• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF UU No 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Dalam dokumen Sistem Informasi Desa dan Kawasan (Halaman 98-106)

UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, membawa paradigma baru bagi desa dalam hal prakarsa dan kewenangan desa untuk mengatur serta mengelola desanya. Hal ini akan memberikan jalan bagi desa agar menjadi desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Desa harus mampu menyediakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Desa harus dapat melakukan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam melakukan hal tersebut langkah-langkah strategis desa dalam menempuh jalan pembaruan desa ada 3 yaitu: 1) menyusun perencanaan pembangunan desa dan kawasan perdesaan yang partisipatif sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembangunan desanya, 2) pengelolaan potensi/aset desa sebagai sumber-sumber pendanaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat

desa, 3) mengembangkan sistem informasi desa untuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pemerintahan serta kepentingan pembangunan desa.

Desa ke depan dituntut untuk melakukan percepatan pembangunan desa yang mandiri. Sehingga desa harus siap melakukan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel serta melakukan penyediaan informasi pembangunan desa dan kawasan diantaranya profil desa, data pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pendukung sistem administrasi desa, sarana promosi potensi desa dan kawasan perdesaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Sistem informasi desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan. Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus menyediakan informasi perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota untuk Desa serta melakukan pengembangan kapasitas Pemerintah Desa berbasis teknologi informasi.

Pengembangan kapasitas Pemerintah desa berbasis teknologi informasi meliputi beberapa aspek, yakni : kepemimpinan, sumber daya manusia, regulasi, pendanaan, aplikasi, data/informasi dan infrastruktur jaringan, yang ditinjau dari tiga dimensi, yakni : dimensi individu, kelembagaan, dan sistem. Pemerintah desa harus dapat melakukan pengelolaan sistem informasi desa sesuai dengan kebutuhan desa dan kawasan perdesaan serta memampukan komunitas/masyarakat agar dapat mengakses informasi yang bersangkut paut dengan hidup dan desa mereka. Masyarakat desa harus dapat mengakses dan memahami informasi sesuai kebutuhan mereka, bertukar informasi antar komunitas, bersama-sama

mengidentifikasi kebutuhan informasi, dan memproduksi informasi secara kolektif. Sedangkan tugas pendamping lebih pada mengadvokasi kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota agar melakukan kewajibannya sistem informasi desa dan kawasan perdesaan sesuai yang diamatkan oleh UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, mendorong Pemerintah Desa mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola sistem informasi desa dan kawasan perdesaan, serta mendorong komunitas/masyarakat untuk dapat mengakses informasi dan memproduksi informasi yang bersangkut paut dengan hidup dan desa mereka.

Dalam melakukan tugas tersebut seorang pendamping pemberdayaan masyarakat semestinya memiliki 3 kemampuan utama yaitu: kemampuan untuk mengadvokasi kebijakan dari tingkat kabupaten/kota hingga desa, melakukan pengorganisasian komunitas dan masyarakat, serta mentransformasikan ide dan gagasan pendampingan dan pengetahuan kepada para pihak. Selain itu tentu kemampuan teknis yang berkaitan dengan sistem informasi desa berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Berbagai cara dapat dilakukan oleh pendamping untuk memperoleh kemampuan utama dan kemampuan teknis tersebut, misalnya dengan mereproduksi pengalaman dan pengetahuan, mengikuti pelatihan-pelatihan secara mandiri, belajar bersama, praktek langsung bersama komunitas, dan kursus-kursus.

RENCANA KERJA PENDAMPINGAN MENGEMBANGKAN SISTEN INFORMASI DESA DAN KAWASAN PERDESAAN

YOSEP RUSPENDI

seloka@gmail.com [Ngawi - Jawa Timur]

Pada tahun 2013 adalah tonggak pengukuhan atas ranah milik rakyat. Pada tanggal 1 Mei 2013, pengakuan atas wilayah desa di jagat internet diumumkan. Dengan di rillisnya domain desa.id, desa sebagai entitas yang selama ini minoritas bisa memperkenalkan dirinya. Potensi desa yang selama ini tak terlihat bisa dilihat banyak orang di dunia maya. Dengan domain baru ini, desa-desa di Indonesia bisa lebih dikenal di dunia internasional.

Selain itu, di tahun yang sama, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang (UU) Desa dalam rapat paripurna DPR tanggal 18 Desember 2013 di gedung DPR Jakarta.

Di dalam UU Desa 2014 disebutkan “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia….” (BAB 1 KETENTUAN UMUM, Pasal 1 ayat 5). Istilah-istilah seperti kesatuan masyarakat hukum, hak asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya,

merupakan sebuah bangunan cultutal yang terejawantahkan dalam sub socio-cultural yang disebut civilization.

Desa yang baru ini mengukuhkan kewenangan yang dikelola desa. Undang-undang akan mengukuhkan kembali wilayah rakyat yang semula tidak jelas. UU No 6 tahun 2014 telah memberikan kewenangan besar pada desa dalam bentuk wewenang berdasar asal usul dan wewenang lokal berskala desa (Pasal 19). Pengukuhan kewenangan lokal berskala desa ini diiringi dengan kesiapan desa terhadap tata kelola sumberdaya yang ada. Baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya.

Untuk melaksanakan kewenangannya, pemerintah desa wajib memiliki Sistem Informasi Desa yang menjamin rencana dan pelaksanaan pembangunan desa dapat dipantau oleh masyarakat desa (Pasal 82-86). Pengembangan aplikasi Sistem Informasi Desa harus mempertimbangkan keragaman kondisi kawasan perdesaan, baik desa yang belum ataupun sudah memiliki akses internet.

Sistem Informasi Desa dan Kawasan akan memberikan data dan melakukan identifikasi sumberdaya lokal yang seperti apakah yang bisa dikelola oleh desa. Desa diharapkan bisa melakukan rencana-rencana kegiatan dan pembangunan karena telah memiliki data dan kemampuan membaca informasi di skala desa.

Melalui Sistem informasi desa dan kawasan, desa tidak hanya mampu membaca sumberdaya di wilayah desanya saja, tetapi juga menjadi cara membaca sumberdaya wilayah atau kawasan. Seperti persoalan mata air dan sumberdaya lainnya, harus menjadi kajian informasi dan pengetahuan antar desa. Menjadi sumber musyawarah agar segala potensi yang ada bisa di kelola bersama karena memiliki data dan informasi yang akurat.

Setidaknya ada tiga poin yang krusial untuk dikawal dalam pengelolaan informasi di perdesaan . Pertama adalah perencanaan

pembangunan berbasis data desa yang partisipatif, kedua pengelolaan aset dan tata kelola keuangan desa, dan ketiga penguatan kapasitas sumber daya manusia. Dan pengelolaan informasi di perdesaan dalam bentuk website dan sistem informasi desa yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan harus dimulai dengan akses dan pemahaman masyarakat terhadap data dan informasi.

Pengelolaan informasi bisa dibantu dengan pemanfaatan teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) . Pemanfaatan TIK di tingkat perdesaan pun tidak mudah begitu saja untuk diterapkan. Ada persoalan dalam melakukan defusi inovasi di perdesaan. Oleh karenannya diperlukan para pegiat perdesaan yang paham dengan kebutuhan desa dalam melakukan tata kelola sumberdaya. Para pegiat perdesaan harus mempunyai kemampuan akan menerjemahkan perundangan, kemampuan teknis dan secara telaten melakukan pendampingan.

Kemampuan membaca perundangan akan menjadi prasyarat utama, agar apa yang dilakukan oleh desa tidak bertentangan dengan regulasi yang ada. Setidaknya ada beberapa perundangan yang akan memayungi SIDEKA, yaitu UU Desa, UU Pelayanan Publik dan UU Administrasi Kependudukan. Para pegiat desa harus memahami perundangan agar tidak menabrak koridor hukum positif yang berlaku.

Para pegiat perdesaan juga harus membekali diri dengan kemampuan teknis. Karena hal ini menyangkut dengan sebuah aplikasi, maka pegiat harus mampu melakukan instalasi, perawatan hingga melakukan proses backup data. Yang paling penting lagi adalah ketelatenan dan ketelitian dalam implementasi sitem informasi dan kawasan ini.

maka perlu dilakukan langkah-langkah persuasif secara sistematis. Suatu formula yang biasa disebut AIDDA dapat dijadikan landasan pelaksanaannya. Formulasi AIDDA merupakan kesatuan singkatan dari tahap-tahap komunikasi persuasif; A: Attention (perhatian) I: Interest (minat) D: Desire (hasrat) D: Decision (keputusan) A: Action (kegiatan) Formulasi ini seringkali dinamakan A-A Procedure, sebagai singkatan dari Attention-Action Procedure; berarti pegiat dalam melakukan kegiatan dimulai dahulu dengan menumbuhkan perhatian. Berdasarkan formulasi AIDDA, defusi inovasi didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Bagaimana sistem informasi desa ini mampu menarik perhatian para pengampu kebijakan di perdesaan.

Apabila perhatian sudah terwujud, maka menyusul upaya menumbuhkan minat. Upaya ini dapat berhasil, dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan desa. “Know Your Audience”, pastikan bahwa sideka mampu menjawab kebutuhan di desa akan tata kelola sumberdaya.

Tahap berikutnya adalah memunculkan hasrat keinginan untuk mengadopsi sideka. Peran imbauan emosional perlu ditampilkan oleh pegiat, sehingga pada tahap berikutnya para pengampu kebijakan di perdesaan dapat mengambil keputusan untuk melakukan adopsi inovasi diharapkan.

Dari hal di atas, maka para pegiat di daerah perlu melakukan hal-hal berikut :

1. Peningkatan kapasitas pegiat, kades/perangkat desa dan warga desa dalam bidang legislasi, pengetahuan dan teknis 2. Penguatan jaringan antar elemen baik itu komunitas, edukatif,

eksekutif maupun legislatif didaerah

3. Melakukan upaya penguatan kinerja melalui pengelolaan kader desa dan pegiat desa.

TJUT ZAKIYAH ANSHARI

qq_zahr2007@yahoo.co.id [Tulungagung – Jawa Timur]

PENDAMPINGAN SIDEKA DALAM

Dalam dokumen Sistem Informasi Desa dan Kawasan (Halaman 98-106)