• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

7. Struktur usia

4.2. Hasil Analisis

4.2.2. Pertumbuhan Ekspor Sayuran

Kondisi Propinsi Sumatera Utara yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi pelabuhan yang dekat dengan negara Singapura sudah semestinya pertumbuhan ekspornya meningkat, terutama untuk

produk hortikultura khususnya sayuran. Ada 6 (enam) jenis sayuran yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu kentang, tomat, kol, wortel, bawang merah dan daun bawang.

a. Komoditi Kentang

Dari hasil pengujian yang dilakukan untuk mengidentifikasi pertumbuhan volume ekspor, nilai ekspor dan harga ekspor kentang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Kentang

Uraian Koefisien dan Sig.

Keterangan

Sumber: Lampiran 7, 13 dan 19

Dari Tabel 19., nilai ρ dari koefisien k > α = 0,1 (selang kepercayaan 90

%), artinya k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan volume ekspor selama periode waktu analisis (2005-2011) dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor ratarata selama periode adalah sebesar g, yaitu -0,6 persen. Begitu juga halnya dengan harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor juga konstan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10,7 pesen. Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor karena volume ekspor konstan dan harga ekspor konstan, maka nilai ekspor untuk

koefisien k > α = 0,1, artinya pertumbuhan nilai ekspor konstan. Karena tingkat kenaikan harga yang lebih tinggi dari pada pengurangan volume menyebabkan nilai ekspor tetap bertambah atau meningkat.

Untuk menaikkan nilai ekspor maka pemerintah perlu menaikkan volume ekspor, yaitu dengan memperbaiki kualitas kentang, baik dari keseragaman ukuran, bentuk, jenis varitas, tingkat kandungan pestisida, kemasan, kebersihan kentang, dan jaminan kontinuitas pengiriman sehingga Propinsi Sumatera Utara dapat melakukan kontrak jangka panjang dengan pihak pembeli (buyer) dari negara pengimpor. Selama ini, kita mengalami kesulitan dalam melakukan kontrak jangka panjang karena kontinuitas produksi kentang tidak terjamin dan juga tidak adanya perusahaan yang dapat memanfaatkan sisa produk sortiran (grade terbawah) untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung kentang atau olahan lainnya.

Pemerintah dalam hal ini perlu menggalakkan teknologi budidaya yang lebih baik, yaitu dengan menyediakan bibit yang berkualitas, penyediaan seprotan yang dibutuhkan petani dan teknologi pasca panen yang juga lebih baik, yaitu melaksanakan pemanena pada usia tanaman yang disarankan dan cara panen yang baik.

b. Komoditi Tomat

Hasil pengujian yang dilakukan untuk komoditi tomat dapat dilihat pada Tabel 20. Dari Tabel 20., nilai ρ dari koefisien k < α = 0,1 (selang kepercayaan), artinya k secara statistik berbeda nyata, karena besara k > 0 hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan volume ekspor yang meningkat selama periode waktu analisis (2005-2011) dan tingkat pertumbuhan ekspor rata-rata

selama periode adalah sebesar g = 2kt (t = 84 bulan), yaitu 2,1 persen. Begitu juga halnya dengan harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor konstan.

Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor, karena volume ekspor meningkat dan harga ekspor konstan, maka nilai ekspor untuk komoditi tomat akan naik atau meningkat. Hal ini dapat juga dilihat dari tabel, yaitu ρ dari koefisien k < α = 0,1, artinya pertumbuhan nilai ekspor meningkat, yaitu sebesar 10,6 persen selama periode 2005-2011.

Tabel 20. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Tomat

Uraian Koefisien dan Sig.

Keterangan

Sumber: Lampiran 8, 14 dan 20

Naiknya volume ekspor tomat, disebabkan karena membaiknya budidaya tomat dibeberapa kabupaten misalnya di Kabupaten Karo, Simalungun, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2011). Budidaya tomat ini semestinya dipertahankan dan kalau memungkinkan ditingkatkan dengan menyediakan bibit yang berkualitas, teknik budidaya yang lebih baik dan penanganan pasca panen yang lebih baik. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong didirikannya pengolahan tomat sehingga jika terjadi kelebihan

c. Komoditi Kol

Hasil pengujian yang dilakukan untuk komoditi kol dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Kol

Uraian Koefisien dan Sig.

Keterangan

Sumber: Lampiran 9, 15 dan 21

Dari Tabel 21., nilai ρ dari koefisien k < α = 0,1 (selang kepercayaan), artinya k secara statistik berbeda nyata, karena besaran k > 0 hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan volume ekspor yang meningkat selama periode waktu analisis (2005-2011) dan tingkat pertumbuhan ekspor rata-rata selama periode adalah sebesar g = 2kt (t = 84 bulan), yaitu 1,3 persen. Begitu juga halnya dengan harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k < α = 0,1, artinya secara statistik berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor juga meningkat.

Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor, karena volume ekspor meningkat dan harga ekspor meningkat, maka nilai ekspor untuk komoditi kol akan naik atau meningkat. Hal ini dapat juga dilihat dari tabel, yaitu ρ dari koefisien k < α = 0.1, artinya pertumbuhan nilai ekspor meningkat, yaitu sebesar 10,6 persen selama periode 2005-2011..

Naiknya volume ekspor kol, disebabkan karena membaiknya budidaya kol dibeberapa kabupaten misalnya di Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi dan

Tapanuli Utara (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2011). Budidaya kol ini semestinya dipertahankan dan kalau memungkinkan ditingkatkan dengan menyediakan bibit yang berkualitas, teknik budidaya yang lebih baik dan penanganan pasca panen yang lebih baik. Harga ekspor kol yang meningkat harus dapat dipertahankan, yaitu dengan mempertahankan kualitas produk kol, terutama dari kandungan residu pestisida, ukuran, dan berat kol. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong didirikannya pengolahan kol sehingga jika terjadi kelebihan produksi, produk kol ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti kol kering untuk sayuran dalam mie instan cup dan sayuran instan.

d. Komoditi Wortel

Hasil pengujian yang dilakukan untuk komoditi wortel dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Wortel

Uraian Koefisien dan Sig.

Keterangan

Sumber: Lampiran 10, 16 dan 22

Dari Tabel 22., nilai ρ dari koefisien k > α = 0,1 (selang kepercayaan), artinya k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan ekspor selama periode analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor

harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor juga konstan dengan tingakt pertumbuhan sebesar -4 persen. Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor, karena volume ekspor konstan dan harga ekspor konstan, maka nilai ekspor untuk komoditi wortel juga konstan. Hal ini dapat juga dilihat dari tabel, yaitu ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya pertumbuhan nilai ekspor konstan, yaitu sebesar -6,6 persen selama periode 2005-2011.

Pertumbuhan volume ekspor setiap tahunnya mengalami penurunan, demikian juga denga harga eskpor. Hal ini menyebabkan nilai ekspor juga berkurang.

Wortel merupakan komoditi yang memiliki daya tahan yang cukup baik dibandingkan dengan tomat dan kol. Pertumbuhan wortel pada periode 2005-2011 konstan, pertumbuhan ini lebih cenderung disebabkan varietas wortel yang dibudidayakan adalah varietas lokal. Varietas lokal ini memiliki warna yang kusam sehingga kurang menarik konsumen, selain itu ukurannya lebih kecil dan kandungan gula, sedang wortel impor memiliki warna, bentuk dan rasa yang menarik, wortel jenis ini biasanya diimpor dari China dan Taiwan untuk kebutuhan hotel dan restaurant.

Pertumbuhan ekspor wortel ini seharusnya dapat ditingkatkan, yaitu dengan memenuhi keinginan konsumen negara lain, yaitu wortel dengan warna, bentuk dan rasa yang baik, seperti halnya wortel impor dari Taiwan dan China.

Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Sumatera Utara, sudah semestinya mendorong petani wortel khusunya daerah Kabupaten Karo dan Tapanuli Utara untuk membudidayakan wortel dengan bibit dan varietas yang diminta oleh pasar lokal dan luar negeri. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong didirikannya

pengolahan wortel sehingga jika terjadi kelebihan produksi, produk wortel ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti wortel kering untuk sayuran dalam mie instan cup, selai wortel, pikel wortel dan sayuran instan ataupun untuk bahan pengisi saus tomat dan cabai.

e. Komoditi Bawang Merah

Hasil pengujian yang dilakukan untuk komoditi bawang merah dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Bawang Merah

Uraian Koefisien dan Sig. Keterangan Tingkat Pertumbuhan

Sumber: Lampiran 11, 17 dan 23

Dari Tabel 23., nilai ρ dari koefisien k > α = 0,1 (selang kepercayaan), artinya k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan ekspor selama periode analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor rata-rata sebesar koefisien g, yaitu sebesar -7,6 persen. Begitu juga halnya dengan harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k > α = 0.1, artinya secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor juga konstan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -8,4 persen. Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor, karena volume ekspor konstan dan harga ekspor

dilihat dari tabel, yaitu ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya pertumbuhan nilai ekspor konstan, yaitu sebesar -16,0 persen selama periode 2005-2011..

Bawang merah merupakan komoditi yang memiliki daya tahan yang cukup baik, mampu bertahan sampai 1–3 bulan dalam kondisi kering.

Pertumbuhan bawang merah pada periode 2005 - 2011 konstan, pertumbuhan ini lebih cenderung disebabkan daerah budidaya bawang merah dan varites yang ditanam oleh petani di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Simalungun, Tapanuli Utara, Karo, Toba Samosir, dan Dairi adalah bawang merah yang digunakan untuk bahan baku bawang goreng.

Pertumbuhan ekspor bawang ini seharusnya dapat ditingkatkan, yaitu dengan memenuhi keinginan konsumen negara lain. seperti halnya bawang merah asal China, Birma, India, dan Thailand. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Sumatera Utara, sudah semestinya mendorong petani bawang merah untuk membudidayakan bawang merah dengan bibit dan varietas yang diminta oleh pasar lokal dan luar negeri. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong didirikannya pengolahan bawang merah sehingga jika terjadi kelebihan produksi industri ini dapat menampungnya. Produk bawang merah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti tepung bawang merah untuk pabrik mie instan.

f. Komoditi Daun Bawang

Hasil pengujian yang dilakukan untuk komoditi daun bawang dapat dilihat pada Tabel 24. Dari Tabel 24., nilai ρ dari koefisien k > α = 0,1 (selang kepercayaan), artinya k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan ekspor selama periode analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor rata-rata sebesar koefisien g, yaitu sebesar -0,1 persen.

Begitu juga halnya dengan harga ekspor, nilai koefisien ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan harga ekspor juga konstan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2,2 persen. Nilai ekspor adalah perkalian antara volume ekspor dengan harga eskpor, karena volume ekspor konstan dan harga ekspor konstan, maka nilai ekspor untuk komoditi wortel juga konstan. Hal ini dapat juga dilihat dari tabel, yaitu ρ dari koefisien k > α = 0,1, artinya pertumbuhan nilai ekspor konstan, yaitu sebesar 2,1 persen selama periode 2005-2011.

Tabel 24. Koefisien Pertumbuhan Komoditi Daun Bawang

Uraian Koefisien dan Sig.

Keterangan

Sumber: Lampiran 12, 18 dan 24

Daun bawang merupakan komoditi yang banyak dibutuhkan oleh industri mie instan sebagai bahan bumbu mie. Pertumbuhan daun bawang pada periode 2005 - 2011 konstan, pertumbuhan ini lebih cenderung disebabkan daerah budidaya bawang merah dan varietas yang ditanam oleh petani di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Simalungun, Karo dan Tapanuli Utara. Daun bawang lokal yang digunakan secara turun temurun oleh petani, sehingga produksi daun bawang ini rendah, dilihat dari ukuran dan beratnya dibandingkan

Tabel 25. Pertumbuhan Impor Sayuran di Propinsi Sumatera Utara

No Komoditi

Impor

g k Keterangan Tingkat

Pertumbuhan (%)

5. Bawang merah -0,309 (ρ = 0,001)

0,002 (ρ = 0,116)

Meningkat 2,7

6. Daun bawang 0,026 (ρ = 0,680)

Sumber: Lampiran 33, 34, 35, 36, 37 dan 38

Pertumbuhan ekspor daun bawang ini seharusnya dapat ditingkatkan, yaitu dengan memenuhi keinginan konsumen negara lain, seperti halnya daun bawang merah asal, China. Permerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Sumatera Utara, sudah semestinya mendorong petani daun bawang untuk membudidayakan daun bawang dengan bibit dan varietas yang diminta oleh pasar lokal dan luar negeri. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong didirikannya pengolahan daun bawang sehingga jika terjadi kelebihan produksi industri ini dapat menampungnya. Produk daun bawang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti tepung daun bawang untuk pabrik mie instan.

Pertumbuhan impor sayuran Sumatera Utara menunjukkan peningkatan khususnya produk kentang, kol, bawang merah dan juga salada. Hal ini seperti dikutip dari (www.waspasa. 2012), menyatakan bahwa impor sayuran ke Sumatera Utara naik tajam, yaitu sebesar 39,20 persen. Adapun komoditi yang diimpor adalah bawang merah, bawang putih, wortel, jamur, cabai, bayam, kentang dan kacang kapri.

Impor sayuran ini didorong oleh terjadinya kelebihan produksi di China, selain itu juga disebabkan kualitas dan juga harganya yang cukup rendah menyebabkan produk lokal kalah bersaing. Namun, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan, seperti Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 3 tahun 2012, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20 tahun 2012, menyatakan bahwa buah dan sayuran hanya boleh masuk melalui tiga pelabuhan utama, termasuk pelabuhan Belawan. Selain itu juga Permentan 88/2011, 89/2011 dan 90/2011 tentang keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan, kemudian tentang persyaratan teknis dan tindakan karantina, dan juga tentang persyaratan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi.

Pembatasan ini memiliki tujuan yang cukup baik, yaitu melindungi petani dalam memasarkan produk pertaniannya, baik dari segi harga dan volumenya.

Namun, disisi lain pemerintah juga tidak dapat terus melindungi dengan cara membatas impor, perbaikan kualitas dan menekan biaya produksi juga menjadi hal yang terus dilakuakn sehingga pada waktnya nanti dapat bersaing dengan produk sayuran dari negara lain, tidak hanya mengandalkan adanya kejadian di negara penghasil sayuran lainnya seperti China, dan Thailand. Perhatian pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah Sumatera Utara perlu ditingkatkan terutama dalam penyediaan bibit sayuran yang berkualitas, teknologi budidaya dan pasca panen.

Keterlibatan pemerintah dalam mendorong petani dengan memberikan jaminan pasar produk yang dihasilkan menjadi hal penting. Pendirian industri

digunakan dalam hal mengontrol harga pasar sehingga tidak terjadi fluktuasi yang tajam. Harga yang stabil motivasi petani untuk membudidayakan produk pertanian, khususnya sayuran dan ini juga memberikan peluang eksportir membuka pasar, luar negeri, karena ada jaminan atas kualitas dan kontinuitas produk.

Dokumen terkait