• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petunjuk dan Koordinasi

Dalam dokumen SOP Sat Reskrim (Halaman 29-35)

PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO

E. Petunjuk dan Koordinasi

C. Ruang Lingkup

Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.

D. Definisi

1. Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP;

2. Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;

E. Petunjuk dan Koordinasi

Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara lainnya.

30

Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan lain-lain.

Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan Syarat formal yang harus dipenuhi :

1) Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penangkapan yaitu :

a) Pasal 1 butir 2 KUHAP; b) Pasal 1 butir 20 KUHAP;

c) Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP; d) Pasal 17 KUHAP;

e) Pasal 18 KUHAP; f) Pasal 19 KUHAP;

g) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

h) Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu Undang-Undang Narkotika dan Teroris yang mengatur berbeda dalam hal masa penahanan, serta Undang-Undang ITE yang mengatur berbeda dalam hal mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan;

i) Undang-Undang lain yang terkait; j) Laporan Polisi;

k) Surat Perintah Penyidikan; l) Surat Perintah Penggeledahan;

31

m) Surat Perintah Penyitaan; n) Surat Perintah Tugas.

2) Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat

pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada

keluarga tersangka;

3) Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.

Syarat materiil yang harus dipenuhi :

Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan).

Langkah-langkah Penangkapan :

1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;

2) Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi, dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi;

3) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang berada di TKP;

4) Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;

32

5) Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;

6) Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan; 7) Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta

pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap; 8) Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita

Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan dari Pengadilan Negeri;

9) Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita acara pemeriksaan tersangka.

Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari terjadinya kerusakan barang bukti.

Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka

1) Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka, untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau

33

Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita;

2) Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas penangkapan;

3) Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat;

4) Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan diteruskan oleh Jaksa Agung.

F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan

34 F. Penutup

Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan

Limboto, Juni 2012

An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM

HERI RUSYAMAN, SIK

35 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Dalam dokumen SOP Sat Reskrim (Halaman 29-35)

Dokumen terkait