• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komponen karbohirat yang tidak terserap oleh tubuh saat metabolisme di usus halus akan diteruskan ke usus besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi pencernaan karbohidrat dalam usus halus antara lain daya cerna pati, bentuk fisik bahan pangan, perlakuan bahan, rasio komponen pati (amilosa : amilopektin), keberadaan antinutrien (α-amilase inhibitor), waktu transit, keberadaan lemak dan protein. Sesampainya di usus besar, karbohidrat menjadi substrat bagi pertumbuhan koloni bakteri.

Beberapa genus bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan, terutama di usus besar antara lain adalah Lactobacillus, Clostridium sp., Eubacterium, Bifidobacterium, dan Bacteroidaceae (Roberfroid, 2001). Keseimbangan jumlah bakteri baik dan patogen dalam saluran pencernaan mempengaruhi

status kesehatan seseorang. Oleh karena itu konsumsi pangan yang bersifat prebiotik sangat baik bagi kesehatan karena dapat mendorong pertumbuhan bakteri baik (menguntungkan) dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Clostridium butyricum merupakan salah satu bakteri kolon yang mampu memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber karbon bagi kehidupannya. Bakteri ini dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada medium RCM (Reinforced Clostridial Medium). Sebagai sumber karbon, substrat pati terlarut (soluble starch) pada medium basal disubtitusi dengan sampel pati resistan uji. Substitusi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri Clostridium butyricum BCC B2571 untuk tumbuh pada tiga sumber karbon yang berbeda, yakni Hi-maize, RS beras dan RS sagu.

Pertumbuhan Clostridium butyricum BCC B2571 selama 48 jam diamati pada rentang waktu tertentu dan dihitung secara Total Plate Count. Pertumbuhan bakteri pada substrat Hi maize, RS sagu dan RS beras diplotkan pada kurva pertumbuhan yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kurva pertumbuhan Clostridium butyricum BCC B2571 pada substrat Hi maize, RS sagu dan RS beras.

Berdasarkan kurva pertumbuhan bakteri di atas fase lag, fase logaritmik, fase stationer dan fase kematian bakteri Clostridium butyricum BCC B2571 dapat diketahui. Pada 3 jam pertama, bakteri pada substrat Hi maize dan RS beras langsung mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan tumbuh sesuai dengan kebutuhan bakteri. Sedangkan pada RS sagu terjadi penurunan jumlah mikroba yang mengindikasikan adanya proses adaptasi organisme terhadap lingkungan tumbuhnya yang baru (Sarles et al. 1956). Lamanya fase lag tergantung pada kondisi lingkungan tumbuh dan jumlah inokulum yang digunakan. Setelah fase lag, organisme mengalami pertumbuhan atau dapat disebut telah memasuki fase logaritmik.

Fase logaritmik diindikasikan dengan peningkatan jumlah bakteri akibat pembelahan sel yang polanya mengikuti kurva logaritmik. Berdasarkan kurva pertumbuhan diatas, fase logaritmik Clostridium butyricum BCC B2571 pada substrat Hi maize dan RS sagu terjadi hingga jam ke- 24, sedangkan pada RS beras pertumbuhan berlanjut hingga jam ke-30. Perbedaan pertumbuhan ini disebabkan akibat adanya perbedaan jumlah nutrisi yang tersedia pada medium untuk pertumbuhan bakteri (Sarles et al. 1956). Melihat pola pertumbuhan kurva diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada substrat RS beras masih mengandung nutrisi sehingga masih dapat menunjang pertumbuhan bakteri hingga jam ke-30 inkubasi.

Pada substrat Hi maize penurunan jumlah bakteri terjadi sangat drastis setelah jam ke- 36. Kemungkinan pada jam tersebut nutrisi pada media tidak lagi tersedia bagi bakteri. Pelczar dan Chan (2005) menyatakan bahwa saat memasuki fase kematian, terjadi penurunan populasi jasad renik yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain berkurangnya ketersediaan nutrien pada medium serta energi cadangan di dalam sel, akumulasi racun, dan perubahan pH medium (Frobisher, 1962). Fase ini dapat juga dikatakan sebagai fase pertumbuhan negatif. Setelah nutrisi yang tersedia pada medium telah berkurang, pertumbuhan bakteri akan terhambat, akibatnya jumlah sel yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sel yang mati.

Penurunan populasi atau fase pertumbuhan negatif terjadi setelah jam ke- 36 dan berlanjut hingga akhir inkubasi pada jam ke-48. Pada fase ini bakteri

sudah memasuki fase kematian. Pada substrat Hi maize, fase ini terlihat dari penurunan jumlah bakteri yang sangat drastis pada jam ke-48, sementara pada substrat RS sagu dan RS beras jumlah bakteri pada jam ke-48 belum menurun secara drastis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri pada kedua substrat tersebut jika inkubasi dilanjutkan lebih dari 48 jam.

Berdasarkan kurva pertumbuhan diatas, maka disimpulkan bahwa akhir fase logaritmik berada pada jam ke-30. Pada jam tersebut diperkirakan bakteri mulai memproduksi metabolit SCFA. Sementara itu, sebagai pembanding untuk mempelajari jalur produksi SCFA selama fermentasi dipilih waktu inkubasi selama 48 jam untuk mengetahui profil SCFA yang diproduksi bakteri.

Fase pertumbuhan logaritmik jasad renik memiliki kecepatan pertumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi medium tempat tumbuhnya, seperti pH, kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara. Pada penelitian ini pertumbuhan Clostridium butyricum BCC B2571 diamati pada tiga medium fermentasi yang berbeda sumber karbonnya.

Penggunaan pati sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri Clostridium butyricum BCC B2571 diuji dengan melihat aktivitas degradasi pati oleh enzim amilase bakteri. Metode yang digunakan adalah metode pencawanan dengan mengamati terbentuknya zona bening disekitar sumur (lubang) yang ditanam kultur bakteri. Zona bening tersebut menunjukkan luasan aktivitas hidrolisis pati menjadi glukosa oleh bakteri. Perubahan warna yang terjadi (zona bening yang terbentuk) sejalan dengan penurunan ukuran molekular pati. Metode ini sangat sensitif dan mampu mengukur aktivitas pemecahan ikatan α (1 4) glikosidik secara kualitatif.

Pengamatan zona bening dibantu dengan meneteskan larutan I2KI yang

tidak dapat bereaksi dengan glukosa sehingga zona bening yang terbentuk akan lebih jelas terlihat (Gambar 7). Pengamatan zona bening dilakukan pada jam ke-30 dan jam ke-48 yang didasarkan pada penentuan waktu akhir fase logaritmik dan akhir inkubasi pada kurva pertumbuhan sebelumnya.

Gambar 7. Zona bening yang terbentuk pada agar plate

Luas zona bening yang terbentuk pada ketiga substrat uji disajikan pada Gambar 8. Diagram zona bening tersebut menunjukkan aktivitas tertinggi degradasi pati oleh enzim amilase pada jam ke-30 (akhir fase logaritmik) terjadi pada substrat RS sagu. Hal tersebut diindikasikan dari luasnya zona bening yang terbentuk, namun uji statistik menunjukkan luas zona bening pada RS sagu tidak berbeda nyata dengan RS beras dan Hi maize (Lampiran 6).

Gambar 8. Luas zona bening pada substrat Hi maize, RS beras dan RS sagu. Zona Bening

Pada fermentasi 48 jam, luas zona bening yang dihasilkan pada ketiga pati lebih besar dibandingkan dengan fermentasi 30 jam. Hal ini karena semakin banyak pati yang didegradasi oleh enzim amilase bakteri untuk memenuhi nutrisi selama pertumbuhannya. Gambar 8 menunjukkan aktivitas degradasi setelah 48 jam bernilai tertinggi adalah pada RS beras, namun secara statistik luas tersebut tidak berbeda nyata dengan luas zona bening pada RS sagu. Luas zona bening pada RS beras adalah 5.27 cm2 dan RS sagu 4.86 cm2. Sementara luas zona bening pada Hi maize pada jam ke-48 hanya sebesar 3.42 cm2. Luasan pada Hi maize ini tidak berbeda nyata dengan yang terbentuk pada jam ke-30.

Hidrolisis pati oleh Clostridium butyricum BCC B2571 disebabkan oleh aktivitas enzim ekstraselular α-amylase yang diproduksi bakteri (Whelan dan Nasr, 1950). Enzim tersebut menghidrolisis polisakarida menjadi dekstrin yang terdiri dari 6-9 unit glukosa. Aktivitas enzim secara umum dipengaruhi oleh suhu, substrat, pH dan keberadaan inhibitor. Aktivitas degradasi pati oleh α- amilase juga dipengaruhi oleh proporsi rantai unit amilopektin. Disebutkan bahwa ikatan dengan rantai cabang yang banyak dan pendek (DP 6-12) memiliki tingkat susceptibility yang tinggi terhadap hidrolisis enzim (Wong et al. 1997). Atas dasar teori tersebut maka diprediksi terdapat pengaruh perbedaan distribusi unit rantai amilopektin pada ketiga substrat terhadap aktivitas hidrolisis pati oleh α-amylase bakteri. Sementara itu, proses autoclave yang menyebabkan rusaknya struktur kristal pati juga mengakibatkan pati dapat lebih mudah diakses oleh enzim amilase. Kedua hal inilah yang kemungkinan menjadi dasar tingginya aktivitas degradasi pati pada substrat RS sagu dan RS beras.

Rendahnya luas zona yang terbentuk pada Hi maize pada jam ke-30 menunjukkan pati ini bersifat resistan terhadap aktivitas enzim amilase bakteri. Hal ini dapat dibuktikan dari data sebelumnya yang menunjukkan tingginya kadar RS Hi maize dan stabilnya kadar RS tersebut selama proses autoclave (sterilisasi) dibandingkan dengan kedua RS lainnya. Selain itu kurva pertumbuhan bakteri dengan substrat Hi maize menunjukkan pada jam ke-48 bakteri sudah memasuki fase kematian (Gambar 6), sehingga rendahnya

aktivitas enzim degradasi pati pada jam ke-48 kemungkinan juga disebabkan oleh sudah berhentinya metabolisme bakteri.

Sebuah penelitian mengenai degradasi amilopektin dan amilosa oleh bakteri kolon menyebutkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas degradasi tersebut antara lain derajat gelatinisasi, sumber pati, rasio amilosa-amilopektin, interaksi pati-protein, interaksi pati-lemak, persentase pati teretrogradasi dan keberadaan amilase inhibitor. Konformasi granula dan rasio amilosa-amilopektin juga berpengaruh terhadap degradasi pati.

Koloni bakteri kolon menggunakan amilopektin dan amilosa pada pati dengan level yang berbeda (Wang et al. 1999). Pada penelitian tersebut dibuktikan bahwa granula pati beramilopektin tinggi lebih mudah didegradasi oleh berbagai spesies bakteri, sedangkan granula pati amilosa hanya dapat didegradasi oleh strain Bifidobacterium dan Clostridium. Hal ini pun diperkuat oleh penelitian Lehmann et al. (2002) yang menyatakan granula pati beramilopektin tinggi adalah substrat yang baik untuk fermentasi dibandingkan dengan pati beramilosa tinggi. Selain itu, karena degradasi pati terjadi akibat adanya aktivitas enzim maka konformasi substrat juga mempengaruhi suspectibility enzim terhadap substrat.

Aktivitas degradasi pati oleh Clostridium butyricum pada Gambar 8 menunjukkan bahwa setelah 48 jam fermentasi, RS beras didegradasi lebih besar dibandingkan RS sagu, walaupun nilainya tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji kimiawi, kadar pati resistan RS beras lebih rendah dibandingkan dengan RS sagu. Sehingga RS beras memiliki struktur pati yang lebih mudah didegradasi oleh bakteri. Dengan demikian pada penelitian ini, struktur kristalin pati memiliki pengaruh terhadap aktivitas enzim amilase.

Fermentasi karbohidrat pada kolon mengakibatkan terjadinya penurunan pH pada kolon, cecum dan feses. Penurunan pH ini berperan dalam penyerapan mineral kalsium dan magnesium, menurunkan kelarutan secondary bile acids dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Sayar et al. 2007). Berdasarkan Gambar 9, menurunnya pH medium secara tak langsung mengindikasikan adanya produksi asam lemak rantai pendek selama pertumbuhan bakteri (Roberfroid, 2001).

Penelitian Sayar et al. (2007) pada fermentasi in vitro dengan substrat oats menunjukkan adanya penurunan pH medium secara signifikan setelah 4 jam fermentasi. Sementara pada penelitian ini, penurunan pH terjadi setelah 3 jam fermentasi hingga jam ke-36, setelah itu terjadi kenaikan pH.

Gambar 9. Penurunan pH medium selama fermentasi pati resistan.

Dokumen terkait