• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Masalah

Dalam dokumen SAFITRI NIM. P.12110 (Halaman 93-108)

BAB V PEMBAHASAN

B. Perumusan Masalah

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). 1. Nyeri akut

Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis: hernia. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013).

Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan (diagnosa keperawatan NANDA 2009-2011). Penulis mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya dan menjalar kebenjolan. Nyeri seperti digigit-gigit, dengan skala nyeri 5, lama nyeri lebih kurang 1-2 menit. Data obyektif pasien tampak menunjukkan lokasi nyeri, ekspresi wajah pasien tampak menahan sakit.

Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala numerik nyeri merupakan alat paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri ringan, angka 4-6 adalah nyeri sedang, angka 7-8 adalah nyeri hebat, angka 9 adalah nyeri sangat hebat dan angka 10 adalah nyeri paling hebat (Weinstock, 2013).

Batasan karakteristik nyeri akut menurut (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013) yaitu perubahan tekanan darah, sikap melindungi area nyeri, mengekpresikan perilaku (merengek, menangis, gelisah), laporan

isyarat, indikasi nyeri yang diamati, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri secara verbal.

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia, sebagai prioritas diagnosa pertama dengan alasan karena nyeri merupakan suatu ketidaknyamanan yang dapat mempengaruhi sistem hemodinamika maupun respon emosional pasien sehingga nyeri diatasi terlebih dahulu supaya dapat meringankan penanganan diagnosa selanjutnya. Jika tidak segera ditangani akan mengganggu aktifitas pasien dan kesembuhan pasien. Selain itu diagnosa ini diprioritaskan pertama karena merupakan keluhan utama pasien dan bila tidak ditangani akan menghambat penyembuhan pasien (Fahri, 2010).

Berdasarkan data pengkajian sudah diperoleh data tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, pernafasan 20x/menit, tetapi penulis belum mencantumkan dianalisa data asuhan keperawatan, namun demikian diagnosa keperawatan yang diangkat sudah tepat.

2. Ansietas (kecemasan)

Diagnosa keperawatan : ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan

memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013).

Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan (diagnosa keperawatan NANDA 2009-2011). Penulis mencantumkan diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan khawatir dengan keadaan dirinya saat ini, pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya saat ini, pasien merasa cemas takut karena akan menjalani operasi esok hari. Data obyektif didapatkan pasien tampak mengucapkan doa, pasien tampak bertanya tentang masalah penyakitnya, tampak cemas, gelisah, bingung, dan ekspresi wajah pasien tegang.

Batasan karakteristik ansietas menurut (asuhan keperawatan nanda nic-noc 2013) yaitu perilaku meliputi : gelisah, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup. Affektif meliputi : gelisah distres, ketakutan, perasaan tidak adekuat, bingung, khawatir. Fisiologis meliputi : wajah tegang, peningkatan ketegangan. Simpati meliputi : peningkatan tekanan darah.

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan, sebagai prioritas diagnosa kedua dengan alasan ansietas merupakan kekhawatiran pada sesuatu hal dimana sumber tidak begitu spesifik sehingga ansietas bisa diprioritaskan diakhir. Dilengkapi oleh data pengkajia yaitu data subjektif antara lain

pasien mengatakan jantungnya terasa berdebar-debar, merasa gugup dan khawatir dengan operasi yang akan dialaminya besok, serta pasien susah tidur. Data objektif yang diperoleh pasien nampak buruk atau tidak fokus, muka nampak merah, mengalami gangguan tidur, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan score 27 yang mana masuk dalam tingkat kecemasan sedang. Pada teori Abraham maslow (1950) dalam Wahit Iqbal (2007) yang menyatakan, bahwa kebutuhan keselamatan dan rasa aman merupakan kebutuhan dasar manusia setelah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan tersebut meliputi : kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi, kebutuhan bebas dari rasa takut dan kecemasan, serta kebutuhan bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing.

Pada kasus Tn.K kecemasan disebabkan karena ketakutan pasien menghadapi operasi, ditandai dengan pasien tegang dan gelisah. Tanda dari kecemasan adalah adanya respon fisiologis, respon perilaku, kognitif dan afektif yaitu salah satu tandanya pasien tegang, gelisah, frekuensi nadi tidak teratur dan cepat serta pernafasan cepat (Stuart, 2006). Penulis mengambil etiologi perubahan pada status kesehatan karena dari data pasien, pasien takut terjadi perubahan dalam kesehatannya setelah dilakukannya operasi. tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang

sulit bagi semua pasien, berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi akan membahayakan bagi pasien (Farit, 2013).

Berdasarkan diagnosa yang sudah diangkat penulis, penulis berfokus pada masalah kecemasan pasien. Penulis bermaksud mengaplikasikan hasil riset dari (Endang sawitri dan Agus sudaryanto, 2008) tentang pemberian informasi tentang komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi.

C. Intervensi

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing. (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Pada kasus Tn.K penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri

hilang atau berkurang, skala nyeri 2, pasien tampak rileks (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013)

Intervensi yang dilakukan adalah kaji status nyeri yang meliputi

penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status perkembangan nyeri pasien (Andarmoyo, 2013), berikan posisi nyaman (semi fowler) dengan rasionalisasi agar pasien tampak nyaman. Konsep kenyamanan memliki subyektivitas yang sama dengan nyeri, kenyamanan dengan cara yang konsistensi pada pengalaman subyektif pasien, kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry, 2006).

Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi merilekskan dan mengurangi nyeri. Tekniknya dengan menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat dilakukan selama 15 menit (Potter & Perry, 2005), dan kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri. Analgesik berfungsi memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Arif Muttaqin, 2012).

2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Pada kasus Tn.K penulis melakukan rencana tindakan selama 2x24 jam diharapkan kecemasan pasien dapat berkurang, teratasi atau hilang dengan kriteria hasil pasien tampak tenang, tanda-tanda vital dalam batas normal,

pasien tidak menunjukkan ekspresi wajah cemas. (asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013).

Intervensi yang dilakukan yaitu kaji tingkat kecemasan pasien

dengan rasionalisasi untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien. Skala cemas menjadi turun, dari skala sedang 27 menjadi skala kurang dari 14 yaitu skala tidak cemas. Alat untuk mengukur kecemasan salah satu tujuan untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali yaitu dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) (Hawari, 2008).

Monitor tanda-tanda vital dengan rasionalisasi mengetahui keadaan tubuh pasien. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah. Tanda-tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan tanda vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem kardiovaskuler, frekuensi pernafasan menunjukkan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dala kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005), berikan informasi akurat nyata tentang penyakit hernia

dan persiapan sebelum operasi dengan rasionalisasi mengatasi dan mengurangi kecemasan pada pasien.

Pemberian informasi tentang persiapan operasi merupakan salah satu komponen dari komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien melalui pemenuhan kebutuhan informasi mengenai pembedahan. Pasien preoperasi akan lebih mengetahui harapan mereka setelah dilakukan operasi dan pasien akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan tujuan dan pendapat mereka mengenai operasi, serta akan beradaptasi dengan lebih baik terhadap nyeri dan penurunan mobilitas fisik setelah tindakan operasi (Anonim, 2008), ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi selain untuk mengurangi nyeri dapat untuk merilekskan ketegangan otot karena kecemasan. Tekniknya dengan menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat dilakukan selama 15 menit (Potter & Perry, 2005).

Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi dukungan dan motivasi pada pasien dengan rasional menurunkan kecemasan dan kegelisahan pasien (Wilkinson, 2012), yakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan non-verbal dengan rasional mengurangi ansietas pada pasien (Green setyowati, 2006).

D. Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

Pemberian informasi mengenai kondisi yang dialami pasien mampu menurunkan tingkat kecemasan dan pasien mampu menjalani operasi dengan tenang. Dari implementasi yang dilakukan kepada pasien selama 2x24 jam terhadap Tn.K didapatkan hasil :

1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia.

Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji karakteristik nyeri, memberikan posisi yang nyaman dengan posisi setengah duduk (semi fowler), mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Intervensi yang direncanakan pada diagnosa pertama dapat diimplementasikan dengan baik karena adanya kerjasama diantara tim kesehatan yang ada serta adanya peran serta keluarga dan pasien pada tindakan keperawatan. Untuk intervensi yang akan dilaksanakan akan didelegasikan kepada perawat.

Faktor kekuatan dari implementasi ini adalah masalah nyeri akut yang dirasakan oleh pasien menunjukkan bahwa pasien harus diberikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien terutama mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Penulis tidak memiliki hambatan dalam

melaksanakan implementasi. Hal tersebut karena adanya kerjasama yang baik antara penulis, pasien, dan tim kesehatan yang lain.

2. Diagnosa kedua adalah ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan.

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa ini lebih berfokus pada pemberian informasi yang diberikan kepada pasien. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau intruksi (Andhi, 2008). Pemberian informasi oleh penulis dimaksudkan untuk mengurangi rasa cemas yang dialami pasien sebelum melaksanakan operasi. Data yang diperoleh dari Tn.K diantaranya data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang sedang dialaminya saat ini, pasien mengatakan takut melaksanakan operasi karena dokter menyarankan untuk dilakukannya operasi pada penyakitnya ini. Pasien takut dioperasi dan takut jika operasinya gagal. Data obyektif ditemukan pasien mengucapkan doa, pasien tampak cemas gelisah, pasien tampak bingung dan selalu bertanya tentang penyakitnya dan penatalaksanaan operasi dari dokter akan berbahaya dengan dirinya atau tidak. Ekspresi wajah pasien tampak tegang, skala kecemasan 27 (kecemasan sedang). Pemeriksaan vital sign tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 87x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 35,90c.

Penulis mengkategorikan tingkat kecemasan pasien sedang, dengan mengacu pendapat yang dikemukakan oleh (Ibrahim 2007), bahwa manifestasi yang muncul pada kecemasan tingkat sedang diantaranya

jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin, serangan panik, sering gemetar, kecemasan yang menonjol, peningkatan tekanan darah dan bukti dari pemeriksaan fisik.

Pasien yang melakukan mekanisme koping adaptif dikarenakan mereka dapat mengendalikan perasaan cemas yang muncul sehingga mampu mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Berbeda pada pasien yang melakukan mekanisme koping maladaptif, mereka mengalami kecemasan dan ketidakmampuan mengendalikan kecemasannya, ketakutan yang mengancam dirinya (Andhi, 2008). Jika dikaitkan dengan kasus, maka kecemasan yang dialami Tn.K sebelum diberikan informasi dapat dikategorikan kecemasan tingkat sedang yang ditunjukkan dengan Tn.K ketakutan akan operasi dapat mengancam dirinya.

Tindakan yang diberikan kepada pasien adalah mengkaji kecemasan pasien, mengkaji tingkat pengetahuan pasien, memberi informasi kepada pasien. Dari intervensi yang direncanakan, penulis lebih sering memberi informasi kepada pasien dengan harapan kecemasan yang dialami pasien dapat berkurang dan pasien lebih tenang untuk menjalani operasi. Adapun informasi yang diberikan kepada pasien diantaranya memberikan informasi tentang penyakit yang dialami pasien, melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan memberikan bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan

keadaan dirinya. Memberikan informasi tentang penatalaksanaan penyakitnya dengan dilakukannya operasi dengan kemajuan kesehatan pasien (Astuti, 2009). Setelah diberikannya informasi kepada pasien didapatkan hasil pasien mengatakan sudah merasakan nyaman, tidak merasa takut dan cemas lagi, dan pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi, pada pemeriksaan kecemasan menggunakan HRS-A didapatkan kecemasan menurun menjadi score 14 yang mana merupakan skala kecemasan ringan.

Dari data yang diperoleh penulis selama pengkajian terhadap Tn.K dapat disimpulkan bahwa pemberian informasi mampu menurunkan tingkat kecemasan pasien preoperasi dengan memberikan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik. Pengaruh pemberian informasi dengan memberikan pendidikan kesehatan dan komunikasi terapeutik kepada pasien preoperasi juga telah diteliti oleh (Diyono, dkk tahun 2014) dan (Sova Kaparang, dkk tahun 2014) dimana jurnal hasil penelitiannya dijadikan sebagai sumber acuan bagi penulis.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012).

Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP yaitu subjective, objective, analisa, planning (Dermawan, 2012)

Evaluasi diagnosa pertama : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis : hernia. Pada hari pertama, masalah nyeri belum teratasi, pasien masih merasakan nyeri pada kedua pinggangnya yang menjalar kebenjolan, kualitas seperti digigit-gigit, skala nyeri 5, lama nyeri (±1-2 menit), pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, dilakukan tindakan pemberian posisi yang nyaman semi fowler, dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri. Intervensi yang akan dilanjutkan adalah kaji status nyeri yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status perkembangan nyeri pasien. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi mengurangi nyeri pasien, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri.

Pada hari kedua, masalah nyeri akut belum teratasi. Pasien mengatakan nyeri pada kedua pinggangnya sedikit berkurang tetapi masih merasakan nyeri dengan skala nyeri berkurang menjadi 4. Pasien tampak sedikit rileks, ekspresi wajah pasien masih tampak menahan sakit. Intervensi tetap pertahankan dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Kaji status nyeri baru setelah dilakukannya operasi yang meliputi penyebab, kualitas, tempat, skala, waktu nyeri dengan rasionalisasi mengetahui status

perkembangan nyeri pasien. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi menghilangkan nyeri.

Evaluasi diagnosa kedua : ansietas berhubungan dengan perubahan dalam : status kesehatan. Pada hari pertama, masalah ansietas belum teratasi, pasien mengatakan cemas, takut akan dilakukannya operasi, pasien takut dengan bius anastesi. Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dialaminya saat ini. Pasien tampak gelisah, cemas, bingung, dan ekspresi wajah pasien tampak tegang. Skala kecemasan 27. Intervensi yang dilanjutkan adalah dilakukannya tindakan pemberian informasi.

Pada hari kedua, masalah ansietas sudah teratasi, pasien mengatakan sudah siap untuk menjalani operasi dan sudah siap untuk diantar keruang operasi. pasien tampak rileks, tenang, tampak sudah tidak cemas, dan pasien sudah siap untuk menunggu jam dilakukannya operasi. Skala kecemasan menurun dari skala sedang 27 menjadi skala ringan 14. Maka dari itu intervensi dapat dihentikan.

Dalam dokumen SAFITRI NIM. P.12110 (Halaman 93-108)

Dokumen terkait