• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Produk di Jepang

Dalam dokumen Laporan Kerja praktek referensi (Halaman 73-80)

LANDASAN TEOR

5. Diagram Pancar (Scater Diagram)

2.7 Tanggung jawab Produk

2.7.5 Pertanggungjawaban Produk di Jepang

Meskipun di Jepang tidak terdapat banyak kasus tuntutan hukum atas produk yang cacat, kasus-kasus yang telah ada mencakup jumlah uang yang sangat besar. Kasus besar pertama mengenai tuntutan pertanggungjawaban produk terjadi dalam tahun 1955, ketika ada 12.000 peristiwa keracunan dan korban jiwa 131 karena bahan pemantapan

dalam makanan bayi yang dihasilkan oleh perusahaan Morinaga ternyata tercemar arsenikum. Kasus-kasus lain adalah kasus talidomit yang muncul sekitar tahun 1960 dan tuntutan beramai-ramai melawan Kanemi Soko dalam tahun 1968 karena minyak makanan buatannya yang tercemar air raksa. Pada tahun 1960-an, muncul kesadaran yang semakin besar akan perlunya suatu kerangka hukum bagi perlindungan konsumen, diberlakukan tahun 1968.

Meskipun jumlah kasus hukum tentang pertanggungjawaban produk di jepang tidak besar, para produsen Jepang mempunyai alasan untuk melangkah dengan sangat hati-hati di bidang ini, baik karena semakin besarnya jumlah kasus di Jumlah maupun karena barang-barang ekspor tunduk pada hukum dan peraturan di negara-negara tempat barang-barang itu digunakan. Oleh karena itu perlindungan pertanggungjawaban produk menjadi bagian yang sangat penting dari mutu produk.

2.8 Pertimbangan Hukum Dalam

Pertanggungjawaban Produk

Meskipun para ahli hukum memiliki porsi yang lebih baik untuk berdebat mengenai persoalan teknis undang- undang pertanggungjawaban produk, tetapi orang yang bertanggungjawaban terhadap produk cacat dan kepastian

mutu perlu memiliki sedikit pemahaman mengenai bidang ini. Belajar dari pengalaman Amerika, secara umum masalah ini dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu kelalaian, jaminan, dan tuntutan pertanggungjawaban itu sendiri dalam undang- undang ganti rugi.

2.8.1 Kelalaian

Di bawah undang-undang kelalaian, perusahaan dapat dituntut dalam kondisi berikut.

1. Cacat dalam pabrik atau pembuatan

Meskipun sulit bagi konsumen untuk membuktikan kapan produk akhir tidak sesuai dengan keinginan karena adanya cacat dalam pabrik atau pembuatan, sering terjadi bahwa produk baru diputuskan sebagai cacat dan pembuatnya dianggap lalai hanya atas dasar munculnya masalah tersebut.

2. Cacat desain

Setiap produk baru mengandung bahaya adanya cacat. Akibatnya, pengadilan harus memutuskan apakah manfaat tersedianya produk itu lebih besar ketimbang risiko yang diciptakannya (perbandingan antara risiko dan manfaat). Menurut kriteria ini, sebuah produk kerap dianggap cacat kalau produk itu lebih membahayakan daripada yang diduga oleh konsumen. Meskipun

demikian, para pembuat obat-obatan dan produsen lain bisa dibebaskan dari tuntutan hukum dalam kasus efek sampingan dan bahaya-bahaya lain yang tidak dapat mereka duga atau mereka ketahui tentu saja dengan asumsi, bahwa pembuat telah berusaha sekuat tenaga untuk mengetahui bahaya-bahaya semacam itu dan menerapkan semua langkah yang perlu untuk menghindarinya

3. pemberian label peringatan

Masalah pemberian label cacat muncul manakala produsen atau pengecer tidak memberi peringatan secara memadai tentang adanya bahaya yang akan ditemuinya dalam menggunakan produk tadi dan bagai mana memperkecil resiko tersebut. Jelaslah bahwa pembuat mempunyai pertanggungjawaban untuk memberikan informasi selengkapnya mengenai produk itu dan petunjuk keamanan serta penggunaan sebagai mana mestinya sebuah pemanggang roti, misalnya harus dengan jelas diberi label; kalau tidak, seseorang pemakai akan terbakar jarinya manakala meletakan tangannya di atas pemanggang yang sedang bekerja. Bahkan pembuatnya diharapkan untuk mencantumkan peringatan mengenai cara yang lazim dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan produk.

Seandainya kelalaian produsen terbukti, produsen tersebut jelas bertanggungjawab atas kerusakan, tanpa peduli apakah cacat tersebut timbul akibat kesalahan disain, atau kesalahan pemberian label. Namun dalam membuktikan kerugian, penuntut lazimnya harus membuktikan butir-butir berikut:

1. Benar-benar menderita kerugian.

2. Kerugaian itu disebabkan oleh tertuntut, baik sengaja maupun karena kelalaian.

3. Berakibat pada terlanggarnya hak-hak sipil penuntut. Menurut pengalaman, produsen hanya bisa dianggap bertanggungjawab karena kelalaian kalau dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara kelalaian dengan kecelakaan itu, dan ini pada umumnya merupakan tuduhan yang sangat sulit dibuktikan. Pada waktu yang sama, amat sulit bagi konsumen awam untuk membuktikan adanya kelalaian desain dan pembuatan diharapkan kesaksian yang simpang siur oleh para pakar pabrik, dan hal ini telah menjadi hambatan besar bagi perlindungan konsumen

Kelalaian pencantuman label merupakan kegagalan pembuat untuk menyediakan label yang memadai sebagai peringatan kepada konsumen terhadap kemungkinan bahaya dan pemberitahuan cara menggunakan produk tersebut

dengan resiko yang sekecil-kecilnya, Kalau peringatan dan petunjuk ini dengan jelas dicetak pada labelnya, pembuat tidak dianggap bertanggungjawab atas kegagalan konsumen dalam membaca atau memperhatikan label itu. Demikian pula, pembuat tidak dianggap bersalah manakala kelalaian tambahan (penyalahgunaan suatu produk yang diketahui cacat atau tidak aman oleh sipemakainya) ternyata terbukti.

2.8.2 Jaminan

Ini adalah bidang jaminan kontrak secara tersurat atau tesirat yang diberikan oleh pembuat kepada konsumen, dan pembuat jelas bertanggungjawab apabila produk itu melanggar syarat-syarat jaminan. Ada dua jenis jaminan utama:

1. Jaminan yang jelas-jelas diungkapkan

Jaminan ini secara jelas disebutkan dalam pedoman penggunaan, katalog, label, iklan, atau media lain, dan pembuatannya jelas dapat dituntut kalau barangnya tidak bekerja.

2. Jaminan yang tersirat

Jaminan tersirat ini muncul manakala produk itu gagal berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak cocok untuk pasar tak peduli dengan pengelakan bahwa peringatan sudah dicantumkan. Sebagai contoh adalah bahan

makanan dan obat-obatan yang memiliki efek sampingan yang berat. Kedua contoh itu jelas tidak cocok untuk pasar, yang satu sebagai makanan dan yang lain sebagai obat, dan pengungkapannya akan merupakan pelanggaran jaminan yang tersirat. Sekalipun produk itu tidak cacat, pembuatnya dapat dituntut oleh pengadilan kalau pembuat itu secara culas menyiratkan bahwa produknya cocok untuk penggunaan lain dari pada penggunaan yang semula dimaksudkan.

2.8.3 Tuntutan Khusus dalam Hukum Ganti Rugi

Dibawah hukum ganti rugi yang ketat, seorang pembuat dianggap bersalah meskipun mustahil untuk membuktikan pelanggaran jaminan atau kelalaian yang menyebabkan kecelakaan. Dalam hal itu, penuntut harus membuktikan

1. Bahwa penjualnya menjual barang yang cacat.

2. Bahwa barang yang cacat tersebut merupakan penyebabnya.

3. Bahwa memang betul ada kecelakaan.

Meskipun bisa sangat sulit untuk membuktikan bahwa produk tersebut cacat, hanya dengan fakta bahwa kejadian itu berlangsung dapat diartikan sebagai bukti adanya cacat. Sebagai contoh adalah botol minuman yang

mengandung zat asam arang yang meledak. Dalam hal ini, meledaknya botol merupakan suatu bukti bahwa botol-botol itu cacat. Akibatnya, hukum cendrung menguntungkan pihak penuntut dan memberi beban atau bukti lebih berat dipihak tertuntut. Karena bidang ini tidak memerlukan adanya jaminan tersurat maupun tersirat, pembuat mungkin dianggap bertanggungjawab atas kecelakaan yang dialami pihak ketiga. Baik petunjuk Komisi Masyarakat Eropa maupun protokol dewan Eropa telah menerima gagasan tanggungjawab tanpa cacat tersebut.

Dalam dokumen Laporan Kerja praktek referensi (Halaman 73-80)

Dokumen terkait