• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP MASYARAKAT KASEPUHAN CIPTA MULYA TERHADAP PENETAPAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

Bab ini memuat pembahasan mengenai sikap masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya terhadap penetapan TNGHS. Penjelasan terperinci mengenai bab ini dijabarkan melalui empat subbab berikut.

Sikap Masyarakat

Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak menyebabkan perubahan sistem penghidupan masyarakat yang mencakup akses dan aktivitas nafkah. Masyarakat menjadi semakin sulit dalam mengakses sumber daya hutan yang sudah dari dulu dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keterbatasan akses kemudian menyebabkan perubahan pada aktivitas nafkah yang dilakukan masyarakat.

Perubahan akses dan aktivitas yang sangat berpengaruh bagi masyarakat akan menentukan sikap terhadap penetapan TNGHS. Sikap masyarakat mencerminkan penilaian terhadap penetapan TNGHS yang sudah mengubah sistem hidup mereka. Masyarakat dapat memiliki kecenderungan bersikap positif, negatif, atau netral.

Sikap positif merefleksikan penerimaan masyarakat terhadap penetapan TNGHS karena mereka merasa pengelolaan hutan oleh TNGHS lebih baik dibandingkan Perum Perhutani. Netral mengindikasikan penilaian yang sama antara sebelum dan setelah pengelolaan hutan oleh TNGHS. negatif mencerminkan penolakan terhadap penetapan TNGHS karena pengelolaannya dinilai lebih buruk dibandingkan dengan Perum Perhutani. Jumlah dan persentase responden berdasarkan sikap terhadap penetapan TNGHS dijabarkan dalam Tabel 24.

Tabel 24 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap terhadap TNGHS Tahun 2013

Sikap Jumlah Persentase

Positif 6 20

Netral 18 60

Negatif 6 20

Total 30 100

Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (60 persen) bersikap netral terhadap penetapan TNGHS sedangkan masing-masing 20 persen responden memiliki sikap positif dan negatif. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Kasepuhan Cipta Mulya cenderung tidak merasakan perubahan yang signifikan setelah ditetapkannya TNGHS.

Hubungan Sikap Masyarakat dengan Status Kepemilikan Lahan Garapan Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat kasepuhan tidak lepas dari sumber daya alam khususnya lahan. Lahan yang dimanfaatkan sebagai sumber hidup masyarakat dapat bersifat komunal maupun milik pribadi. Sebagai anggota komunitas adat, masyarakat kasepuhan memanfaatkan lahan adat yang diwariskan oleh para leluhur. Meski demikian, beberapa masyarakat juga turut memanfaatkan lahan lain seperti lahan bekas bukaan Perum Perhutani dan lahan milik.

Keterbatasan akses masyarakat terhadap lahan garapan adat dapat mempengaruhi sikap terhadap penetapan TNGHS. Jika masyarakat hanya bergantung pada lahan garapan adat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dimungkinkan akan memiliki sikap negatif terhadap penetapan TNGHS. Alternatif sumber nafkah, dalam hal ini lahan garapan, akan membuat penetapan TNGHS tidak terlalu berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehingga mereka tetap memiliki sikap positif. Hubungan status kepemilikan lahan garapan dan sikap responden disajikan dalam Tabel 25.

Tabel 25 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Status Kepemilikan Lahan Garapan Tahun 2013

Sikap

Status Kepemilikan Lahan Garapan Lahan Adat,

Bukaan Perhutani, & Milik pribadi

Lahan Adat dan Bukaan

Perhutani/Milik Pribadi Lahan Adat

n % n % n %

Positif 0 0 3 23.08 3 25

Netral 3 60 8 61.54 7 58.33

Negatif 2 40 2 15.38 2 16.67

Total 5 100 13 100 12 100

Data dalam tabel menunjukkan perbedaan dari dugaan semula. Di setiap kategori status kepemilikan lahan garapan, jumlah responden yang bersikap netral mendominasi. Dari 12 orang responden yang hanya memanfaatkan lahan komunal, 58.33 persen responden bersikap netral, 25 persen positif, dan 16.67 persen negatif. Pada responden yang memanfaatkan lahan dengan dua status berbeda (lahan komunal adat dan non adat atau milik pribadi), 61.54 persen responden bersikap netral, 23.08 persen positif, dan 15.38 persen negatif. Dari 5 orang pemilik lahan dengan tiga status berbeda (lahan komunal adat, komunal non-adat, dan milik pribadi), 60 persen bersikap netral dan 40 persen negatif.

Terdapat kecenderungan responden yang hanya memanfaatkan lahan adat memiliki sikap positif. Sebaliknya, responden yang memanfaatkan lahan garapan dengan tiga status kepemilikan berbeda cenderung bersikap negatif. Dengan demikian terdapat hubungan negatif yang cukup signifikan antara status kepemilikan lahan garapan dengan sikap masyarakat terhadap TNGHS. Hal

tersebut diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar -0.316 dengan signifikansi satu sisi 0.044 (< 0.05).

Hubungan Sikap Masyarakat dengan Luas Lahan Garapan

Masyarakat kasepuhan memanfaatkan sejumlah lahan untuk melakukan kegiatan pertanian yang merupakan pondasi kehidupan mereka. Lahan yang dikuasai tersebut dapat dikategorikan luas, sedang, dan sempit. Semakin luas lahan yang dapat dimanfaatkan, diduga menciptakan sikap positif masyarakat terhadap TNGHS dan sebaliknya. Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan yang dimanfaatkan dan sikap terhadap TNGHS disajikan dalam Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Luas Lahan Garapan Tahun 2013

Sikap

Luas Lahan Garapan

Luas Sedang Sempit

n % n % n %

Positif 2 40 3 17.65 1 12.5

Netral 3 60 9 52.94 6 75

Negatif 0 0 5 29.41 1 12.5

Total 5 100 17 100 8 100

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebesar 60 persen responden yang memiliki lahan yang tergolong luas bersikap netral dan sisanya besikap positif. Sebagian besar responden dengan luas lahan yang tergolong sedang (52.94 persen) bersikap netral, 29.41 persen bersikap negatif dan 17.65 persen bersikap positif. Selanjutnya sebesar 75 persen responden dengan dengan luas lahan yang tergolong sempit bersikap netral dan sisanya masing-masing sebesar 12.5 persen responden bersikap positif dan negatif.

Terdapat kecenderungan responden yang menggarap lahan dengan kategori luas memiliki sikap positif. Sebaliknya, responden yang menggarap lahan denga kategori sempit cenderung bersikap negatif. Dengan demikian terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara luas lahan garapan dengan sikap masyarakat terhadap TNGHS. Hal tersebut diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.150 dengan signifikansi pengujian satu sisi sebesar 0.214 (>0.05).

Hubungan Sikap Masyarakat dengan Tingkat Pendapatan

Terkait tingkat pendapatan, diduga responden yang memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi akan bersikap positif terhadap penetapan TNGHS. Sebaliknya, responden yang memiliki tingkat pendapatan lebih rendah akan bersikap negatif terhadap penetapan TNGHS. Jumlah dan persentase responden berdasarkan sikap terhadap TNGHS dan tingkat pendapatan disajikan dalam Tabel 27.

Tabel 27 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Tahun 2013

Sikap

Tingkat Pendapatan

Tinggi Menengah Rendah

n % n % n %

Positif 2 50 3 23.08 1 7.96

Netral 2 50 7 53.85 9 69.23

Negatif 0 0 3 23.08 3 23.08

Total 4 100 13 100 13 100

Data pada Tabel 27 menunjukkan bahwa sebesar 50 persen responden dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki sikap positif sedangkan sisanya memiliki sikap netral terhadap TNGHS. Sebagian responden dengan tingkat pendapatan menengah (53.85 persen) bersikap netral, dan masing-masing 23.08 persen responden bersikap positif dan negatif. Selanjutnya, sebagian besar responden dengan tingkat pendapatan rendah (69.23 persen) bersikap netral, 23.08 persen bersikap negatif, dan 7.96 persen bersikap positif.

Terdapat kecenderungan responden yang memiliki pendapatan tinggi bersikap positif. Sebaliknya, responden dengan pendapatan rendah cenderung bersikap negatif terhadap penetapan TNGHS. Hasil representasi tabel tersebut didukung dengan uji korelasi rank spearman yang menghubungkan sikap dan tingkat pendapatan. Koefisien korelasi sebesar 0.286 dengan signifikansi pengujian satu sisi sebesar 0.062 (>0.05) menunjukkan terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara tingkat pendapatan dengan sikap.