1863 No. 160 ; Stbl. 1875 No. 199 b; Stbl. 1878 No. 281; dan Stbl. 1879 No. 279; dalam praktiknya selalu diberi jalan bagi pelanggar itu, dengan Undang-undang lain- nya yang dapat menjadikan “ontw etige occupatie” menjadi “w ettig”, dengan menjadikan tanah itu menjadi tanah hak eigendom, opstal, atau tanah sewa lainnya yang melindungi pelanggaran. Dengan mempergunakan dasar bahwa penju- alan tanah itu diartikan sebagai pelepasan hak dan pengem- balian hak itu kepada Negara (jadi tidak menjual, katanya), maka dapatlah tindakan melanggar undang-undang itu dibe- narkan dengan istilah yang lain;

5 . dengan harga tanah yang m urah itu, karena hanya dapat m enjual kepada golongan bangsanya yang tidak m am pu, dan eratnya hubungan para petani dengan tanahnya, yang merupakan hubungan batin (m agisch-, religeus verband), m aka sekalipun tanahnya sudah sangat sem pit dan tidak lagi dapat m em beri hidup padanya, bahkan hanya m eru- pakan beban (m eer last dan lust), - karena hak tanah itu disertai berm acam -m acam kewajiban , tidak juga rin gan un tuk m elepaskan tan ahn ya. Den gan m em iliki tan ahn ya yang kecil itu, dia tidak dapat lagi hidup dari hasil tanah tersebut, maka terpaksa ia menjual tenaganya untuk men- cari upah sekedar m enam bah penghidupannya.

Andaikata orang-orang diperkenankan menjual tanahnya kepada orang asing, maka dikhawatirkan akan habis tanahnya. Tetapi bukan ini yang penting, yang penting ialah, kalau para petani tersebut kehabisan tanahnya, maka dikhawatirkan akan muncul satu “barisan buruh” yang akan membahayakan bagi hidupn ya perusahaan dan m em bahayakan juga bagi kedu- dukan pemerintah kolonial. Pemerintah kolonial tetap meng-

hendaki adanya tenaga penggarap yang murah, tetapi jiwanya tetap “borjuis kecil” yang terikat oleh tanahnya yang dicintai- nya, serta jiwa feodal yang masih kuat berakar. Hal ini dapat dijadikan ham batan akan “proses proletariseering” di Indo- n esia, yan g perlu dipertahan kan un tuk keselam atan kaum m odal dan pem erintah Kolonial. Dengan sistem seperti ini, m aka terdapat ban yak petan i di In don esia yan g statusn ya setengah buruh dan setengah tani. Dengan cara seperti ini, para petani tersebut tidak akan dapat memeperjuangkan nasib- nya sebagai buruh dan juga tidak dapat lagi mendapatkan hasil dari tanahnya, sebab keduanya tetap dalam kuasa pemerintah kolon ial.

Itulah sebabnya, maka Kom isi Spit (th. 1930 ) diberi tugas un tuk m em pelajari kem un gkin an pen in jauan politik yan g lam a, berhubung dengan adanya desakan dari beberapa go- longan agar orang asing (terutam a Belanda Indo) diberikan hak tan ah dan dapat m em beli tan ah dari oran g In don esia. Komisi ini memberikan pendapatnya bahwa politik yang lama (Grondvervreem dingsverbod) itu harus dipertahankan. Dengan alasan untuk m elindungi rakyat Indonesia sebagai golongan yan g lem ah ekon om in ya. Tetapi seben arn ya alasan di atas itulah yang m enyebabkan Pemerintah Hindia Belanda harus terus “m em bela” hak rakyat Indonesia.

Politik ini lebih disempurnakan lagi dengan tidak didiri- kan n ya perin dustrian yan g besar-besar di sin i, yan g dapat m elah irkan kelas buruh yan g sadar dan kon sekuen dalam perjuangannya, yang akan membahayakan kedudukan kaum pemodal di sini. Hal ini harus dipertahankan supaya Indonesia terus menjadi sumber bahan-bahan mentah yang berharga di dunia dengan persediaan tenaga yang cukup besar dan murah.

Laran gan m en jual tan ah bagi oran g In don esia kepada orang asing di antara banyaknya kaum pem odal untuk ber- lomba-lomba, bersaing mengadu kekuatan di sini dapat dium- pamakan seperti pengurungan kambing di sudut kandang, di mana harimau hidup bersama-sama di situ. Supaya kambing tidak mati ditelan mentah-mentah olah harimau, perlu dilin- dungi dengan dibuatkan di sudut kandang bersama kandang kecil. Akhirnya kambing tidak mati ditelan harimau langsung, tetapi mati karena gerak harimau yang leluasa di kandang itu, tem pat hidup bersam a-sam a, yang m em ang dilindungi oleh yan g m em elihara.

Kalau h ar im au in gin m en er kam kan ku ku n ya kep ad a kambing, ada akal dengan membungkus kukunya dengan kuku kambing atau kaos tangan yang halus. Kalau sudah terlanjur menerkam, harimau dimaafkan, boleh membawa mangsanya itu keluar, dengan Undang-undang yang m em benarkan tin- dakannya, karena katanya si kambing sudah menyatakan suka untuk diterkam .

Dalam uraian di belakang nanti akan terlihat bagaimana artinya dan praktiknya Grondvervreem dingsverbod tersebut.