• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Semangat Kebangsaan Umat Islam Dalam Melawan

BAB IV Respon Umat Islam Terhadap Dampak Politik Asosiasi Pendidikan

B. Pertumbuhan Semangat Kebangsaan Umat Islam Dalam Melawan

Pada 1873 Kantor Inpeksi Pendidikan Pribumi yang didirian oleh J.A van der Chijs membuat laporan bahwasanya jumlah pesantren di Hindia Belanda mencapai 20-25.000 dengan total santri yang berjumlah 300.000. Meningkatnya jumlah sekolah tradisional Islam, yang berkombinasi dengan tetap dipertahankannya ikatan-ikatan intelektual dan emosional antara kyai dan santri, dan antar pesantren yang tersebar di berbagai wilayah, jaringan intelektual Islam tradisional tetap terjaga. Hal ini memfasilitasi terciptanya kesinambungan dalam

46

Alwi Sihab, h. 103

47

pendidikan Islam. Sehingga, meskipun terdapat diskriminasi kolonial yang nyata dan pembatasan-pembatasan terhadap pengajaran Islam, namun pada tahun 1890, Snouck Hurgronje mengungkapkan informasi bahwa jumlah pesantren sedang meningkat.48 Jika dua puluh tahun kemudian dia merayakan kemenangan awal sekolah-sekolah bergaya Barat atas sekolah-sekolah Islam, barangkali karena dia meremehkan proses transformasi yang sedang berlangsung di sekolah-sekolah Islam dan juga kemampuan para intelektual Islam untuk menghadapi lingkungan yang sedang berubah.

Snouck pernah sesumbar meramalkan bahwa dalam persaingan melawan daya tarik dari pendidikan Barat dan asosiasi kultural dengan Barat, Islam pastilah akan menjadi pihak yang kalah,49 Namun, hingga awal era politik Etis, masih banyak yang harus dilakukan oleh peradaban Barat jika ingin menaklukkan Islam di Hindia Belanda.

Bagi sebuah agama yang tidak memiliki organisasi hirarkis yang efektif, dan bagi suatu komunitas Islam yang hidup ditengah-tengah masyarakat Hindia yang plural, pendidikan memainkan peran kunci dalam perjuangan Islam. Ketiadaan struktur kependetaan dalam Islam50 jelas membuat sekolah Islam menjadi satu-satunya sarana untuk menanamkan doktrin-doktrin keagamaan. Dalam konteks Hindia Belanda, paling tidak ada tiga alasan tambahan mengapa umat Islam mengembangkan sekolah-sekolah Islamnya sendiri. Pertama, karena adanya keanekaragaman kepercayaan dan sistem nilai yang saling bersaing di Hindia Belanda, sekolah Islam memainkan sebuah peran kunci dalam membangun 48 Benda, h. 27 49 Benda, h. 27. 50

sebuah identitas yang jelas dan positif bagi Islam Hindia. Kedua, pendidikan Islam merupakan alat ideologi Muslim dalam menjawab diskriminasi dan penindasan yang dilakukan oleh kebijakan-kebijakan kolonial. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya, kurangnya peluang bagi anak-anak dari kalangan santri untuk masuk sekolah-sekolah pemerintah, ditambah dengan ketidak tertarikan pihak pemerintah Belanda untuk memajukan sekolah-sekolah Islam, memaksa ulama untuk mengembangkan sekolah-sekolahnya sendiri. Karena sekolah Islam merupakan benteng perjuangan Islam untuk bisa bertahan hidup, maka para pemimpin Islam berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan keberadaannya.51

Kemunculan madrasah dan modernisasi pesantren merepresentasikan suatu sejarah Islam yang baru. Madrasah merupakan perwujudan dari rencana untuk memulihkan dan meremajakan kembali masyarakat Islam. Sekolah ini merepresentasikan ide-ide pembaharuan Islam. Karena adopsinya terhadap pendekatan-pendekatan dan instrumen-instrumen modern, seperti rasionalisme modern, kurikulum pendidikan Barat, dan metode yang modern, sekolah ini merepresentasikan ide-ide modernisme Islam. Karena pengajarannya yang memasukkan pengetahuan agama maupun pengetahuan umum modern, madrasah berfungsi sebagai ladang persemaian utama bagi pembentukan ‘ulama-intelek’ yang akan menjadi pasangan utama bagi elit intelektual dalam mengarahkan

51

masyarakat Hindia Belanda kearah kemajuan.52 Sehingga timbulah semangat dalam melawan sistem Kolonial.

Ketidakpuasan besar di kalangan umat Islam terhadap kebijakan pemerintah Belanda mengenai Islam muncul dekade awal abad ke 20. Kebijakan yang di klaim oleh pemerintah sebagai netral terhadap agama terbukti hanya bualan belaka. Sebagai akibat dari semakin intensnya keinginan penguasa Kolonial Belanda untuk mengontrol daerah jajahan, memunculkan respon untuk mengimbangi kekuasaan Kolonial tersebut dalam wujud pergerakan nasional. Kemunculan kesadaran nasional ini disebabkan oleh kesadaran bahwa tantangan asing tidak hanya dapat dihadapi dengan cara dan pandangan lama yang masih bersifat tradisional. Namun harus dengan pemikiran baru yang modern. Respon terhadap kolonialisme dengan gaya modern muncul dalam bentuk organisasi modern seperti organisasi social, pendidikan dan politik. Organisasi ini banyak tumbuh di wilayah-wilayah. Pada akhirnya gerakan organisasi ini baik yang bercorak nasionalis maupun religius terbukti merupakan ancaman serius bagi rezim pemerintah Belanda.53

Perkembangan modernisasi di Eropa berdampak secara tidak langsung kepada kehidupan di daerah jajahan seperti Hindia Belanda. Mengutip pernyataan Niel politik etis memberikan rangsangan menimbulkan kesadaran pada angkatan muda Hindia Belanda. Suasana yang sama juga memberikan rangsangan R.A. Kartini, di mana pendidikan menghasilkan wanita-wanita muda dan pemuda-

52

Latif, h. 146.

53

pemuda elit Indonesia yang berpendidikan dalam kehidupan masyarakat yang berubah.54

Beberapa elit tradisional yang telah mendapat pendidikan dan pengaruh Barat telah secara tidak sengaja memiliki pemikiran Barat. Salah satu contoh sederhana yaitu konsep identitas bangsa dan nasionalisme yang sudah mulai dikaji dan dipelajari. Sementara pada masa tradisional sebelum memperoleh pengaruh Barat, tidak pernah terpikirkan konsep identitas dan nasionalisme oleh para elit tradisional.

Pada tahap awal para elit modern ini biasanya muncul dan berkembang setelah mendapat pendidikan di Eropa. Seperti contoh, Achmad Djajadiningrat seorang anak bangsawan Banten dan keturunan Paku Alam yang banyak melanjutkan studi di Eropa. Namun berikutnya setelah didirikannya sekolah dokter STOVIA pada 1902 di Jawa, maka banyak muncul elit – elit modern yang memiliki pemikiran-pemikiran Barat yang brilian seperti Radjiman Wideodiningrat, Tjipto Mangunkusumo, Wahidin Sudirohoesodo, Abdul Rifai dan lainnya.

Abdul Rifai seorang lulusan Sekolah Dokter Jawa menerbitkan Bintang

Hindia- nya bersama H.C.C Clockener Brousson di Belanda,55 sebuah majalah

berbahasa melayu didesain dalam kerangka politik etis. Tujuan diterbirknanya adalah untuk memperkenalkan perkembangan budaya penduduk pribumi dan memperkuat ikatan antara Belanda dan daerah jajahan. Gagasan kemajuan ini 54

Robert Van Niel. Munculnya elit Modern. h. 60.

55

bertujuan mencapai standar modernitas barat. Namun melalui majalah ini Abdul Rifai menyampaikan ide kemajuan masyarakat Hindia Belanda, pentingnya rakyat Hindia Belanda memiliki pengetahuan sebagai landasan untuk mencapai kemajuan dan bangsawan pikiran (kemuliaan karena memiliki intelektualitas).

Bangsawan pikiran , dengan pengetahuan yang mereka pelajari di Belanda akan

membawa Hindia Belanda kearah kemajuan.56

Rifai tampil sebagai pejuang politik etis yang sangat mendorong rakyat Hindia Belanda untuk beradaptasi di dalamnya dan mengambil keuntungan dari apa saja yang ditawarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Abdul Rifai dan menyerukan pendirian Perhimpunan Kaum Muda pda 1905. Gagasan dalam mendirikan perhimpunan Kaum Muda ini merupakan suatu langkah awal dari Wahidin Sudirohusodo ketika ia mendirikan Budi Utomo tahun 1908. Meskipun sama-sama menamati sekolah di sekolah Dokter Jawa, Wahidin berbeda dengan Abdul Rifai, ia lebih mengabdikan dirinya untuk peningkatan status priayi dan lebih mengarahkan Budi Utomo pada penyediaan pendidikan Barat bagi kaum priayi Jawa.57 Abdul Rifai dengan Bintang Hindia digambarkan sebagai penyebar nasionalisme Indonesia. Dikarenakan majalah ini yang pertama kali memperkenalkan dan mempopulerkan istilah bangsa Hindia. Rifai telah mempopulerkan ide kemajuan dan menghubungkannya dengan “kaum muda”, dia telah berkontribusi memperkenalkan ide tersebut ke dalam pusat masyarakat Hindia Belanda.58 56 Jajat, h. 233. 57 M.C. Ricklefs, h. 2017-208 58 Jajat Burhanudin. h. 233-234

Sedangkan dalam tubuh Sarikat Islam, ditandai dengan munculnya kepemiminan baru dalam Islam Hindia Belanda, dimana figure jurnalis Tirtadisurjo, pedagang batik Samanhoedi dan juga Tjokroaminoto muncul sebagai pemimpin baru Muslim Hindia Belanda yang lebih banyak menyuarakan ide ide kemajuan. SI didefinisikan sebagai asosiasi umat Muslim yang bekerja dalam kerangka semangat etis kemajuan, dimana Islam dijadikan sebagai penanda kepribumian dan sebagai motor penggerak perjuangan demi kemajuan.59 Meskipun dalam perkembangannya SI tidak bertahan lama seperti organisas- organisasi Islam lainnya yang masih eksis sampai sekarang ini.

Kesadaran akan ide kemajuan yang muncul di tengah-tengah Muslim di daerah-daerah perkotaan di Hindia Belanda yang jumlahnya semakin meningkat pada awal abad ke 20.60 Kebanyakan dari mereka tinggal di kantong-kantong Muslim di perkotaan, mereka akrab dengan gaya hidup masayarkat modern perkotaan dan lebih cepat dan mudah beradaptasi dengan ide kemajuan. Kaum Muslimin yang tinggal di perkotaan inilah yang memberi arah baru dalam memberikan kesadaran tentang ide-ide kemajuan yang dikemas dalam tema keIslaman.61

Para pelajar yang telah mendapatkan pendidikan Barat seperti Abdul Rifai, RM Tirtoadisurjo, Tjokroaminoto sedikit banyak memang sudah terasosiasi dengan pendidikan Barat. Dari cara berpakaian dan berpikir yang sudah ke Barat- baratan. Namun dengan pendidikan Belanda yang mereka peroleh timbul semangat kesadaran untuk memajukan kaumnya, yaitu memajukan masyarakat 59 Siraishi,. h. 63. 60 Takashi SIraishi,. h. 23-25. 61 Burhanudin,. h.235.

Muslim Hindia Belanda. Tak lupa pula para elit Muslim yang mengemban ilmu di Timur Tegah dan lebih banyak mendapat kan pendidikan Islam tradisional. Seperti K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari. Kedua elit ini baik dari kalangan santri dan priayi memiliki tujuan yang sama yaitu kemajuan untuk bangsanya. Ada yang menggunakan surat kabar untuk merealisasikan pikirannya untuk mengajak masyarakat pribumi akan kemajuan untuk bangsanya, dan juga mengkritik kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, dan ada yang mengguanakan organisasi sebagai wadah untuk memajukan kemaslahatan masyarakat pribumi di Hindia Belanda. Bukan saja dari segi pendidikan, namun dari segi sosial, politik dan ekonomi.

Tidak semua pribumi yang ditempa dalam pendidikan dan lingkungan Barat otomatis melupakan budanya nya, tidak sedikit pula jumlah elit tradisional hasil didikan Barat yang berjuang melalui gerakan nasionalis Islam, dan bahu membahu dengan alumni pesantren dan lulusan Timur Tengah.

Hal ini jauh dari cita-cita Snouck yang mengharapkan elit tradisional yang sudah terkolonisasi dapat tunduk dan patuh pada pemerintah Hindia Belanda dan dapat membawa serta para pengikut dibawahnya yang terdiri dari masyarakat pribumi, memang beberapa elit sudah terasosiasi dengan kebudayaan Barat namun tidak serta merta tunduk dan patuh oleh pemerintah Hindia Belanda. karena para elit tradisional yang sudah terasosiasi ini menjelma menjadi elit modern yang lebih banyak menyuarakan pendapatnya untuk bergerak maju dalam melawan Pemerintah Hindia Belanda dan membangkitkan semangat nasinonalisme.

Mengamati perjalanan sejarah politik Kolonial Belanda terhadap Islam yang telah digariskan oleh peletak dasarnya Snouck Hurgronje, setidaknya ada dua hal yang menarik. Pertama, munculnya tokoh Snouck menjadi seorang negarawan Kolonial Belanda yang paling Legendaris; kedua, kenyataan yang dihasilkan oleh politiknya bertentangan dengan apa yang diharapkan. Dari sini kita dapat menarik suatu pelajaran seperti yang dikatakan oleh Prof. W.F. Wertheim ketika mengomentari hasil karya Dr. Harry J Benda, bahwa:

“…..Apapun politik terhadap Islam yang dilancarkan oleh kekuasaan non Islam, hasilnya senantiasa berbeda dari apa yang ingin dikejar oleh kekuasaan

tersebut.…..”62

Masa-masa ini merupakan masa dimana keadaan sosial menyadarkan masyarakat akan kesadarn sosial. Sadar bahwa rakyat sesamanya tertindas, sadar akan diskrimininasi yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda, sadar akan hak dalam memiliki kebebasan tak terpenuhi. Sehingga timbul semangat kebangsaan untuk lepas dari ketertindasan.

62

Harrry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Terj. Daniel Dhakidae.(Jakarta: Pustaka Jaya, 1980) h. 345

105 BAB V KESIMPULAN

Kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah bukanlah untuk mencerdaskan masyarakat pribumi, dapat dilihat dari diskriminasi yang terjadi dari mulai diskriminasi sosial, diskriminasi rasial, diskriminasi anggaran dan diskriminasi dalam kepemelukan agama. Hanya golongan tertentu saja yang dapat menikmati pendidikan. Sehingga masyarakat yang tidak dapat masuk sekolah pemerintah memlih untuk memasukan anaknya ke lembaga pendidikan Islam baik itu tradisonal maupun modern, dimana lembaga pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren mengubah kurikulumnya menjadi lebih modern dengan menggabungkan kurikulum agama dan ilmu-ilmu pengetahuan umum agar dapat menyaingi dan mengimbangi sekolah yang didirikan oleh pemerintah.

Snouck Hurgronje sangat yakin akan politik asosiasi yang dimasukan dalam pendidikan Barat. Memilih anak-anak priayi dan para bangsawan terkemuka masuk ke dalam lingkaran pendidikan Barat yang sudah terkolonisasi dan dapat dengan mudah menjadi patuh dan tunduk pada pemerintah Belanda dan jauh dari ajaran Islam, sehingga dapat diikuti oleh masyarakat bawah yang senantiasa tunduk pada elit tradisional. Namun ternyata dalam prakteknya, meski banyak elit tradisional yang sudah terasosiasi dengan kebudayaan Barat Seperti Husein Djajadiningrat, Abdul Rifai dengan Bintang Hindia-nya, Raden Mas Tirtoadisurjo dengan Medan Priaji-nya dan pendirian SDI, HOS Tjokroaminoto yang disebut-sebut sebagai pemimpin karismatik dalam SI, dan juga Agus Salim. Mereka merupakan anak anak priayi muslim yang taat, namun mereka menjelma

menjadi elit modern yang penuh dengan kesadaran akan dirinya dan keterbelakangan masyarakat sekitarnya. Mereka menyuarakan aspirasinya untuk kemajuan umat Islam di Hindia Belanda mau tak mau, suka tak suka hal ini merupakan hasil dari asosiasi pendidikan yang dapat dilihat dengan munculnya elit modern yang mendirikan organisasi yang bersifat nasionalis baik sekuler maupun Islam.

Kebijakan Pendidikan oleh pemerintah khususnya kepada umat Islam pada kenyatannya malah memeberikan semangat kebangsaan karena rasa diskriminasi yang dirasakan bersama. Hal ini membuktikan bahwa keadaan sosial pada waktu itu menimbulkan kesadaran social dikalangan para terpelajar. Kesadaran akan kepemilikan hak yang sama dan kebebasan untuk merdeka.

Saran

Penulis memahami betul dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat dibutuhkan demi baiknya tulisan/karya ini.

Dari beberapa kebijakan pendidikan Belanda dapat dilihat hikmah dan menjadi cermin untuk kemajuan Indonesia mendatang. Melihat kondisi sekarang yang hampir sama dengan masa Kolonial, pendidikan belumlah sama rata dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Alangkah indahnya apabila pemerintah dapat memberikan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Bisa dirasakan bahwa pendidikan yang bermutu sekarang ini selalu dimenangkan oleh masyarakat kelas menengah atas

yang memiliki ekonomi yang baik. Perbedaanya adalah masa Kolonial pendidikan bermutu dirasakan oleh masyarakat menengah berdasarkan factor keturunan yang merukapan ketentuan dari pemerintah, sedangkan sekarang faktor ekonomi bisa jadi menjadi kriterianya.

Jika masa Kolonial keadaan sosial membangun kesadaran sosial, kebalikan dengan masa sekarang kesadaran sosial belum tentu dapat mengubah keadaan sosial meskipun hal ini tidak dapat di generalisirkan.

Untuk generasi selanjutnya akan lebih bagus lagi jika mengkaji lebih mendalam dan memunculkan ide-ide yang cemerlang untuk menggali tulisan khusus kebijakan-kebijakan yang dibuat Belanda di Indonesia yang pada akhirnya akan memperkaya khazanah keilmuan sejarah.

108 DAFTAR PUSTAKA Arsip

Bijblad op het Staatsblad van Nedelandsch-Indie no 6639

Bijblad op het Staatsblad van Nedelandsch-Indie no 7123

Encyclopaediae van Nederlandsch-Indie (ENI), jilid I. ‘s-Gravenhage, 1917

Regerings Almanak Tahun 1914

Staastblad van Nederlandsch-Indie no 125 Tahun 1893

Staastblad van Nederlandsch-Indie no 219 Tahun1925

Staastblad van Nederlandsch-Indie no 550 Tahun 1905

Buku

Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar Ruzz Media,1999

Absari, “Sejarah dan Dinamika Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara”, dalam Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam,

menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia.,

(Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2007)

Algadri, Hamid, C. Snouk Hurgronje.Politik Belanda TerhadapIslam dan

Keturunan Arab. Jakarta; Sinar Harapan 1984.

_________, Islam dan Keturunan Arab dalam Pemberontakan Melawan

Belanda. Bandung; Mizan, 1996

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999)

Azra, Azyumardi, “Surau di Tengah Krisis: Pesantren dalam Prespektif Masyarakat” dalam M.Dawam Raharjo (ed) Pergulatan Dunia Pesantren

Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1983)

_________, Pendidikan Islam “Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru”, (Ciputat: Logos, 1999)

Benda, Harry J, Bulan Sabit dan Matahari terbit, Islam Indonesia Pada masa

Pendudukan Jepang, Terj. dari The Crescent and The Rising Sun,

Indonesian islam under the Japanese occupation 1942-1945 oleh Daneil

Brugmans, I.J. “Politik Pengajaran” dalam H. Baudet dan I.J Brugman (ed),

Politik Etis dan Revolusi kemerdekaanI. (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1987)

Burhanudin, Jajat, Ulama dan Kekuasaan, Pergumulan Elite Muslim dalam

Sejarah Indonesia,(Jakarta: Mizan, 2012)

Cribb, Robert, Audrey Kahin, Kamus Sejarah Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu, 2012.

Djamaluddin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia , 1998)

Dzofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kya ( Jakarta: LP3ES, 1994)

Gobee, E, dan C Adriaanse, Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936, Jilid IV (Jakarta : Indonesian Netherlands Coorperation in Isalamic Stuidie (INIS), 1991).

______, Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada

Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936, Jilid I (Jakarta : Indonesian

Netherlands Coorperation in Isalamic Stuidie (INIS), 1991).

Graves, Elizabeth, “The Minangkabau Response to the Dutch Colonial Rule in the Nineteent Century”,(New York: Cornel University, 1981)

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. terj: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press.1983)

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, lintasan Sejarah,

Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta:Diterbitkan Kerjasama

dengan Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan dan PT Raja Grafindo Persada, 1996), Cet ke 2

Herlina, Nina Lubis, Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942.(Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda, 1998)

_______, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian (alm) (eds), Indonesia dalam Arus

Sejarah, Jilid V., (Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoeve)

Hurgronje, C Snouck, Islam di Hindia Belanda. Terj S. GunawanJakarta; PT Bhratara Karya Aksara, 1983.

________, Kumpulan Karangan C. Snouck Hurgronje. Jakarta; INIS, 1993. Isjwara, F, Pengantar Ilmu Politik, penerbit Binacipta, 1974

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: Yayasan bentang Budaya, 1995)

Latif, Yudi , Intelegensia dan Kuasa, Geneologi Intelegensia muslim Indonesia

abad ke 20,(Bandung: Mizan Pustaka, 2005)

Leirissa, R.Z. , ”Verenigde Oost Indische Comagnie (VOC)”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian (alm) (eds), Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V, (Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoeve)

Maswardi, “ Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Nusantara pada Masa Awal Sampai Sebelum kemerdekaan, Kasus Kebijakan Politik Kolonial Belanda Terhadap Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia” dalam Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam, menelusuri Jejak Sejarah

Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia., (Jakarta: Kencana Prenada

media Group, 2007)

Madjid , Nurcholis, Indonesia Kita, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004) _________, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina,

1997)

Maftuh, “Kebijakan Politik Hindia Belanda dan Implikasinya Bagi Pendidikan Islam 1900-1942”. Tesis (Jogjakarta : UIN Sunan Kalijaga 2008) (Tidak DIterbitkan)

Nata Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

Niel, Robert van, Munculnya Elit Modern Indonesia , Ny. Zahara Deliar Noer (terj)(Jakarta: Pustaka Jaya, 1984)

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1991)

Padmo, Sugijanto (alm), “Perkembangan Sosial Ekonomi Pribumi”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian (alm) (eds), Indonesia dalam Arus Sejarah,

Jilid V., (Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoeve)

Pijper, G.F “Politik Islam pemerintah Belanda dalam H. Baudet dan I.J Brugmans, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan oleh Amir Sutaarga,. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987)

_________, Beberapa Studi Tentang Islam di Indonesia 1900-1950, Terj. dari

Studien over de Geshiedenis van de Islam in Indonesia 1900-1950 oleh

Tujimah dan Yessy Augusdin (Jakarta: UI-Press, 1985), cet II

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional

_________, Sejarah Nasional Indonesia V. PN Balai Pustaka, 1984.

Ricklefs, M.C Mengislamkan Jawa. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013 _________, Sejarah Asia Tenggara dai Masa Prasejarah sampai Kontemporer,

(Jakarta : Komunitas Bambu, 2013)

_________, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008)

Ridwan, Kafrawi, Ensiklopedi Islam, jilid I , (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hove, 1993)

Sihab, Alwi, Membendung Arus Respon Gerakan Muhamadiyah terhadap

Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998)

Sirozi, Muhammad, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-

tokoh Islam dalam Penyusunan UU No 2/1989I, (Jakarta : INIS, 2004)

Sopyan, Yayan, Islam Negara Transormasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Jakarta: RMBooks, 2012

Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia-Belanda: het Kantoor voor Inlandsche

zaken. Jakarta: LP3ES, 1986.

Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam

Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, 1994)

Shiraishi, Takhasi, Zaman Bergerak, Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, (Jakarta: Grafiti, 1997)

Umar, Muin, Orientalisme dan Studi Tentang islam (Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1978)

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995)

Zuhairini, dkk, Sejarah Pedidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1986)

Jurnal

Bani, Sudin, “Politik Etis”, Jurnal Politik Pofetik, Vol 1, No 1, 2013

Burhanudin, Jajat, The Dutch Colonial Policy On Islam, Reading The Intellectual Journey Of Snouck Hurgronje, Al-Jamiah,Vol 52, No 1, 2014 M/1435 H Effendy, “Politik Kolonial Belanda Terhadap Islam Di Indonesia Dalam

Perspektif Sejarah (Studi Pemikiran Snouck Hurgronye) ”Jurnal TAPIs Vol.8 No.1 Januari-Juni 2012

Haidar, M Ali “Tarekat Qodariyah Wa Naqsabandiyah Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan Tahun 1834-1925 “, Avatara, e-Journal Pendidikan

Sejarah. Vol 1, No 2, Mei 2013

Ichwayudi, Budi, Hipokritisme Tokoh Orientalis Christian Snouck Hurgronje,

Jurnal Religio, Vol 1, No 1, Maret 2011

Muhamad, Gusti, “Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Di Surabaya Tahun 1901-1942 Education On Dutch Government In

Surabaya At 1901-1942”, Publika Budaya, Vol 1, No 3, Maret 2015

Makalah

Muhsin, Mumuh “Kesadaran Nasional dan Sekolah Sarekat Islam (1900 – 1942)

MakalahDisampaikan Dalam Penataran Pengayaan Kurikulum Mulok

Sejarah Perjuangan Syarikat Islam (SPSI) Di Aula Gerkopin, 13 Januari 2013 (Jatinangor: UNPAD, 2013)

Internet

http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-178-det-sejarah-singkat.html diakses

pada tanggal 3 Mei 2016 pkl 19.00 WIB

http://www.muhammadiyah.or.id/id/4-content-179-det-sejarah-berdiri.html diakses pada tanggal 3 Mei 2016 pkl 19.00 WIB

http://www.republika.co.id/berita/koran/islam-digest-koran/15/08/23/ntj73s1- kebangkitan-nasionalisme-indonesia-di-tangan-islam

www.tebuireng.org diakses pada tanggal 24 Oktiber 2016 pkl. 9.05 WIB

http://megapolitian.kompas.com/read/2010/03/19/03301099/Kultur.Pesantren..kek

uatan.NU diakses pada tanggal 24 Oktiber 2016 pkl. 9.30 WIB

http://www.ponpes-rakha.com/2014/12/sejarah-rakha.html?m=1 Selayang

Pandang Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai. Diakses pada

Dokumen terkait