Pembahasan ini menguraikan tentang hasil penelitian, mengenai manfaat program CSR terhadap perubahan taraf hidup dan modal sosial masyarakat desa sekitar perusahaan. Menurut Budimanta (2008)menjelaskan bahwa tujuan merupakan hasil yang diharapkan akan dicapai oleh suatu proyek atau program pembangunan dan manfaat merupakan tujuan jangka menengah yang dirasakan oleh pelaku pembangunan. Dalam penelitian ini hanya dibataskan pada tahap manfaat karena program yang berjalan belum dapat dikatakan sudah lama. Sehingga menurut peneliti menjadi cocok penggunaan kata manfaat dalam penelitian ini.
Perubahan Taraf Hidup
Taraf hidup dalam hal ini dikaitkan dengan suatu keadaan perekonomian masyarakat. Taraf hidup menjadi penting untuk diperhatikan, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh berbagai definisi CSR bahwa salah satu tujuan diadakannya program adalah adanya peningkatan taraf hidup. Beberapa indikator taraf hidup hanya melihat taraf hidup masyarakat sesuai dengan keadaan sekitar. Berdasarkan BPS (2005) dalam Rahman (2009) bahwa indikator taraf hidup dapat dilihat berdasarkan luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, kepemilikan kendaraan, pendapatan rumahtangga, pengeluaran rumahtangga, dan investasi rumahtangga.
Penelitian ini membahas mengenai perubahan taraf hidup dari anggota kelompok binaan PT Indonesia Power yang kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penggunaan kontrol bertujuan untuk melihat sejauhmana perbedaan yang ada antara keduanya. Pembahasan pertama akan membahas perubahan taraf hidup secara umum yang kemudian akan diuraikan per indikator dari taraf hidup tersebut
Penerima program CSR
Hasil penelitian memberikan data pengenai jumlah rumahtangga di Desa Purwabakti penerima program CSR dan perubahan taraf hidupnya. Pada sebelum tahun 2010 (sebelum ada program CSR PT Indonesia Power) terlihat dari 30 rumahtangga yang menjadi responden masih terdapat 16 rumahtangga yang taraf hidupnya masih rendah. Selanjutnya disusul oleh kondisi taraf hidup yang sangat rendah yakni delapanrumah tangga atau setengah dari rumah tangga bertaraf hidup rendah. Sementara itu kondisi taraf hidup sangat tinggi tidak ada artinya pada masa lampau (sebelum tahun 2010) secara umum kondisi tarah hidup rumah tangga masih dibah rata-rata. Namun kondisi yang berbeda terlihat pada masa sesudah ada program (setelah 2010) dimana terjadi pergeseran yang berarti.
Terlihat hanya duarumah tangga atau enam persen dari total responden yang masih berada pada taraf hidup yang sangat rendah.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden penerima program menurut perubahan taraf hidup
Kondisi taraf hidup
Jumlah RT Sebelum Sesudah n % n % Sangat rendah 8 27 2 6 Rendah 16 54 11 37 Sedang 5 16 11 37 Tinggi 1 3 4 13 Sangat tinggi 0 0 2 7 Total 30 100 30 100
Gambar enam menjelaskan grafik mengenai perbandingan persentase taraf hidup sebelum dan sesudah adanya program CSR PT Indonesia Power. Terlihat adanya peningkatan taraf hidup dimana pada kondisi taraf hidup sangat rendah dan rendah mengalami penurunan yang berarti sedangkan pada taraf hidup pada tingkat sedang, tinggi, dan sangat tinggi mengalami peningkatan.
Gambar 6 Grafik presentase rumah tangga berdasarkan tingkatan taraf hidup sebelum dan sesudah ada program kelompok CSR PT Indonesia Power
Peneliti dengan menggunakan uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah program CSR dan variabel terpengaruhnya adalah taraf hidup. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat seberapa besar pengaruh
27 54 16 3 0 6 37 37 13 7 0 10 20 30 40 50 60
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sebelum sesudah
program CSR terhadap perubahan taraf hidup (sebelum dan sesudah adanya program) melalui nilai total yang didapatkan dari kuesioner mengenai taraf hidup. Tabel 11 Paired samples statisticsperubahan taraf hidup penerima program
Mean N Std.
Deviation
Std. Error Mean Pair 1 Taraf hidup sebelum 23,83 30 7,221 1,318
Taraf hidup sesudah 31,17 30 7,879 1,438
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) taraf hidup sebelum dan sesudah mengalami peningkatan positif dari 23,83 menjadi 31,17 dengan jumlah sampel (N)= 30.
Tabel 12 Paired samples correlations perubahan taraf hidup penerima program N Correlation Sig. Pair 1 Taraf hidup sebelum & taraf hidup
sesudah 30 ,618 ,000
Berdasarkan aturan, jika Sig > 0,05 maka tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya program CSR dengan taraf hidup penerima program. Sebaliknya jika Sig < 0,05 maka ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya program CSR dengan penerima program. Berdasarkan tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0,000 yang berarti adanya hubungan antara sebelum dan sesudah adanya program CSR dengan taraf hidup penerima program CSR. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka menunjukan sumbangan program CSR terhadap perubahan taraf hidup. Terlihat bahwa sumbangan program CSR terhadap peningkatan taraf hidup adalah 0,6182 = 0,38 (38%). Artinya sebanyak 38 persen peningkatan taraf hidup dikarenakan program CSR dan sisanya sebanyak 62 persen disebabkan oleh faktor lain.
Tabel 13 Paired samples test perubahan taraf hidup penerima program
Tabel diatas menjelaskan bahwa selisih rata-rata (mean) sebelum dan sesudah adanya program CSR yaitu -7,333. Selanjutnya selisih simpangan baku
Paired Differences t df Sig.
(2- tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Taraf hidup sebelum - Taraf hidup sesudah -7,333 6,630 1,210 -9,809 -4,858 -6,058 29 ,000
sebelum dan sesudah yaitu 6,630. Sementara itu pada tabel Confidence Interval terlihat interval yang menunjukan wilayah adanya perbedaan taraf hidup pada taraf kepercayaan 95 persen. Jika melihat pada hasil uji t didapat nilai -6,058 yang artinya lebih besar daripada 2,56 (karena nilai sig = 0,000 yang berarti ≤ 0,01 dimana terdapat perbedaan taraf hidup sebelum dan sesudah mendapatkan program) maka perbedaan taraf hidup diterima pada taraf 99 persen. Sementara df merupakan derajat bebas (jumlah sampel dikurangi satu).
“alhamdulilah mas, aya kelompok teh bisa nyekolahkeun anak.
Umpami butuh duit buat makan atau bayaran sekolah, bisa dijual kambingnya” BRH (Istri pak AL anggota kelompok Sarakan Salak
Pembahasan selanjutnya dijelaskan taraf hidup berdasarkan indikator- indikator antara lain: luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, kepemilikan kendaraan, pendapatan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, dan investasi rumah tangga.
“Alhamdulillah kang, bisa buat tambah-tambah pendapatan. Kan akang tahu sendiri kerja jadi tukang ojeg dapat berapa sehari, gak tentu. Jadi kalau ada kolam ikan kan bisa buat tambah-
tambah pendapatan” (BAE, anggota kelompok THP)
Indikator pertama yaitu luas lantai bangunan tempat tinggal, dari 30 rumah tangga sampel 17 diantaranya mengalami peningkatan yang berarti. Sementara itu hanya saturumah tangga saja yang mengalami penurunan dan sisanya tetap. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kondisi perekonomian yang kian membaik sehingga bangunan rumah bertambah luas, pembangunan rumah pribadi yang pada awalnya ikut bersama orangtua, dan pindah rumah. Pada indikator yang kedua, mayoritas telah mengalami peningkatan dari jenis lantai bambu atau semen menjadi lantai keramik. Namun, pada indikator yang ketiga, hanya sebagian kecil saja yang mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan sejak pertama dibangun rumah tersebut telah menggunakan tembok beton. Selanjutnya fasilitas tempat buang air besar hanya memberikan kontribusi kecil dikarenakan hanya sebagian kecil saja yang telah menggunakan WC pribadi. Jumlah pengguna WC pribadi meningkat dari tujuhrumah tangga menjadi 12 rumah tangga. Pada indikator selanjutnya yakni sumber penerangan, mayoritas telah mengalami peningkatan dari obor, listrik non PLN, listrik bersama menjadi listrik PLN pribadi. Pada indkator selanjutnya, sember air minum masyarakat 100 persen berasal dari sumber mata air yang dialirkan langsung dari pegunungan. Sama halnya dengan sumber penerangan, terjadi peningkatan juga pada bahan bakar untuk memasak. Semula banyak dari masyarakat yang menggunakan kayu bakar kini telah beralih ke kompor gas meskipun tidak sepenuhnya karena kayu bakar tetap digunakan. Kepemilikan kendaraan juga mengalami peningkatan, meskipun ada beberapa rumah tangga yang mengalami penurunan. Peningkatan ini disebabkan karena akses untuk
mendapatkan kredit motor lebih mudah. Pada tingkat pendapatan, pengeluaran, dan tabungan terjadi peningkatan yang berarti. Ini disebabkan kondisi perekonomian yang semakin membaik dan program CSR yang menurut mereka sangat membantu dalam peningkatan taraf hidup mereka.
“alhamdulillah kang, uang dari hasil menjual ikan bisa ditabung
dulu buat nanti kalau ada perlu” MST (ketua kelompok Harapan
Abadi Purwabakti”
Bukan penerima program
Peneliti selanjutnya mencoba mengetahui perubahan lebih jauh maka dibuatlah perbandingan dengan responden kontrol. Hasil penelitian memberikan data pengenai jumlah rumah tangga bukan penerima program CSR di Desa Purwabakti dan perubahan taraf hidupnya. Pada sebelum tahun 2010 terlihat dari 30 rumah tangga yang menjadi responden kontrol masih terdapat 13 rumah tangga yang taraf hidupnya masih sangat rendah. Selanjutnya disusul oleh kondisi taraf hidup yang rendah yakni 12 rumah tangga. Pada taraf hidup sedang terdapat dua rumah tangga dan pada taraf hidup tinggi terdapat 3 rumah tangga. Sementara itu pada taraf hidup sangat tinggi tidak ada.
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden bukan penerima program menurut perubahan taraf hidup
Kondisi taraf hidup
Jumlah RT Sebelum Sesudah n % N % Sangat rendah 13 43 2 7 Rendah 12 40 6 20 Sedang 2 7 16 53 Tinggi 3 10 6 20 Sangat tinggi 0 0 0 0 Total 30 100 30 100
Terjadi perubahan yang signifikan setelah tahun 2010. Taraf hidup pada tingkat sangat rendah dan rendah mengalami penurunan, sementara itu pada taraf hidup sedang dan tinggi mengalami peningkatan yang berarti. Pada responden kontrol tidak ditemukan taraf hidup sangat tinggi pada tingkat sangat tinggi pada saat sebelum dan sesudah tahun 2010. Namun, perubahan pada kondisi taraf hidup tingkat sedang mengalami kenaikan yang paling signifikan yakni dari tujuh rumah tangga menjadi 53 rumah tangga. Pada taraf hidup tingkat tinggi terjadi peningkatan dua kali lipat. Hal ini menandakan bahwa terjadi kenaikan yang signifikan hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Uji beda penerima dan bukan Penerima
Peneliti kemudian melakukan uji beda untuk melihat perbedaan pada dua sampel yang berbeda perlakuan, maka peneliti dengan menggunakan perangkat lunak SPSS uji T-Sample Independent akan melihat perbedaan yang ada. Data yang dibandingkan adalah total nilai dari taraf hidup penerima program dan bukan penerima program.
Tabel 15 Independent Samples Test taraf hidup penerima program dan bukan penerima program sebelum adanya program CSR PT Indonesia Power
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2- tailed ) Mean Differe nce Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Total score taraf hidup Equal variances assumed ,022 ,883 -,931 58 ,355 -1,733 1,861 -5,458 1,992 Equal variances not assumed -,931 57,999 ,355 -1,733 1,861 -5,458 1,992
Berdasarkan tabel hasil uji T Independen, didapatkan hasil bahwa
Levene’s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Disana tampak bahwa F=0,022 (sig=0,883) karena sig diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada data taraf hidup sebelum adanya program (data
43 40 7 10 0 7 20 53 20 0 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sebelum sesudah
Gambar 7 Grafik presentase rumah tangga bukan penerima program berdasarkan tingkatan taraf hidup sebelum dan sesudah ada program kelompok CSR PT Indonesia Power
homogen). Terlihat juga pada t hitung memiliki nilai -0,931 (sig>0,05), artinya tidak ada perbedaan taraf hidup sebelum adanya program.
Untuk melihat lebih jauh, maka peneliti membuat uji beda pada perubahan taraf hidup setelah adanya program CSR PT Indonesia Power. Artinya peneliti melihat adakah perbedaan antara penerima dan bukan penerima program CSR PT Indonesia Power. Berikut tabel uji T Independen:
Tabel 16 Independent Samples Test taraf hidup penerima program dan bukan penerima program setelah adanya program CSR PT Indonesia Power
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2- tailed ) Mean Differe nce Std. Error Differenc e 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Total score taraf hidup sesudah Equal variances assumed 1,708 ,196 -,346 58 ,731 -,633 1,833 -4,302 3,035 Equal variances not assumed -,346 55,030 ,731 -,633 1,833 -4,306 3,039
Berdasarkan tabel hasil uji T Independen, didapatkan hasil bahwa
Levene’s Test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Disana tampak bahwa F=1,708 (sig=0,196) karena sig diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada data taraf hidup sesudah adanya program (data homogen). Terlihat juga pada t hitung memiliki nilai -0,346 (sig>0,05), artinya tidak ada perbedaan taraf hidup sebelum adanya program.
Tabel 17 Group Statistic perubahan taraf hidup penerima program dan bukan penerima program setelah adanya program CSR PT Indonesia Power
Jenis Responden N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
total score taraf hidup sesudah
bukan penerima program 30 30,53 6,219 1,135
penerima program 30 31,17 7,879 1,438
Berdasarkan tabel tersebut maka perubahan taraf hidup penerima program CSR PT Indonesia Power lebih tinggi dibandingkan bukan penerima program CSR (31,17>30,53). Meskipun adanya perbedaan namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuesioner, terjadinya homogenitas dikarenakan karakteristik yang sama dari responden sampel dan responden kontrol.
Berdasarkan penjabaran mengenai perubahan taraf hidup maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kelompok penerima program telah mengalami peningkatan taraf hidup dengan selisih rata-rata sebelum dan sesudah adanya program sebesar - 7,333.
2. Program CSR menyumbangkan 38 persen dari perubahan taraf hidup penerima program. Artinya sekitar 12 persen peningkatan taraf hidup setiap tahun karena program dimulai pada tahun 2010. Sisanya sebanyak 62 persen dikarenakan faktor lain. Faktor ini dapat berupa adanya anggota dari rumah tangga yang mulai bekerja dan peningkatan upah buruh.
3. Peningkatan 38 persen yang disebabkan oleh adanya program CSR kemudian dikaitkan dengan inflasi yang ada di kabupaten bogor. Pada tahun 2013, berdasarkan informasi yang dimuat dalam web resmi pemerintah Kabupaten Bogor, inflasi naik dari 4,9 persen menjadi 7,2 persen. Artinya inflasi naik 2,3 persen. Maka jika diasumsikan peningkatan taraf hidup 10 persen setiap tahun, maka setiap tahun dikurangi dengan inflasi yang ada.
4. Pembentukan kelompok CSR pada dasarnya tidak berdampak langsung pada peningkatan taraf hidup karena kelompok ini (perkebunan, pertenakan, dan perikanan) hanya dijadikan sebagai sampingan saja bukan menjadi mata pencaharian utama. Ini dapat dijadikan sebagai tabungan hidup bagi penerima program. Sebagai contoh, saat mereka membutuhkan uang untuk memperbaiki rumah atau anak sekolah maka kambing, ikan, atau kayu yang mereka miliki dapat dijual dan digunakan untuk keperluan tersebut.
5. Kelompok bukan penerima program pada dasarnya mengalami kenaikan juga dalam taraf hidup. Namun, masih dibawah rata-rata para penerima program.
6. Tidak adanya perbedaan yang nyata antara penerima program dan bukan penerima program dalam hal taraf hidup. Perbedaan yang tidak signifikan antara penerima program dan bukan penerima program didasarkan pada saat penelitian rumah tangga kontrol mempunyai anggota rumah tangga lain yang bekerja dan umur penerima program yang relatif sudah tua.
“ada kelompok teh bersyukur kang, lumayan kang bisa buat
tambah-tambah. Banyak untungnya kang, misal buat tahlilan, kalau ada nikahan, jadi bisa disembelih kambingnya” EMG (Anggota Mekar Sari)
Perubahan Modal Sosial
Penelitian ini kemudian menggambarkan modal sosial sebagai kondisi sosial dari rumah tangga sampel. Global Social Capital Survey merupakan model yang dikembangkan oleh Deepa Narayan, dengan menggunakan tujuh indikator untuk mengukur ketersediaan modal sosial. Ketujuh indikator tersebut adalah: (a) karakteristik kelompok (meliputi jumlah keanggotaan; kontribusi dana; frekuensi partisipasi; partisipasi dalam pembuatan keputusan; heterogenitas keanggotaan;
sumber pendanaan bagi organisasi); (b) norma-norma umum (meliputi kesediaan menolong orang lain; kepedulian pada orang lain; keterbukaan pada orang lain); (c) kebersamaan (meliputi seberapa jauh orang-orang dapat hidup bersama; tingkat kebersamaan di antara orang-orang); (d) sosialitas keseharian; (e) hubungan ketetanggaan (meliputi kesediaan meminta tolong pada tetangga untuk merawat anak yang sakit; atau membantu diri sendiri yang sedang sakit); (f) voluntarisme (meliputi apakah pernah bekerja sebagai relawan; ekspektasi dari kegiataan sukarela; kritik terhadap mereka yang menolak bekerja sukarela; kontribusi pada lingkungan ketetanggaan; apakah pernah menolong orang lain); serta (g) kepercayaan (meliputi kepercayaan pada keluarga; pada tetangga; pada orang dari kelas yang berbeda; pada pemilik usaha; pada aparat pemerintah; pada penegak hukum, seperti jaksa, hakim, dan polisi; pada aparat pemerintah daerah). Penerima program CSR
Hasil penelitian memberikan data pengenai jumlah rumah tangga di Desa Purwabakti dan perubahan modal sosial atau kondisi sosial dari rumah tangga sampel yang kemudian dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan kontrol bertujuan untuk melihat sejauhmana perbedaan yang ada antara keduanya. Pembahasan pertama akan membahas perubahan modal sosial secara umum yang kemudian akan diuraikan per indikator dari modal sosial tersebut
Tabel 18 Jumlah dan presentase responden penerima program menurut perubahan modal sosial
Kondisi sosial (modal sosial)
Jumlah RT Sebelum Sesudah N % N % Sangat Rendah 0 0 0 0 Rendah 1 3 0 0 Sedang 18 60 17 57 Tinggi 11 37 13 43 Sangat Tinggi 0 0 0 0 Total 30 100 30 100
Berdasarkan tabel 18 terlihat bahwa sebanyak 18 rumah tangga sampel berada pada tingkat kondisi sosial sedang. Sementara itu sebanyak sebelasrumah tangga berada pada tingkat kondisi sosial tinggi dan sisanya sebanyak saturumah tangga berada pada tingkat kondisi sosial rendah. Setelah adanya program CSR terjadi peningkatan jumlah pada tingkat kondisi sosial tinggi sebanyak duarumah tangga menjadi 13 rumah tangga, sedangkan untuk tingkat kondisi sosial rumah tangga sedang mengalami penurunan menjadi 17 rumah tangga. Dan pada sesudah adanya program CSR sudah tidak ada lagi rumah tangga yang berada pada tingkat kondisi sosial rendah.
Gambar delapan menjelaskan grafik mengenai persentase dari masing- masing tingkatan kondisi sosial sebelum maupun sesudah agar lebih mudah dibandingkan. Terlihat pada gambar bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada saat sebelum dan sesudah adanya program CSR. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan perubahan yang terjadi sebagian besar pada perubahan karakteristik grup saja. Pada indikator kepercayaan, hampir 90 persen responden penerima program CSR mengalami peningkatan kepercayaan kepada perusahaan. Hal ini didasarkan pada terealisasinya proposal pengajuan kelompok kepada perusahaan.
Gambar 8 Grafik presentase rumah tanggapenerima program berdasarkan tingkatan modal sosial sebelum dan sesudah ada program kelompok CSR PT Indonesia Power
Dengan menggunakan uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah program CSR dan variabel terpengaruhnya adalah modal sosial. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat seberapa besar pengaruh program CSR terhadap perubahan modal (sebelum dan sesudah adanya program) melalui nilai total yang didapatkan dari kuesioner mengenai modal sosial.
Tabel 19 Paired samples statistics perubahan modal sosial penerima program
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Modal sosial sebelum 23,53 30 2,360 ,431 Modal sosial sesudah 24,20 30 2,203 ,402
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) modal sosial sebelum dan sesudah mengalami peningkatan positif dari 23,53 menjadi 24,20 dengan jumlah sampel (N)= 30
Tabel 20 Paired samples correlations perubahan modal sosial penerima program
0 3 60 37 0 0 0 57 43 0 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 60 70
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sebelum sesudah
N Correlation Sig. Pair 1 Modal sosial sebelum &
Modal sosial sesudah 30 ,828 ,000
Berdasarkan aturan, jika Sig > 0,05 maka tidak ada hubungan. Sebaliknya jika Sig < 0,05 maka ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya program CSR. Berdasarkan tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0,000 yang berarti adanya hubungan antara sebelum dan sesudah adanya program CSR dengan modal sosial penerima program CSR. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka menunjukan sumbangan program CSR terhadap perubahan modal sosial. Terlihat bahwa sumbangan program CSR terhadap perubahan modal sosial adalah 0,8282 = 0,69 (69%). Artinya sebanyak 69 persen peningkatan modal sosial dikarenakan program CSR dan sisanya sebanyak 31 persen disebabkan oleh faktor lain.
Tabel 21 Paired samples test perubahan modal sosial penerima program
Paired Differences T Df Sig. (2-
tailed) Mean Std. Deviati on Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Modal sosial sebelum - Modal sosial sesudah -,667 1,348 ,246 -1,170 -,163 -2,710 29 ,011
Tabel 21 menjelaskan bahwa selisih rata-rata (mean) sebelum dan sesudah adanya program CSR yaitu -6,667. Selanjutnya selisih simpangan baku sebelum dan sesudah yaitu 1,348. Sementara itu pada tabel Confidence Interval terlihat interval yang menunjukan wilayah adanya perbedaan modal sosial pada taraf kepercayaan 95 persen. Jika melihat pada hasil uji t didapat nilai -2,710 yang artinya lebih besar daripada 2,56 maka perbedaan taraf hidup diterima pada taraf 99 persen. Jika melihat nilai Sig yaitu 0,011 artinya nilai tersebut lebih dari 0,01 yang menandakan bahwa adanya perbedaan modal sosial pada signifikan 95 persen. Sementara df merupakan derajat bebas (jumlah sampel dikurangi 1).
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diketahui pada penerima program peningkatan modal sosial terjadi pada karakteristik grup dan kepercayaan. Terbentuknya kelompok program menjadikan nilai karakteristik grup mengalami peningkatan. Nilai dari kepercayaan didapatkan pada kepercayaan dari penerima program yang mengalami peningkatan tinggi pada PT Indonesia Power. Pada indikator kebersamaan, ketetanggaan, dan sosialisasi tidak megalami peningkatan yang berarti. Namun, pada indikator kesukarelaan cenderung mengalami penurunan dikarenakan kerjabakti yang tidak dilaksanakan secara rutin lagi.
Bukan Penerima Program CSR
Penelitian ini kemudian mencoba mengetahui perubahan lebih jauh maka dibuatlah perbandingan dengan responden kontrol. Hasil penelitian memberikan data pengenai jumlah rumah tangga bukan penerima program CSR di Desa Purwabakti dan perubahan kondisi sosialnya. Pada sebelum tahun 2010 terlihat dari 30 rumah tangga yang menjadi responden kontrol masih terdapat duarumah tangga yang berada dalam kondisi sosial pada tingkat rendah, sebanyak 21 rumah