Pada bagian ini akan membahas mengenai program Corporate Social Responsibility yang telah dilakukan oleh PT Pertamina. Pada bagian ini juga akan dijelaskan mengenai program-program di dalam CSR PT Pertamina beserta dengan program khusus Desa Binaan Perikanan Tangkap di Desa Majakerta, Indramayu.
Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina
PT Pertamina merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang gas dan minyak bumi, sebagaimana dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 Bab V pasal 47 terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi Perseroan, menjadi landasan dasar PT Pertamina untuk menghidupkan dan menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility) dalam kegiatan perusahaan. Pertamina memiliki bagian tersendiri yang melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat yaitu Community Development yang terbagi menjadi dua unit, yaitu TJSL (tanggung jawab sosial lingkungan) dan PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan).
Pembahasan mengenai Program tanggung jawab sosial dan lingkungan kini diberi nama divisi CSR (Corporate Social Responsibility) PT Pertamina telah berjalan semenjak diberlakukannya UU PT No 40 Tahun 2007 yang mewajibkan setiap perusahaan untuk memberikan sebagian keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat. Tujuan CSR PT Pertamina adalah mewujudkan komitmen korporat dalam memberikan manfaat yang berkelanjutan (sustainable) bagi masyarakat sekitar, mendukung pencapaian proper Hijau dan Emas untuk unit korporasi sekaligus untuk membangun reputasi korporasi. Lingkup CSR yang dilakukan oleh PT Pertamina terdapat dalam beberapa bidang, diantaranya: peningkatan kualitas pendidikan, pemberdayaan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan hidup, peningkatan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.
1. Peningkatan Kualitas Pendidikan
Program ini fokus pada tujuan untuk meningkatkan kualitas tingkat pendidikan di sekitar wilayah operasi perusahaan, salah satu contohnya adalah melakukan pembangunan sarana, prasarana dan infrastruktur sekolah maupun bangunan perguruan tinggi. Kemudian untuk meningkatkan motivasi para peserta pendidikan diberikan beasiswa pendidikan untuk memacu peningkatan prestasi bagi mereka dan membantu anak-anak yang kurang mampu dalam menempuh pendidikan karena alasan ekonomi.
2. Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat
Program ini menitikberatkan pada peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan hidup dalam lingkungan mereka, khususnya disekitar wilayah operasi perusahaan. Program ini mencakup beberapa golongan penerima bantuan, seperti ibu hamil dan menyusui, bantuan operasi bebas biaya untuk masyarakat kurang mampu untuk penyakit
tertentu. Adapula bantuan sarana, prasarana, dan infrastruktur fasilitas umum kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat
Lingkungan menjadi sorotan utama perusahaan dalam menjamin keberlangsungan hidup masyarakat. Oleh sebab itu PT Pertamina melakukan beberapa terobosan seperti reklamasi dan reboisasi disejumlah lokasi yang rawan akan kerusakan lingkungan akibat operasi perusahaan. 4. Peningkatan Infrastruktur dan Pemberdayaan Masyarakat
Program ini merupakan salah satu program yang diharapkan mampu mewujudkan keberlanjutan dalam pelaksanaannya pada masyarakat, selain peningkatan infrastruktur, perusahaan berupaya menjalin hubungan kerja sama dengan beberapa lembaga lainnya untuk mewujudkan desa binaan dalam mendampingi masyarakat untuk mandiri dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program Peningkatan Infrastruktur dan Pemberdayaan Masyarakat Program Desa Binaan Perikanan Tangkap di Desa Majakerta
Program yang termasuk dalam kategori peningkatan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat ini, disebut Program Desa Binaan PT Pertamina. Adapun lokasi desa binaan PT Pertamina terdapat di tiga tempat, yaitu Desa Balongan, Desa Majakerta, dan Desa Karangsong. Program ini dilakukan dengan melakukan hubungan kemitraan dengan lembaga institusi, yaitu Institut Pertaniana Bogor. Bentuk kolaborasi yaitu kemitraan ini dilakukan karena suasana yang sangat tidak mendukung bagi perusahaan untuk melakukan bentuk pemberdayaan sendiri. Hal ini dikarenakan sebelumnya tidak tercipta hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, diperlukan salah satu pihak penengah sebagai jalan untuk mencapai tujuan pemberdayaan mayarakat.
Program Desa Binaan kemudian dibagi kembali menjadi beberapa jenis program diantaranya: program bantuan bidang perikanan tangkap, program bantuan budidaya perikanan, program bantuan peternakan, program bantuan integrasi pengolahan, dan program bantuan kelembagaan usaha bersama (KUB). Program yang menjadi bahasan pada penelitian ini adalah Program Desa Binaan Perikanan Tangkap di Desa Majakerta.
Awal Pelaksanaan Program
Desa Majakerta merupakan salah satu desa yang berada di pesisir Laut Jawa, tentunya hampir sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan yang terdapat di desa ini beraneka ragam, dilihat dari ukuran kepemilikan perahu mereka, menjadi tiga golongan yaitu nelayan dengan perahu besar dan memiliki penghasilan besar, nelayan dengan perahu sedang yang dalam kesehariannya menjual hasil tangkapannya ke TPI Desa Majakerta, dan nelayan dengan perahu kecil penghasilan yang tidak menentu. Pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mencapai kemandirian, sangat diperlukan oleh masyarakat nelayan khususnya untuk nelayan kecil yang hanya memiliki perahu kecil.
Sebelum terbentuknya program ini, diadakan terlebih dahulu pemetaan masalah dan pengumpulan data potensi desa, sehingga menciptakan program yang berkelanjutan. Program ini awalnya dibentuk pada tanggal 29 November 2011, awalnya para nelayan kecil hanya membentuk perkumpulan-perkumpulan kecil dengan jumlah anggota yang tidak terlalu besar, kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam pelaksanannya, sehingga jumlah anggota saat ini sebanyak 47 orang. Bentuk kemitraan yang dilakukan oleh PT Pertamina dan Institut Pertanian Bogor telah disepakati secara keseluruhan, yaitu dimulai dari pemetaan wilayah hingga tahap evaluasi program. Pemetaan wilayah yang memulai pelaksanaan program, telah menghasilkan beberapa sumber data, diantaranya potensi masyarakat dan alam yang termasuk dalam livelihood assets. Data inilah yang kemudian menguatkan program desa binaan ini untuk dilaksanakan. Sebelum dilaksanakan, terdapat protes dari sejumlah warga sebagai bentuk ketidakpuasan dan ketidakadilan. Hal ini disebabkan karena seluruh penerima bantuan dari program ini berasal dari masyarakat nelayan golongan bawah, berdasar UU No 45 Tahun 2009 bahwa Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berkekuatan paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Desa Majakerta sebagai desa yang 70 persen masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, tentunya memiliki struktur masyarakat yang dilihat berdasar kepemilikan perahu tersebut. Kelompok nelayan yang masuk dalam golongan menengah atau sedang dan kelompok nelayan besar, memiliki kesempatan untuk menjual hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sedangkan nelayan kecil harus menjual hasil tangkapannya ke bakul untuk melunasi hutang-hutang mereka, dan terkadang harga untuk ikan yang didapatkan sangat tidak sesuai dengan keadaan normal, namun mereka tetap bergantung pada bakul tersebut karena adanya urusan hutang tersebut.
Landasan tersebut kemudian menjadi tonggak yang kuat bagi nelayan kecil untuk merubah kebiasaan mereka dengan adanya program desa binaan perikanan tangkap. Sosialisasi awal dilakukan dengan mendekati para opinion leader terlebih dahulu, kemudian pendamping mulai rutin mengadakan pertemuan dengan nelayan-nelayan kecil secara bertahap.
Gambar 2 Pertemuan Rutin Warga
Setelah perkumpulan cukup erat untuk membentuk organisasi, maka dibuatlah AD dan ART dari perkumpulan nelayan ini, yang sebelumnya
memberikan nama Kelompok Nelayan “Sumber Laut”. Seluruh peraturan yang akan menjadi acuan bagi berjalannya program desa binaan perikanan tangkap, bersama dengan seluruh anggota kelompok nelayan “Sumber Laut” telah diresmikan, sehingga bila terdapat protes dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan lain dapat berurusan dengan hukum yang berlaku.
Implementasi Program
Program Desa Binaan Perikanan Tangkap memiliki beberapa kegiatan yang mengacu pada tujuan akhir perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pada tahap pengetahuan, pendamping program mengadakan kerjasama dengan dinas perikanan untuk memberikan sosialisasi tentang perkembangan perikanan tangkap. Pada tahap sikap, pendamping bersama dengan anggota sering mengadakan pertemuan rutin untuk mebahas permasalahan terkait kebutuhan dan keinginan anggota kelompok nelayan, sehingga mereka terus memiliki kemauan yang kuat untuk terintegrasi dalam program desa perikanan tangkap ini. Keterampilan menekankan pada peningkatan kemampuan anggota dalam menggunakan alat tangkap, pengadaan bantuan dan alat tangkap ikan yang diberikan, bertujuan untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan, pada akhirnya taraf hidup nelayan juga meningkat. Keterampilan tidak hanya diperuntukkan untuk nelayan kecil, tapi juga nelayan sedang dan besar berupa sosialisasi penggunaan mesin alat tangkap ikan. Semua hal ini didukung pula oleh peryataan Bapak CI:
“Sebenarnya nelayan kecil sangat terbantu dengan adanya program mas rois ini, ada pelatihan dari penyuluh perikanan, rapat anggota, dan pelatihan alat tangkap, semuanya sesuai dengan yang kami butuhkan, seengaknya
dapat nambah uang jajan anak lah” – Bapak CI
Dari pernyataan tersebut dapat terlihat meskipun menurut Bapak CI program ini dapat memberikan hasil untuk kebutuhan sehari-hari, namun hanya cukup untuk hal-hal kecil. Berbeda halnya dengan pernyataan Bapak SM:
“Terima kasih dengan adanya program mas rois ini, tapi sama saja dengan tidak ada program sebelumnya mbak, dulu sebelum nelayan besar belum menyebar tarah, bisa dapet 25 kg ikan, sekarang paling juga 5 kg udah
bersyukur, jadi sama saja ndak ada bedanya”- Bapak SM
Pendapat kedua anggota nelayan program desa binaan perikanan tangkap, memiliki perbedaan yang bertolak belakang. Bapak CI mengatakan bahwa program tersebut memiliki keuntungan meskipun tidak banyak sedangkan Bapak SM mengatakan bahwa tidak ada pengaruh apapun dari program ini. Selanjutnya dilihat dari partisipasi stakeholders terhadap implementasi program CSR Desa Binaan Perikanan Tangkap, beberapa pihak yang terlibat dan memiliki kepentingan, diantaranya: masyarakat anggota CSR Desa Perikanan Tangkap, Pemerintah Desa, Dinas Perikanan Indramayu, LPPM Institut Pertanian Bogor,
PT Pertamina. Masing-masing stakeholders memiliki tugas dan peranan yang berbeda, Secara umum kita dapat membagi menjadi 3 kategori, yaitu: masyarakat,pemerintah, dan swasta (perusahaan). Masyarakat dilibatkan sebagai penerima program, menjalankan program yang sebelumnya telah disusun oleh perusahaan yang bekerjasama dengan perguruan tinggi IPB. Masyarakat dapat dikatakan hanya menerima program tanpa secara mandiri menginisiasi program dan kebutuhan yang mereka perlukan. Program bersifat top-down, sehingga semua sumber informasi, ide, gagasan, diawali oleh para pemberi program (Perusahaan dan IPB). Selanjutnya pemerintah, sangat mendukung adanya program CSR ini tetapi pihak pemerintah hanya dapat membantu sebatas dukungan moril. Dinas perikanan bertugas dan baru saja menemukan kelompok nelayan di Desa Majakerta, seorang penyuluh kemudian dihadirkan untuk memberikan pengarahan dan sosialisasi terkait perkembangan perikanan tangkap bagi nelayan kecil. Berbeda halnya dengan pengakuan dari Humas CSR Pertamina RU VI Balongan, seperti:
“ Tugas CSR tidak lain untuk menyejahterakan masyarakat, tapi tujuan
utama kita disini adalah menciptakan suasana yang kondusif bagi berlangsungnya operasi perusahaan, begitulah hubungan timbal
baliknya” .– Bapak PA
Pemahaman ini sangat bertentangan dengan karakteristik CSR yang menggambarkan konsep Corporate Citizenship . Konsep ini menjelaskan bahwa perusahaan haruslah menganggap masyarakat menjadi bagian yang terinternalisasi dalam kehidupan perusahaan, bukan hanya sekedar memberikan dan menciptkan suasana kondusif. Partisipasi yang menjadi sorotan adalah masyarakat penerima program, Masyarakat turut dalam berpartisipasi khususnya pada proses implementasi program. Masyarakat memiliki akses mobilitas yang cukup baik ke beberapa tempat, kecuali dinas pemerintahan dan pasar swalayan yang berukuran lebih besar. Selain itu keberdayaan dalam mengambil keputusan untuk membeli komoditas besar dan kecil dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri, kesadaran hukum dan politik yang masih menjadi sorotan karena masyarakat nelayan tidak terlalu mengetahui tentang perkembangan politik dan sumber- sumber hukum di Indonesia. Selain itu, kepemilikan aset produksi masyarakat hanya terbatas pada kepemilikikan hewan ternak atau perhiasan dalam jumlah kecil sebagai simpanan saat mereka menghadapi kesulitan seperti musim paceklik, pada hasil tangkapan ikan di laut.
Tingkat keberdayaan ini yang menjadi jembatan dalam proses terjadinya partisipasi masyarakat. Diakui oleh salah satu masyarakat sebagai berikut:
“ Saya cuma bisa beli buat makan mba, kalau hewan ternak yang punya kan cuma orang-orang tertentu saja mbak, saya juga ikut program ini soalnya teman-teman saya yang lain pada ikut dan katanya dapat alat tangkap
gratis mba, kan lumayan “ - Bapak SM
Partisipasi yang paling jelas terlihat adalah pada saat pelaksanaan program, salah satu contohnya adalah pada perkumpulan rutin nelayan untuk membahas perkembangan program CSR yang mereka ikuti. Pembuatan buku harian, mengadakan tabungan atau simpanan sukarela anggota, adanya pembentukkan Kelompok Usaha Bersama nelayan “Sumber Laut”. Menurut pendapat salah satu pendamping lapang CSR Perikanan Tangkap, bahwa partisipasi masyarakat sangat baik dalam pelaksanaan program, hanya saja karena pengetahuan akan organisasi yang kurang maka pengelolaan administrasi masih dikerjakan oleh pendamping lapang. Selain itu kendala lain seperti belum adanya penyuluh resmi yang menangani kelompok nelayan ini. Kebiasaan mereka yang biasa melakukan peminjaman ke bakul menjadi hal yang sulit untuk diubah karena sistemnya yang mempermudah nelayan untuk mendapatkan uang yang cepat, tanpa disadari nelayan telah merugi karena harga yang diberikan bakul kepada para nelayan tidak sebanding. Diakui pula oleh pendamping lapang, untuk tahap perencanaan, evaluasi, dan pelaporan, secara keseluruhan masih dikerjakan oleh pendamping lapang, sedangkan pengawasan masih dilaksanakan oleh pihak LPPM IPB.
Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat tidak menutup kemungkinan untuk menimbulkan dampak yang dirasakan oleh masyarakat, mengingat program yang dilaksankan masih sangat baru yaitu baru berjalan 2 tahun, maka dampak tidak begitu besar dapat dirasakan oleh masyarakat, khususnya pada taraf hidup. Taraf hidup masyarakat masih terbagi tinggi dan rendah, karena bantuan yang diberikan dalam program ini, belum sepenuhnya menggunakan strategi pemberdayaan secara keseluruhan, hanya menggunakan strategi pendidikan, sehingga kesadaran belum terbangun dari dalam diri masyarakat. Oleh sebab itu program CSR dalam proses implementasinya belum memberikan dampak yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Analisis Program
Program CSR yang dilakukan di Desa Majakerta Indramayu, merupakan salah satu program pemberdayaan ekonomi masayarakat lokal. Menurut Nasdian (2006) pemberdayaan merupakan jalan atau sarana menuju partisipasi, tingkat keberdayaan dalam program CSR PT Pertamina Desa Binaan Perikanan Tangkap sejalan dengan the triple bottom line. Profit, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan kemudian didistribusikan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan PT Pertamina dalam program Desa Binaan Perikanan Tangkap. Program bantuan berbentuk pemberian alat tangkap ikan secara berkala untuk memperbaiki alat tangkap nelayan yang tidak dapat digunakan dengan baik,
kemudian adanya pelatihan mesin penangkapan ikan dan penguatan interaksi antar sesama kelompok dengan adanya KUB (Kelompok Usaha Bersama).
Hal kedua adalah People, konsep ini menjelaskan bahwa terdapat stakeholder terlibat dalam proses penyelenggaraan CSR dari tahap perencanaan hingga tahap evaluasi dan pelaporan. Stakeholder terkait kemudian dihubungkan untuk memiliki peranan dan fungsi bagi masing-masing kegiatan. Terdapat tiga stakeholder utama dalam CSR PT Pertamina Desa Binaan Perikanan Tangkap, yaitu Masyarakat, Pemerintah, dan Perusahaan. Tujuan CSR yang paling utama adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan dan Desa Majakerta menjadi salah satu Desa yang bersentuhan langsung dengan kegiatan perusahaan. Planet, dalam pembahasan ini sangat erat kaitannya dengan potensi Desa Majakerta, lingkungan yang erat kaitannya dengan perikanan dihubungkan dengan kegiatan perusahaan yang ternyata berdampak pada lingkungan masyarakat dan elemen kehidupan lainnya. Oleh sebab itu, Desa Binaan Perikanan Tangkap menjadi salah satu program yang mengedepankan potensi perikanan tangkap dan mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar sebagai nelayan.
Program CSR yang telah berjalan selama dua tahun, terhitung sejak tanggal 29 November 2011 telah mencatatkan beberapa hal penting, dari konsep pemberdayaan bahwa masyarakat memiliki akses mobilitas yang sangat kecil, karena minimnya pengetahuan masyarakat untuk mengelola sumber daya yang mereka miliki, sehingga partisipasi masih seputar menghadiri pelaksanaan kegiatan dan menyetujui keputusan terbanyak. Keberdayaan masyarakat masih belum terwujud dengan wajah yang sebenarnya, hal ini dikarenakan program yang sebatas pada pelatihan hardskill. Partisipasi dari pemerintah dan perusahaan masih sangat rendah dalam beragam aspek. Hal ini disebabkan adanya hubungan kerjasama yang menyerahkan seluruh tanggung jawab pada suatu badan yang independent. Tingkat taraf hidup sebagai dampak yang seharusnya dicapai oleh tujuan program belum dapat terwujud, berbagai macam faktor, seperti lingkungan yang berubah dan teknologi dari nelayan pesaing yang semakin canggih membuat bantuan CSR belum memberikan banyak hal bagi nelayan kecil ini.
Ikhtisar
Program CSR PT Pertamina Desa Binaan Perikanan Tangkap merupakan salah satu program yang dirancang oleh salah satu lembaga pendidikan Indonesia, LPPM IPB dan PT Pertamina, sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar. Program ini bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya nelayan kecil yang mencari nafkah dengan melaut di sekitar wilayah operasi perusahaan. Program ini berbentuk pemberian bantuan berupa alat tangkap ikan yang terdiri atas Jaring Rampus, Jaring Kantong, Jaring Kejer, Bubu dan Jaring Kakap. Kemudian alat bantu keselamatan seperti Life Jacket dan Lampu Kelip, dan alat bantu pendukung seperti jas hujan dengan jumlah yang disesuiakan pada masing-masing penerima.
Awal mula program digagas oleh pendamping dari LPPM IPB yang sebelumnya telah melakukan pemetaan sosial, karena kondisi masyarakat yang
sulit untuk percaya dengan pihak luar, maka program ini berjalan lebih lama dari target yang seharusnya dicapai. Program ini kemudian mendapat sambutan masyarakat setelah terjalin kepercayaan antar stakeholder terkait, masyarakat khususnya penerima program hanya mampu berpartisipasi pada tahap implementasi. Hal ini terbukti karena saat ini telah terwujud Kelompok Nelayan “Sumber Laut” yang telah memiliki susunan kepengurusan dan segala perihal administrasi resmi yang diperlukan.
Program yang diharapkan mampu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, saat ini belum menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adanya persaingan dengan nelayan sedang dan besar, jumlah ikan yang dapat ditangkap terus menurun, dan tidak adanya sumber nafkah lain pada saat terjadi musim paceklik pada ikan yang dapat ditangkap, alhasil alat tangkap yang diberikan tidak selalu dapat dipergunakan dan kalah jauh dengan peralatan ikan tangkap dengan nelayan maju lainnya. Mereka juga harus berlayar mencari tempat ikan baru yang dapat mereka tangkap dengan alat seadanya. Program ini tetap mendapatkan antusias dari nelayan kecil meskipun pada belakangan ini menimbulkan kecemburuan bagi nelayan besar.