• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTAMINA DESA BINAAN PERIKANAN TANGKAP Pembahasan ini menguraikan tentang hasil penelitian, mengenai hubungan

antara tingkat keberdayaan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR PT Pertamina Desa Binaan Perikanan Tangkap. Menurut Nasdian (2006), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi. Radyati (2008) menyimpulkan bahwa pemberdayaan menyangkut permasalahan bagaimana individu, kelompok ataupun masyarakat berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Oleh sebab itu tingkat keberdayaan masyarakat menjadi kunci dalam pencerminan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR.

Tingkat Keberdayaan

Pemberdayaan yang terjadi dalam masyarakat dapat diukur dengan menggunakan tingkat keberdayaan, berdasarkan indikator keberdayaan yang dinyatakan oleh Riley (1979) dalam Radyati (2008) setidaknya terdapat tujuh indikator yang sesuai untuk mengukur tingkat keberdayaan pada program CSR PT Pertamina, antara lain: kebebasan mobilitas, kemampuan membeli komoditas besar, kemampuan membeli komoditas kecil, keterlibatan dalam pembuatan keputusan rumahtangga, kesadaran hukum dan politik, keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes, dan jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga.

Kebebasan Mobilitas

Kebebasan mobilitas yang dibahas pada penelitian ini disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang terdapat di Desa Majakerta, khususnya masyarakat penerima program CSR Desa Binaan Perikanan Tangkap. Masyarakat yang tergolong dalam nelayan kecil berdasarkan kategori dinas perikanan, dilihat dari ukuran perahu yang dimiliki. Sebelum penelitian yang dilakukan, survey lapang dengan Focus Group Discussion dan didukung wawancara mendalam, didapat beberapa tempat yang dituju oleh masyarakat, diantaranya: fasilitas medis, fasilitas hiburan, pasar, rumah ibadah, dan instansi pemerintahan. Sarana transportasi sudah cukup memadai dan infrastruktur cukup mendukung, seperti kendaraan roda dua (sepeda motor) dan angkutan umum disebut “elf”. Berdasarkan hasil penelitian, kebebasan mobilitas masyarakat cukup tinggi pada beberapa tempat seperti rumah ibadah, fasilitas medis, dan pasar. Pada beberapa tempat seperti fasilitas hiburan dan instansi pemerintahan masyarakat masih belum dapat mengaksesnya dengan baik.

Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: masyarakat lebih menyukai pergi ke pasar tradisional dan sangat jarang pergi liburan, mereka lebih memilih untuk pergi ke kampung halaman yang dekat seperti Cirebon dan wilayah Jawa lainnya. Kebebasan mobilitas mendefinisikan bahwa masyarakat

mampu dan dan tidak mampu pergi sendiri ke tempat yang dituju, individu mampu mencapai tempat yang dituju secara perseorangan tanpa ditemani oleh orang lain.

Kemampuan Membeli Komoditas Besar dan Kecil

Komoditas besar yang dibahas pada pembahasan ini, berdasarkan hasil penelitian yang didasarkan pada keadaan masyarakat dapat menunjukkan tingkat keberdayaan masyarakat, seorang dikatakan berdaya apabila ia mampu membeli komoditas besar dengan cara mengambil keputusan sendiri tanpa meminta izin ataupun pendapat orang lain. Komoditas besar yang menjadi tolak ukur, antara lain: alat transportasi (perahu, sepeda, dan sepeda motor), alat elektronik, perhiasan, alat tangkap ikan, rumah dan tanah. Masyarakat Desa Majakerta yang berpenghasilan rata-rata Rp. 750.000,00/bulan tidak terlalu memikirkan untuk membeli komoditas besar, sekalipun terdapat sebagian warga yang memiliki perhiasan dan lahan garapan sawah hanya merupakan simpanan. Rata-rata masyarakat khususnya dalam program CSR Pertamina membutuhkan pendapat ataupun saran dari orang terdekat untuk membeli atau melakukan transaksi dalam kepemilikan komoditas besar, hal ini disebabkan dana yang dibutuhkan cukup besar dan tidak mudah untuk mengambil keputusan tersebut.

Perhiasan, lahan basah, dan rumah merupakan komoditas yang sangat sulit untuk dimiliki oleh masyarakat, hanya orang tertentu yang dapat memilikinya, ataupun dalam bentuk warisan. Berbeda halnya dengan kemampuan responden untuk membeli komoditas kecil, seperti kebutuhan sandang dan pangan. Masyarakat yang diwakili oleh responden memiliki keberdayaan yang lebih tinggi, hal ini ditunjukkan dengan kemmapuan masyarakat untuk mengambil keputusan sendiri, tanpa terlebih dahulu berdiskusi atau meminta pendapat orang lain. Kemampuan membeli komoditas kecil dibatasi hanya pada kebutuhan pangan sehari-hari dan kebutuhan non pangan dalam Rumahtangga.

Pada kemampuan mengambil keputusan untuk membeli komoditas kecil masyarakat lebih memiliki tingkat keberdayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas besar. Komoditas kecil lebih mudah didapatkan dan harganya cenderung lebih murah, sekaligus sangat dibutuhan oleh masyarakat, khususnya barang-barang primer. Tingkat keberdayaan pada dua indikator ini, memperlihatkan adanya pengaruh terhadap segi perekonomian khususnya pendapatan dan pengeluaran keluarga. Lebih mudah bagi masyarakat untuk mengambil keputusan secara mandiri apabila dapat dipenuhi sendiri. Pertimbangan akan lebih dititikberatkan pada komoditas besar, sekalipun berfungsi sebagai simpanan jangka panjang.

Keterlibatan dalam Pembuatan Keputusan Rumahtangga

Pada pembahasan ini responden diposisikan sebagai seorang peserta program CSR, secara keseluruhan responden berjenis kelamin sebagai nelayan dan menjadi kepala Rumahtangga. Pada proses keterlibatan pembuatan keputusan rumahtangga, masyarakat berdaya tidak memerlukan diskusi atau meminta saran terlebih dahulu dari orang lain untuk mengambil keputusan. Proses ini disebabkan masyarakat dianggap telah mandiri dan memiliki pandangan dan pertimbangan

yang visioner untuk kebutuhan masa depannya. Masyarakat yang berdaya mampu untuk menyatakan keputusannya sehingga lebih mudah untuk memperoleh kekuasaan, orang-orang disekitar dengan mudahnya untuk menyetujui keputusan tersebut, hal ini disebabkan karena keputusan tersebut adalah keputusan terbaik diantara yang lainnya.

Tingkat keberdayaan juga dapat dilihat dari frekuensi yang melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan. Individu yang berdaya selalu diberikan kesempatan untuk mengambil suatu keputusan, sebagai contoh seperti ketua kelompok nelayan “Sumber Laut” yang diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan terkait kebutuhan anggotanya yang sangat diperlukan. Pembuatan proposal untuk mengajukan dana kepada dinas perikanan, adalah contoh nyata. Ketua, Sekretaris, dan Bendahara beserta pendamping lapang membuat keputusan untuk mengajukan dana, meskipun sebelumnya mendapatkan persetujuan dari keseluruhan anggota.

Kesadaran Hukum dan Politik

Tingkat keberdayaan yang sering dilupakan adalah kebijakan, hukum, dan politik. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai kesadaran hukum bagi masyarakat disekitar wilayah perusahaan, kesadaran hukum yang dimaksud sangat berkaitan dengan peraturan-peraturan seputar perikanan. Masyarakat yang memiliki pengetahuan mengenai UU dan Peraturan Daerah mengenai perikanan, dapat menuntut hak mereka lebih baik sebagai nelayan. Penyadaran mengenai UU No. 45 Tahun 2009 adalah salah satu UU yang harus diketahui oleh masyarakat. UU No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan membahas secara jelas apa saja yang dibutuhkan oleh nelayan, seperti hak, kewajiban, dan perlindungan hukum. Sumber hukum ini dibuat agar posisi nelayan tidak selalu dianggap sebagai masyarakat yang tidak berdaya.

Ironinya adalah masyarakat yang memiliki kemampuan baca tulis sangat minim, rata-rata mereka hanya menamatkan pendidikan sampai pada tingkat SD. Sehingga sangat sulit ditemukan masyarakat yang memiliki kesadaran terkait sumber hukum. Secara umum, mereka pernah melanggar peraturan yang belum mereka ketahui, seperti menjaring di wilayah lain, menjaring di wilayah sekitar operasi perusahaan, ataupun di luar ranah perikanan yaitu melanggar tata tertib lalu lintas.

Tingkat keberdayaan yang dilihat dari bidang politik semakin jauh tertinggal, pengetahuan, kemauan, dan keterampilan politik masayarakat yang masih sangat minim, menjadi salah satu kendala bagi mereka, sebab mereka sangat mudah untuk diprovokasi oleh pihak tertentu yang memiliki kepentingan tertentu. Pengetahuan mengenai perkembangan politik lokal hingga nasional masih sangat minim, mereka hanya mengetahui cara memilih kepala desa dan pemimpin negara dengan cara pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Seperti yang diungkapkan oleh:

“ saya kalau nyoblos ya paling pak kades , ngikut-ngikut yang lain aja, temen-temen nyoblos ya saya juga nyoblos.” – Bapak CI

Pada tataran keterampilan politik, dapat dilihat dari cara mereka berorganisasi ataupun birokratisasi yang terjadi dalam pola hubungan mereka. Pola hubungan nelayan yang cenderung serupa dengan “Patront-Client” memberikan pengaruh sikap pasrah dan cenderung menggantungkan harapan pada orang yang lebih berkuasa. Bakul dan Pak Asmuni adalah tokoh-tokoh yang sangat dipatuhi dan menjadi opinion leader yang sangat dihormati. Masyarakat sangat percaya pada tokoh-tokoh ini, sehingga bentuk kelembagaan yang dibuat seperti kelompok nelayan atau KUB harus dibawah pengawasan dan persetujuan tokoh-tokoh tersebut, dan dapat dikatakan masyarakat belum memiliki tingkat keberdayaan yang baik pada bidang politik.

Keterlibatan dalam Kampanye dan Protes-Protes

Kampanye merupakan salah satu sarana yang menunjukkan kesadaran masyarakat dalam partisipasi politik mereka terhadap suatu kelompok, kampanye yang dilakukan biasanya mewakili kepentingan suatu kelompok, sehingga tingkat keberdayaan masyarakat dalam menentukan pilihan mereka untuk terlibat dalam suatu kampanye dapat mengukur kesadaran mereka dalam berpolitik. Masyarakat yang terlibat kampanye umumnya memiliki akses yang jauh lebih besar terhadap pimpinan suatu badan, sehingga mereka menjadi salah satu kader untuk menarik massa lainnya. Bentuk kesadaran untuk berpartisipasi ini menggambarkan keberdayaan yang telah terwujud sebelumya. Pada pembahasan ini tidak semua masyarakat terlibat dalam kampanye-kampanye, hanya orang-orang terdekat tokoh-tokoh yang lebih banyak terlibat.

Bentuk kekecewaan atau ketidaksetujuan terhadap suatu keputusan merupakan bukti nyata bahwa masyarakat memiliki keputusan yang bertolak belakang dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh pihak tertentu. Keputusan yang bertolakbelakang ini kemudian menjadi suatu manifestasi yang terbentuk dalam protes-protes. Contohnya : protes yang dikemas pada demonstrasi yang dilakukan pada perusahaan untuk menuntut tanggung jawab dari perusahaan. Hal ini disebabkan karena masyarakat dirugikan oleh bocornya pipa minyak Pertamina di sekitar pemukiman warga, sehingga mencemari laut dan mengurangi hasil tangkapan nelayan. Protes ini pertama kali dilakukan oleh seorang tokoh bernama Pak Asmuni, tokoh inilah yang kemudian memberikan pengaruh sangat besar terhadap masyarakat untuk menuntut hak mereka terhadap perusahaan. Minimnya pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat menyebabkan mereka sangat mudah terpengaruh tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu ajakan demonstrasi tersebut. Sehingga tingkat keberdayaan untuk indikator ini tidak dapat memberikan pengaruh yang besar pada masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara keseluruhan, terhadap program CSR Desa Binaan Perikanan Tangkap.

Jaminan Ekonomi dan Kontribusi terhadap Keluarga

Pembahasan ini mencakup pada aspek kepemilikan berbagai jenis aset, berdasarkan hasil survei lapang yang dilakukan sebelum penelitian, jenis aset dibagi menjadi beberapa barang, seperti tanah, hewan ternak, kendaraan, barang berharga, dan rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan lebih memilih hewan ternak dan rumah sebagai jaminan ekonomi atau aset yang dimiliki oleh

keluarga. Rumah merupakan kebutuhan pokok yang mereka harus miliki, sekalipun merupakan hasil warisan dan membangun seadanya, survei awal menunjukkan hampir sebagian rumah warga dalam kondisi yang kokoh.

Simpanan ini tidak semuanya dimiliki oleh responden, kepemilikan pribadi terbatas hanya pada orang-orang yang cukup mampu, mengingat keadaan perekonomian nelayan golongan kecil hanya bergantung pada hasil tangkapan sehari-hari nelayan. Kebutuhan lain yang tidak tercukupi kemudian dipenuhi dengan meminjam kepada “bakul” , sehingga sangat sedikit bagi mereka yang terbiasa menyimpan harta yang dimiliki dalam bentuk kepemilikan aset pada benda-benda tertentu. Oleh sebab itu tingkat keberdayaan masyarakat pada kategori ini masih tergolong sangat rendah.

Hasil Penelitian Tingkat Keberdayaan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari tujuh indikator keberdayaan, antara lain: kebebasan mobilitas, keputusan untuk membeli komoditas besar, keputusan untuk membeli komoditas kecil, keterlibatan dalam pembuatan keputusan Rumahtangga, kesadaran hukum dan politik, keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes, serta jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga. Tingkat keberdayaan dibagi menjadi dua kategori yaitu tingkat keberdayaan tinggi dan tingkat keberdayaan rendah.

Tabel 7 Jumlah dan persentase peserta program berdasarkan tingkat keberdayaan di Desa Majakerta, Kabupaten Indramayu Tahun 2013

Tingkat Keberdayaan Masyarakat Keberdayaan Masyarakat n % Tinggi 17 56 Rendah 13 43 Total 30 100

Gambar 4 Persentase peserta program berdasarkan tingkat keberdayaan di Desa Majakerta, Kabupaten Indramayu Tahun 2013

Berdasarkan tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa jumlah tingkat keberdayaan masyarakat tinggi lebih banyak dibandingkan tingkat keberdayaan masyarakat rendah, hal ini tentunya disumbangkan oleh kesadaran masyarakat dalam kebebasan mobilitas, kemampuan mengambil keputusan dalam membeli komoditi dan keputusan Rumahtangga, tetapi tidak semua indikator memiliki tingkat keberdayaan tinggi, contohnya seperti kesadaran hukum dan aksi protes yang masih dikategorikan rendah. Beberapa hal inilah yang akan menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya partisipasi masyarakat terhadap program CSR PT Pertamina khususnya Desa Binaan Perikanan Tangkap.

Ikhtisar

Program CSR PT Pertamina yaitu Desa Binaan Perikanan Tangkap, yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan dengan tingkat pendidikan rendah bukan merupakan nilai yang menghakimi masyarakat memiliki keberdayaan yang rendah. Masayrakat memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan dan kesadaran untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Tingkat keberdayaan yang dicapai merupakan keadaan masyarakat Desa Majakerta yang mendukung penyelenggaraan program CSR PT Pertamina.

Tingkat keberdayaan menjadi salah satu jalan untuk dapat mewujudkan partisipasi pada masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan beberapa indikator yang mendukung variabel tingkat keberdayaan. Penelitian di Desa Majakerta Kabupaten Indramayu, memberikan gambaran yang cukup baik tentang tingkat keberdayaan masyarakat sekitar, hal ini ditunjukkan dengan jumlah masayrakat peserta program yang memiliki tingkat keberdayaan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan masyarkat dengan tingkat keberdayaan rendah. Tingkat keberdayaan yang tinggi tidak mewakili semua indikator tingkat keberdayaan, disebabkan minimnya kesadaran masyarakat pada hukum dan jaminan aset ekonomi, yang menyebabkan mereka masih sangat bergantung pada tokoh setempat atau lebih mempercayai pada hubungan ikatan kedekatan dibandingkan dengan hal-hal baru yang dibawa oleh pihak luar.

0 10 20 30 40 50 60 Tinggi Rendah P e rc e n t

Variabel tingkat keberdayaan masyarakat telah menjelaskan bahwa masyarakat desa ini bukanlah kelompok tertinggal dan tertutup. Kemampuan mereka dalam mengambil keputusan, khususnya turut serta dalam program CSR dari PT Pertamina dan LPPM IPB diapresiasi sangat baik oleh masyarakat peserta program CSR Desa Binaan Perikanan Tangkap.