• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Seleksi Isolat 4.1.Seleksi Isolat

4.2. Sifat Kimia Tanah

4.2.1. Kandungan P-Tersedia Tanah

Kandungan P-tersedia tanah ditunjukkan oleh Tabel 7. Pada 1 MST terdapat perbedaan yang nyata pada sebagian besar perlakuan. Perlakuan 0 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 100% pupuk P memiliki nilai P-tersedia yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P. Hal yang sama juga diperoleh pada perlakuan 50 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan 50 ml pupuk hayati + 100% pupuk P yang memiliki nilai P-tersedia yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P dan perlakuan 50 ml pupuk hayati + 0% pupuk P. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang diberikan pupuk P saja tanpa pupuk hayati baik 50% dosis rekomendasi maupun 100% dosis rekomendasi memberikan distribusi terhadap P-tersedia dalam larutan tanah dibandingkan dengan tanah yang tanpa diberikan pupuk P dan pupuk hayati. Namun antar perlakuan 0 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan 0 ml pupuk hayati + 100% pupuk P tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50 ml pupuk hayati + 50% pupuk P dan perlakuan 50 ml pupuk hayati + 100% pupuk P.

Nilai P-tersedia paling rendah pada perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P dikarenakan tidak adanya pemberian pupuk P dan pupuk hayati pada tanah sehingga jumlah P yang akan dilarutkan untuk menghasilkan P-tersedia pada tanah tersebut kecil. Sebaliknya nilai P-tersedia yang lebih tinggi pada perlakuan lainnya dikarenakan tanah mendapat tambahan unsur fosfat dari pupuk P dan mikroorganisme pelarut fosfat dalam pupuk hayati yang menyebabkan tingkat pelarutan fosfat untuk menghasilkan P-tersedia bagi tanaman lebih tinggi.

Mikroorganisme pelarut fosfat sangat berperan dalam melarutkan P tidak tersedia menjadi P-tersedia bagi tanaman. Kandungan anorganik yang tidak larut dari fosfor, sebagian besar tidak tersedia bagi tanaman, tapi terdapat banyak mikroorganisme yang bisa membawa fosfat dalam larutan. Hal ini sering terbukti,

karena sepersepuluh hingga setengah bakteri yang diuji biasanya mampu melarutkan kalsium fosfat dan jumlah bakteri yang melarutkan fosfat yang tidak larut berada pada 105 hingga 107 per gram tanah, sebagai contoh bakteri yang sering melimpah pada permukaan akar (Raghu et al. 1966 dalam Alexander 1977). Spesies seperti Pseudomonas, Mycobacterium, Micrococcus, Bacillus,

Flavobacterium, Penicillium, Sclerotium, Fusarium, Aspergillus, dan lain-lainnya

sangat aktif dalam proses pengubahan fosfat yang tidak larut menjadi larut (Alexander 1977).

Tabel 7 Kandungan P-tersedia dan pH tanah pada pemberian pupuk hayati dan pupuk P

Perlakuan

Fase pertumbuhan

1 MST 10 MST

P-tersedia (ppm P2O5) pH P-tersedia (ppm P2O5) pH 0 ml pupuk hayati+0% P 713.0ab 5.6 621.2 5.8 0 ml pupuk hayati+50% P 815.5a 5.5 676.6 5.8 0 ml pupuk hayati+100% P 832.1a 5.4 642.0 5.8 50 ml pupuk hayati+0% P 615.6b 5.6 638.6 5.8 50 ml pupuk hayati+50% P 766.8a 5.6 653.4 5.8 50 ml pupuk hayati+100% P 840.4a 5.5 656.6 5.7 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada Duncan taraf kepercayaan 95% (α = 5%)

Beberapa bakteri tanah, khususnya yang termasuk dalam kelompok

Pseudomonas dan Bacillus dan fungi yang termasuk dalam kelompok Penicillium

dan Aspergillus menunjukkan kemampuan mengubah fosfat yang tidak larut

dalam tanah ke dalam bentuk larut dengan mengeluarkan asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam ini menyebabkan pH lebih rendah dan memutus ikatan yang membentuk fosfat. Selain itu hasil sekresi asam-asam organik tersebut berfungsi sebagai katalisator, pengkhelat dan memungkinkan asam-asam organik membentuk senyawa komplek dengan kation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat menjadi bentuk yang tersedia yang dapat diserap oleh tanaman (Rao 1982 dalam Wulandari 2001). Pelepasan H2PO4- menyebabkan jumlah fosfat dalam larutan tanah akan bertambah. Mengel dan Kirkby (1982) menyatakan proses akhir dimana fosfat organik diubah menjadi tersedia dengan pemecahan fosfat anorganik dengan sejumlah reaksi fosfat.

Jumlah P-tersedia mengalami penurunan pada 10 MST pada setiap perlakuan jika dibandingkan dengan 1 MST. Penurunan P-tersedia ini dikarenakan fosfat mengalami transformasi menjadi bentuk yang tidak tersedia. Fosfat tanah diikat oleh sebagian besar kation tanah, yang menyebabkan fosfat tersedia berubah menjadi bentuk yang tidak tersedia. Jumlah P-tersedia paling rendah pada 10 MST terdapat pada perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P memiliki nilai P-tersedia yang lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya namun tidak berbeda nyata antara setiap perlakuan. Jumlah P-tersedia yang sedikit pada perlakuan 0 ml pupuk hayati + 0% pupuk P, disebabkan tidak adanya tambahan fosfat dari pupuk P dan tambahan pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat yang ada. Jumlah P-tersedia tertinggi yang terdapat pada perlakuan 0 ml pupuk hayati + 50% pupuk P mengindikasikan penambahan pupuk hayati pada perlakuan 50 ml pupuk hayati + 0% pupuk P, 50 ml pupuk hayati + 50% pupuk P, 50 ml pupuk hayati + 100% pupuk P belum menunjukkan pengaruh terhadap pelarutan fosfat untuk menjadi P-tersedia. Mikroorganisme pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk hayati pada 10 MST tidak cukup berperan dalam proses pelarutan fosfat. Hal tersebut disebabkan keadaan kondisi tanah yang meyebabkan mikroorganisme pelarut fosfat tidak dapat melarutkan fosfat secara optimal.

Penurunan jumlah P-tersedia pada 10 MST pada setiap perlakuan tidak diikuti oleh penurunan pH seperti yang terlihat pada tabel 7, namun terjadi peningkatan nilai pH dibandingkan pada 1 MST. Hal tersebut disebabkan pada selang 2 MST hingga 10 MST akar tanaman giat atau aktif menghasilkan asam organik (H+) yang menyerap anion lebih besar dari pada kation, melepaskan (OH-) hasil hidrolisis pupuk P, sehingga pH meningkat.

4.2.2. Reaksi Tanah (pH H2O)

Nilai pH baik pada 1 MST maupun 10 MST yang tersaji pada tabel 7, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan. Pada 1 MST nilai pH terendah adalah 5.4 terdapat pada perlakuan 0 ml pupuk hayati + 100% pupuk P, sedangkan pH tertinggi terdapat pada perlakuan 50 ml pupuk hayati + 0%

pupuk P dan 50 ml pupuk hayati + 50% pupuk P. Pada 10 MST pH terendah adalah 5.7 terdapat pada perlakuan 50 ml pupuk hayati + 100% pupuk P, sedangkan pH pada perlakuan yang lainnya memiliki nilai yang sama yakni 5.8. Nilai pH yang tidak berbeda nyata antar setiap perlakuan dikarenakan pH pada 1 MST masih berada pada fase permulaan atau penyusaian terhadap kondisi tanah, seperti pengaruh pelarutan pupuk P, kadar air tanah yang tidak merata, dan sifat kimia tanah itu sendiri. Nilai pH tanah pada 1 MST mengalami peningkatan pada 10 MST sebesar 5%. Hal ini menunjukan adanya penurunan (H+) dalam larutan tanah pada 10 MST. Penurunan (H+) dalam tanah disebabkan oleh (H+) dalam larutan tanah bereaksi dengan (OH-) hasil hidrolisis pupuk P, mengakibatkan peningkatan (OH-) dalam larutan tanah, sehingga pH tanah meningkat. Selain menurunkan (H+) dalam larutan tanah, pupuk P juga mengasilkan H2PO42- yang dapat diserap tanaman, sedangkan Ca2+ berada dalam larutan tanah sebagai kation basa. Korelasi antara nilai pH dan ketersediaan P yang diamati pada 1 MST dan 10 MST adalah berbanding terbalik, yakni semakin tinggi pH suatu tanah maka semakin sedikit jumlah P-tersedia yang ada dalam larutan tanah. Hal ini menyebabkan tanaman akan terhambat dalam penyerapan P-tersedia yang terdapat dalam larutan tanah, karena pH terbaik untuk fosfor diambil oleh tanaman adalah 6.5 (Malakooti dan Nafisi 1995 dalam Mehvarz et al 2008).

Bentuk fosfat sukar larut bergabung dengan Fe3+ dan Al3+ pada pH rendah lebih larut bila bergabung dengan Ca2+ dan Mg2+ pada nilai pH mendekati netral, dan sukar larut bila bergabung dengan Ca2+ pada nilai pH yang lebih tinggi. Ada wilayah yang lebar dalam pelarutan berbagai macam fosfat dan ketersediaan fosfat untuk tanaman, umumnya paling besar dengan pH skala 6-7 untuk sebagian besar tanah pertanian (Tisdale et al. 1985). Peningkatan pH juga disebakan oleh akar tanaman giat atau aktif mengashilkan asam organik (H+) yang menyerap anion lebih besar daripada kation, melepaskan OH-, hasil hidrolisis pupuk P, sehingga pH tanah meningkat.

4.3. Pertumbuhan Tanaman

Dokumen terkait