• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN AKTIVITAS NAFKAH DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA MASYARAKAT KASEPUHAN CIPTA MULYA

Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya melakukan berbagai aktivitas nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Aktivitas nafkah yang dilakukan yakni mencakup aktivitas nafkah pertanian, baik padi dan non padi serta aktivitas non pertanian. Berbagai aktivitas dilakukan untuk memperoleh pendapatan. Berikut pemaparan pendapatan yang diperoleh masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya berdasarkan kategori aktivitas nafkah.

Tabel 13 Daftar Aktivitas Nafkah Rumah Tangga dan Upah Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya Tahun 2013

Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Upah

Pertanian (padi)

a) Nandur (tanam) Rp 30 000/orang/hari

b) Kuli macul Rp 30 000 - 40 000/orang/hari c) Kuli babad/ngored Rp 20 000 - 40 000/orang/minggu

d) Panen Hasil panen

e) Tumbuk padi Hasil tumbuk padi

Pertanian (non-padi)

a) Bercocok tanam buah

Pisang: Rp 1000 sampai1500/kg; Alpukat: Rp 500 - 3000/kg b) Bercocok tanam kayu Manii: Rp 20 000/pohon;

Jeunjing: Rp 50 000/pohon c) Bercocok tanam palawija Tomat: Rp 700/kg; cabai: Rp 25 000/kg; jagung: Rp 3000/kg; kapol: Rp 5000/kg; singkong: Rp 1600/kg; talas: Rp 600/kg

d) Nyadap air nira Rp 6000/hulu

Non Pertanian

a) Buruh Bangunan Rp 70 000 - 75 000/hari

b) Warung Rp 75 000 - 300 000/hari

c) Kuli pikul kayu Rp 40 000/hari d) Mandor Perhutani Rp 75 000/bulan e) Tambang emas Rp 500 000/gr emas f) Kuli pikul emas Rp 50 000/hari

g) Supir Rp 75 000 - 200 000/hari h) Pembantu rumah tangga Rp 500 000/bulan i) Reparasi barang elektronik Rp 20 000/minggu j) Mebeul Rp 300 000/buah

k) Jual baju keliling Rp 60 000/ hari l) Pegawai swasta Rp 350 000/bulan

m) Bengkel Rp 100 000/hari

Tabel 13 telah merepresentasikan aktivitas nafkah serta upah baik sebelum maupun setelah penetapan TNGHS. Penjelasan lebih terperinci mengenai aktivitas nafkah dan pendapatan rumah tangga sebelum dan setelah penetapan TNGHS dijabarkan dalam beberapa subbab berikut.

Aktivitas Nafkah dan Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya Sebelum Penetapan TNGHS

Secara umum, aktivitas nafkah masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya terbagi menjadi dua, yakni aktivitas nafkah pertanian dan aktivitas nafkah non pertanian. Beberapa masyarakat bahkan mengkombinasikan aktivitas nafkah pertanian dan non pertanian. Setiap masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya pasti bercocok tanam padi karena hal tersebut merupakan kewajiban anggota kasepuhan. Dengan demikian, kombinasi aktivitas nafkah yang terbentuk yakni aktivitas nafkah pertanian (padi & non padi), aktivitas nafkah pertanian (padi) dan non pertanian, serta aktivitas nafkah pertanian (padi & non padi) dan non pertanian. Berikut jumlah dan persentase responden berdasarkan aktivitas nafkah rumah tangga sebelum penetapan TNGHS.

Tabel 14 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Sebelum Penetapan TNGHS, 2013

Aktivitas Nafkah Sebelum Penetapan

TNGHS Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pertanian (padi & non padi) 16 53.33

Pertanian (padi) dan Non Pertanian 6 20 Pertanian (padi & non padi) dan Non

Pertanian 8 26.67

Total 30 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53.33 persen) melakukan aktivitas nafkah pertanian baik padi maupun non padi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sebesar 26.67 responden memilih aktivitas nafkah pertanian (padi & non padi) dan non pertanian. Hanya 20 persen responden melakukan aktivitas nafkah pertanian (padi) dan non pertanian. Data-data tersebut merepresentasikan bahwa sebagian besar masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya masih sangat bergantung pada sumber daya alam dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

Pertanian Padi

Setiap anggota kasepuhan pasti hidup dari bertani, terutama tanam padi. Padi merupakan bagian dari adat dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat kasepuhan. Telah terinternalisasi dalam diri masyarakat kasepuhan bahwa padi merupakan hal yang berharga. Dengan demikian, aktivitas nafkah masyarakat kasepuhan tidak terlepas dari kelembagaan adat.

Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, masyarakat kasepuhan memanfaatkan lahan adat, terutama leuweung garapan. Di leuweung garapan terdapat sawah yang dipinggirnya ditanami pepohonan. Masyarakat kasepuhan biasa menanam padi setahun sekali dengan melakukan berbagai ritual baik sebelum maupun setelah menanam.

Selain di sawah leuweung garapan, beberapa masyarakat juga menanam padi di huma, baik di lahan milik maupun di lahan bekas bukaan Perum Perhutani. Huma yang didirikan di lahan bukaan Perum Perhutani berpindah-pindah. Biasanya penanaman padi di huma lebih cepat dibandingkan penanaman padi di sawah.

Beberapa masyarakat kasepuhan juga bekerja sebagai kuli babad dan macul di lahan saudara atau tetangga. Kuli babad bertugas untuk menebas rumput-rumput pada lahan pertanian yang akan ditanami maupun yang telah ditanami beberapa minggu. Kuli macul mengolah lahan pertanian yang akan ditanami serta membuat pinggiran sawah (galengan).

Ketika panen tiba, masyarakat yang memiliki lahan luas turut meminta bantuan pada tetangga atau saudara untuk menanam dan memanen dengan memperkerjakan mereka. Sebagai imbalan, tetangga atau saudara yang membantu memanen diberikan sejumlah hasil panen. Saat memanen hasil, masyarakat menggunakan etem (ani-ani) karena padi yang ditanam masih merupakan varietas lokal.

Sebagian besar hasil panen diletakkan di dalam lumbung untuk persediaan di masa mendatang. Hasil panen yang berkualitas paling baik sengaja diletakkan di tempat terpisah untuk dijadikan bibit pada penanaman selanjutnya. Sebagian lainnya dibawa ke pandangringan untuk persediaan di rumah. Dengan adanya huma di lahan bukaan Perum Perhutani masyarakat merasa sangat terbantu. Hasil panen yang dapat disimpan mencapai ratusan pocong.

Masyarakat perlu menumbuk padi terlebih dulu sebelum dapat mengonsumsinya. Pada masyarakat kasepuhan hanya wanita yang diperkenankan menumbuk padi di lisung. Biasanya setiap ibu-ibu rumah tangga menumbuk padi bersama-sama. Ada pula rumah tangga yang terkadang meminta bantuan tetangga untuk menumbuk hasil panennya. Sebagai imbalan, pemilik hasil panen tersebut hanya cukup memberikan sejumlah hasil tumbukan padi pada tetangga yang telah membantu menumbuk. Pengelompokan responden berdasarkan aktivitas nafkah pertanian padi disajikan dalam Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah dan Pengelompokan Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Pertanian Padi Sebelum Penetapan TNGHS, 2013 Aktivitas Nafkah Pertanian

Padi Jumlah Responden Nomor Responden

Nandur 1 12

Kuli cangkul 4 9, 13, 14, 15

Kuli babad/ngored 4 1, 12, 13, 22

Tabel 15 hanya merepresentasikan aktivitas nafkah pertanian rumah tangga responden yang membantu kerabat/tetangga dalam bercocok tanam padi sehingga memperoleh upah. Sebenarnya kegiatan-kegiatan tersebut turut dilakukan oleh rumah tangga responden lainnya namun di lahan milik sendiri sehingga tidak menghasilkan upah. Anggota rumah tangga dapat melakukan lebih dari satu bercocok tanam padi di lahan kerabat/tetangga. Contohnya saja yaitu Bapak AM (35 tahun) yang bekerja sebagai kuli macul dan panen di lahan tetangga.

Aktivitas nafkah yang dilakukan masyarakat akan menghasilkan pendapatan rumah tangga yang biasanya berbentuk uang. Berbeda dengan biasanya, aktivitas nafkah pertanian dengan komoditas padi pada masyarakat Kasepuhan tidak diuangkan. Sebenarnya, menurut aturan adat hasil panen padi boleh diperjual-belikan jika sudah ditumbuk menjadi beras namun masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya lebih memilih untuk menyimpan hasil panen padi untuk kebutuhan mendatang.

Pendapatan yang diperoleh dari hasil tanam padi yakni sejumlah padi dalam bentuk pocong (ikat). Hasil yang diperoleh bergantung pada luas lahan dan bibit yang ditanamkan. Lahan pertanian masyarakat biasanya dinyatakan dalam satuan patok. Satu patok lahan (400 m²) idealnya ditanami satu pocong bibit yang memiliki massa sekitar 3 kg. Petani yang menanam satu pocongbibit biasanya akan mendapat hasil panen sebanyak 25-50 pocong. Jumlah padi yang diperoleh turut dipengaruhi oleh kualitas bibit yang ditanamkan.

Pertanian Non Padi

Hidup masyarakat kasepuhan yang bergantung pada lahan hutan turut mempengaruhi tanaman yang ditanam. Di pinggir sawah masyarakat menanam beberapa jenis pohon kayu dan buah-buahan. Masyarakat turut menerapkan sistem agroforestry yakni menanam tanaman lain seperti palawija di sela pepohonan. Pengelompokan responden berdasarkan aktivitas nafkah pertanian non padi disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah dan Pengelompokan Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Pertanian Non Padi Sebelum Penetapan TNGHS, 2013 Aktivitas Nafkah

Pertanian Non Padi Jumlah Responden Nomor Responden

Bercocok tanam kayu 12 3, 10, 11, 12, 13, 17,

22, 24, 26, 27, 28, 25

Bercocok tanam buah 19 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 11,

12, 15, 17, 18, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28

Bercocok tanam palawija 3 6, 14, 15

Satu rumah tangga responden dapat melakukan lebih dari satu aktivitas nafkah pertanian non padi. Tabel 16 menunjukkan bahwa aktivitas nafkah pertanian non padi didominasi oleh penanaman tanaman buah. Hasil tanam buah- buahan biasanya masyarakat langsung mengonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga karena hasil panen dari lahan adat yang sedikit. Masyarakat yang juga menanam di lahan bukaan Perum Perhutani atau lahan milik bisa menjual hasil tanamnya. Tanaman buah yang biasa ditanam yakni pisang dan alpukat yang biasa dijual per kilogram.

Sebanyak 12 orang responden dari 24 responden yang melakukan aktivitas nafkah pertanian non padi memilih untuk menanam kayu. Tanaman kayu yang ditanam pada umumnya adalah manii (kayu Afrika) dan jeunjing (sengon laut). Masa panen tanaman kayu tersebut yakni setiap 3-5 tahun sekali. Hasil tanam kayu biasanya hanya digunakan sebagai material renovasi rumah karena rumah adat kasepuhan terbuat dari kayu.

Sebenarnya masyarakat tidak diperkenankan menebang kayu yang ada di hutan namun karena butuh masyarakat tetap melakukannya. Setelah menebang, masyarakat segera menanam kembali lahan hutan. Meski demikian, beberapa responden yang memiliki lahan pribadi dan menanaminya dengan tanaman kayu mengaku menjual hasil tanam kayu mereka kepada pengumpul.

Pohon yang ditanam masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya di lahan milik pada umumnya dijual per pohon. Selain itu, penjualan pohon juga dapat dilakukan dengan mengukur volume pohon dalam satuan m³. Setiap m³ pohon dihargai Rp500 000.

Palawija yang ditanam masyarakat di antaranya yakni tomat, jagung, singkong, dan talas. Harga tanaman palawija ditentukan oleh pasar. Sebelum menjadi kawasan taman nasional, hanya ada dua orang responden yang menanam tanaman palawija. Keduanya menanam tanaman palawija di lahan adat.

Masyarakat yang menyadap air nira biasanya berangkat dari pukul 05.00. Menurut penuturan salah satu responden (OJ, 50 tahun), kegiatan penyadapan air nira harus dilakukan sejak pagi karena kalau sudah siang, gula aren yang dihasilkan akan menjadi masam. Air nira disadap dalam sebuah wadah pembentuk aren yang biasa disebut hulu. Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya yang menyadap air nira dari pohon kawung (aren) biasanya memperoleh lima hulu per minggu. Non Pertanian

Selain melakukan berbagai aktivitas nafkah pertanian, beberapa masyarakat juga melakukan aktivitas nafkah non pertanian. Beberapa aktivitas nafkah non pertanian yang dilakukan oleh 15 dari 30 responden yakni usaha warung, buruh bangunan, supir, tambang emas, kuli pikul emas, reparasi barang elektronik, pembantu rumah tangga, kuli pikul kayu, dan mandor Perhutani. Data mengenai rumah tangga yang melakukan aktivitas nafkah non pertanian disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah dan Pengelompokan Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Non Pertanian sebelum Penetapan TNGHS, 2013

No. Pekerjaan Non-Pertanian Jumlah Responden Nomor Responden

1 Warung 1 2

2 Buruh bangunan 4 10, 23, 29, 30

3 Supir 1 16

4. Tambang emas 1 22

5 Kuli pikul emas 2 15, 30

6 Reparasi barang elektronik 1 27

7 Pembantu rumah tangga 1 28

8 Kuli pikul kayu 3 8, 13, 17

9 Mandor Perhutani 1 17

Tabel 17 merepresentasikan jumlah responden yang melakukan aktivitas nafkah non pertanian. Satu rumah tangga responden dapat melakukan lebih dari satu aktivitas nafkah non pertanian. Data dalam Tabel 17 menunjukkan bahwa empat orang anggota rumah tangga responden bekerja sebagai buruh bangunan, tiga orang sebagai kuli pikul kayu, dua orang sebagai kuli pikul emas, dan masing-masing satu orang sebagai mandor perhutani, pembantu rumah tangga, tenaga reparasi barang elektronik, penambang emas, supir, dan pedagang warung.

Hampir seluruh pekerjaan hanya melibatkan anggota rumah dengan jenis kelamin laki-laki. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga hanya dilakukan oleh anggota rumah tangga perempuan. Kegiatan berdagang di warung dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.

Pekerjaan sebagai buruh bangunan, supir, dan pembantu biasanya mengharuskan anggota rumah tangga yang bersangkutan bermigrasi ke kota. Meski demikian ada pula responden yang bekerja sebagai kuli bangunan di desa. Buruh bangunan bekerja sesuai permintaan sehingga aktivitas tersebut tidak tetap. Ada juga responden yang bekerja sebagai buruh bangunan hanya saat sebelum menikah. Kasus serupa juga terjadi pada responden yang pernah bekerja sebagai supir di kota. Responden tersebut berhenti menjadi supir setelah menikah.

Biasanya setelah menikah masyarakat kasepuhan lebih memilih untuk fokus bertani. Hal ini disebabkan karena untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut diperlukan mobilitas fisik yang cukup tinggi. Masyarakat lebih memilih untuk kembali hidup di desa setelah menikah karena lebih tenteram dan nyaman.

Menjalankan usaha warung biasanya dilakukan bersama-sama oleh pasangan suami istri. Suami bertugas membeli barang-barang dagangan sedangkan istri menjaga warung dan menjajakan dagangan. Untuk pekerjaan reparasi alat-alat elektronik hanya dilakukan oleh satu orang responden. Usaha reparasi tersebut dilakukan di rumah sendiri sehingga tidak perlu bermigrasi dan masih dapat dilanjutkan setelah menikah.

Pekerjaan menambang emas dilakukan oleh satu orang responden. Aktivitas yang dilakukan yakni menggali tanah yang ada di gunung dekat pemukiman warga untuk mencari batu-batu yang mengandung emas. Kegiatan tambang emas tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Pekerja tambang berangkat pagi dan pulang pada malam hari.

Batu-batu yang sudah terkumpul dari kegiatan tambang emas diolah kembali dalam sebuah mesin agar material emas dapat benar-benar terpisah dari bebatuan dan material lainnya. Pekerja-pekerja tambang tersebut bekerja pada sebuah perusahaan tambang yang sebenarnya ilegal. Berkaitan dengan penambang, kuli pikul emas hanya berperan mengangkut batu-batu yang mengandung emas ke lokasi pengolahan batu.

Pekerjaan sebagai kuli pikul kayu hanya dilakukan oleh tiga orang responden. Ketiga responden mengaku merasa terbantu dengan kebijakan yang dibuat Perhutani yang memperkenankan keterlibatan masyarakat dalam pembibitan, penanaman, dan pemanenan. Selain itu, menurut salah satu anggota rumah tangga responden yang bekerja sebagai mandor Perhutani, Pihak Perhutani dianggap sangat membantu karena membeli ajir (penegak bibit pohon) yang dibuat oleh masyarakat.

…dulu juga perum beli ajir dari masyarakat, masyarakat yang bikin ajir, dibeli sama perum (EP 41 tahun).

Aktivitas nafkah yang dilakukan masyarakat mempengaruhi pendapatan yang didapat. Dalam hal ini, pendapatan pertanian padi hanya mencakup padi yang dihasilkan dalam bentuk pocong. Satu pocong padi memiliki massa rata-rata 0.96 kg. Massa tersebut kemudian menjadi dasar penghitungan pendapatan pertanian padi sehingga dapat dinyatakan dalam rupiah seperti aktivitas nafkah pertanian non-padi dan non pertanian. Kombinasi aktivitas nafkah pertanian padi dengan pertanian non padi dan non pertanian yang dilakukan masyarakat membentuk total pendapatan rumah tangga. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga sebelum penetapan TNGHS disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kategori Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Sebelum Penetapan TNGHS, 2013 Tingkat Pendapatan

Rumah Tangga Jumlah (orang) Persentase (%)

Tinggi 5 16.67

Menengah 18 60

Rendah 7 23.33

Total 30 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebesar 60 persen responden berada dalam kategori tingkat pendapatan rumah tangga menengah, 23.33 persen tergolong kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah, dan 16.67 persen tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi.

Aktivitas Nafkah dan Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya Setelah Penetapan TNGHS

Secara umum terdapat beberapa perubahan aktivitas nafkah masyarakat dibandingkan sebelum penetapan TNGHS. Akses masyarakat yang semakin terbatas akibat penetapan TNGHS menyebabkan masyarakat merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas nafkah. Setiap pergi ke talun atau sawah yang terletak di lahan garapan hutan mereka merasa takut dan khawatir. Masyarakat diperbolehkan menanam padi di sawah yang sudah ada dari dulu namun tidak boleh memperluas. Masyarakat kasepuhan juga diperkenankan menanam tanaman kayu dan buah-buahan namun tidak boleh menebang, hanya boleh mengambil hasil lainnya.

Terdapat perubahan aktivitas nafkah rumah tangga namun perubahan tersebut bukan sepenuhnya disebabkan oleh penetapan TNGHS. Berikut pemaparan jumlah dan persentase responden berdasarkan aktivitas nafkah setelah penetapan TNGHS.

Tabel 19 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Setelah Penetapan TNGHS, 2013

Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Jumlah (orang) Persentase (%)

Pertanian (padi dan non-padi) 17 56.67

Pertanian (padi), non-pertanian 2 6.67

Pertanian (padi dan non-Padi), Non- Pertanian

11 36.67

Total 30 100

Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (56.67 persen) hanya melakukan pekerjaan pertanian (padi & non padi). Sebesar 36.67 persen melakukan ketiga aktivitas nafkah, dan 6.67 persen melakukan aktivitas nafkah pertanian (padi) dan non pertanian. Perbandingan aktivitas nafkah sebelum dan sesudah penetapan TNGHS disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 mengindikasikan bahwa setelah penetapan TNGHS semakin banyak masyarakat yang beralih atau merambah ke sektor pertanian non padi. Terjadi peningkatan jumlah responden yang melakukan aktivitas nafkah pertanian (padi & non padi) serta kombinasi ketiga aktivitas nafkah. Sebaliknya, terjadi penurunan jumlah responden yang melakukan aktivitas nafkah pertanian (padi) dan non pertanian.

Pertanian Padi

Pada aktivitas nafkah pertanian khususnya komoditas padi, tidak terdapat perubahan yang signifikan. Masyarakat masih memegang teguh kelembagaan adat sehingga pasti menanam padi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan yang terjadi hanya pada hasil panen yang diperoleh. Sebelum ada taman nasional, masyarakat masih memiliki kesempatan untuk menanam padi di ladang (huma) sehingga hasil panen yang diperoleh cukup besar. Setelah ada taman nasional, masyarakat tidak lagi diperkenankan membuat huma sehingga hasil pertanian padi yan diperoleh berkurang. Meski demikian mereka mengaku tidak merasa kekurangan.

Kasus pengurangan hasil panen padi salah satunya dialami oleh Pak DY (38 tahun). Saat masih dikelola oleh Perhutani, Pak DY mengelola 1300 m² lahan untuk kegiatan pertanian dan menanam padi dengan bibit 10 kg (sekitar 3 ikat). Setelah penetapan TNGHS, Pak DY hanya menanam 4 kg (sekitar 1 ikat) bibit padi. 53,33 20 26,67 56,67 6,67 36,67 0 10 20 30 40 50 60

Pertanian (padi dan non padi)

Pertanian (padi) dan Non Pertanian

Pertanian (padi dan non padi) dan Non pertanian

Sebelum Setelah

Gambar 4 Perbandingan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Responden Sebelum dan Setelah Penetapan TNGHS Tahun 2013

Pertanian Non Padi

Setelah penetapan TNGHS, sektor pertanian non padi semakin diminati masyarakat. Pengelompokan responden berdasarkan aktivitas nafkah rumah tangga pertanian non padi disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 20 Jumlah dan Pengelompokan Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Pertanian Non Padi Setelah Penetapan TNGHS, 2013 Aktivitas Nafkah

Pertanian Non Padi Jumlah Responden Nomor Responden Bercocok tanam kayu 12 3, 10, 11, 12, 13, 17, 22, 24, 26, 27, 28, 25 Bercocok tanam buah 20 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 11, 12, 15, 17, 18,19, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28 Bercocok tanam palawija 20 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 19, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30

Nyadap air nira 2 11, 19

Jumlah rumah tangga responden yang melakukan aktivitas nafkah pertanian non padi yakni 28 rumah tangga. Berdasarkan data pada Tabel 20, sebanyak 20 dari 28 responden yang melakukan aktivitas nafkah pertanian non padi menanam palawija. Tanaman palawija yang diminati masyarakat yakni cabai keriting dan kapol. Masyarakat memilih kedua komoditas tersebut karena harganya yang tinggi.

Penanaman cabai keriting oleh masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya diinisiasi oleh seorang anggota kasepuhan yakni Bapak DN (39 tahun). Beliau mulai menanam cabai keriting pada tahun 2006 hingga sekarang. Penanaman ini dilakukan di lahan bekas bukaan Perum Perhutani yang semula digunakan untuk pembuatan huma dan penanaman pepohonan oleh masyarakat. Semenjak ada introduksi penanaman cabai, beberapa masyarakat mengalihkan fungsi lahan yang semula untuk huma dan pohon menjadi tempat tanam cabai.

Menurut penuturan Bapak DN, modal yang dibutuhkan untuk penanaman cabai keriting yakni Rp4 000 per pohon. Harga cabai keriting fluktuatif. Menurut Bapak SA (37 tahun) harga cabai tahun 2012 berbeda jauh dengan harga cabai tahun 2013.

…kalau cabai harganya lagi bagus bisa Rp25 000 per kg. Tahun ini lagi bagus sih Alhamdulillah. Kalo waktu saya tanem tahun lalu cuma dapet Rp6 000 per kg (ST, 37 tahun).

Beberapa masyarakat menanam kapol untuk mengganti komoditas umbi- umbian dan buah-buahan yang sering dirusak oleh hama seperti babi dan monyet. Satu kilogram kapol dapat dipanen rata-rata setiap 3 bulan sekali dan dijual dengan harga Rp5 000/kg.

…sekarang mah sudah ga aman lagi kalau tanam singkong, talas,

makanya masyarakat sini milih tanam kapol (ST, 37 tahun).

…dulu hasil tanam pisang mencapai 1.5 sampai 2 kwintal,

sekarang mah cuma 40 sampai 50 kg. Alpukat juga, tadinya bisa sampai 3.5 kwintal, sekarang mah kurang lebih 50 kg lah. Mending tanam kapol, aman, pasti menghasilkan (DA, 63 tahun).

Masyarakat yang melakukan aktivitas nafkah bercocok tanam kayu dan nyadap air nira sebelum penetapan TNGHS tetap melakukan aktivitas tersebut. Meski demikian, masyarakat tidak berani menanam tanaman kayu terlalu banyak karena mereka tidak bisa mengambil semua hasilnya. Masyarakat hanya dapat mengambil kayu dalam skala yang sangat kecil sehingga memilih menanam tanaman kayu dalam jumlah yang sedikit. Selain itu masyarakat juga takut akan hukuman yang mengancam mereka apabila menebang kayu di kawasan TNGHS meski hanya untuk perbaikan rumah. Berikut penuturan Bapak US dan DI mengenai penurunan jumlah tanaman kayu yang mereka tanam.

…sekarang saya tetap nanem kayu, cuman jumlahnya lebih sedikit.

Dulu bisa nanem sampai 100 pohon sekarang mah cuma 20 (DI, 48 tahun).

…sekarang mah tetep nanem tapi tidak sebanyak dulu. Kalau dulu bisa tanam 50 sampai 100 pohon per tahun sekarang cuma bisa 10 (US, 38 tahun).

Non Pertanian

Jumlah pelaku usaha non pertanian meningkat jika dibandingkan sebelum penetapan TNGHS. Peningkatan ini terjadi secara tidak signifikan karena ada pula responden yang lebih memilih untuk beralih ke sektor pertanian non padi. Selain itu ada pula responden yang sebenarnya sudah melakukan usaha non pertanian sebelum pengelolaan hutan oleh TNGHS menambah sumber nafkah dari sektor non-pertanian. Usaha non-pertanian yang sering dipilih yakni usaha warung. Pekerjaan non pertanian dipilih untuk menambah pendapatan rumah tangga. Data responden yang melakukan pekerjaan non-pertanian disajikan dalam Tabel 21.

Tabel 21 Jumlah dan Pengelompokan Responden berdasarkan Aktivitas Nafkah Rumah Tangga Non Pertanian Setelah Penetapan TNGHS, 2013

No. Pekerjaan Non-Pertanian Jumlah Responden Nomor Responden