• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Seleksi Isolat 4.1.Seleksi Isolat

4.3. Pertumbuhan Tanaman 1.Tinggi Tanaman

Pada umur 1 MST, perlakuan 0 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan 0 ml pupuk hayati + 100% pupuk P cenderung meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman pada 1 MST merupakan awal pertumbuhan vegetatif dari tanaman sehingga sangat membutuhkan unsur hara P untuk memacu pertumbuhan vegetatif, seperti tinggi, dan jumlah daun. Hal yang sama juga ditemukan pada perlakuan 50 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan 50 ml pupuk hayati + 100% pupuk P yang mana menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P terhadap tinggi tanaman.

Tabel 8 Pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk P terhadap tinggi tanaman krisan (cm)

Perlakuan Tinggi tanaman

(MST) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 ml pupuk hayati+0% P 5.4 8.7 13.9 21.6 30.3 42.2 54.0 56.0 0 ml pupuk hayati+50% P 5.8 9.4 15.4 23.3 31.8 43.7 52.9 54.6 0 ml pupuk hayati+100% P 6.2 10.1 16.2 24.5 33.4 45.4 57.6 61.6 50 ml pupuk hayati+0% P 5.9 9.8 15.8 24.2 33.4 46.8 58.2 63.6 50 ml pupuk hayati+50% P 6.3 9.9 16.6 25.4 35.6 49.7 61.6 65.7 50 ml pupuk hayati+100% P 6.4 10.0 16.6 25.4 34.6 46.2 56.8 62.2

Pada 2 MST hingga 8 MST tidak terdapat perbedaan yang nyata antar setiap perlakuan terhadap tinggi tanaman. Hal ini dikarenakan pada 2 MST hingga 8 MST jumlah P-tersedia yang ada dalam tanah berada pada jumlah yang sangat tinggi dan hampir sama pada setiap perlakuan, sehingga tidak memberikan perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan terhadap tinggi tanaman. Jumlah P-tersedia yang semakin menurun menunjukkan bahwa pada umur 2 MST hingga 8 MST kation-kation tanah seperti Al3+, Fe3+, dan Ca2+, sebagian besar membuat ikatan dengan fosfat dalam bentuk Al-P, Fe-P, dan Ca-P, yang menyebabkan unsur hara fosfat tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanah sangat baik (Soepardi 1983). Pada tanah tua fosfat akan membentuk komplek hidrooksida Fe-P, hidrooksida Al-Fe-P, sedangkan pada tanah alkali membentuk komplek Ca-P.

Pada tanah Andosol akan berikatan dengan alofan membentuk alofan fosfat (Leiwakabessy 1989 dalam Lestari 1994), sedangkan pada kondisi masam ion Al, Fe berekasi dengan ion fosfat membentuk garam Fe-P atau Al-P yang tidak larut.

Gambar 8 Pertumbuhan vegetatif krisan (tinggi dan jumlah daun) pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST pada setiap perlakuan

Keterangan: 0 ml pupuk hayati+0% P (P0D0) 50 ml pupuk hayati+0% P (P1D0)

0 ml pupuk hayati+50% P (P0D1) 50 ml pupuk hayati+50% P (P1D1)

0 ml pupuk hayati+100% P (P0D2) 50 ml pupuk hayati+100% P (P1D2)

6 MST 8 MST P0D0 P0D1 P0D2 P1D0 P1D1 P1D2 4 MST 2 MST

Hanafiah (2005) menyatakan dibanding N, maka P tersedia dalam tanah relatif cepat menjadi tidak tersedia akibat segera 1) terikat oleh kation tanah (terutama Al dan Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan Mg pada kondisi netral) yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) atau 2) terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah (liat dan oksida Al/Fe) atau lewat pertukaran kation (terutama dengan OH-). Ketidaktersediaan fosfor setelah 2 MST juga menunjukkan bahwa ketika pupuk P yang mulanya mengandung P tersedia bagi tanaman, namun pada akhirnya cepat bereaksi dengan tanah dan menjadi kurang tersedia untuk diambil tanaman (Sundara et al 2002). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO4-, PO4-. Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada HPO4- dan PO4-. ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan dekomposisi bahan organik, serta kegiatan jasad mikro dalam tanah ( Lal 2002 dalam Suliasih dan Rahmat 2007).

Pada 1 MST hingga 8 MST penggunaan pupuk hayati + pupuk P (50% P dan 100% P) tidak menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan tersebut menunjukkan peningkatan tinggi rata-rata tanaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan 0 ml pupuk hayati + 100% pupuk P. Hal tersebut disebabkan adanya peran mikroorganisme pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat yang diberikan sehingga fosfat menjadi lebih tersedia bagi tanaman yang kemudian mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman. Ini menunjukkan mikroorganisme pelarut fosfat berperan dalam ketersediaan unsur hara fosfat dalam tanah. Pelarutan fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat didahului dengan sekresi asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, asam glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glikosilat, malat, dan fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkhelat dan memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa komplek dengan kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh tanaman (Rao 1982 dalam Wulandari 2001). Berdasarkan rata-rata tinggi tanaman, maka perlakuan yang menunjukkan peningkatan tinggi yang signifikan adalah perlakuan 50 ml pupuk hayati + 50 % P.

4.3.2. Jumlah Daun

Pemberian pupuk hayati dan pupuk P pada setiap perlakuan tidak menyebabkan perbedaan yang nyata dari jumlah daun tanaman. Hal ini dikarenakan unsur hara P tidak cukup berperan untuk perkembangan sel daun pada masa pertumbuhan vegetatif (1-8 MST), sehingga jumlah daun antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Tabel 9 Pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk P terhadap jumlah daun tanaman krisan. Perlakuan Daun (helai) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 ml pupuk hayati+0% P 0 ml pupuk hayati+50% P 0 ml pupuk hayati+100% P 50 ml pupuk hayati+0% P 50 ml pupuk hayati+50% P 50 ml pupuk hayati+100% P 5.0 8.4 12.6 17.2 22.0 29.4 35.8 43.6 5.4 9.6 15.4 21.4 28.2 38.0 43.0 47.0 5.8 10.2 15.4 20.2 26.0 33.0 38.0 45.0 5.6 9.2 14.2 18.4 22.6 32.2 38.6 50.0 5.6 9.4 15.6 21.4 27.0 38.4 43.8 50.6 5.8 9.6 14.8 19.6 28.8 33.2 39.4 46.8

Dalam perkembangannya daun lebih membutuhkan unsur hara N dari pada P. Pengaruh serapan fosfat oleh tanaman untuk perkembangan daun sangat kecil. Berdasarkan rata-rata pertambahan jumlah daun, maka perlakuan yang memiliki peningkatan jumlah daun paling tinggi adalah perlakuan 50 ml pupuk hayati + 50 % P dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Jumlah daun yang tinggi dibutuhkan tanaman dalam peristiwa fotosintesis. Tanaman dengan jumlah daun yang lebih tinggi akan memiliki jumlah klorofil yang lebih banyak sehingga fotosintat yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih banyak. Selanjutnya fotosintat ini akan ditraspor ke seluruh bagian tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti peningkatan tinggi tanaman dan proses pembungaan. Jumlah daun yang melimpah dari tanaman akan memacu pertumbuhan tanaman.

4.3.3. Warna Daun

Warna daun daun ditunjukkan oleh Tabel 10. Berdasarkan pengamatan terhadap warna daun ternyata tidak ditemukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan dari 1 MST hingga 8 MST. Pada 1 MST warna daun setiap perlakuan

termasuk kategori hijau. Pada 2 MST hingga 4 MST, setiap perlakuan memiliki warna daun yang termasuk dalam kategori lebih hijau. Sedangkan pada 5 MST hingga 8 MST warna daun tanaman dari setiap perlakuan termasuk dalam kategori sangat hijau.

Tabel 10 Pengaruh pemberian pupuk hayati dan pupuk P terhadap warna daun pada 1 MST – 8 MST.

Perlakuan Warna Daun

1 2 3 4 5 6 7 8 0 ml pupuk hayati+0% P 3 4 4 4 5 5 5 5 0 ml pupuk hayati+50% P 3 4 4 4 5 5 5 5 0 ml pupuk hayati+100% P 3 4 4 4 5 5 5 5 50 ml pupuk hayati+0% P 3 4 4 4 5 5 5 5 50 ml pupuk hayati+50% P 3 4 4 4 5 5 5 5 50 ml pupuk hayati+100% P 3 4 4 4 5 5 5 5 Keterangan : 1 = kurang hijau; 2= cukup hijau; 3= hijau; 4= lebih hijau; 5= sangat hijau

Dokumen terkait