• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung PDAM Tirtawening Kota Bandung yang berada di Jalan Badaksinga

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Pola Pemanfaatan Sumberdaya Air di Tahura Ir H Djuanda

6.1.2 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung PDAM Tirtawening Kota Bandung yang berada di Jalan Badaksinga

Nomor 10 awal mulanya berdiri karena pada saat itu Bandung merupakan kota metropolitan baru dengan jumlah penduduk di siang hari dapat mencapai 2,5 juta orang dan banyaknya perumahan-perumahan yang dibangun dengan sarana penunjang yang dibutuhkan adalah air bersih, maka dari itu dibangunlah PDAM. PDAM Kota Bandung berdiri sejak jaman penjajahan Belanda di Indonesia. Pembentukan PDAM Kota Bandung sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sudah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotamadya Bandung Nomor 7/PD/1974 jo Perda Nomor 22/1981 jo Perda Nomor 08/1987. Sejak tahun 1916 hingga 1974 nama PDAM Kota Bandung selalu berubah-ubah, hingga akhirnya pada tanggal 7 November 2009 ditetapkanlah Perusahaan Daerah Air Minum Tirtawening Kota Bandung yang telah disahkan oleh Walikota Bandung

71

melalui Perda Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Air Minum.

Sumber air baku yang diperoleh oleh PDAM Tirtawening berasal dari tiga sumber air, yaitu air permukaan, mata air, dan air tanah. Untuk air permukaan sendiri diperoleh dari salah satu sungai yang berada dalam kawasan Tahura Ir. H. Djuanda yaitu Sungai Cikapundung, debit yang diambil lebih kurang 840 liter/detik. 200 liter/detik diolah di Instalasi Pengolahan Air Badaksinga, 600 liter/detik diolah di Instalasi Pengolahan Air Dago Pakar, dan 40 liter/detik diolah di Mini Plant Dago Pakar. Untuk Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang berada di kawasan Badaksinga sumber airnya bercampur dengan sumber air yang berasal dari Sungai Cisangkuy dengan debit yang diambil sebanyak lebih kurang 1.400 liter/detik. IPA yang berada di Dago Pakar distribusi airnya hanya untuk mencukupi daerah wilayah Bandung Utara saja, sedangkan untuk IPA di Badaksinga untuk distribusi ke seluruh Kota Bandung. Distribusi air yang berasal dari IPA Dago Pakar dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sungai Cikapundung dimanfaatkan oleh PDAM Tirtawening yang pengolahannya berada di Dago Pakar, sedangkan debit airnya sebanyak 200 liter/detik berasal dari sisa penggunaan turbin yang dilakukan oleh PLTA Dago Bengkok. Air yang telah dimanfaatkan oleh PLTA Dago Bengkok untuk memutar turbin akan mengalir secara gravitasi dan akhirnya dimanfaatkan oleh PDAM Tirtawening untuk sumber air baku.

Sumber : Perusahaan Daerah Air Minum Tirtawening Kota Bandung, 2012

Gambar 16. Bagan Proses Instalasi Pengolahan Air

Proses IPA di Dago Pakar dapat dilihat pada Gambar 16. Adapun penjelasan proses IPA di Dago Pakar ialah sebagai berikut, sumber air baku yang telah mengalir secara gravitasi dari Sungai Cikapundung akan melalui bangunan penyadap air (INTAKE/BAK I), kemudian proses pengendapan awal (PRASEDIMENTASI/BAK II), air baku selanjutnya akan masuk ke bak pengumpul air baku (COLLECTOR TANK) diinstalasi pengolahan. Air baku yang ada umumnya mengandung kotoran dan colloidal/berwarna. Untuk memisahkan

Sumber air sungai (INTAKE) Pengendapan awal (PRASEDIMENTASI)

Bak Pengumpul (COLLECTOR TANK)

Pembubuhan bahan kimia

(PROSES KOAGULASI) Proses pengadukan cepat

(RAPID MIX) Kompartemen (FLOCULATOR) Proses sedimentasi (SETLER) Bak penyaring (PROSES FILTRASI) Pembubuhan Desinfektan (PROSES DESINFEKTAN) Reservoir Siap didistribusikan ke pelanggan

73

kotoran maka diberikan bahan kimia yang fungsinya untuk mengikat kotoran tersebut, bahan kimia yang digunakan yaitu Poly Alumunium Chloride (PAC) (PROSES KOAGULASI). Setelah itu akan terjadi pengadukan koagulasi secara hidrolis gravitasi dengan memanfaatkan terjunan/water jump pada ambang pelimpah utama sekaligus berfungsi sebagai pengaduk cepat (RAPID MIX) agar koagulan tercampur merata.

Kotoran yang berada dalam air kemudian akan terpisah antara ikatan yang bermuatan negatif yang disebut dengan kolid dengan ikatan yang bermuatan positif yang disebut floc. Selanjutnya proses pembentukan floc (PROSES FLOKULASI) akan mengalami pengendapan floc (PROSES SEDIMENTASI). Floc-floc halus yang tidak terendapkan akan tersaring di bak filter/proses penyaringan floc (PROSES FILTRASI). Kemudian sebelum air masuk ke bak penampungan sementara (RESERVOIR) diberikan pembubuhan gas chlor yang fungsinya sebagai bahan pembunuh bakteri/desinfektan (PROSES DESINFEKSI). Setelah itu air akan siap untuk didistribusikan kepada para pelanggan PDAM. Dokumentasi proses instalasi pengolahan air dapat dilihat pada Lampiran 7.

Jumlah nominal tarif untuk pemakaian air setiap pelanggan berbeda-beda. Dasar penetapan tarif yang dilakukan oleh PDAM Tirtawening adalah lokasi rumah pelanggan, diameter pipa yang digunakan oleh pelanggan untuk mendistribusikan air, kondisi sosial pelanggannya, dan peruntukan air yang digunakan.

Lokasi rumah pelanggan menjadi dasar penetapan tarif karena terkadang lokasi rumah pelanggan sulit untuk dijangkau, terutama masalah dengan pemasangan pipa. Biasanya rumah yang letaknya di dalam gang dengan rumah

yang berada di jalan utama, tarifnya berbeda walaupun berada dalam satu lokasi. Perbedaan ukuran pipa yang digunakan serta status sosial pelanggan juga menjadi bahan dasar penetapan tarif. Peruntukkan air yang digunakan oleh pelanggan juga dijadikan suatu bahan acuan dalam penetapan tarif, karena biasanya jumlah debit yang dipakainya pun berbeda. Misalnya untuk suatu bisnis, yaitu rumah makan tentu akan berbeda dengan mereka yang hanya menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci baju, dan mandi. Besarnya tarif untuk masyarakat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tarif Air Minum per m3 (Rp)

Pemakaian (m3)

Struktur Tarif

Sosial Rumah Tangga/Non Niaga Niaga Industri 1A 1B 2A1 2A2 2A3 2A4 2B 3A 3B 4A 4B

1-10 560 560 560 1.050 1.325 1.600 1.050 1.600 2.175 2.725 3.275 11-20 560 560 875 1.950 2.250 2.850 1.960 2.850 3.425 4.025 4.650 21-30 560 875 1.225 2.950 3.550 4.475 2.950 4.475 5.150 5.775 6.400 > 30 850 1.850 2.650 4.225 5.150 6.075 4.225 6.075 6.750 6.900 7.550 Kelompok Berdasarkan kesepakatan Khusus

Sumber : Perusahaan Daerah Air Minum Tirtawening Kota Bandung, 2012

Struktur tarif PDAM Tirtawening terdiri dari empat golongan, yaitu golongan sosial, rumah tangga/non niaga, niaga, dan industri. Golongan sosial terbagi atas dua tipe yaitu sosial umum (1A) seperti tempat ibadah dan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan sosial khusus (1B) seperti Puskesmas, rumah jompo, rumah yatim piatu serta rumah rehabilitasi. Golongan rumah tangga/non niaga terdiri dari empat tipe yaitu rumah tangga golongan A 1 (2A1) seperti rumah susun Perumnas, rumah tangga golongan A 2 (2A2) seperti rumah yang berada di gang dengan lebar jalan kurang dari 2 m, rumah tangga golongan A 3 (2A3) seperti rumah yang berada di jalan besar namun bukan berada di jalan protokol melainkan dengan lebar 2 m serta paling lebar 4 m, rumah tangga golongan A 4

75

(2A4) seperti rumah yang berada di depan jalan dengan lebar lebih dari 4 m, luas bangunan di atas 300 m2 atau luas tanahnya di atas 500 m2, apartment, serta villa atau bungalow, dan instansi (2B) dimana instansi yang dimaksud seperti instansi pemerintah dan TNI/POLRI.

Golongan niaga terbagi atas dua tipe, yaitu niaga kecil dan niaga menengah/besar. Niaga kecil contohnya seperti kios, penjahit, asrama, dan lain- lain, sedangkan niaga menengah/besar, yaitu rumah makan, percetakan, gudang, bank, apotik, hotel, bioskop, dan lain-lain. Golongan yang terakhir yaitu golongan industri yang terdiri dari dua tipe, tipe pertama adalah industri kecil seperti industri sepatu, alat-alat rumah tangga, keramik, perkebunan serta makanan/minuman. Tipe yang kedua ialah industri menengah/besar seperti industri menengah/besar sepatu, garmen, perkebunan, serta makanan/minuman.

Biaya-biaya di atas merupakan biaya pemakaian air saja, sedangkan ada biaya lain yang harus dibayar oleh masyarakat saat mereka membayar biaya pemakaian air yang digunakan. Biaya-biaya yang dimaksud adalah biaya administratif sebesar Rp 7.500/bulan dan biaya pemeliharaan meter. Biaya-biaya tersebut wajib dibayar oleh pelanggan setiap bulannya diluar biaya pemakaian air saja.

Apabila pelanggan melakukan keterlambatan dalam membayar, maka pelanggan akan dikenai sanksi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sanksi yang ditetapkan sesuai dengan golongannya, golongan sosial dikenakan sanksi sebesar Rp 5.000, golongan rumah tangga/non niaga dikenakan sanksi sebesar Rp 7.500, golongan niaga dikenakan sanksi sebesar Rp 10.000, dan golongan industri dikenakan sanksi sebesar Rp 15.000.

Biaya-biaya yang didapat PDAM Tirtawening bukan untuk keuntungan semata saja, tetapi biaya-biaya tersebut dipergunakan untuk biaya operasional per bulan yang dikeluarkan instansi. Seperti pembayaran listrik, gaji pegawai, pembayaran telepon, pembelian alat-alat kantor, dan lain-lain. Biaya pemeliharaan meter digunakan untuk memperbaiki jalur pipa air ke pelanggan maupun pipa- pipa lainnya yang mengalirkan air ke pelanggan.

Biaya-biaya yang dibebankan kepada pelanggan tentu saja diikuti dengan usaha peningkatan kualitas air, agar pelanggan tidak merasa dirugikan maupun dikecewakan. Sejauh ini PDAM Tirtawening dengan bagian Corporate Social Responsibility (CSR) telah melakukan upaya untuk memperbaiki kualitas maupun kuantitas air yang mereka manfaatkan, terutama untuk sumber air yang berasal dari Sungai Cikapundung. Air yang diolah di Badaksinga sumber airnya berasal dari Sungai Cisangkuy dan Sungai Cikapundung, namun air yang berasal dari Sungai Cikapundung merupakan air yang telah dimanfaatkan terlebih dahulu oleh pihak PLTA Dago Bengkok. Sebelum air digunakan untuk memutar turbin, air ditampung dalam sebuah kolam yang tujuannya untuk mengendapkan lumpur- lumpur yang terbawa dan hasilnya cukup banyak lumpur. Terlebih lagi saat Sungai Cikapundung menjadi tempat pembuangan limbah kotoran sapi, maka dari itu PDAM Tirtawening memiliki program untuk menggunakan limbah kotoran sapi untuk dijadikan biogas. Usaha PDAM Tirtawening membuktikan bahwa mereka ingin meningkatkan kualitas air yang mereka manfaatkan. Selain itu PDAM Tirtawening juga sudah melakukan kegiatan reboisasi terutama di hulu Sungai Cikapundung agar kualitas dan kuantitasnya lebih baik lagi.

77

Terkait dengan penetapan yang ditetapkan oleh Dinas Kehutanan mengenai pemanfaatan sumberdaya air yang berada di dalam kawasan konservasi harus membayar sejumlah uang sebesar Rp 500.000.000/10 tahun. Pihak PDAM Tirtawening bersedia membayar perizinan tersebut, asalkan penetapan tersebut dalam payung hukum yang berlaku dan sangat jelas. Seperti contohnya saja bahwa PDAM Tirtawening selalu membayar retribusi Surat Ijin Pemanfaatan dan Pengambilan Air (SIPPA). Pihak PDAM Tirtawening akan mematuhi semua peraturan yang ada asalkan peraturan itu berada dalam suatu payung hukum yang jelas dan berlaku.