• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Dalam Perancangan Program Jaminan Pensiun SJSN

• Kemampuan untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan

• Rasio pengganti (replacement ratio) yang diinginkan pada saat pensiun

• Tingkat iuran yang diperlukan dan terjangkau bagi pemberi kerja dan pekerja. • Desain program yang mendukung

peningkatan pasar ketenagakerjaan • Harmonisasi program JP SJSN dengan

program pesangon dan penghargaan masa kerja berdasarkan UU

Ketenagakerjaan

• Penerapan skema multipilar sebagai kebijakan nasional

b. Upah sebagai dasar perhitungan manfaat pensiun

c. Batas maksimum upah/gaji: Fitur ini biasanya dimasukkan kedalam desain manfaat dengan tujuan untuk membatasi besar manfaat (dan iuran yang diperlukan) untuk pekerja dengan upah tinggi. Batas upah biasanya sekitar 1,5 sampai 2,5 kali upah rata-rata nasional atau upah rata-rata dari kelompok yang berpartisipasi dalam program pensiun. Tujuannya adalah untuk membatasi manfaat bagi pekerja dengan penghasilan paling tinggi. Batas upah biasanya hanya mempengaruhi kelompok dengan pendapatan paling tinggi yang berkisar antara 5 persen sampai dengan 10 persen dari distribusi pendapatan. Biasanya, batas upah diterapkan baik untuk perhitungan manfaat maupun pembayaran iuran, walaupun dalam beberapa program batas upah tidak diterapkan untuk perhitungan iuran.

d. Masa kerja yang diakui

e. Rumus Manfaat

Dalam merumuskan manfaat perlu dipertimbangkan faktor-faktor berikut:

i. Kemampuan untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan.

ii. Rasio pengganti (replacement ratio) yang diinginkan pada saat pensiun. iii. Tingkat iuran yang diperlukan.

iv. Tingkat iuran yang terjangkau bagi pemberi kerja dan pekerja.

Dari perspektif kebijakan, usia pensiun tidak boleh dipandang sebagai pilihan yang independen. Kaitan antara usia pensiun dan jumlah manfaat, atau usia pensiun dan biaya harus dipertimbangkan dengan cermat.

Selain itu, usia pensiun juga harus dilihat dalam kaitannya dengan harapan hidup pada usia pensiun (bukan harapan hidup pada saat lahir).

Agar program pensiun berkelanjutan secara fiskal harus terdapat rasio yang wajar antara jumlah tahun seorang pekerja diharapkan untuk membayar iuran untuk program pensiun dan jumlah tahun pekerja dapat mengharapkan untuk menerima manfaat. Berdasarkan praktik terbaik internasional, biasanya rasio sekitar 2:1 diperlukan untuk memiliki program pensiun yang berkelanjutan secara fiskal.

Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 1 menyatakan bahwa lanjut usia adalah 60 tahun keatas.

Untuk menjaga keberlanjutan fiskal program Jaminan Pensiun SJSN, usia pensiun perlu disesuaikan secara periodik seiring dengan meningkatnya harapan hidup pada usia pensiun.

f. Batas Minimum Manfaat: Batas minimum manfaat diterapkan untuk memastikan agar orang-orang yang memiliki upah rendah dan/atau masa kerja yang pendek akan mendapatkan manfaat pensiun yang setidaknya cukup untuk membiayai dirinya, agar tidak sampai jatuh miskin. Batas minimum manfaat dapat diterapkan dalam beberapa cara yang berbeda: (i) manfaat dapat berupa jumlah tetap dalam rupiah untuk semua orang yang memiliki masa kerja yang diakui lebih dari masa kerja yang yang ditetapkan; (ii) batas minimum manfaat dapat bervariasi berdasarkan jumlah tahun iur; atau (iii) membangun batas minimum kedalam rumus manfaat.

g. Batas Maksimum Manfaat: Batas maksimum manfaat maksimum yang dibayarkan program. Hampir semua program menerapkan batas maksimum manfaat sebagai persentase tertentu dari penghasilan rata-rata. Program pensiun yang menerapkan batas upah juga secara tidak langsung memberlakukan batas maksimum manfaat.

h. Pengindeksan pensiun: Cara penyesuaian manfaat pensiun setelah pensiun. Metode yang paling umum adalah pengindeksan terhadap inflasi. Hal ini dilakukan untuk melindungi daya beli manfaat pensiun setelah pensiun.

3. Harmonisasi program pesangon dan program penghargaan masa kerja dalam UU Ketenagakerjaan dan program Jaminan Pensiun SJSN dan Jaminan THT SJSN.

Program pembayaran uang pesangon di bawah UU No. 13 Tahun 2003 yang memiliki komponen penghargaan perlu diharmonisasi dengan program Jaminan Pensiun SJSN dan program JHT SJSN karena pembayaran uang pesangon dan penghargaan masa kerja dapat dikategorikan sebagai manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.

4. Merancang program dengan memperhatikan skema multi pilar sebagai kebijakan nasional untuk menjaga keberlanjutan program.

Pada saat merancang program Jaminan Pensiun SJSN perlu dipertimbangkan secara hati-hati peran masing-masing dari pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja dalam memberikan jaminan pensiun untuk individu.

Model multi pilar jaminan pensiun sebagaimana digambarkan dibawah ini perlu dipertimbangkan untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional dan juga menuju masyarakat Indonesia yang madani di masa depan. Keseimbangan dari pilar tersebut secara relatif akan dipengaruhi oleh desain Jaminan Pensiun SJSN yang akan dibangun saat ini.

TABEL 6.1: KERANGKA OPSI SKEMA MULTI PILAR JAMINAN PENSIUN SJSN

Pilar Deskripsi Program di Indonesia Catatan

Pilar Pertama Wajib, iuran berdasarkan penghasilan, pengganti penghasilan

y Program pensiun dan THT/ASABRI untuk peserta PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) pada saat ini

y Program Jaminan Pensiun SJSN untuk pekerja sektor formal efektif mulai 1 Juli 2015

y Peserta PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) ikut serta dalam program Jaminan Pensiun SJSN paling lambat tahun 2029

y Dengan penambahan program Jaminan Pensiun SJSN pada program pilar pertama, perubahan kompensasi berikut sebaiknya dipertimbangkan: y Harmonisasi program pesangon

dan penghargaan masa kerja y Desain ulang program pensiun

PNS, Anggota TNI/POLRI, dan Pejabat Negara paling lambat selesai tahun 2029

Pilar

Kedua

Wajib, iuran pasti

y Program JHT JAMSOSTEK sebelum era SJSN

y Program Jaminan Hari Tua (JHT) SJSN selanjutnya menggantikan program JHT JAMSOSTEK

y Peserta PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero) ikut serta dalam program JHT SJSN paling lambat tahun 2029

yPilar kedua harus didesain sebagai manfaat yang dipandang sebagai satu manfaat yang terintegrasi dengan jaminan pensiun karena memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan penghasilan setelah mencapai usia pensiun y Perubahan Asuransi Dwiguna

(THT) dan Santunan Asuransi/ Nilai Tunai Asuransi (ASABRI) dari Manfaat Pasti menjadi Iuran Pasti, selain untuk menanggulangi masalah unfunded, juga akan mempermudah proses pengalihan program THT dan ASABRI ke BPJS Ketenagakerjaan yang harus selesai paling lambat 2029 Pilar Ketiga Sukarela, tabungan individu atau berdasarkan program pemberi kerja, manfaat pasti atau iuran pasti

y Program Dana Pensiun (DPPK dan DPLK) sesuai UU No. 11 Tahun 1992 y Program yang tidak dialihkan

dari PT. TASPEN (Persero) dan PT. ASABRI (Persero) karena tidak sesuai UU SJSN menjadi program tambahan/khusus profesi bagi para pesertanya

y Tidak ada program setara di bawah SJSN

Semakin besar ukuran program Jaminan Pensiun SJSN, semakin besar kemungkinan dampak negatif atas pilar ketiga.

Apabila program Jaminan Pensiun SJSN didesain untuk memenuhi manfaat dasar, pilar ketiga akan tetap menjadi sumber penting pendapatan pensiun tambahan untuk masyarakat Indonesia yang berpenghasilan menengah keatas

5. Menentukan pilihan strategi pendanaan

Perlu dilakukan penelaahan atas strategi pendanaan yang bisa diterapkan dan perlu dipertimbangkan secara hati-hati pilihan antara tiga metode pendanaan untuk program pensiun sebagaimana dijabarkan dibawah ini:

a. Pay-as-you-go. Iuran setiap tahun cukup untuk membayar manfaat dan biaya administrasi pada tahun tersebut.

b. Pendanaan yang ditargetkan (Targeted funding). Pemerintah dapat menetapkan tingkat iuran yang dirancang secara tetap dan cukup untuk mendanai program selama jangka waktu tertentu. Pendekatan ini menstabilkan pendanaan dengan cara menjaga tingkat iuran untuk jangka

waktu yang telah ditentukan. Namun, tergantung pada jangka waktu yang ditargetkan, cadangan dalam jumlah besar akan terakumulasi. Cadangan ini harus dikelola dengan baik untuk menjaga stabilitas keuangan dari sistem. Peserta dalam tahun-tahun awal penerapan sistem juga kemungkinan akan membayar lebih banyak dari manfaat yang diterima.

c. Kombinasi: Program didanai secara pay-as-you- go di awal tahun penerapan sistem dan kemudian beralih ke pendanaan yang ditargetkan di masa depan untuk mengontrol biaya.

Dalam semua metode pendanaan yang disarankan, pendapatan didasarkan pada iuran sebagai persen dari gaji. Oleh karena itu, proyeksi pendapatan akan tergantung pada jumlah pekerja aktif, perkiraan gaji mereka, dan tingkat iuran yang diperlukan, serta efisiensi pengumpulan – Persentase iuran jatuh tempo yang dapat dikumpulkan.

6. Melakukan analisis dampak pada pengangguran, populasi yang menua, informalitas dan kondisi ekonomi secara umum.

7. Membangun Kantor Aktuaris Negara yang merupakan bagian dari Kementerian Keuangan dengan unit yang menangani program-program SJSN.

Strategi pendanaan yang